Feeds:
Posts
Comments

Archive for July, 2023

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswa/santrinya tinggal bersama menginap di asrama, dan belajar di bawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan kiai. Di dalam kompleks pesantren biasanya berdiri pula masjid untuk shalat berjamaah. Pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama dan dai.

Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berakar kuat di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari pengaruh walisongo yang  masuk ke Asia Tenggara antara tahun 1250 -1404 M.

Misi yang dibawa oleh utusan Kesultanan Utsmaniyah di Istambul Turki ini diperkirakan masuk pulau Jawa pada tahun 1404 ketika berada dibawah kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di Asia Tenggara. Misi ini dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang ulama kelahiran Magrib, yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gresik. Ia menjadikan rumahnya di Gresik Jawa Timur sebagai tempat berkumpul dan belajar menuntut ajaran Islam.

Setelah Sunan Gresik wafat Raden Rahmat seorang ulama kelahiran Champa Vietnam menggantikannya. Keponakan raja Majapahit yang dikenal dengan Sunan Ampel ini mendirikan padepokan di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Para wali yang jumlahnya 9 tersebut bisa dikatakan sebagai peletak dasar-dasar pendidikan pesantren di Indonesia.

Selanjutnya para santri yang telah selesai menuntut ilmu kembali ke daerahnya masing-masing, mengamalkan ilmunya bahkan membuka pesantren di tempat asal mereka. Hingga lahirlah ulama-ulama besar seperti yang kita saksikan saat ini. Dengan cara inilah Islam berkembang dan menyebar ke berbagai pelosok Nusantara.

Perang Diponegoro.

Perang Diponegoro atau Perang Jawa adalah perang yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro. Perang ini berlangsung selama 5 tahun,  dari tahun 1825 hingga 1830 melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang memasuki bumi pertiwi pada tahun 1602 melalui tangan VOC .

Pangeran Diponegoro yang bernama asli Bendara Raden Mas Antawirya dan bernama Islam Abdul Hamid, lahir di Yogyakarta pada tahun 1785. Ayahnya bernama Gusti Raden Mas Suraja yang di kemudian hari naik takhta dengan gelar Hamengkubuwono III.

Diponegoro menolak keinginan ayahnya menggantikannya menjadi raja. Ia beralasan bahwa ibunya yang bukan permaisuri membuatnya tak layak untuk menduduki jabatan tersebut. Disamping ia memang kurang tertarik dengan masalah pemerintahan dan kekeratonan. Ia lebih tertarik pada masalah keagamaan dan membaur dengan rakyat.

Ketika masih kecil, Diponegoro diasuh nenek buyutnya, GKR Ageng Tegalreja yang merupakan putri dari salah satu ulama terkenal yakni Ki Ageng Derpoyudo. Suami Ratu Ageng adalah Sultan Mangkubumi (Hamengkubuwono I).

Ratu Ageng memutuskan keluar dari keraton ketika putranya naik tahta menggantikan ayahnya karena tidak cocok dengan putranya tersebut. Ia memilih Tegalreja yang terletak di luar Yogyakarta, dan membangun sebuah lingkungan yang didominasi oleh orang-orang yang agamis.

Disitulah Pangeran Diponegoro tumbuh dan akrab dengan kehidupan pesantren. Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pribadi yang cerdas, banyak membaca, dan ahli di bidang hukum Islam-Jawa. Ia pernah mengenyam pendidikan Islam di Pondok Pesantren Gebang Tinanar, Ponorogo asuhan Kiai Hasan Besari. Ia juga dikenal memiliki hubungan yang akrab dengan para pemuka agama dan ulama.

Ketidak-sukaan pangeran Diponegoro terhadap pemerintahan kolonial Belanda dimulai dengan adanya perbedaan peraturan pajak antara pribumi dan asing ( Eropa dan Cina). Sebelumnya ia juga tahu benar bagaimana pemerintahan penjajah tersebut memainkan peran adu domba dan pecah belah terhadap kerajaan Mataram Islam hingga lahirlah kekeratonan Yogya dan Surakarta, 30 tahun sebelum ia lahir. Kemarahan Diponegoro meledak ketika pemerintah mematok tanah yang berada di bawah kekuasaannya tanpa sepengetahuannya.

Diponegoro mulai mencari dukungan. Dukunganpun berdatangan dari berbagai pelosok termasuk pesantren-pesantren, para alim ulama, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di wilayah bekas Mataram seperti Pangeran Mangkubumi dan Kiai Mojo. Kiai Mojo adalah kiai kepercayaan Sunan Pakubuwono IV, Raja Surakarta. Hingga Sang Rajapun memutuskan tidak hanya memberi dukungan dalam bentuk dana perang, tapi juga pasukan dan para senopati pilihan.

Kiai Mojo yang dikenal sebagai ulama penegak ajaran Islam sejak lama bercita-cita tanah Jawa dipimpin oleh pemimpin yang mendasarkan hukumnya pada syariat Islam bukan pemimpin yang tunduk pada peraturan kolonial Belanda yang jelas-jelas jauh dari Islam.

Itu sebabnya ia mendukung semangat perjuangan pangeran Diponegoro dan menjadikan semangat tersebut sebagai perang suci melawan penjajah Belanda yang kafir.  Pangeran Diponegoropun dinobatkan menjadi kepala negara bergelar “Sultan Abdulhamid Herucakra Amirulmukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa“, dengan pusat negara berada di Plered, dengan pertahanan yang kuat.

Diantara banyak panglima yang dimiliki pangeran Diponegoro yang menonjol adalah Sentot Ali Pasha. Panglima belia ini diilhami oleh sosok Usamah bin Zaid, panglima Islam yang diangkat langsung oleh Rasulullah sebagai pimpinan tertinggi ketika itu untuk memimpin perang melawan bangsa Romawi di usianya yang sama, yaitu 18 tahun. Sentot Ali Pasha juga dijuluki sebagai “Napoleon Jawa”. Ia memimpin pasukan sebanyak 1.000 orang dengan menyandang senjata dan mengenakan jubah dan sorban mirip pasukan Turki Utsmani di masa kejayaan Islam.

Sejarah mencatat, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Metode perang terbuka dan perang gerilya yang dilaksanakan melalui taktik hit and run serta pengadangan. Ini bukan sebuah perang suku, melainkan suatu perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dilakukan sebelumnya.  

Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat saraf (psy-war) melalui tekanan-tekanan serta provokasi terhadap mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran, dan kegiatan mata-mata (spionase) demi mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.

( Bersambung)

Read Full Post »

Ikhtiar dan Tawakal

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”.

Ayat 7 surat Al-Insyirah di atas adalah perintah Allah swt untuk beraktifas, bekerja, berkegiatan dari satu aktifitas/kegiatan ke aktifitas/kegiatan lainnya, secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.

Umar bin al-Khatthab berkata: “Sungguh aku membenci melihat salah seorang dari kalian semua sebagai orang yang menganggur; tidak beraktivitas dalam kegiatan duniawi maupun kegiatan ukhrawi”.

Ali bin Abi Thalhah berkata: “Jika kamu dalam keadaan sehat, jadikan waktu luangmu untuk berlelah-lelahan dalam beribadah”.

Yang kemudian di lanjutkan pada ayat 8, adapun hasilnya adalah milik Allah azza wa Jala, maka mintalah kepada-Nya agar hasilnya baik.

dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

Syekh Nawawi menafsirkan ayat 8 di atas dengan makna: “Kepada Tuhanmu ajukan kebutuhan-kebutuhanmu; jadikan harapanmu hanya kepada Allah; dan jangan meminta kecuali kemurahan-Nya dengan bertawakal atau berpasrah diri kepada-Nya”.

Bekerja dan beraktifitas, apapun jenis dan perkerjaan/aktifitas sebenarnya adalah kodrat manusia. Manusia yang hanya berdiam diri di dalam rumah tanpa sedikitpun aktifitas selama beberapa waktu selain dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan juga berpotensi menimbulkan stress bathin. Diantaranya yaitu tulang kropos karena kekurangan sinar matahari dan otot yang lemah karena tidak terlatih.

Ahli fisiologi Keith Baar mengatakan, butuh waktu berbulan-bulan untuk membangun kekuatan otot, tetapi hanya membutuhkan waktu satu minggu untuk menghilangkan kekuatan otot. Belum lagi jantung dan paru-paru yang melemah. Ahli paru-paru Panagis Galiatsatos mengatakan, fungsi pernapasan akan memburuk jika tidak melakukan aktivitas fisik.

Namun demikian Islam mengajarkan agar bekerja dan beraktifitas dilandaskan atas niat untuk mencari ridho Allah swt. Jadi tidak sekedar bekerja dan bekerja. Menjadi catatan penting, bekerja dan beraktifitas yang dimaksud tersebut termasuk juga dalam hal ibadah.  

Bekerja diawali dengan niat yang benar dan doa agar Allah swt mudahkan, dilanjutkan dengan bekerja secara sungguh-sungguh lalu ditutup lagi dengan doa. Inilah yang dinamakan ikhtiar. Dan yang terakhir adalah bertawakal, yaitu pasrah kepada Allah swt atas hasilnya.

Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Terjemah QS. Al-Mukmin/Ghofir (40):60).

Ikhtiar secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang artinya memilih. Sedangkan secara istilah ikhtiar adalah usaha sungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Derngan kata lain orang yang berikhtiar adalah orang yang memilih suatu pekerjaan kemudian dia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu yang berlaku dalam bidang yang diusahakan, dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya itu berhasil.

Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan, apapun konsekuensinya.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Taqwa adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan  diri pada Allah selain dengan menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah”.

Itu sebabnya ikhtiar memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah swt. Malaikat mencatat dan Sang Khalik yang akan membalasnya dengan timbangan amal baik yang berat, yaitu mengampuni bahkan menghapus segala dosa dan melipat gandakan pahala.

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya”. (Terjemah QS. Ath-Thalaq(65):5).

Uniknya ikhtiar tidak selalu berbanding lurus dengan hasil yang dicapai seseorang. Hasil adalah mutlak milik Allah swt. Itu sebabnya kita diperintahkan untuk tawakal. Tidak perlu kita terlalu risau dengan hasil usaha kita. Bisa jadi Allah swt tidak mengabulkan doa dan usaha kita sesuai keinginan kita. Tapi yakinlah bahwa Ia pasti akan menggantinya dengan yang sesuai kita butuhkan, bukan yang kita inginkan, dengan cara atau jalan yang kita tidak pernah pikirkan maupun bayangkan..  

“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu“. (Terjemah QS. Ath-Thalaq(65):3).

Sebaliknya sebagai seorang Muslim yang baik, jangan pernah kita terkecoh ketika melihat ada orang yang sukses dalam hidupnya, baik melalui usaha yang gigih maupun tidak. Kesuksesan maupun kegagalan keduanya adalah ujian dan cobaan dari Allah swt yang harus dipertanggung-jawabkan.

Bisa jadi hasilnya sesuai keinginan, yang berarti adalah bonus di dunia yang tetap saja akan dimintai pertanggung-jawaban, apakah ia bersyukur atau tidak. Bersyukur tidak hanya di bibir tapi juga dengan prilaku. Syukur atas harta yang berlimpah adalah dengan memperbesar zakat infak sedekah, syukur atas sehat adalah dengan menambah amal ibadah, syukur atas jabatan adalah menjaga amanah, dll.

Wallahu ‘alam bi shawwab.

Jakarta, 6 Juli 2023.

Vien AM.

Read Full Post »