Great Ocean Road adalah jalur pantai pesisir selatan Australia antara Geelong dan Warrnambool di Victoria. Jalan ini dibangun pada masa Great Depression antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II sebagai upaya pemerintah Australia untuk membuka pekerjaan. Jalur yang memiliki keindahan alam mempesona ini hanya berjarak sekitar 90 menit dari pusat kota Melbourne.
Beruntung kami menemukan link tentang perjalanan tersebut dari rumah, di Jakarta. Hingga dengan demikian dapat menikmat maha karya kecantikan buatan Sang Khalik sepanjang 200 km tersebut tanpa harus berlelah-lelah mengemudikan sendiri kendaraan yang banyak disewakan di Melbourne. Ataupun di Geelong yang sering dijadikan tempat start perjalanan ke Great Ocean Road. Melbourne – Geelong dapat ditempuh dalam waktu 1 jam dengan menggunakan subway.
https://greatoceanroadmelbournetours.com.au/tours/1-day-great-ocean-road-12-apostles-tour/
Maka pada suatu hari di bulan Oktober tepat pukul 7.00 pagi, bus datang menjemput kami di depan hotel. Pak sopir merangkap guide yang akan menemani kami selama perjalanan memperkenalkan diri dengan nama Tim, warga asli Melbourne.
Setelah mampir di beberapa meeting point untuk menjemput para tamu sesuai daftar, bus berkapasitas 24 orang itupun langsung melaju meninggalkan kota. Sepanjang perjalanan dari Melbourne ke Geelong yang terletak di barat daya Melbourne adalah hamparan padang rumput luas nan hijau, dengan sapi dan domba-domba berbulu lebat yang sungguh meneduhkan mata. Australia memang dikenal sebagai negara pengeksport daging dan susu kedua ternak tersebut.
Highway mulus yang kami lalui terlihat sengang. Penduduk benua di sebelah tenggara Indonesia ini memang relative sedikit dibanding luasnya. Penduduk asli Australia yang merupakan bagian dari negara persemakmuran Inggris ( commonwealth) adalah suku aborigin yang jumlahnya tidak begitu banyak dan menyebar di banyak tempat. Namun sejak kedatangan kapten Cook dan armada Inggrisnya ke benua tersebut pada tahun 1770, dan menjadikannya tempat buangan narapidana Inggris, maka rata-rata penduduk Australia sekarang ini adalah keturunan bangsa Inggris dan Irlandia.
Selepas Geelong menuju Torquay, perjalanan indah berkelok susur pantai selatan Australiapun dimulai. Tim sambil mengemudikan kendaraan tak henti-hentinya bercerita berbagai hal. Mulai dari kopi yang merupakan bagian hidup warga Melbourne, harga rumah di Melbourne yang makin hari makin meroket, gold hunter alias perburuan emas di masa lalu, hingga kisah Tom dan Eva, warga Inggris yang mengalami kecelakaan kapal parah di tahun 1800-an.
Beberapa kali Tim menghentikan bus, memberi kesempatan tamu-tamunya untuk turun menikmati keindahan pantai. Kami juga berhenti sebentar di sebuah hutan kecil untuk hunting koala yang banyak menempati hutan tersebut. Dari penjelasan Tim, kami baru tahu binatang lucu yang menjadi ikon Australia disamping Kangguru tersebut ternyata termasuk jenis hewan perusak. Binatang yang tidak suka hidup berkelompok dan sangat suka bertegger di atas pohon itu, sebenarnya telah merusak batang pohon yang dikeratnya setiap hari, meski mungkin tanpa disadarinya.
Menjelang pukul 12 siang, kami tiba di Apollo Bay, dimana kami berhenti untuk makan siang di sebuah restoran. Dan sesuai brosur isian yang kami isi via internet sebelum keberangkatan, kami menerima pesanan makanan kami, Chicken Pizza dan Grill Chicken, dengan tanda khusus HALAL. Alhamduillah …
Dari 24 orang yang berada di dalam rombongan hari itu, hanya kami ber-tiga yang Muslim. Tim sebelumnya sempat meng-absen tamu-tamunya berdasarkan negara. Dengan bangga ia memamerkan bola yang ada dalam genggamannya,
“Hari ini saya menggenggam 14 negara dalam satu tangan saya”.
14 negara tersebut adalah Australia, Amerika, Mexico, Inggris, Denmark, Norwegia, Perancis, Spanyol, Italia, Korea Selatan, Vietnam dan Indonesia. Dua lagi saya lupa …
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(Terjemah QS. Al-Hujurat(49):13).
Jujur, bangga dan bahagia rasanya sebagai Muslim sekaligus orang Indonesia bisa berada di tengah-tengah berbagai bangsa. Dakwah tidak harus dengan berbicara panjang lebar, tapi dengan penampilan, jilbab khususnya bagi kaum hawa, bisa mempunyai nilai tersendiri.
Usai makan siang, rombongan segera memasuki bus untuk memulai perjalanan menyusuri Great Ocean Road yang dipenuhi tebing-tebing terjal yang memukau. Jalur ini membentang sepanjang 200 kilometer menyusuri selat Bass yang terkenal ganas. Tim kembali menceritakan kisah Tom dan Eva yang menjadi salah satu korban keganasan gelombang laut selat tersebut, secara lebih rinci.
Pada tahun 1798, penjelajah Inggris bersuka-cita karena menemukan selat Bass, yang memisahkan daratan Australia dengan pulau Tasmania yang berada di bagian selatannya. Karena dengan demikian dapat mempersingkat perjalanan laut dari Inggris ke Sydney sejauh 1.100 kilometer, dari total 19.000 kilometer dan memakan waktu 5 bulan perjalanan. Perjalanan tersebut sejatinya nyaris mengelilingi separuh dunia, yaitu dengan mengarungi lautan Atlantik yang memisahkan benua Eropa dengan benua Amerika, menembus selatan Amerika Latin untuk memasuki lautan Pasifik bagian selatan nan luas.
Sayangnya, angin, arus dan gelombang di selat Bass yang tinggal sejengkal ke tanah Australia tersebut sangatlah kencang dan besar. Selat ini merupakan salah satu daerah perairan yang paling berbahaya di dunia untuk dilayari. Ini masih ditambah dengan adanya terumbu karang dengan gerigi-geriginya yang sangat tajam. Terumbu tersebut terletak di tengah-tengah selat. Tak pelak bila banyak kapal yang menjadi korban dan terkapar di dasar selat yang sebenarnya tidak terlalu dalam itu.
Tapi hal tersebut tidak membuat ciut orang-orang Inggris dan Irlandia datang untuk berburu emas. Ataupun untuk sekedar mencari tanah baru yang masih perawan. Termasuk kapal layar Loch Ard yang pada tanggal 1 Juni 1878 bergerak melewati kabut tebal menuju garis pantai Victoria, tanpa menyadari sebuah karang terjal setinggi 90 meter tegak berdiri pada jarak hanya sekitar dua kilometer di hadapannya. Maka dalam waktu singkat kapal Loch Ard yang telah menempuh 3 bulan perjalanan itu menabrak karang dengan kerasnya, dan tenggelam beberapa menit kemudian.
Dari 54 penumpang hanya dua yang selamat, yaitu seorang kelasi yang sedang magang bernama Tom Pearce dan penumpang bernama Eva Carmichael. Keduanya berusia sekitar 19 tahun. Tom berpegang erat pada sekoci yang terbalik selama berjam-jam di perairan laut yang dingin. Hingga akhirnya arus menyeretnya ke sebuah celah di antara karang-karang terjal. Sementara Eva yang tidak bisa berenang hanya bergayut pada pecahan kapal sebelum terseret ke tempat yang sama dengan Tom.
Selanjutnya Eva jatuh pingsan selama berjam-jam di dalam gua yang berada di dekat lokasi. Sementara itu, Tom dengan susah payah memanjat karang yang terjal yang ada dihadapannya untuk mencari bantuan. Keduanya kemudian dievakuasi ke sebuah rumah tidak jauh dari situ. Namun Eva yang kehilangan seluruh keluarganya, yaitu kedua orang tua, tiga saudara laki-laki dan dua saudara perempuan, 3 bulan kemudian memilih pulang ke Inggris.

Gua tempat Eva dan Tom berlindung

Tom & Eva Pillar
Untuk mengenang kejadian tragis tersebut tempat itu kini diberi nama Jurang Loch Ard ( Loch Ard Gorge) atau juga Tom and Eva Pilar. Tempat ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Port Campbell, yang selalu ramai dikunjungi para turis.
Bahkan menurut Tim, high way yang menyusuri Great Ocean Road sengaja dibangun untuk mengenang kedua remaja tersebut. Dan untuk memudahkan para turis yang berdatangan dari manca negara dibangun jalan setapak menuju lokasi yang relatif jauh dari jalan raya itu. Bahkan tangga curam menuju pantai berpasir kemerahan nan lembutpun telah siap menanti. Kalau saja Tim tidak menceritakan kisah tragis di atas bisa jadi tempat tersebut tidak meninggalkan kesan mendalam kecuali keindahannya yang menakjubkan.
“ We have to thank them both” , ucapnya.
Sesuai yang dijanjikan, selama perjalanan tersebut bus berhenti di 13 spot menarik termasuk Loch Ard Gorge dan Twelve Apostles yang fenomenal. Satu hari sudah pasti tidak cukup memang untuk menikmati Great Ocean Road. Tak salah bila setiap kali bus berhenti Tim selalu mengingatkan, jam berapa harus kembali ke bus. Tak pernah ia memberikan waktu lebih dari 20 menit untuk setiap spot. Tidak puas sebenarnya tapi apa boleh buat. Apalagi melihat yang lain selalu on time kembali ke bus. Akhirnya kamipun sepakat untuk tidak terlalu berlama-lama.
“G enak ah, malu kalo terlambat balik. Ntar kita di cap g disiplin sebagai orang Indonesia, Muslim pula!”.
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya” (HR At-Tirmidzi).
Namun bagi saya pribadi, disamping keindahan alam yang sungguh mempesona, Tim sebagai seorang pemandu patut diacungi jempol. Pria setengah umur yang pernah melewatkan masa kecilnya di Indonesia selama beberapa tahun tersebut sangat pandai bercerita. Ia mampu menyampaikan pesan dengan sangat baik.
Pandai berterima-kasih adalah fitrah manusia, apapun agamanya. “Berkat” musibah yang dialami Tom dan Eva orang jadi bisa melihat keelokan Great Ocean Road.
Dalam hati saya berpikir, jika untuk seorang Tom dan Eva yang mengalami musibah (tanpa sengaja pastinya) orang dituntut untuk pandai berterima-kasih, bagaimana kepada Rasulullah dan para sahabat yang telah dengan rela berkorban mempertaruhkan jiwa dan raga demi menyampaikan sebuah kebenaran yang hakiki ? Cukupkah sudah kita berterima-kasih kepada mereka???
Belum lagi atas mata, telinga juga kesempatan yang diberikan Allah swt hingga kita bisa melihat ciptaan-Nya yang demikan dasyat … Allahu Akbar …
“maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (Terjemah QS. Al-Hajj(22):46).
Sekitar pukul 20.00 waktu setempat, setelah makan malam express, buspun meluncur meninggalkan Great Ocean Road untuk kembali ke Melbourne.
Jakarta, 29 Desember 2018.
Wallahu’alam bish shawab.
Vien AM.