Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Shirah Nabawiyah’ Category

7. Air sedikit menjadi banyak.

Dalam sebuah perjalanan, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya kehabisan bekal air. Padahal tidak ada air di sekitar mereka. Tak lama mereka bertemu seorang perempuan yang membawa sedikit air. Lalu  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kantung air milik perempuan tersebut. Kemudian para shahabat yang kehausan itu meminumnya. Jumlah mereka 40 orang. Setelah puas minum, mereka mengisi kantung air masing-masing hingga juga penuh.(HR. Al-Bukhari, no. 3571).

8.Berbicara dengan unta.

Dari Abdullah bin Ja’far ra, ia berkata : “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam kebun salah seorang laki-laki Anshar. Tiba-tiba di tempat itu ada seekor unta . Ketika Rasulullah  melihatnya, unta itu merintih dan bercucuran air matanya. Rasulullah kemudian mendatangi unta itu seraya mengusapnya dari perut sampai ke punuh dan tulang telinga unta itu hingga menjadi tenanglah unta itu. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : “Siapakah pemilik unta ini ?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata : “Unta itu milikku, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda pula : “Tidakkah engkau bertaqwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah. Binatang ini telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar disebabkan membebani punggungnya dengan beban yang terlampau berat”. (HR. Ahmad & Abu Dawud).

9. Makanan sedikit cukup untuk orang banyak.

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lemas karena menahan lapar. Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu yang mendengar hal itu akhirnya menemui istrinya. Abu Thalhah dan istrinya berniat mengundang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk makan.

Singkat cerita, Abu Thalhah dan istrinya ternyata hanya memiliki makanan yang sedikit. Padahal Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak banyak sahabat untuk ikut makan di rumah Abu Thalhah. Abu Thalhah menjadi cemas; makanan sedikit apakah cukup untuk menjamu tamu sebanyak itu? Dengan perasaan gundah pasangan suami istri tersebut hanya bisa pasrah menyambut kedatangan Rasulullah beserta para sahabat. Sebelum acara makan dimulai, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan makanan yang dihidangkan. Setelah itu para tamu diminta makan bergantian. Yang pertama makan adalah 10 sahabat. Lalu, 10 sahabat berikutnya, kemudian 10 sahabat berikutnya, begitu seterusnya.

Akhirnya semua sahabat yang datang itu makan sampai kenyang, sedangkan jumlah mereka waktu itu 70 atau 80 orang. Setelah itu, barulah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga Tholhah makan pula hingga kenyang pula. (Sumber: H.r. Al-Bukhari, no. 3385; Muslim, no. 2040)

10. Berbicara dengan jin dan mengikatnya.  

Dalam sebuah Hadist dikisahkan bahwa suatu hari ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak memasuki masjid, terlihat iblis sedang melongok-longok di sisi pintu masjid.

Wahai Iblis apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Maka iblis itu menjawab, “Aku hendak masuk masjid dan akan merusak shalat orang yang sedang shalat ini, tetapi aku takut pada lelaki yang tengah tidur ini.

Lalu Nabi berkata, “Wahai Iblis, kenapa kamu bukannya takut pada orang yang sedang shalat, padahal dia dalam keadaan ibadah dan bermunajat pada Tuhannya, dan justru takut pada orang yang sedang tidur, padahal ia dalam posisi tidak sadar?” Iblis pun menjawab, “Orang yang sedang shalat ini bodoh, mengganggu shalatnya begitu mudah. Akan tetapi orang yang sedang tidur ini orang alim (pandai).”

Dalam riwayat lain, dari Muhammad bin Ja’far dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam  yang bersabda, “Sesungguhnya Ifrit dari kalangan jin tadi malam telah datang kepadaku dan berusaha mengganggu shalatku, tetapi Allah memberiku kemampuan untuk mengalahkannya. Aku ingin mengikatnya di salah satu pilar masjid, agar pada waktu subuh kalian dapat melhatnya, tetapi aku teringat kata-kata saudara Sulaiman, (seperti dinyatakan dalam Al-Qur’an), ‘Ya Tuhanku! Ampunilah aku dan berilah aku kerajaan yang tiada seorang pun sesudahku patut memilikinya.’ (Shad: 35)”. Lalu berkata, “Kemudian beliau mengusirnya dalam keadaan hina.” (HR Al-Bukhari).

11. Dapat melihat orang yang disiksa dalam kubur.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, Nabi saw pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau berkata; “Kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena dosa besar melainkan karena dia tidak menyucikan diri dari kencingnya, sedangkan yang lain karena suka mengadu domba.”

Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Masing-masing ditancapkannya di dua kuburan tersebut. Para sahabat lantas bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa engkau lakukan itu?” Beliau bersabda, “Semoga diringankan siksa kubur keduanya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (HR. Bukhari).

Saat itu pula, ketika Rasulullah berjalan, tiba – tiba saja awan menaungi beliau. Rahib pun semakin yakin dengan kenabian Muhammad SAW. Di Syam

12. Hilang dari pandangan manusia.

“ Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”.(QS.Yasin(36):9 ).

Riwayat menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum meninggalkan kamar menaburkan pasir ke muka orang-orang kafir Quraisy yang ketika itu ditugaskan mengawasi Rasulullah dan berjaga di depan kamar beliau sambil membaca ayat di atas.

Peristiwa tersebut terjadi pada malam Rasulullah secara diam-diam  meninggalkan rumah beliau di Mekah untuk menuju Madinah demi meloloskan diri dari pembunuhan yang telah direncanakan secara matang oleh pejabat-pejabat Mekah yang sangat memusuhi Islam. Beberapa hari kemudian ketika Rasulullah yang ditemani Abu Bakar bersembunyi di dalam gua para pengejarnya kembali tidak berhasil menemukan mereka berdua. Padahal para pengejar tersebut telah berdiri tepat di depan gua.  Dengan kuasa Allah Azza wa Jala gua yang baru dimasuki keduanya tiba-tiba tertutup sarang laba-laba. Seekor burung besar berjaga di mulut gua.

13. Mengetahui berbagai berita gaib.

Ketika terjadi Perang Mu’tah, komandan pasukan perang yang ditunjuk  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memimpin pasukan muslimin terbunuh. Yang pertama terbunuh adalah Zaid bin Haritsah. Setelah Zaid terbunuh, komandan pasukan digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib. Kemudian, Ja’far bin Abi Thalib juga terbunuh. Sebelum kematian dua komandan itu sampai ke Madinah, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan kematian Zaid bin haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib kepada para shahabatnya. Inilah salah satu mukjizat  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam; Allah beri wahyu kepada beliau tentang berita gaib. (Sumber: H.r. Al-Bukhari,  no. 3630)

14. Berbagai hadist nabi yang terbukti benar belakangan ini baik karena terbukti terjadi maupun yang  sesuai ilmu pengetahuan, kedokteran dan sains.

Contohnya adalah tentang jatuhnya Konstatinopel pada 1453 M atau 7 abad setelah prediksi nabi. Kemudian manfaat berpuasa 3 hari dalam sebulan, manfaat habatus sauda ( Jintan hitam), cara tidur dan makan nabi, terakhir bahkan cara menghadapi pandemi dengan cara karantina seperti yang saat ini sedang melanda dunia yaitu covid 19, terlepas  adanya teori konspirasi ataupun tidak.

“Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh,” (HR Bukhari dan Muslim).

15. dan masih banyak lagi.

Bersambung.

Read Full Post »

4. Mengobati sakit mata.

Sebelum penaklukan Benteng Khaibar, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai pemegang bendera pasukan. Namun ternyata Ali sedang menderita sakit mata. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam segera memanggilnya, lalu mengusap mata Ali yang sakit dengan ludah beliau. Seketika, mata Alipun menjadi sembuh seolah-olah tak pernah sakit mata.

Di lain waktu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat kabar bahwa keluarga Qatadah berniat memotong dan membuang mata  Qatadah radhiyallahu ‘anhu yang tercongkel dalam Perang Uhud karena sakit yang tak tertahankan, dan berpikir mustahil untuk disembuhkan. Ketika itu bola matanya keluar bersama urat-uratnya, menjulur ke wajah beserta darah yang mengalir deras.

Maka Rasulullah segera memanggil Qatadah. Kemudian dengan telapak tangan beliau bola mata yang terjulur tersebut didorong masuk ke dalam lubang matanya. Seketika itu pula sembuh mata Qatadah seperti tidak pernah terluka.

5. Berbicara dengan pohon.

“Maukah kamu aku pindahkan ke kebun kurma semula, sehingga bisa berbuah dan memberikan makanan bagi orang-orang yang beriman? atau aku pindahkan ke surga, setiap akarmu meminum air dari minuman surga, lalu para penghuni surga menikmati buah kurmamu?”

Itulah yang dikatakan Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sebuah pohon yang berada tidak jauh dari rasulullah dan para sahabat.  Peristiwa tersebut terjadi tak lama setelah rasulullah memulai khutbah dari yang biasanya bersandar ke pohon kurma tersebut pindah ke mimbar. Ketika itu para sahabat terkejut mendengar ada suara mirip tangisan keluar dari pohon tersebut.

Rasulullahpun  segera mendekati pohon tersebut. Kemudian berbicara sebagaimana diatas sambil meletakkan tangan beliau ke batang pohon kurma tersebut dan mengusapnya. Setelah itu beliau memeluk pohon kurma tersebut hingga suara raungan mereda dan akhirnya berhenti.

Ternyata pohon kurma tersebut memilih pilihan kedua. Nabipun bersabda: af’al Insha Allah sebanyak 3 kali. Kemudian kepada para sahabat Nabi bersabda kembali; “Demi Allah, yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau tidak aku tenangkan dia, dia akan terus merintih sampai hari kiamat karena kerinduannya kepadaku”.

Tempat dimana pohon kurma dulu berdiri itu hingga sekarang masih bisa kita temui di dalam Masjid Nabawi. Itulah yang dinamakan Ustuwanah Hannanah yang artinya ‘Pilar Tangisan’. Pilar tersebut terletak di selatan area Raudhah persis di belakang mimbar.

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan pohon tidak hanya sekali itu saja.

Suatu hari, Jabir dan para sahabat lain berjalan bersama Rasulullah, hingga berhenti di sebuah lembah yang luas. Rasulullah kemudian pergi untuk membuang hajat. Jabir lantas mengikuti beliau dengan membawa kantong kulit berisi air. Saat itu, Nabi melihat ke sekeliling dan tidak menemukan sesuatu yang bisa dijadikan sebagai tabir (penghalang).

Di pinggir lembah, terdapat dua pohon. Rasulullah kemudian menghampiri salah satu pohon dan meraih satu dahan sambil berkata, “Menunduklah kepadaku dengan izin Allah!” Pohon itu pun menunduk di hadapan Rasulullah seperti unta yang penurut.

Kemudian, Rasulullah menghampiri pohon yang lain, lalu meraih sebuah dahan sambil mengatakan, “Menunduklah kepadaku atas izin Allah!” Pohon itu pun menunduk di hadapan beliau, dan muncullah celah di antara kedua pohon itu.

“Saling mendekatlah kalian kepadaku atas izin Allah!” kata Nabi. Kedua pohon itu pun saling mendekat dan melekat.

Kemudian, Jabir pun menjauh dari tempat itu karena khawatir jika Rasul mengetahui ia di dekatnya. Jabir menjauh darinya sambil berbicara kepada diri sendiri, hingga ia mendengar suara mendekat. Ternyata, itu suara Rasulullah yang sedang mendekat ke arahnya. Ia melihat kedua pohon itu telah berpisah dan masing-masing telah berdiri tegak kembali.

Para sahabat diantaranya Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh At Tirmidzi juga menceritakan suatu hari pernah melihat sebuah pohon menjadi saksi kerasulan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketika itu Rasulullah mengajak seorang Baduy untuk bersyahadat. Namun orang tersebut tidak serta merta mempercayai Rasulullah.

“Siapa yang menjadi saksi atas apa yang kau katakan itu?” tanya orang tersebut.

“Pohon ini,” Rasulullah menunjuk sebuah pohon, ada yang berpendapat bahwa itu adalah pohon kurma. Pohon itu berdiri tegak di atas akarnya, di tepi sebuah lembah.

Begitu Rasulullah menunjuknya, pohon itu tiba-tiba bergerak. Dengan ajaib, pohon kurma itu berjalan menuju Rasulullah kemudian berhenti tepat di hadapan nabiyullah. Pohon itu pun kemudian merunduk di hadapan sang kekasih.

Rasulullah lalu meminta pohon tersebut untuk bersaksi tiga kali sebagaimana sabda beliau. Yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah. Pohon itu pun melakukannya. Ia bersyahadat tiga kali. Setelah itu, Rasulullah menyuruh pohon itu kembali ke tempatnya. Ia menurut dan berjalan kembali ke tepian lembah. Arab Badui yang menyaksikan begitu terkejut. Ia menyaksikan keajaiban mukjizat Rasulullah dengan mata kepalanya. Pria Badui itu pun kemudian bersyahadat di hadapan nabi, saat itu juga.

6. Segelas susu mengenyangkan banyak orang.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu adalah shahabat Nabi yang sangat miskin tetapi amat banyak ilmunya dan kuat hafalannya. Dia sering mengalami kelaparan. Pada suatu hari ketika Abu Hurairah sedang duduk di jalan, Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam melewatinya dan tersenyum melihatnya. Beliau sangat mengerti akan penderitaan Abu Hurairah. Karenanya, berkatalah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yaa Aba Hirr!” Abu Hurairah menjawab, “Labbaika, yaa Rasulullah (aku datang memenuhi panggilanmu, wahai Rasulullah).” beliau berkata, “Ikutilah aku!”

Maka Abu Hurairah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke rumahnya. Kemudian beliau mengizinkannya masuk. Di sana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemukan segelas susu.

Beliau bertanya kepada istrinya, “Dari mana susu ini?” Istrinya menjawab, “Dari Fulan, ia menghadiahkannya untukmu.” Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memanggil Abu Hurairah, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah,” jawabnya. “Pergilah dan panggil ahlush shuffah.”

Ahlush shuffah adalah sekumpulan sahabat yang tinggal di masjid Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak punya harta dan keluarga di kota Madinah. Abu Hurairah merasa berhak mendapat seteguk lebih dahulu agar kekuatannya yang hilang bisa kembali. Nanti, jika ahlush shuffah datang, tentu Abu Hurairah yang akan melayani mreka. Ia khawatir jika tidak kebagian.

Namun Abu Hurairah tidak mau menentang perintah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Abu Hurairah segera memanggil ahlush shuffah. Mereka pun datang ke rumah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Abu Hurairah, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah.” “Terimalah ini dan bagikan kepada mereka!” Maka Abu Hurairah memberikan gelas berisi susu itu kepada orang pertama. Orang itu meminumnnya sampai puas.

Kemudian gelas tersebut dikembalikan kepada Abu Hurairah. Lalu diberikan lagi kepada orang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga semua merasa puas. Sungguh menakjubkan! Gelas itu pun diterima kembali oleh Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian tersenyum kepada Abu Hurairah dan berkata, “Yaa Aba Hirr!” “Labbaika, yaa Rasulullah.” Sekarang tinggal aku dan kamu.” “Benar, wahai Rasulllah.” “Duduklah dan minum!”

Dengan penuh suka cita maka Abu Hurairahpun duduk dan minum.  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam terus memerintahkannya minum sampai Abu Hurairah berkata, “Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, sudah tidak ada tempat lagi dalam perutku”. Kemudian  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan kepadaku gelas itu.” Beliau memuji Allah dan bersyukur lalu membaca, “Bismillah,” dan meminum sisa susu itu. (Sumber: H.r. Al-Bukhari, no. 6087).

Bersambung.

Read Full Post »

Para nabi dan rasul adalah manusia istimewa yang dipilih Tuhannya dengan tugas yang juga istimewa. Tugas tersebut tugas yang amat sangat berat, yaitu mengajak manusia untuk menyembah hanya kepada Allah subhanallahu wa ta’ala, Sang Maha Pencipta Yang Hanya Satu. Untuk itu Sang Khalik membekali mereka dengan berbagai bentuk mukjizat sebagai bukti kebenaran kenabian mereka, bahwa mereka benar-benar diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Kata dasar Mukjizat adalah dari ‘Ajaza-Yu’jizu yang artinya membuat orang lemah. Maksudnya agar orang yang melihat mukjizat menjadi lemah tak berdaya karena tidak mempunyai alasan untuk tidak percaya apa yang dibawa para nabi dan rasul. Itu sebabnya Mukjizat adalah sesuatu yang di luar nalar dan pengetahuan manusia. Sesuatu yang luar biasa, yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Mukjizat juga biasanya tidak bisa dilakukan lagi, hanya sekali terjadi, tidak bisa dilakukan berulang-ulang meski yang bersangkutan menginginkannya.

Mukjizat setiap nabi dan rasul berbeda-beda, biasanya Allah sesuaikan dengan keadaan kaumnya. Sebagai contoh mukjizat nabi Ibrahim as yang bisa keluar dari kobaran api dengan selamat tanpa tersentuh api sedikitpun. Atau nabi Musa as yang hidup di zaman keemasan sihir. Maka Allah memberikan nabi Musa mukjizat tongkat yang ketika dilempar berubah menjadi ular. Atau nabi Isa as yang diutus pada suatu kaum dimana ilmu kedokteran sedang berkembang pesat. Maka Allah berikan nabi Isa mukjizat menyembuhkan orang yang sakit lepra. Bahkan pernah suatu saat menghidupkan orang yang sudah mati, dengan izin Allah tentu saja.

Sementara nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hidup di zaman tanah Arab berada pada puncak keemasan keindahan dan kefasihan bahasa dengan sya’ir-sya’irnya, maka Allah turunkan Al-Qur’an yang merupakan kalamullah/firman Allah, dengan ketinggian dan keindahan bahasanya. Yang di kemudian hari terbukti bukan hanya unggul dalam keindahan bahasanya tapi juga kandungannya yang sesuai ilmu pengetahuan dan sains hari ini. Karena Al-Quran memang Allah turunkan untuk semua manusia hingga akhir zaman nanti. Itu sebabnya Al-Quran disebut sebagai mukjizat terbesar nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut diakui banyak ilmuwan masa kini.

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: ‘Tidak seorang nabipun kecuali ia diberi beberapa mukjizat yang tak bisa diserupai oleh apapun sehingga manusia mengimaninya, dan sesungguhnya yang diberikan kepadaku adalah berupa wahyu yang Allah wahyukan kepadaku, maka aku berharap menjadi manusia yang paling banyak pengikutnya di hari kiamat”.

Namun demikian sebenarnya Rasulullah memiliki mukjizat selain Al-Quran yang tak terhitung jumlahnya. Bahkan seperti nabi Sulaiman yang diberi kemampuan bisa berbicara dengan binatang dan menaklukan jin, begitu pula Rasulullah. Sayang riwayat-riwayat tersebut kurang dipublikasikan.  Para ulama menyebutkan bahwa Allah swt mengaruniakan Rasulullah tak kurang dari tiga ribu mukjizat, selain Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an sendiri mengandung enam puluh atau tujuh puluh ribu mukjizat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah berkata, “Ayat-ayat dan burhan yang menunjukkan kenabian Nabi kita Muhammad sangat banyak dan beragam, lebih banyak dan lebih agung daripada ayat-ayat nabi sebelum beliau”.

Berikut beberapa mukjizat Rasulullah selain Al-Qur’anul Karim :

1. Isra’ Mi’raj.

Isra’Miraj adalah mukjizat Rasulullah terbesar setelah Al-Quran. Pada peristiwa tersebut dengan menaiki Buraq, binatang sejenis burung, Rasulullah  terbang dari Mekah menuju Masjidil Aqsho di Palestina. Dari masjid ke tiga tersuci umat Islam tersebut Buraq membawa Rasulullah ke langit menuju singgasana Sang Khaliq. Disanalah Rasulullah menerima perintah shalat 5 waktu yang kemudian menjadi kewajiban seluruh umat Islam dimanapun berada.

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. ( Terjemah QS. Al-Isra(17):1).   

“Hingga akhirnya Allah berfirman, “Hai Muhammad, shalat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap shalat berpahala sepuluh shalat, maka itulah lima puluh kali shalat”. … …  Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, “Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya”. Maka aku menjawab, “Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim).

2. Terbelahnya bulan

Suatu ketika orang-orang kafir Mekah menantang Rasulullah untuk membuktikan ke-rasulannya. Maka Allah menunjukkannya dengan terbelahnya bulan di hadapan mereka.

Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mu`jizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus“.(Terjemah QS. Al-Qomar(54):1-2).

Peristiwa terbelahnya bulan tidak hanya dijelaskan dalam Al-Quran tapi juga dalam hadist. Itupun tidak hanya sekali melainkan dua kali sebagaimana hadist berikut :

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Ia berkata,

Dua kali beliau perlihatkan bulan terbelah.” (HR. Muslim dalam Kitab Sifat al-Qiyamah wa al-Jannah wa an-Nar 2802 dan Ahmad 13177).

Peristiwa pertama terjadi di Mina.

Bulan terbelah. Saat itu kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mina.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah 3656).

Dan kejadian kedua terjadi di Mekah. Yaitu sebagaimana diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu:

“Aku melihat bulan terbelah menjadi dua bagian sebanyak dua kali. Peristiwa ini terjadi di Mekah sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu potongan di atas Gunung Abu Qubais dan potongan lainnya di atas as-Suwaida. Mereka berkata, ‘Bulan telah disihir’. Turunlah firman-Nya: ‘Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan’.” (HR. al-Hakim 3757. Ia berkata, “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat al-Bukhari dan muslim walaupun keduanya tidak meriwayatkannya. Disepakati oleh adz-Dzhabai).

Mukjizat tersebut disaksikan tidak hanya oleh para sahabat tapi juga orang-orang kafir Mekkah. Meski demikian orang-orang kafir tersebut mendustakan beliau bahkan menyebutnya sebagai sihir.  Dikemudian hari sejumlah ilmuwan yang meneliti bulan mengakui bahwa ada tanda-tanda bahwasanya pada suatu ketika bulan pernah terbelah.  

3. Air memancar dari sela-sela jemari.

Sebuah wadah air pernah disodorkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencelupkan tangannya ke dalam wadah air itu. Maka, air memancar dari sela-sela jemari tangan beliau. Dengan air itu, para sahabat berwudhu. Jumlah mereka waktu itu adalah 300 orang. (HR. Al-Bukhari, no. 3572).

Bersambung.

Read Full Post »

Rasulullah saw telah pergi meninggalkan para sahabat yang selama hampir 23 tahun menyaksikan dengan kepala sendiri, ayat demi ayat turun melalui malaikat Jibril as kepada hamba pilihan-Nya itu. Rasulullah kembali ke haribaan Sang Khalik Azza wa Jalla dengan perasaan puas. Sebuah senyum terukir di bibir Rasulullah. Bayangan Abu Bakar ra yang sedang memimpin kaum Muslimin shalat Subuh berjamaah menjadi kenangan terakhir yang ada di benak Rasulullah saw. Missi utama beliau dalam menyampaikan pesan Tuhannya, Tuhan semesta alam beserta seluruh isinya, untuk menyembah hanya kepada-Nya, melalui shalat, tampaknya telah terpenuhi.

Semoga kita, umat Islam yang hidup 14 abad setelah peristiwa fenomenal tersebut, mampu menjaga dan melaksanakan pesan penting tersebut. Yaitu shalat, shalat dan shalat ! Semoga kita tidak mengecewakan Rasulullah  saw dengan menghapus kenangan manis di detik-detik terakhir beliau.

“Salah satu batas (yang membedakan) antara Muslim dengan Kafir adalah Shalat.” (HR. Muslim).

“Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seorang hamba nanti pada hari kiamat ialah shalat, apabila shalatnya baik maka baiklah seluruh amalnya yang lain, dan jika shalatnya itu rusak maka rusaklah segala amalan yang lain” (H.R. Thabrani).

Ibarat bangunan, shalat adalah tiangnya. Itu sebabnya Allah tidak menghitung amalan orang yang tidak mendirikan shalat. Shalat adalah rukun Islam kedua setelah syahadat. Syahadat dan shalat adalah 2 hal yang tak terpisahkan. Bila syahadat adalah pengakuan atas keberadaan Tuhan Yang Esa, Allah swt dan Muhammad adalah utusan-Nya maka shalat adalah bukti dari pengakuan tersebut.

Ajaran Tauhid, pengakuan akan Tuhan Yang Maha Esa adalah tugas utama yang diemban semua rasul, dari nabi  Adam as hingga nabi Muhammad saw. Inilah yang dilakukan Rasulullah terhadap orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mengakui bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam. Ini adalah peninggalan ajaran nabi ismail as yang memang lahir di kota Mekah ribuan tahun lalu. Namun dengan berlalunya waktu ajaran tersebut telah diselewengkan sedemikian rupa. Kesyirikan telah merasuk jauh ke dalam diri mereka. Penyembahan terhadap berhala-berhala  dianggap sebagai cara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Padahal telah nyata bahwa sesembahan yang selain Allah itu jelas tidak mampu mendatangkan mudharat apalagi manfaat !

“Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan”.(QS.Al-Ahqaf(46):28).

Sedangkan shalat dan syariat ( hukum ) setiap agama yang dibawa para rasul tidak sama. Inilah yang membedakan agama Yahudi yang dibawa nabi Musa as, Nasrani yang dibawa nabi Isa dan Islam yang dibawa Rasulullah Muhammad saw.

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari`at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari`at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus”.(QS.Al-Hajj(22):67).

“ … … Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.(QS.Al-Maidah(5):48).

Setiap umat mempunyai nabi yang harus dijadikan contoh dan suri teladan. Itu sebabnya kita, sebagai umat Islam,harus mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah Muhammad saw. Termasuk cara shalat, puasa dan haji yang juga sebenarnya telah dilakukan oleh umat para rasul terdahulu.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Ahzab(33):21).

Selanjutnya agar bangunan memberikan manfaat dan indah dipandang, seorang Muslim harus menjalankan amal kebajikan. Orang yang paling takwa adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain. Jadi jelas, bahwa shalat saja tidaklah cukup. Shalat hanyalah tiang bangunan yang pasti amat diperlukan namun belum bisa memberikan manfaatnya. Pada detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah, beliau tersenyum bahagia karena paling tidak dasar/tiang tersebut telah mampu berdiri. Sepeninggal Rasulullah, adalah tugas setiap kaum Muslimin untuk mengisi bangunan tersebut.

Namun dengan berlalunya waktu bahkan sebenarnya menjelang hari-hari akhir Rasulullahpun, keingkaran sudah mulai menampakkan diri. Sejumlah orang mengaku-ngaku sebagai nabi. Orang-orang Munafik yang memang telah ada sejak periode Madinah, begitu Rasulullah wafat, kemunafikannya makin menjadi-jadi. Orang-orang yang semenjak diwajibkannya perang sudah enggan melakukannya juga makin memperlihatkan karakter aslinya.

Kekhalifahan khalifah yang 4,yaitu Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra dan Ali bin Abu Thalib yang notabene adalah sahabat-sahabat terbaik Rasulullah juga tidak luput dari kekisruhan dan berbagai fitnah. Beberapa perbedaan pendapat yang sebenarnya tidak terlalu mendasar, dipicu orang-orang yang tidak bertanggung-jawab, seperti si tokoh Munafikun Madinah, Muhammad bin Ubay bin Salul dkk maupun orang-orang Khawarij yang begitu memusuhi Ali Bin Thalib, menjadikan pecahnya persatuan dan persaudaraan dalam tubuh Islam yang sebenarnya masih relative rentan. Para sahabat yang merupakan saksi turunnya ayat-ayat Al-Quranpun tidak luput dari fitnah.

Demikian juga pembukuan Al-Quran yang dilakukan pada masa Ustman bin Affan. Padahal dalam firman-Nya Allah menjamin bahwa Al-Quran itu senantiasa dalam penjagaan dan pengawasan-Nya. Tak ada satupun yang dapat merubahnya , hingga kapanpun. Ini terbukti secara akal sehat bahwa sejak awal turunnya selalu ada kaum Muslimin yang hafal seluruh ayat-ayat suci, bahkan secara sempurna hingga bacaan panjang pendeknya! Sesuatu yang tidak pernah terjadi pada satupun buku di dunia ini.

“Katakanlah: “Al Qur’an itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. ….” (QS.Al-Furqon(25):6)

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.(QS.Al-Baqarah(2):23).

Maka tidaklah mengherankan bila dari hari ke hari. fenomena semacam itu tetap ada dan bahkan makin memarah.  Jika ayat-ayat Al-Quran saja bisa menjadi bahan perdebatan apalagi hadist yang memang jumlahnya ribuan itu. Meski sebenarnya tidak semua hadits itu bisa dijadikan pegangan. Karena hadits ada berbagai tingkatan. Dari mutawatir, shahih, hasan, dhaif hingga maudhu’ atau palsu. Itupun masih dibagi dengan berbagai kriteria dan persyaratan yang sangat rumit.

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.(QS.Al-Baqarah(2):151).

Al-Quran dan Al-Hikmah ( As-Sunnah) adalah dua hal yang tidak mungkin dapat dipisahkan. Ayat-ayat suci Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui malaikat Jibril as. Para sahabat adalah saksinya. Meski mereka memang tidak mendengar sendiri namun mereka menyaksikan peristiwa tersebut. Rasulullahlah yang kemudian memberitahukan dan menyampaikan wahyu tersebut kepada mereka. Selanjutnya beliau memerintahkan para sahabat agar menghafal dan mencatatnya pada media apapun yang dapat ditulisi, seperti batu, kayu, tulang dan kulit binatang dsbnya.

Diluar itu, para sahabat juga terbiasa menghafal apa yang dikatakan, dilihat dan dirasakan Rasulullah saw. Termasuk juga mengamati apa dan bagaimana reaksi Rasulullah dan kaum Muslimin ketika ayat-ayat turun. Juga bagaimana situasi dan keadaan saat itu. Rasulullah bahkan juga menyuruh para sahabat menghafalnya. Tetapi beliau mewanti-wanti agar tidak mencatatnya karena khawatir akan rancu dan tercampur dengan ayat-ayat suci Al-Quran.

Bersabda Rasulullah SAW: Janganlah kalian tuliskan ucapan-ucapanku! Siapa yang (telanjur) menuliskan ucapanku selain al Qur’an hendaklah dihapuskan. Dan kamu boleh meriwayatkan (secara lisan) perkataan-perkataan ini. Siapa yang dengan sengaja berdusta terhadapku, maka tempatnya adalah di neraka. (HR Muslim dari Abu Al Khudri).

Ucapan, tindakan serta reaksi diam dan tidaknya Rasulullah itu baru dibukukan kurang lebih 50 tahun setelah beliau wafat, yaitu pada zaman khalifah Umar bin Abdul Azis (63 – 101 H) dan khalifah-khalifah penerusnya.  Ini dilakukan demi mencegah timbulnya kesalahan, kekhilafan ataupun kesalah-pahaman yang sangat mungkin terjadi akibat berjalannya waktu. Juga sebagai cara untuk menjaga musuh-musuh Islam dalam memanfaatkan kelemahan As-Sunnah bila tidak segera dituliskan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Al-Quran telah ditulis dan dibukukan secara sempurna. Mengingat inilah satu-satunya alasan mengapa Rasulullah semasa hidup beliau melarang para sahabat menuliskan ucapan-ucapan beliau. Apa yang kemudian dibukukan tersebut dinamakan Al-Hadits.

Ilmu hadits adalah ilmu yang sangat rumit dan luas. Tak ada satupun ilmu di dunia ini yang mempunyai ilmu seperti ini. Ilmu ini sangat menggantungkan pada akhlak dan pribadi seseorang, yaitu si perawi (orang yang menceritakan peristiwa yang terjadi). Salah satu contohnya, seorang perawi yang diketahui pernah berbohong, meski ia sholeh sekalipun, riwayatnya bisa tidak diterima!

Bukhari ( 194-256 H) dan Muslim ( 204-262 H) adalah 2 orang periwayat yang diakui paling baik meriwayatkan hadits. Selama puluhan tahun keduanya berkelana dari kota ke kota di berbagai negri untuk mencari jejak para sahabat. Mereka ingin mendapatkan berita apa yang para sahabat dengar dan ketahui mengenai apa yang dikatakan, dilihat dan dirasakan Rasulullah. Apa dan bagaimana reaksi Rasulullah ketika turun sebuah ayat. Apa dan bagaimana pula reaksi para sahabat dan bagaimana Rasulullah menanggapi prilaku para sahabat tersebut. Kemudian keduanya bekerja extra keras untuk menyaring dan mengelompokkan berita-berita tersebut.

Selain Bukhari dan Muslim, masih ada beberapa periwayat lain yang riwayatnya juga sering dijadikan pegangan para ulama. Diantaranya adalah Malik bin Anas (93-179 H), Abu Dawud (202-275 H), At-Turmudzi (209-279 H), An-Nasa’i (215-303 H), Ibnu Majah (209-273) dll. Sementara kaum Syiah hanya mengakui hadits yang diriwayatkan keluarga Rasulullah seperti putri Rasulullah, Fatimah az-Zahra ataupun sahabat yang dianggap tidak pernah memusuhi Ali bin Abi Thalib. Aisyah, Umirul Mukminin, adalah salah satu orang yang tidak diterima haditsnya oleh kaum Syiah karena memusuhi Ali, dalam perang Jamal. Begitupun sahabat-sahabat besar seperti Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan. Namun apapun alasannya, sungguh tidak sepatutnya seorang Muslim itu, secara keseluruhan meninggalkan hadits, melecehkan apalagi tidak mengakuinya.

Orang-orang Anshar dan Muhajirin adalah orang-orang yang dikenal sangat mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Mereka senantiasa bersegera dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

“Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”.(QS.An-Nuur(24):36-38).

‘Abdillah bin Umar menerangkan, bahwa ketiga ayat diatas diturunkan berkenaan dengan kebiasaan kaum Muslimin yang segera menutup toko mereka jika mendengar azan meskipun mereka sedang sibuk berniaga di pasar. Mereka pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah.( HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir).

Begitu pula ketika turun ayat yang melarang khamr (minuman keras). Kaum Muslimin segera menumpahkan minuman tersebut ke saluran-saluran got yang ada di kota Madinah. Anas meriwayat­kan bahwa sejumlah orang tengah minum khamr di rumah Abu Thalhah; begitu mendengar diharamkannya khamr, mereka langsung menumpahkan dan memecah­kan semua bejana khamr.  Jumhur ulama bersepakat bahwa khamr, banyak maupun sedikit, adalah haram. [Suryan A. Jamrah]

Sementara kaum perempuan Anshar langsung menyobek kain-kain gordein mereka untuk dijadikan kerudung begitu turun ayat 31 surat An-Nur.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, … … Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS.An-Nur(24):31).

Itulah yang dilakukan para sahabat yang hidup dan menjadi saksi turunnya ayat-ayat Al-Quran, 14 abad lalu. Kini, Rasulullah Muhammad saw telah tiada. Ayat-ayat Al-Quran telah sempurna diturunkan bahkan telah dibukukan dengan baik. Demikian pula As-sunnah yang telah selesai diabadikan menjadi Al-Hadits. Maka umat Islam sekarang ini sebenarnya tinggal menjalankan keduanya saja. Bahkan bila ternyata kini terjadi perbedaan pendapat, para alim ulama yang berkompetenpun telah diberi keleluasaan memberikan jalan keluar melalui Ijtihad.

 “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.(QS.Al-Bayyinah(98):5).

Semoga kita tidak menyia-nyiakan petunjuk tersebut dan semoga Allah swt ridho memberikan hidayah-Nya hingga kita mampu dan mau menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Shalawat dan salam sejahtera bagi Rasulullah Muhammad saw yang telah berjuang sepanjang hidup beliau demi menyampaikan perintah dan larangan-Nya, amiiin Ya Robbal ‘Alamin.

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 23 May 2011.

Vien AM.

Sumber :

1.  Sirah Nabawiyah oleh Dr. M. Sa’id Ramadhan Al-Buthy.

2. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW oleh HMH Al Hamid Alhusaini

3. Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal

Read Full Post »

“ Fir-Ar-Rafiqil A’la Fir-Ar-Rafiqil A’la … Fir-Ar-Rafiqil A’la …”.

Itulah kata terakhir yang terus menerus diucapkan Rasulullah Muhammad saw hingga ajal menjemput kekasih Allah ini. Kata ini memiliki beberapa pengertian namun sebagian besar sepakat mengartikannya dengan «  Handai Tertinggi’”. Demikianlah Rasulullah menemui Sang Khalik, Allah swt, yang telah mengutus hamba pilihan-Nya menyampaikan pesan-Nya kepada kita, umat manusia.

Betapa menyesalnya perasaan Abu Bakar karena tidak menunggui dan menemani detik-detik akhir sahabat sekaligus nabi Allah yang amat dicintainya itu. Ia sedang berada di rumah istrinya di luar kota ketika mendengar kabar wafatnya Rasulullah. Ia dan juga para sahabat sama sekali tidak pernah menduga bahwa kemunculan seraut wajah yang dipenuhi senyum kebahagiaan di saat Abu Bakar sedang memimpin shalat subuh dari balik tirai itu adalah merupakan tanda pamit Rasulullah kepada para sahabat. Senyum itu cerminan perasaan puas Sang Nabi bahwa umatnya telah dapat melaksanakan shalat dengan baik. Yang dengan demikian tidak ada alasan bagi beliau untuk khawatir meninggalkan umatnya.

Abu Bakar segera memacu kudanya menuju rumah Aisyah ra. Tanpa berbicara sedikitpun ia langsung masuk kamar dimana jenazah Rasulullah telah terbujur kaku. Perlahan disingkapnya kain yang menutup wajah Rasul, lalu didekap dan diciumnya sahabatnya itu. Dengan menangis, ia berkata:“ Ayah dan ibuku jadi tebusanmu. Allah tidak akan mengumpulkan pada dirimu dua kematian. Adapun kematian yang telah ditetapkan atasmu maka hal itu telah engkau jalani”.

Kemudian Abu Bakar keluar. Disana dilihatnya Umar bin Khattab tengah berbicara kepada orang-orang, meyakinkan bahwa Rasulullah saw tidak meninggal melainkan sedang pergi menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa bin Imran dulu pernah dipanggil-Nya.

“Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah s.a.w. telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin ‘Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!”

“ Tunggu sebentar, wahai Umar. Diamlah”, tegur Abu Bakar. Namun sahabatnya ini tidak menggubrisnya dan terus berbicara emosional. Melihat Umar tidak mau mendengarkannya, Abu Bakar kemudian pergi menemui orang-orang yang tampak kebingungan. Orang-orang ini lalu meninggalkan Umar dan ganti mengerumuni Abu Bakar.

“ Amma ba’du. Wahai manusia ! Barangsiapa diantara kalian menyembah Muhammad maka ketahuilah bahwa Muhammad telah meninggal dan barangsiapa menyembah Allah maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak mati. Allah berfirman :

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.(QS.Ali Imran (3):144).

Mendengar itu, serentak semua orang yang hadir ikut membaca ayat diatas. Demikian pula Umar bin Khattab. Suatu saat Umar bin Khattab berujar : “ Demi Allah, setelah kudengar Abu Bakar membaca ayat tersebut, aku merasa tidak berdaya. Kedua kakiku lemas sehingga aku jatuh terduduk ke tanah”. ( HR. Ibnu Ishaq, Bukhari).

Demikianlah Allah swt mengakhirkan hidup dan perjuangan nabi saw yang selama hampir 23 tahun mengajak seluruh masyarakatnya agar menyembah hanya kepada Tuhan Yang Satu yaitu , Allah swt. Rasulullah saw wafat pada tahun 11 H, tepat pada hari dan tanggal beliau dilahirkan yaitu pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal, dalam usia 63 tahun.

Bukhari meriwayatkan dari Amr ibnu Harits, ia berkata “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan satupun dinar atau budak lelaki ataupun budak perempuan selain dari bhagalnya yang putih yang biasa ditungganginya dan senjata serta tanah yang sudah diikrarkan menjadi sedekah bagi ibnus sabil”.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, Aku adalah pemimpin anak Adam di hari Kiamat dan yang pertama kali keluar dari bumi. Aku adalah pemberi syafaat pertama dan yang pertama diterima syafaatnya. (HR.Muslim).

Seperti dikisahkan dalam kitab Daqaiq Al-Akhbar :

Ketika alam ini dalam keadaan sunyi karena semua makhluk Allah telah mati, maka Allah menghidupkan malaikat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail. Mereka lalu diperintahkan Allah untuk mencari kuburan Muhammad saw. Setelah mereka menemukan makam beliau, maka malaikat Israil memanggilnya, ‘Wahai Muhammad, bangunlah untuk memutuskan hukum dan hisab serta untuk menghadap Zat Yang Maha Penyayang.’

Akhirnya pecahlah kubur tersebut, ketika itu, Rasulullah Saw duduk dalam kuburnya sedang membersihkan debu dari kepala dan jenggotnya. Lalu malaikat Jibril memberikan kepada beliau dua pakaian dan kendaraaan Buraq. Selanjutnya Rasulullah Saw bertanya kepada Jibril, ‘Wahai Jibril, hari apa ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah hari kiamat, hari kerugian, hari penyesalan, hari Buraq, hari berpisah dan hari bertemu.’

Kemudian Rasulullah Saw berkata, “ Wahai Jibril, gembirakanlah aku”. Jibril berkata, ‘Surga benar-benar telah dihias karena kedatanganmu, neraka telah ditutup”. Rasulullah berkata kepada Jibril, ‘Aku tidak bertanya tentang hal tersebut tetapi aku meminta penjelasan kepadamu tentang umatku yang banyak berdosa, barangkali kamu meninggalkan mereka di Shirat (Jembatan penyebrangan yang ada diatas neraka)”. Israfil menjawab, ”Wahai Muhammad, demi kemuliaan Tuhanku, aku belum meniup Sangkakala untuk membangkitkan makhluk Allah sebelum kamu bangkit lebih dahulu”. Selanjutnya beliau berkata, ‘Sekarang hatiku bahagia dan menjadi segar mataku.’ Kemudian Rasulullah saw mengambil mahkota dan pakaian, setelah memakai mahkota dan pakaian beliau lalu naik Buraq.

Sungguh, betapa beruntungnya kita sebagai umat Islam. Karena nabinya sangat memikirkan umatnya. Menjelang wafat, meski dalam keadaan sakit keras, Rasulullah menyempatkan diri menengok umatnya. Begitupun ketika dibangunkan dari kubur. Yang pertama ditanyakan adalah nasib umatnya.  Maka dapat dibayangkan bagaimana kecewanya perasaan Rasulullah bila mendapati umat yang amat dicintainya itu ternyata tidak melaksanakan ajakan beliau.

Pemakaman Rasulullah dilakukan pada Rabu, 14 Rabiul’awwal. Ini berarti lewat 2 hari setelah wafatnya beliau. Sejumlah pihak, terutama musuh-musuh Islam memang mempermasalahkan hal yang diluar kelaziman ini. Namun ada beberapa alasan mengapa pemakaman tidak dilakukan sesegera mungkin, sebagaimana mustinya.

Sejarah menceritakan bahwa begitu kabar wafatnya Rasulullah tersiar terjadi kelompok-kelompok kerumunan massa yang masing-masing ingin menjadikan anggota kelompoknyalah yang menggantikan kedudukan Rasulullah. Nyaris terjadi perpecahan bila saja Abu Bakar ra tidak segera turun tangan. Kaum Anshar dan kaum Muhajirin akhirnya sepakat membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin kaum Muslimin. Sebagai catatan, Rasulullah memang tidak pernah menunjuk seorangpun secara resmi, pasti dan jelas siapa yang berhak memimpin umat Islam sepeninggal beliau. Namun sejumlah tanda menunjukkan bahwa Rasulullah sebenarnya menghendaki Abu Bakar sebagai pemimpin kaum Muslimin. Beliau mengetahui bahwa inilah yang  bakal diterima oleh semua kalangan dan lapisan Muslimin.

Setelah hal ini dapat diatasi, muncul masalah baru, yaitu dimana Rasulullah harus dimakamkan. Ketika itu berkembang beberapa pendapat yaitu Mekah, Madinah atau  Baitul-Maqdis di Yerusalem, Palestina. Yang terakhir ini muncul dengan alasan karena para nabi sebelumnya dimakamkan di tempat tersebut.

Akhirnya Abu Bakar memberikan keputusannya dengan mengatakan: “Aku dengar Rasulullah saw berkata, setiap ada nabi meninggal, ia dimakamkan di tempat ia meninggal.”

“ Setiap Nabi yang diwafatkan oleh Allah pasti dikebumikan di lokasi yang beliau sukai dikubur padanya” .Maka kemudian para sahabat mengubur Rasulullah di tempat pembaringannya”. (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no:5649, dan Tirmidzi II : 242 no:1023).

Setelah tercapai kata sepakat,selanjutnya Rasulullah dimandikan. Ali bin Abi Thalib sebagai wakil keluarga yang bertindak memandikan Nabi saw. Ia dibantu oleh Abbas bin Abdul-Muttalib dan kedua puteranya, Fadzl dan Qutham serta Usama bin Zaid dan Syuqran, pembantu Nabi. Ketika itulah  mereka dapati betapa harumnya Nabi saw, sehingga Ali berkata: “Demi ibu bapaku! Alangkah harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati”.

Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakainya itu, Nabi saw dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua Shuhari dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan. Selesai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah diletakkan tetap pada tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari jurusan mesjid, untuk mengelilingi serta melepaskan pandangan perpisahan dan memberikan doa shalawat kepada Nabi saw. Kemudian mereka keluar lagi dengan membawa perasaan duka dan kepahitan yang teramat sangat mendalam. Sungguh berat terasa perpisahan ini.

Selanjutnya, Abu Bakr dan Umar masuk untuk melakukan shalat jenazah bersama para sahabat, tanpa ada yang bertindak selaku imam dalam shalat tersebut. Setelah itu, kaum Muslimin kembali duduk mengelilingi jenazah Rasulullah saw. Dalam keadaan sunyi dan hening itu,  Abu Bakr kemudian berkata:

“Salam kepadamu ya Rasulullah, beserta rahmat dan berkah Allah swt. Kami bersaksi, bahwa Nabi dan Rasulullah telah menyampaikan risalah-Mu, telah berjuang di jalan Allah sampai Kau berikan pertolongan untuk kemenangan agama. Ia telah menunaikan janjinya dan menyuruh orang menyembah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.”

Dengan penuh syahdu dan khusyu’, maka kaum Musliminpun menyambut setiap ucapan yang keluar dari Abu Bakar itu dengan “  Amin … Amin … Amin  … !

Selanjutnya giliran kaum perempuan masuk untuk menshalati jenazah Rasulullah. Dengan khidmat mereka shalat dan mendoakan nabi yang begitu mereka cintai itu. Sungguh pilu perasaan mereka ditinggalkan orang yang selama ini menjadi panutan dan imam yang penuh kasih sayang, perhatian dan lembut. Tak ketinggalan anak-anakpun menshalati Rasulullah.

Sekarang tibalah saatnya untuk memakamkan jenazah Rasulullah saw, mahluk Allah yang paling mulia di muka bumi ini. Sungguh bukan hal yang mudah bagi keluarga maupun para sahabat dan kaum Muslimin untuk melakukan hal ini. Hingga  Fathimah ra, putri kesayangan satu-satunya nabi saw ini berkata kepada Anas bin Malik : Apakah jiwamu rela menaburkan tanah diatas jasad Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam? [HR Bukhari].

Orang-orang diam membisu, tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Seolah jiwa mereka ikut pergi melayang bersama ruh orang yang begitu cintai dan hormati itu. Tidak relakah mereka sang nabi pergi menemui Tuhannya ? Tuhan yang telah mengutus nabinya agar memberi peringatan sekaligus berita gembira kepada seluruh hamba di muka bumi ini ? Dan setelah tugas itu usai memberi nabi saw pilihan ;  untuk menemui Sang Pemberi Mandat atau tetap di dunia yang fana ini, bersama orang-orang yang dicintai dan mencintainya  dengan segenap jiwa dan raganya? Padahal sang nabi itu sendiri telah menjatuhkan  pilihan pada pilihan pertama, yaitu kembali kepada Sang Khalik yang begitu dirindukannya ?

Tampaknya, kalau saja Abu Bakar tidak mengingatkan ayat bahwa Muhammad hanyalah manusia biasa yang pada saatnya harus kembali kepada-Nya, kaum Muslimin ingin sekali lebih mempercayai perkataan Umar bin Khattab. Bahwa sang rasul hanya pergi untuk beberapa waktu dalam rangka menemui Tuhannya yang kemudian akan kembali lagi menemui para sahabat, seperti halnya nabi Musa as.

Di antara orang yang membisu diam adalah Utsman bin Affan yang terus mondar-mandir tanpa mampu bertutur kata. Sementara Ali bin Abi Thalib hanya bisa terduduk lesu, tidak mampu bergerak. Adapun Abdullah bin Unais, ia sakit parah hingga meninggal karena duka yang begitu mendalam.

Namun akhirnya Allah swt turun tangan. Dibukanya hati kaum Muslimin agar menerima kenyataan ini. Setelah melalui sedikit perselisihan cara menggali kubur bagaimana yang akan dipilih, akhirnya diputuskanlah cara Madinah. Yaitu menggali tanah kubur dengan dasarnya yang dilengkungkan. Orang Makkah menggalinya dengan dasar yang diratakan.

Dengan cara itulah maka dikebumikan jasad Rasulullah saw yang suci tersebut. Tepat di tempat Rasulullah menghembuskan nafas terakhir beliau dan dimandikan. Di atasnya lalu dipasang bata merah kemudian ditimbun dengan tanah. Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiulawal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah.

 Aisyah berkata: “Kami mengetahui pemakaman Rasulullah saw setelah mendengar suara-suara sekop pada tengah malam itu“.  Fatimah juga berkata seperti itu.

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 16 May 2011.

Vien AM.

Read Full Post »

Makin hari sakit Rasulullah saw makin bertambah berat. Namun demikian beliau tetap memimpin  shalat berjamaah di masjid bersama para sahabat, meski usai shalat tidak seperti dahulu ketika sehat, yaitu duduk dikelilingi para sahabat sambil memberikan tausiyah. Rasulullah kini langsung pulang, masuk kamar dan beristirahat.

Suatu hari, ketika Rasulullah saw sudah tidak kuat lagi keluar untuk mengimami shalat maka beliau bersabda: “Perintahkanlah Abu Bakar untuk mengimami shalat.“ Aisyah ra menyahut: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar seorang yang lembut. Ia suka menangis kalau sedang membaca Qur’an. Jika dia menggantikanmu maka suaranya tidak dapat didengar oleh orang“. Nabi saw bersabda: “Kalian memang seperti perempuan-perempuan Yusuf. Perintahkan Abu Bakar supaya mengimami shalat jama‘ah“. Maka Abu Bakarpun keluar dan bertindak sebagai Imam shalat jama‘ah, menggantikan Rasulullah yang makin hari makin terlihat lemah.

Hingga suatu ketika Rasulullah mendengar suara lantang Umar bin Khattab sedang mengucapkan takbir di masjid. “Mana Abu Bakar?” tanya Rasulullah. “Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian.”, sambung Rasul lagi.

Rupanya ketika Bilal memanggil Abu Bakar untuk mengimami shalat, ia ketika itu sedang tidak ada di tempat. Maka sebagai gantinya Bilalpun berinisiatif memanggil  Umar, yang dalam pikirannya tentu Nabi saw akan menyetujuinya karena Umar adalah juga salah satu sahabat kepercayaan Nabi.

Waktu terus berlalu. Sakit Rasulullah makin hari makin bertambah. Beliau mengalami demam sangat tinggi. Setiap hari para sahabat bergantian datang menjenguk. Demikian pula Fatimah, satu-satunya putri Rasulullah. Setiap kali datang menjenguk, diciumnya putri kesayangan tersebut. Namun suatu hari ketika sakit Rasul makin berat, Fatimahlah yang mencium ayahnya tercinta.

“Selamat datang, puteriku“, sambut Rasul. Dengan wajah menahan duka Fatimahpun duduk disamping ayahnya. Tak lama kemudian Rasul membisikkan sesuatu ke telinga Fatimah. Seketika Fatimah tertawa. Wajahnya langsung berubah cerah. Tetapi beberapa saat kemudian setelah  Rasulullah kembali membisikan sesuatu, Fatimahpun menangis sedih.

Aisyah kemudian bertanya, apa yang dikatakan ayahnya itu. Fatimah hanya menjawab pendek :
” Aku tidak akan membuka rahasia ayahku “.

Di kemudian hari, setelah Rasulullah wafat, Fatimah mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kata  bahwa dirinya adalah orang pertama dari pihak keluarga yang akan menyusul Rasulullah wafat. Itu sebabnya ia tertawa. Selanjutnya ketika Rasulullah berbisik bahwa beliau akan wafat disebabkan  sakitnya itu, iapun tak tahan untuk tidak menangis.

Selama beberapa hari kemudian, Rasulullah menggigil hebat. Tubuhnya mengalami demam sangat tinggi. Oleh karenanya sebuah bejana berisi air dinginpun diletakkan disamping Nabi saw. Sekali-sekali beliau memasukkan tangan beliau ke dalam air tersebut lalu mengusapkannya ke muka. Saking tingginya suhu tubuh Rasulullah, kadang beliau sampai tak sadarkan diri. Tak lama setelah itu beliaupun sadar kembali dengan keadaan yang begitu payah.

Karena perasaan sedih yang sungguh menyayat hati, suatu hari Fatimah berkata mengenai penderitaan ayahnya itu: “Alangkah beratnya penderitaan ayah!”

“Tidak. Takkan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini,” jawab nabi saw, berusaha menenangkan putri kesayangan satu-satunya itu .

Suatu hari, Rasulullah meminta Aisyah agar memanggil ayahnya datang. Aisyah ra berkata: “Pada waktu sakit, Rasulullah saw pernah berkata kepadaku: ‘Panggillah kemari Abu Bakar, bapakmu dan saudaramu, sehingga aku menulis sesuatu wasiat. Sebab aku khawatir ada orang yang berambisi mengatakan: “Aku lebih berhak“, padahal Allah dan orang-orang Mukmin tidak rela kecuali Abu Bakar”.

Sementara itu, Ibnu Abbas meriwayatkan : “Ketika Rasulullah saw sedang sakit keras, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di dalam rumah: ‘Kemarilah aku tuliskan sesuatu wasiat buat kalian di mana kalian tidak akan sesat sesudahnya’. Kemudian sebagian mereka berkata, ‘Sesungguhnya Rasululah saw dalam keadaan sakit keras sedangkan di sisi kalian ada Al-Quran, cukuplah bagi kita Kitab Allah’. Maka timbullah perselisihan diantara orang-orang yang ada di dalam rumah. Diantara mereka ada yang berkata: ‘Mendekatlah, beliau hendak menulis suatu wasiat buat kalian di mana kalian tidak akan sesat sesudahnya’. Diantara mereka ada juga yang mengatakan selain itu. Mendengar perselisihan itu bertambah sengit dan gaduh akhirnya Rasulullah saw bersabda: “Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi.”

Berita sakitnya Nabi saw yang dari hari ke hari makin bertambah itu telah diketahui oleh seluruh penduduk Madinah. Usama dan pasukannya yang selama itu menunggu di Jurf akhirnya juga mendengar berita tersebut. Maka Usamapun memutuskan untuk pulang dan segera menjenguk Rasulullah. Betapa sedihnya Usama ketika dilihatnya, Rasulullah tidak lagi mampu mengeluarkan suara. Sebaliknya begitu melihat orang yang dicintai datang menjenguk, Rasulullah mengangkat tangan beliau dan meletakannya di bahu Usama, tanda bahwa beliau sedang mendoakannya.

Beberapa waktu kemudian,menyadari bahwa waktunya telah makin mendekat, Rasulullah saw bertanya kepada Aisyah : “Apa yang kamu lakukan dengan (dinar) itu? “.

Ketika sakit Rasulullah makin bertambah parah, beliau, yang hanya memiliki harta tujuh dinar di tangan itu, memang telah meminta Aisyah agar menyedekahkan uang tersebut. Namun karena kesibukannya mengurus dan merawat sang suami tercinta, tampaknya Aisyah lupa melaksanakan permintaan Rasulullah. Dengan menyesal Aisyah  menunjukkan uang yang masih ada di tangannya.

“Bagaimanakah jawab Muhammad kepada Tuhannya, sekiranya ia menghadap Allah, sedang ini masih di tangannya”, begitu komentar Rasul sambil memegang uang yang baru saja diserahkan kembali oleh Aisyah itu. Kemudian segera beliau membagikan uang tersebut kepada fakir-miskin di kalangan Muslimin.

Malamnya, panas tubuh Rasulullah agak berkurang. Karena merasa agak sehat maka subuh esok paginya beliau turun dari pembaringannya.  Dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadzl bin’l-‘Abbas, beliau keluar menuju masjid untuk shalat subuh berjamaah. Disana beliau mendapati Abu Bakar sedang mengimami shalat. Melihat kedatangan Rasulullah saw, Abu Bakar segera mundur. Namun Rasulullah memberi isyarat agar ia terus melanjutkan memimpin shalat. Selanjutnya Rasulullah duduk di sebelah kanan Abu Bakar lalu melakukan shalat, bermakmum kepada Abu Bakar, bersama para sahabat yang tetap berdiri melanjutkan shalat.

Betapa gembiranya para sahabat melihat Rasulullah kembali dapat shalat bersama mereka. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa shalat tersebut merupakan shalat terakhir mereka bersama orang yang paling mereka cintai. Mereka bahkan menyangka Rasulullah telah sehat dan pulih kembali. Padahal sebenarnya sakit Rasulullah semakin bertambah serius.

Ibnu Mas‘ud meriwayatkan: “Aku pernah masuk membesuk Rasulullah saw ketika beliau sedang sakit keras, lalu aku pegang beliau dengan tanganku seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau mengalami demam panas sekali’. Jawab Nabi saw: ‘Ya, demam yang kurasakan sama dengan yang dirasakan oleh dua orang dari kalian (dua kali lipat).’ Aku katakan: ‘Apakah hal ini karena engkau mendapatkan dua pahala?’ Nabi saw menjawab: ‘Ya, tidaklah seorang Muslim menderita sakitnya itu kesalahan-kesalahannya sebagaimana daun berguguran dari pohonnya’“. ( HR. Muttafaq ‘Alaih).

Dalam keadaan sakit keras seperti itulah Rasulullah saw kemudian menutupi wajahnya dengan kain. Apabila dirasakan sakit sekali maka beliau membuka wajahnya lalu bersabda: “Semoga laknat Allah ditimpahkan ke atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid“. ( HR. Muttafaq ‘Alaih).

Ini adalah isyarat dari Rasulullah saw agar kaum Muslimin tidak melakukan tindakan seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani, yaitu menjadikan makam atau kuburan sebagai tempat ibadah atau masjid.

Beberapa hari kemudian, yaitu pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun ke 11 H atau 8 Juni 632 M, ketika para sahabat sedang menunaikan shalat Subuh ber-jamaah, tirai kamar Aisyah yang letaknya memang menempel dengan masjid dimana para sahabat biasa shalat, tiba-tiba tersingkap. Dari balik tirai tersebut muncul seraut wajah Rasulullah dengan senyuman tersungging di bibir.

Betapa gembiranya para sahabat menyaksikan pemandangan tersebut. Mereka bahkan nyaris menangguhkan shalat saking antusiasnya ingin menyambut sang pemimpin yang begitu mereka cintai itu. Mengira bahwa Rasulullah akan shalat, Abu Bakarpun menggeser tubuhnya, untuk memberi tempat kepada Rasulullah. Namun Rasulullah segera memberi tanda agar Abu Bakar meneruskan shalatnya. Kemudian Rasulullah masuk kembali ke kamar.

Selanjutnya karena menyangka Rasulullah telah pulih kembali, dengan hati lega para sahabatpun  bergegas meninggalkan masjid untuk mengurus segala keperluan yang selama ini agak terbengkalai. Demikian pula Abu Bakar. Ia meminta izin untuk pulang ke rumahnya di Sunuh.

Sebaliknya, sebenarnya Rasulullah telah mengetahui bahwa saat-saat terakhir beliau telah tiba.  Para sahabat tidak menyadari bahwa senyum Rasulullah yang mereka lihat itu adalah isyarat pamit Rasulullah yang tampak puas menyaksikan umatnya telah mampu mendirikan shalat Subuh berjamaah dengan tertib. Selanjutnya Rasulullah merebahkan diri ke atas pangkuan Aisyah, siap menghadapi sakratul maut. Aisyah berkata : “ Saat itu, di hadapan beliau terdapat bejana berisi air. Kemudian Rasulullah memasukkan tangan beliau ke dalam bejana dan mengusapkannya ke wajah beliau seraya berkata : “ La ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu mempunyai sekarat”. ( HR. Bukhari).

Aisyah menceritakan,“Ketika aku sedang memangku Rasulullah, tiba-tiba Abdurahman masuk dengan membawa siwak ditangan. Aku melihat Rasulullah terus menerus menatap siwak tersebut hingga aku tahu kalau beliau menginginkannya. Aku tanya “ Kuambilkan untukmu?” Setelah memberi isyarat ‘ya’, lalu kuberikan siwak itu. Karena siwak terlalu keras, kutawarkan untuk melunakkannya dan beliau member isyarat setuju. Beliau kemudian memasukkan ke dua tangannya ke dalam bejana berisi air yang ada di hadapannya lalu mengusap wajahnya seraya berucap : “ Fir-Rafiqil A’la’, sampai beliau wafat dan tangannya lunglai”. ( HR.Bukhari).

Aisyah berkata, “Terasa olehku Rasulullah s.a.w. sudah memberat di pangkuanku. Kuperhatikan air mukanya, ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, “Ya Handai Tertinggi dari surga“. “Kataku, ‘Engkau telah dipilih maka engkau pun telah memilih. Demi Yang mengutusmu dengan Kebenaran.’ Maka Rasulullah pun berpulang sambil bersandar antara dada dan leherku dan dalam giliranku. Aku pun tiada menganiaya orang lain. Dalam kurangnya pengalamanku dan usiaku yang masih muda, Rasulullah s.a.w berpulang ketika ia di pangkuanku. Kemudian kuletakkan kepalanya di atas bantal, aku berdiri dan bersama-sama wanita-wanita lain aku memukul-mukul mukaku.”

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.(QS.Al-Anbiya(21):34-35).

( Bersambung).

Read Full Post »

Older Posts »