Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Periode Mekah’ Category

Mekah atau Bakkkah adalah sebuah kota tua yang lahir ribuan tahun lalu berkat adanya sumber air abadi yaitu sumur Zamzam. Berbagai sumber meriwayatkan bahwa sumur ini muncul beberapa saat setelah kelahiran nabi Ismail as. Setelah Ismail dewasa, bersama ayahnya, nabi Ibrahim as, berdua mereka membangun kembali bangunan Ka’bah yang fondasinya telah dibangun oleh nabi Adam as.

“ Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS.Al-Baqarah(2):127).

Sejak itulah maka Mekah dengan Ka’bahnya berkembang pesat menjadi pusat keagamaan, pusat ritual penyembahan kepada Allah swt, Tuhan Yang Esa. Namun seiring dengan berlalunya waktu, penyembahan tersebut lama kelamaan menjadi melenceng dari arahnya yang semula benar. Patung-patung mulai didirikan dan akhirnya malah disembah. Meski mereka tetap mengakui Allah sebagai Sang Pencipta namun mereka  juga mengakui dan bahkan menyembah berhala-berhala. Uzza, Latta dan Manna adalah nama-nama berhala yang mereka anggap sebagai anak perempuan Allah.

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? ”. (QS.An-Najm(53):19-20).

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab : “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (QS.Lukman(31):25).

Mereka meyakini bahwa disamping Allah, berhala-berhala itu dapat memberi syafaat kepada mereka. Jelas, ini sebuah kesalahan, sebuah kedustaan, sebuah kezaliman. Penguasa alam semesta ini adalah Allah Yang Maha Kuasa, Ia Tunggal, tidak memiliki satupun sekutu. Berhala-berhala itu tidak mempunyai kuasa sedikitpn terhadap manusia.  Ini adalah bisikan syaitan terkutuk yang berusaha menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Syaitan menginginkan agar manusia lupa terhadap kehidupan akhirat, kehidupan yang hakiki. Karena kehidupan dunia adalah sementara.

“Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta. Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezki kepadamu; maka mintalah rezki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan”. (QS.Al-Ankabut(29):17).

“Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu mela`nati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun”. (QS.Al-Ankabut(29):25).

Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan”, tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan “. (QS.Al-An’am(6):100).

Suatu ketika Ibnu ‘Abba memaparkan bahwa ayat 100-103 surat Al-Anam diturunkan berkenaan dengan kaum Musyrik yang menjadikan jin sebagai sekutu bagi Allah. Mereka ditanya : “Bagaimana mungkin kalian beribadah kepada jin, sedangkan kalian menyembah berhala?”. Mereka menjawab, “ Kami bukan menyembah berhala tetapi dengan menghadap kepada berhala berarti kami taat kepada jin”. (HR Ibnu Jarir).

Itu sebabnya Allah swt memanggil penduduk Mekah dengan sebutan Musyrik yaitu kaum yang syirik, kaum yang menduakan atau lebih Tuhan. Ironisnya, para pemuka dan penjaga Kabah tersebut malah bangga dan arogan. Mereka merasa bahwa mereka adalah orang-orang terhormat dan termulia yang paling  tahu tentang agama dan ajaran yang menurut mereka telah dijalani sejak ribuan tahun lalu oleh nenek moyang mereka.

“ Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” .(QS.Al-Baqarah(2):170).

Demikian pula ibadah haji yang dilaksanakan setahun satu kali. Kegiatan haji seperti  tawaf, sa’i dan pemotongan kurban menjadi ritual sesat yang sungguh tidak beradab. Bahkan dengan hanya secarik kain yang menutup kemaluan  kaum perempuan berlari-lari kecil  mengelilingi Ka’bah. Sementara darah kurban hewan dilulurkan ke tembok Ka’bah dengan maksud sebagai sesajen bagi tuhan-tuhan mereka!!

“ Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya … “.(QS.Al-Hajj(22):37).

Dalam keadaan seperti inilah Rasulullah lahir dan datang. Beliau diperintah Allah swt untuk meluruskan kembali agama yang dibawa nabi Ibrahim as ribuan tahun  silam itu agar tidak bengkok dan lurus kembali.  Kesyirikan sangat dekat kekafiran. Pengakuan dan penyembahan hanya kepada Allah swt, tidak bersama dengan tuhan dan sesembahan lain adalah inti ajaran yang dibawa para nabi. Itulah Islam.

Telah diriwayatkan bahwa Walid bin Mugirah, ‘As bin Wail As Sahmi, Aswad bin Abdul Muttalib dan Umaiyah bin Khalaf bersama rombongan pembesar-pembesar Quraisy datang menemui Nabi saw. Mereka menyatakan, “Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami mengikuti agamamu dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi, engkau menyembah Tuhan kami setahun dan kami menyembah Tuhanmu setahun. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami berada bersamamu dan mendapat bagian darinya, dan jika ajaran yang ada pada kami itu benar, maka engkau telah bersekutu pula bersama-sama kami dan engkau akan mendapat bagian pula daripadanya”. Beliau menjawab, “Aku berlindung kepada Allah dari mempersekutukan-Nya”. Lalu turunlah surah Al Kafirun sebagai jawaban terhadap ajakan mereka.

«  Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah, agamaku”.(QS.Al-Kafirun(109) :1-6).

Ini yang disebut Akidah. Ia tidak boleh dicampur adukkan oleh paham apapun. Penyembahan hanya kepada-Nya, murni hanya kepada Allah swt. Tidak ada kebengkokan dalam Islam. Tidak ada perantara, tidak ada kerja sama, tidak ada anak bagi-Nya. Semua orang di sisi Allah adalah sama yaitu para hamba, para abdi yang tergantung kepada-Nya. Itu sebabnya segala perbuatan dan amal sebaik apapun bila dilakukan bukan karena-Nya dan tidak dalam rangka mencari ridho Allah swt maka tidak ada gunanya diakhirat nanti. Ketaatan kepada siapapun termasuk kepada orang-tua, suami bahkan para pemimpin sekalipun harus atas dasar ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya.

«  Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan di dapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya ». (QS.An-Nur(24) :39).

Karena sikap tegas dan tidak kenal kompromi inilah Rasulullah kemudian dimusuhi dan diperangi orang-orang Quraisy. Para pembesar Quraisy makin geram dan kesal. Mereka merasa bakal sangat terancam kedudukan dan kekuasaan mereka bila ajaran baru ini sampai benar-benar diterima penduduk Mekah. Mereka khawatir Islam akan menghapus semua kebiasaan-kebiasaan ritual mereka, merebut kekuasaan dan merusak gengsi mereka sebagai penjaga Ka’bah yang selama ini mereka bangga-banggakan.

Maka dengan sekuat tenaga Abu Jahalpun memimpin permusuhannya terhadap Islam,. Berbagai fitnah dan hasutan terus dilancarkannya. Para tokoh Quraisy tersebut memanasi-manasi bahwa kalaupun Allah menurunkan seorang Rasul, mustinya merekalah yang paling pantas ditunjuk bukan Muhammad yang mereka anggap miskin dan tidak memiliki kekuasaan. Yang saking miskinnya ketika bayi tak seorang perempuanpun sudi menyusuinya kecuali terpaksa.  Yang bahkan hingga menikah bertahun-tahunpun tidak juga mempunyai anak lelaki. (Kedua anak lelaki Rasulullah meninggal dunia ketika masih kanak-kanak. Sementara memiliki anak perempuan dianggap aib).  Mereka juga mempertanyakan mengapa Allah hanya menurunkan manusia biasa yang makan seperti orang kebanyakan bahkan berjalan-jalan dipasar sebagai utusan Allah, bukannya mengirim seorang malaikat saja. Dengan keji mereka mengolok-olok Rasulullah adalah seorang tukang tenung.

Dan mereka berkata: “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil) nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata: “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.””,(QS.Al-Furqon(25):7-8).

Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?…” .(QS.Al-Baqarah(2):118).

Ibnu Abbas memaparkan bahwa ayat di atas turun tak lama setekah Rafi’ bin Huraimalah berkata kepada nabi saw “ Jika benar engkau adalah seorang  utusan Allah sampaikan kepada Allah agar Dia berbicara kepada kami hingga kami mendengar kata-kata-Nya”. ( HR. Ibnu jarir dan Ibnu Abi Hatim).

“ Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus”.(QS.Al-Baqarah(2):108).

Ibnu Abbas berkata bahwa Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Zaid berkata kepada nabi saw, “Wahai Muhammad, datangkanlah dari langit kitab yang kau turunkan kepada kami dan dapat kami baca. Atau pancarkanlah sungai untuk kami agar kami beriman kepadamu.” Maka Allah menurunkan ayat diatas. ( HR Ibnu Abi Hatim).

“Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mu`jizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”.(QS.Al-Qamar(54):1-2).

Anas, Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas menerangkan bahwa suatu ketika penduduk Mekah menantang Rasulullah agar memperlihatkan sebuah mukjizat kepada mereka. Maka beliaupun memperlihatkan bulan yang terbelah menjadi dua bagian hingga mereka melihat warna merah di antara keduanya.( HR Tirmidzi dan HR Shahih Muslim).

Begitulah para tokoh Mekah mengajukan berbagai pertanyaan. Mereka tidak peduli apakah pertanyaan dan permintaan mereka itu terpenuhi atau tidak. Yang dinginkan hanyalah agar Rasulullah mau berhenti berdakwah karena mereka khawatir kekuasaan mereka terhadap masyarakat Mekah terganggu.

Mereka memang bukan bermaksud mencari kebenaran melainkan hanya ingin memojokkan, menghina dan mengejek Rasulullah. Meski sebenarnya hal tersebut bukan dilakukan semata-mata karena kebencian terhadap pribadi Rasulullah. Karena seluruh penduduk Mekah memang sebenarnya mengakui bahwa Muhammad saw adalah seorang yang jujur. Prilaku beliau santun hingga banyak orang menyukai beliau.

Namun sebagai manusia biasa tentu saja Rasulullah sedih mendengar ejekan dan cemoohan orang-orang Quraisy yang sebenarnya masih keluarga dan tetangga beliau sendiri itu.

“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”.(QS.Al-An’am(6):33).

Ali bin Abu Thalib memaparkan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Abu Lahab yang suatu ketika berkata, “ Sesungguhnya kami tidak mendustakanmu tetapi kami hanya mendustakan apa yang kau dakwahkan ( agama Islam)”. (HR Tirmidzi dan Hakim).

Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu`jizat pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mu`jizat-mu`jizat itu hanya berada di sisi Allah”. Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mu`jizat datang mereka tidak akan beriman”.(QS.Al-An’am(6):109).

“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.(QS.Al-Anam(6):111).

Berikut Asbabun Nuzul ayat 109-111 surat Al-An’am diatas :

Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi menjelaskan bahwa suatu hari orang-orang  Quraisy menghadap Rasulullah dan berkata,” Hai Muhammad, kau menceritakan kepada kami bahwa Musa mempunyai tongkat yang dapat digunakan untuk membelah batu. Kau juga menceritakan bahwa Isa bisa menghidupkan orang mati dan bahwa kaum Tsamud mempunyai seekor unta ( lalu mereka sembelih). Sekarang, coba tunjukkan kepada kami sedikit dari mukjizat ( kenabianmu) sehingga kami akan beriman kepadamu“. Rasul bertanya:”Apa yang kalian inginkan?”.” Jadikan bukit Shafa emas untuk kami.” Beliau bertanya lagi, “ Jika aku melakukannya apakah kalian akan membenarkanku?”. Mereka berkata , “ Ya, demi Allah”. Lalu Rasulullah berdiri  dan berdoa. Jibril datang dan berkata kepadanya, “ Jika engkau menginginkannya bukit ini akan berubah menjadi emas. Namun jika kau mau tinggalkanlah mereka sehingga beberapa orang di antara mereka mau bertobat kepada Allah”: Maka turunlah ketiga ayat ini.)HR. Ibnu Jarir)..

Akhirnya Rasulullahpun membatalkan doanya.

Para pembesar Mekah juga menyiksa siapa saja yang berani meninggalkan agama nenek moyang mereka.  Ammar dan kedua orang tuanya, Yassir dan Sumayya yang disiksa hingga meninggal adalah hanya sedikit contoh diantaranya. Sementara Bilal, budak hitam yang kemudian dikenal sebagai muazzin pertama dan merupakan satu dari 10 sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh Rasulullah dibeli oleh Abu bakar Sidik hingga bebas dari penyiksaan hebat yang dideritanya.

Akan tetapi Rasulullah tetap bertahan. Ini adalah perintah Allah swt, Sang Pencipta yang harus ditaati. Beliau tidak akan mundur, apapun yang dilakukan para pembesar Quraisy atau siapapun yang ingin menghalanginya. Bahkan Abu Thalib, paman Rasulullah yang selalu melindungi beliau sampai kewalahan. Ia begitu khawatir terhadap keselamatan ponakan yang telah dianggap seperti anak sendiri itu.

“ Demi Allah paman, seandainya mereka meletakkan matahari di tanganku dan bulan di tangan kiriku agar aku melepaskan ajakanku .. tak akan aku melepaskannya”, demikian jawaban tegas Muhammad saw ketika pamannya itu atas desakan para pemuka Mekah meminta Rasulullah agar berhenti berdakwah.Maka sejak itu Abu Thalibpun tidak pernah lagi menyuruh Rasulullah untuk berhenti berdakwah.  Ia malah bertambah makin serius melindungi Rasulullah dari segala ancaman dan serangan musuh.

( Bersambung).

Wallahu’alam bish shawwab.

Vien AM.

Read Full Post »

Kekesalan orang-orang kafir Quraisy makin meningkat mengetahui bahwa sebagian besar pemeluk Islam Mekah telah pergi meninggalkan kota dan disambut  baik pula oleh penduduk Yatsrib ( Madinah). Dalam pertemuan darurat yang segera mereka adakan diambil keputusan bahwa Muhammad saw harus dibunuh secepatnya sebelum beliau berhasil meninggalkan Mekah. Diputuskan bahwa setiap suku harus mengirimkan seorang utusannya. Kemudian secara bersama-sama mereka akan membunuh Rasulullah. Dengan demikian keluarga besar nabi  ( bani Manaf) tidak akan berani menuntut balas kematian anggota keluarganya itu. (Menuntut balas atas kematian salah seorang anggota keluarga adalah suatu hal yang biasa terjadi di tanah Arab).

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”. (QS.Al-Anfal(8):30).

Maka pada malam hari yang telah ditentukan merekapun berkumpul di depan pintu kamar Rasulullah. Secara kasar dan tiba-tiba mereka mendobrak pintu. Namun yang mereka dapati di atas pembaringan kamar tersebut ternyata hanya Ali bin Abu Thalib ! Karena tanpa mereka ketahui, menjelang magrib Rasulullah telah menyelinap keluar kamar dan menuju rumah Abu Bakar ra. Berdua mereka meninggalkan Mekah dengan mengendarai dua ekor unta terbaik yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh sahabat baik nabi tersebut. Beberapa riwayat menceritakan bahwa ketika Rasulullah meninggalkan kamar, beliau menaburkan sejumlah pasir ke muka orang-orang Quraisy yang ketika itu berjaga di depan kamar beliau sambil membaca ayat berikut :

“ Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. (QS.Yasin(36):9 ).

Tak seorangpun yang mengetahui kepergian Rasulullah kecuali Ali dan anak-anak Abu Bakar, yaitu Abdullah, Asma dan Aisyah serta pembantu setia Abu Bakar. Dengan menyewa seorang penunjuk jalan yang dapat dipercaya,  Rasulullah dan Abu Bakar menelusuri jalan yang tidak lazim digunakan. Mereka mengambil jalur berputar ke arah Yaman di selatan. Di suatu tempat sekitar 6 km Mekah, mereka berpisah, si penunjuk jalan kembali ke Mekah sedangkan Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di sebuah gua di sekitar tempat tersebut.

(Gua Thur,Click: http://www.youtube.com/watch?v=RMq2mYXPdsk&feature=related )

Di gua ini mereka tinggal selama 3 malam. Abdullah bin Abu Bakar yang belakangan menyusul bertugas mengawasi keadaan. Asma dan Aisyah bertugas mengirim makanan. Sedangkan pembantu Abu Bakar setiap pagi dengan berpura-pura menggembalakan kambing hingga sore hari bertugas menghapus jejak. Namun selama 3 malam di dalam gua itu bukannya tanpa kesulitan. Sejumlah riwayat menceritakan keberadaan seekor ular di balik gua tersebut.

Suatu saat Rasulullah tertidur di bahu Abu Bakar. Ketika itulah tiba-tiba Abu Bakar melihat seekor ular datang perlahan mendekatinya. Tiba-tiba ular tersebut mematuk kakinya. Abu Bakar menahan nafas. Ia tidak berani bergerak karena khawatir membangunkan Rasulullah. Setelah beberapa detik melilit kaki Abu Bakar yang berusaha tenang, ular tersebut lalu pergi menjauh.  Beberapa menit kemudian Abu Bakar merasa tubuhnya panas terbakar. Rupanya racun ular mulai bereaksi. Didorong rasa cintanya yang begitu tinggi terhadap kekasih Allah ini, Abu Bakar tetap berusaha diam. Namun karena sakitnya, tak urung air matanyapun akhirnya menetes dan jatuh mengenai Rasulullah.

Rasulullah terbangun. “ Mengapa engkau menangis, wahai sahabat? Menyesalkah engkau telah mendampingiku ? » tanya Rasulullah khawatir. «  Tentu tidak ya Rasul Allah. Tapi seekor ular telah menggigitku dan racunnya mulai menyakitiku hingga tanpa sengaja air mataku menetes », jawab Abu Bakar menyesal.

Rasulullah tersentak. «  Mengapa engkau tidak mengatakannya ? », tanya Rasul lagi. « Aku tidak ingin membuatmu terbangun « , jawab Abu Bakar pendek. Rasulullah tersenyum terharu. Betapa tinggi rasa cinta sahabat nabi ini hingga ia rela berkorban kakinya digigit ular. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi  Rasulullahpun segera mengusap bekas gigitan tadi dengan ludah beliau. Dan dengan izin-Nya luka tersebut kembali pulih. Jadi sungguh pantas bila suatu ketika Rasulullah berujar :

“Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil) niscaya Abu Bakarlah orangnya”. ( HR Muslim).

«Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.(QS.At-Taubah (9):24).

“Tidaklah beriman salah seorang diantaramu sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan semua orang “. ( HR Muttafaq’alaih).

Sementara itu penduduk Mekah heboh. Mereka bukan saja gagal membunuh Rasulullah namun bahkan telah kehilangan jejak. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka melacak semua jalur Mekah – Madinah. Gua Tsur, gua dimana Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi tidak luput dari pengamatan. Rupanya walaupun pembantu Abu Bakar telah berusaha menghapus jejak mereka, Allah swt berkehendak lain. Mereka tetap menemukan jejak hingga ke mulut gua. Tetapi sesampai di sana jejak tersebut menghilang.

“ Mungkinkah mereka bersembunyi di dalam gua ini ”, Tanya salah satu orang yang mengikuti jejak tersebut dengan nada ragu. “ Tetapi bagaimana mungkin mereka bisa masuk ?”, lanjutnya sambil memandang tak percaya ke arah seekor burung merpati yang tengah mengerami telurnya di depan gua sementara sarang laba-laba terlihat menutupi mulut gua. Ia berusaha menjengukkan kepalanya ke arah gua.

Abu Bakar mendongakkan kepalanya. Dengan suara gemetar ia berkata lirih : “ Oh kita pasti tertangkap. Bila mereka melihat ke bawah pasti kita akan terlihat”.  “ Janganlah engkau menyangka bahwa kita hanya berdua. Sesungguhnya Allah beserta kita dan Ia pasti melindungi kita”, jawab Rasulullah tenang. Peristiwa menegangkan ini kemudian diabadikan dalam ayat berikut :

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.At-Taubah(9):40).

Maksud ‘tentara yang kamu tidak melihatnya’ pada ayat di atas adalah burung merpati yang sedang mengerami telurnya serta laba-laba yang menutupi mulut gua. Akhirnya orang Quraisy tersebut meninggalkan gua dan mencari ke tempat lain. Setelah keadaan aman, Rasulullah dan Abu Bakar meneruskan perjalanan. Siang malam mereka menempuh perjalanan berjarak 434 km, dengan hanya mengendarai unta. Padang pasir panas nan luas dimana sekali-sekali terdapat bukit batu cadas itu benar-benar merupakan medan berat yang sungguh melelahkan. Namun dengan penuh kesabaran mereka melaluinya.

Sementara itu para pemuka Quraisy mengumumkan sayembara bahwa siapa yang bisa menemukan Rasulullah akan diberi hadiah 100 ekor unta. Seketika orang-orangpun berlomba mencari beliau. Salah satunya adalah Suraqah bin Malik. Dengan kudanya ia mencari dan berusaha keras memenangkan hadiah menggiurkan tersebut. Di tengah gurun pasir itulah  ia tiba-tiba melihat bayangan dua orang berunta. Karena tidak ingin berbagi hadiah, Suraqah segera mengelabui teman yang pergi bersamanya. Ia mengatakan bahwa ia melihat bayangan orang berunta namun dengan menunjukkan arah yang berlawanan! Setelah itu, sendiri, ia berbalik arah dan secepatnya mengejar Rasulullah.

Namun ketika jarak mereka tinggal beberapa meter lagi, tiba-tiba kuda Suraqah tersungkur dan iapun jatuh terpelanting. Ia segera berdiri dan kembali mengejar. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, khawatir terkejar. Jarak mereka makin dekat. Namun sekali lagi, tanpa sebab yang jelas, kuda Suraqah kembali terjerembab. Sayup-sayup Suraqah mendengar Rasulullah membaca sesuatu. Rupanya itu adalah bacaan Al-Quran. Suraqah kembali berdiri dan menunggangi kudanya. Tetapi tiba-tiba ia terpelanting lagi dari kudanya. Seketika muka Suraqah menjadi pucat. Dengan susah payah ia berusaha bangun dan menyingkirkan pasir yang menyelimutinya tubuhya. Suraqah berteriak-teriak meminta ampun.

Akhirnya Abu Bakar mendekatinya. Sambil memberinya sejumlah uang, sahabat nabi yang kaya raya ini menyuruhnya pergi dan berpesan untuk berpura-pura tidak melihat apalagi bertemu mereka. Dengan wajah terheran-heran, Suraqah hanya manggut-manggut  sambil mengantongi uangnya lalu pergi secepatnya.

Rasullullah kembali meneruskan perjalanannya. Dua minggu lamanya, kedua hamba Allah itu mengarungi lautan pasir nan panas membara ketika siang hari dan dingin yang menggigit hingga menusuk jauh ke tulang ketika malam hari tiba. Di dalam keheningan malam dan teriknya siang hari, di bawah naungan selimut langit luas tak bertepi mereka berdua harus menahan lapar dan haus. Ini semua demi mencari ridho Sang Khalik, demi melaksanakan amanat maha berat yang dipikulkan ke pundak Rasulullah agar menyampaikan pesan-Nya kepada umat manusia, agar menyembah hanya kepada-Nya, Allah Azza wa Jalla tanpa mempersekutukan dengan apapun.

Perjalanan hijrah bukanlah perpindahan fisik belaka dari Mekah ke Madinah. Rasulullah dan juga para sahabat hijrah dengan membawa luka yang teramat dalam. Mekah adalah kota kelahiran mereka dimana berkumpul sanak saudara dan handai taulan. Disinilah tempat mereka mencari nafkah dan kehidupan. Namun sejak Rasulullah memperkenalkan ajaran Islam, semua itu menjadi tidak berarti bila mereka tidak bisa menjalankan ajaran dengan baik.

Bagi Rasulullah lebih berat lagi. Nyaris 13 tahun beliau berdakwah ternyata hanya 70 orang-an saja penduduk Mekah yang mau menerima ajakan beliau. Sesungguhnya bukan caci maki dan penolakan yang lebih dikhawatirkan beliau namun ridho Allah yang dikhawatirkannya. Namun dengan terus turunnya ayat-ayat selama perjalanan panjang Mekah -Madinah, ini menandakan bahwa Sang Kahlik tetap ridho.

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya…“(QS.Al-Baqarah(2):272).

…  maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang“. (QS.An-Nahl(16):35).

“Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu maka bertakwalah kepada Allah dan ta`atlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”. (QS.Asy-Syu’ara(26):124-127).

“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mu`jizat-mu`jizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna”. (QS.Ali Imran(3):184).

Allah swt sengaja menceritakan kisah-kisah para rasul yang selalu didustakan umatnya bukan saja hanya sebagai peringatan bagi kita namun juga sebagai penghibur bagi Rasulullah agar beliau bersabar. Ini yang menjadi penguat dan penghibur Rasulullah.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (QS.Al-Baqarah(2):115).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i, Ibnu Umar menceritakan bahwa ayat diatas diturunkan ketika Rasulullah dalam perjalanan hijrah tersebut. Di atas untanya, beliau mendirikan shalat kemanapun untanya menghadap.

Waktupun tak terasa berlalu. Akhirnya, atas izin-Nya, dengan selamat Rasulullahpun tiba di Quba, sebuah desa perkebunan kurma tidak jauh dari Madinah. Beliau disambut dengan suka cita oleh penduduk setempat. Selama beberapa hari beliau tinggal di kota ini. Di kota ini pula Rasulullah membangun masjid pertama bagi umat Islam.

« Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih ». (QS.At-Taubah (9) :108).

Ayat di atas diturunkan sehubungan dengan orang-orang Munafik Madinah yang meminta Rasulullah agar mau shalat di dalam masjid yang mereka dirikan. Semula Rasulullah yang ketika itu sedang bersiap-siap menuju medan perang berjanji akan memenuhi permintaan mereka begitu kembali nanti. Namun melalui ayat diatas ternyata Allah melarang Rasulullah memenuhi janji tersebut. Karena masjid tersebut di bangun tidak atas dasar takwa tidak seperti masjid Quba, masjid pertama  yang didirikan begitu Rasulullah tiba dari Mekah. Masjid Quba benar-benar murni dibangunatas  dasar ketakwaan.

Selanjutnya Rasulullah meneruskan perjalanan ke kota Madinah. Beliau memasuki kota ini tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul awal. Di kota ini beliau dielu-elukan seluruh penduduk yang begitu bersemangat ingin berjumpa dengan Sang Utusan yang belum pernah mereka lihat namun telah membuat hati mereka jatuh hati karena ayat-ayat suci Al-Quran yang sampai kepada mereka.

Semua orang tumpah ke jalanan. Mereka menarik-narik tali unta Rasulullah dengan harapan Rasulullah sudi tinggal di rumah mereka. Namun Rasulullah bersabda : “Biarkan saja tali unta itu karena ia berjalan menurut perintah.“ Untapun terus berjalan memasuki lorong-lorong Madinah hingga sampai pada sebidang tanah tempat pengeringan kurma. Tanah yang terletak di depan  rumah Abu Ayyub al-Ansary tersebut adalah milik dua anak yatim dari bani Najjar. Rasulullah kemudian bersabda: “Di sinilah tempatnya insya Allah.“

( Bersambung)

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 22 Oktober 2010.

Vien AM.

Read Full Post »

Pada tahun ke 11 kenabian atau tahun 621 M, Islam mulai tersebar di Madinah ( d/h Yatsrib). Ini berkat kaum Khahraj yang menepati janji mereka terhadap Rasulullah untuk mengajak seluruh saudara dan handai taulan mereka di Madinah untuk memeluk Islam. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 622 M pada musim haji, 12 orang lelaki dari suku Anshar datang menemui Rasulullah di Aqabah. Mereka datang untuk berbaiat (berjanji setia) kepada beliau. Peristiwa ini dikenal dengan nama Baiat Aqabah I atau Baiat Perempuan karena isinya sama dengan baiat yang dilakukan Rasulullah dengan kaum perempuan beberapa tahun kemudian.

“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Mumtahanah(60):12).

“ Berbaitlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak berdusta untuk menutupi-nutupi apa yang ada di depan atau di belakangmu dan tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi, pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar sesesuatu dari janji itu lalu dihukumdi dunia maka hukuman itu merupakan kafarat baginya.  Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu kemudian Allah menutupinya maka urusannya kepada Allah. Bila menghendaki, Allah akan menyiksanya atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya”. Ubaidah bin Shamit, sebagai satu diantara 12 lelaki Anshar, mengatakan :“Kami kemudian berbait kepada Rasulullah untuk menepatinya”.

Usia berbaiat ke 12 orang lelaki tersebut kembali ke Madinah dengan didampingi Mushab bin Umair yang diutus Rasulullah agar mengajarkan Al-Quran kepada penduduk Madinah. Itu sebabnya dikemudian hari Mushab dikenal dengan nama Muqri’ul ( nara sumber ) Madinah. Mushab adalah salah seorang sahabat yang memiliki dedikasi tinggi terhadap Islam. Ia rela meninggalkan kehidupan remajanya yang serba ‘wah’ demi Islam. ( Click: https://vienmuhadi.com/2009/01/19/kisah-mush%E2%80%99ab-bin-umair/ )

Tahun berikutnya lagi, yaitu tahun 623 M, juga pada musim haji, Mush’ab kembali ke Mekkah dengan membawa 70 orang lelaki dan 2 orang perempuan, yaitu Nasibah binti Ka’ab dan Asma binti Amr bin Addi. Mereka masuk ke Mekkah dengan menyusup di tengah-tengah rombongan kaum musyrik Madinah yang pergi haji. Pada tengah malam di  hari tasyrik, secara sembunyi-sembunyi mereka menuju ke lembah di Aqabah, lembah dimana tahun sebelumnya terjadi Baiat Aqabah I. Mereka datang untuk menemui Rasulullah dan berbaiat. Baiat ini disebut Baiat Aqabah II.

“ Aku baiat kalian untuk membelaku sebagaimana kalian membela istri-istri dan anak-anakmu: demikian Rasulullah bersabda. Kemudian Barra’ bin Ma’rur menjabat tangan Rasulullah sambil berucap : “ Ya, demi Allah yang mengutusmu sebagai nabi dengan membawa kebenaran, kami berjanji akan membelamu sebagaimana kami  membela diri kami sendiri. Baiatlah kami, wahai Rasulullah ! Demi Allah, kami adalah orang-orang yang ahli perang dan ahli senjata secara turun temurun”.

Begitulah mereka berbaiat. Bila pada Baiat I dulu sekelompok orang-orang Madinah berjanji untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka dan tidak berdusta maka pada Baiat kedua ini mereka berjanji setia untuk membela dan melindungi Rasulullah.

Tampak bahwa selama 1 tahun di Madinah itu, dengan izin Allah swt, Mushab telah berhasil mengajak penduduk kota tersebut untuk mengenal Tuhan-Nya dengan sangat baik. Begitu besar rasa cinta  mereka pada-Nya hingga dengan secara sadar mereka mau berbaiat; membela dan mencintai  Rasulullah  sebagaimana mereka membela diri dan anak istri mereka. Bahkan merekapun langsung menyatakan kesediaan mereka untuk mengangkat senjata dan menyerang Mina saat itu juga bila Rasulullah menghendaki ! Namun Rasulullah menjawab bahwa Allah belum memerintahkan untuk itu.

Hasan berkata, “ Suatu saat, pada masa Rasulullah, sekelompok orang berkata, “ Wahai Rasulullah, Demi Allah, sesungguhnya kami amat mencintai Tuhan kami”. Atas hal itu, Allah lalu menurunkan ayat 31-32 surat Ali Imran, sebagai tuntunan bagi orang yang ingin mencintai Allah, yaitu dengan mencintai utusan-Nya dan berpaling dari kekafiran”. ( HR. Ibnu Mundzir).

“ Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS. Ali Imran(3):31-32).

Keesokan harinya, beberapa orang Quraisy mendatangi kemah mereka. Dengan penuh kemarahan orang-orang Quraisy itu menyatakan bahwa mereka mendengar orang-orang Khahraj telah berbaiat kepada Muhammad dan berniat membawa Muhammad pergi meninggalkan Mekkah. Beruntung, tiba-tiba sejumlah orang musyrik Madinah datang dan bersumpah bahwa berita tersebut sama sekali tidak benar.

Orang-orang Quraisy baru menyadari bahwa berita tersebut benar setelah rombongan haji dari Madinah tersebut telah pergi meninggalkan lokasi. Merekapun segera mengejar dan mencari orang-orang Khahraj tadi. Mereka  akhirnya berhasil menangkap dua diantara orang Khahraj. Namun salah satunya berhasil melarikan diri hingga tinggal satu yang berhasil ditangkap dan disandera kaum Quraisy. Kemudian dengan kedua tangan diikat ke leher, ia diseret ke Mekah kembali. Beruntung ia mempunyai kenalan yang dapat memberinya hak perlindungan, sebuah kebiasaan yang telah berlaku di tanah Arab, hingga akhirnya iapun dibebaskan.

Namun di lain pihak, dengan adanya berita tersebut, orang-orang Quraisy makin gencar meningkatkan penyiksaan dan tekanan mereka terhadap kaum Muslim Mekkah. Penyiksaan demi penyiksaan, cemoohan, cacian dan hinaan terjadi setiap hari. Akibatnya banyak diantara pemeluk Islam generasi awal tersebut yang akhirnya terpaksa menyembunyikan keislaman mereka.

Dapat dibayangkan betapa sulitnya dakwah Islam berkembang. Bila pada tahap dakwah secara diam-diam yang berlangsung selama 3 tahun pengikut Islam terhitung sekitar 40 orang maka 9 tahun berikutnya, setelah dakwah terang-terangan pengikut Islam hanya mencapai 70 orang-an saja. Berarti selama 9 tahun, mati-matian  Rasulullah berdakwah, hanya bertambah 30 orang saja !

Akhirnya karena tidak tahan terhadap perlakuan orang Quraisy para sahabatpun mulai mengeluh, memohon kepada Rasulullah agar diperbolehkan berhijrah. Kemana saja, yang penting tidak di kota Mekah yang suasananya sama sekali tidak mendukung mereka untuk menjalankan ajaran dengan baik. Permintaan mereka terjawab karena tidak lama kemudian turunlah ayat yang memerintahkan agar umat Islam yang hanya segelintir itu untuk segera berhijrah.

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS.Ali Imran(3):195).

“ Sesungguhnya akupun telah diberi tahu bahwa tempat kalian adalah Yatsrib. Barangsiapa ingin keluar maka hendaklah keluar ke Yatsrib”, demikian Rasulullah menanggapi permohonan para sahabat.

Para sahabatpun kemudian segera berkemas. Tidak sedikitpun barang dan harta benda yang dapat dibawa karena mereka harus meninggalkan Mekah, kota kelahiran dimana seluruh anggota berkumpul, dimana seluruh harta dan pekerjaan berada, secara sembunyi-sembunyi. Karena ketika keberangkatan mereka tercium oleh orang-orang Quraisy, mereka akan segera mengejarnya dan mengembalikan ke Mekah dengan paksa. Ini adalah yang dialami salah satunya oleh Ummu Salamah ra.( Click: https://vienmuhadi.com/2010/09/01/hindun-binti-suhail-ummu-salamah-ra-ummirul-mukminin/ ) .

Hanya Umat bin Khattab ra, satu-satunya sahabat yang dengan terang-terangan bahkan secara provokatif mengumukan kepergiannya ke Yatsrib (Madinah). Dibawah tatapan kesal tokoh-tokoh Quraisy, ia melakukan thawaf tujuh kali dengan pedang, busur, panah dan tongkat ditangan. Setelah itu ia menghampiri Maqam Ibrahim yang berada di salah sudut Ka’bah  seraya berkata lantang : “ Barangsiapa ingin ibunya kehilangan anaknya, ingin istrinya menjadi janda atau ingin anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini ! “. Namun tak seorangpun yang berani menghadapi tantangan calon khalifah kedua yang gagah berani tersebut.

Hijrah atau pindah dari satu kota ke kota yang lain, dengan meninggalkan sanak saudara, handaitaulan, harta benda dan pekerjaan tetap bukanlah hal mudah. Namun inilah yang dilakukan para sahabat. Karena bagi mereka kecintaan, ketaatan dan ketakwaan kepada Allah swt, Sang Khalik adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar. Karena bagi mereka Allah adalah diatas segalanya. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan dan keberanian luar biasa.

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”.(QS.Al-Baqarah(2):207).

Sa’id bin Musayyab berkata, “ Suatu hari, Shuhaib berhijrah ke Madinah. Di perjalanan ia dikejar orang-orang kafir Quraisy. Ia kemudian turun dari tunggangannya. Dengan anak panah di tangan ia berseru, ” Wahai musyrik Mekah, Demi Allah kalian tentu mengetahui bahwa aku adalah seorang pemanah ulung. Kalian tidak akan bisa menyerangku. Maka pilihlah, kalian semua mati terbunuh atau kalian dapat memiliki semua hartaku di Mekah dengan syarat kalian tidak mengganggu hijrahku ke Madinah”. Orang-orang kafir itu memilih harta Shuhaib dan membiarkannya pergi. Setibanya di Madinah, Shuhaib menceritakan peristiwa yang menimpanya itu kepada Rasulullah. Rasul kemudian bersabda : “ Engkau telah beruntung, wahai Abi Yahya”. Tak lama kemudian turun ayat di atas. ( HR Harits bin Abi Usamah).

Maka Luth membenarkan (kenabian) nya. Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.Al-Ankabut(29):26).

Begitu pula yang dicontohkan nabi Ibrahim as. Beliau berhijrah ketika kota yang ditempatinya tidak mendukung perkembangan perintah Tuhannya, Allah swt.

Namun bagi mereka yang kurang begitu kokoh keimanannya hal ini tentu saja terasa amat memberatkan. Itu sebabnya ada sebagian orang yang telah menyatakan ke-Islam-annya tapi tidak berani berhijrah. Mereka khawatir bila mereka meninggalkan tanah kelahirannya maka akan susah hidupnya. Karena bagi mereka harta dan sanak saudara adalah segalanya meski mereka sulit menjalankan ibadah. Tampaknya bisikan syaitan begitu kuat hingga mereka lupa bahwa balasan bagi mereka kelak adalah neraka. Allah swt hanya mau memaafkan orang yang tidak berhijrah karena memang mereka lemah. Seperti anak-anak, perempuan, budak dan orang yang benar-benar tidak tahu jalan menuju Madinah.

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah mema`afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema`af lagi Maha Pengampun”. (QS.An-Nisa’(4):97-99).

Jadi hijrah sebenarnya selain pertolongan juga adalah cobaan. Dengan hijrah dapat dibedakan mana orang yang benar-benar takwa mana yang hanya bermain-main. Mana yang lebih menyukai dan mencintai Tuhannya mana yang lebih mencintai harta benda. Mana yang lebih menyukai kehidupan akhirat mana yang lebih memilih kehidupan dunia.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut(29):2).

Para sahabat adalah orang-orang yang mencintai Tuhannya, Allah swt, lebih dari apapun. Mereka yang hijrah dari Mekah karena sulit menjalankan ajaran Islam ke Madinah dinamakan kaum Muhajirin. Mereka siap berani mengambil resiko tak mempunyai sedikitpun harta dan kehilangan orang-orang yang mereka cintai asalkan Allah swt ridho terhadap mereka.

Sementara penduduk Madinah yang telah memeluk Islam dan siap menerima saudara-saudara mereka seiman yang hijrah demi mencari ridho-Nya disebut kaum Anshar.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi … …” (QS.Al-Anfal(8):72)

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.” (HR. Muslim).

Itulah ikatan yang terjadi antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar di Madinah Mereka saling menyayangi karena Allah swt. Para sahabat sebagai pemeluk Islam tahap awal dari Mekah yang selama 12 tahun hidup tertindas dan tertekan akhirnya dapat merasakan buah ketakwaan mereka. Walaupun bukan di kota kelahiran mereka melainkan di Madinah.

Padahal penduduk Madinah sendiri belum genap 2 tahun mengenal ajaran Islam. Ini adalah skenario Allah swt. Dimulai dengan kunjungan sekelompok orang Khahraj pada tahun ke 11 kenabian kemudian disusul dengan adanya Baiat Aqabah I dan II, Allah swt berkehendak bahwa Islam bakal berkembang pesat dari Madinah. Dalam waktu relatif singkat masyarakat Madinah tiba-tiba telah siap menerima kehadiran Rasulullah Muhammad saw dan ajarannya beserta para sahabat yang telah lebih dahulu memeluk Islam. Dan dibalut dengan ikatan semangat persaudaraan yang sungguh mengejutkan pula !

( Bersambung ).

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 17 Oktober 2010.

Vien AM.

Read Full Post »

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah bersabda :”…Lalu Allah mewahyukan kepadaku suatu wahyu, yaitu Dia mewajibkan shalat kepadaku 50 kali sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu dengan Musa as. Dia bertanya, “Apa yang telah difardhukan Tuhanmu atas umatmu?” Aku menjawab, “Shalat 50 kali sehari semalam”. Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melakukannya. Akupun telah menguji dan mencoba Bani Israel”. Maka akupun kembali kepada Tuhanku, lalu berkata, “Ya Tuhanku, ringankanlah bagi umatku, hapuslah lima kali.” Lalu aku kembali kepada Musa seraya berkata, Tuhanku telah menghapus lima kali shalat”. Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan sanggup shalat sebanyak itu. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka aku bolak-balik antara Tuhanku dan Musa as hingga Dia berfirman, “Hai Muhammad, yang 50 kali itu menjadi 5 kali saja. Setiap kali setara dengan 10 kali sehingga sama dengan lima puluh kali shalat……”. Akupun turun hingga bertemu lagi dengan Musa as dan mengatakan kepadanya bahwa aku telah kembali kepada Tuhanku sehingga aku malu kepada-Nya”. (HR Muslim)

Perintah shalat 5 waktu dalam sehari semalam diatas diterima Rasulullah saw ketika beliau melakukan Isra ( dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsho ) dan Mi’raj ( dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha di lapisan tertinggi langit). Perjalanan spektakuler dengan mengendarai buraq ( kendaraan terbang yang dikisahkan terbuat dari cahaya dan berbentuk kuda ) ini merupakan imbalan bagi kesabaran Rasulullah yang selama lebih dari 10 tahun telah bersabar menyampaikan pesan Sang Khalik kepada masyarakat Mekah meskipun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Puncak cobaan bagi beliau adalah dipanggilnya kedua orang terdekat beliau yang selama ini selalu mendukung dakwah Rasulullah yaitu Khadijah ra, sang istri tercinta dan Abu Thalib, paman beliau serta peristiwa Thaif dimana dakwah Rasulullah di tolak mentah-mentah. Bahkan beliaupun sempat dikejar-kejar dan dilempari penduduk kota tersebut hingga mengalami luka di beberapa tempat.

(Lihat : https://vienmuhadi.com/2010/09/19/riwayat-singkat-kehidupan-rasulullah-saw-9/).

Undangan perjalanan malam ke Sidratul Muntaha ini benar-benar sebuah penghargaan istimewa dari Sang Khalik kepada seorang hamba. Karena sebelumnya tak satupun rasul apalagi manusia biasa yang pernah mengalaminya.

Selama ini Rasulullah tidak pernah menuntut apapun kecuali keridhoan Sang Khalik. Ketika malaikat gunung menawarkan untuk menjatuhkan gunung yang berada di Thaif karena keingkaran penduduknya beliau malah mendoakan agar hati orang-orang tersebut dibuka dalam menerima dakwah beliau. Tampak bahwa tak terbesit sedikitpun di hati beliau rasa putus asa apalagi dendam.

“ Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit”. ( QS. As-Shaffat(37):139-144).

Ayat di atas berkisah tentang nabi Yunus as yang suatu ketika merasa putus asa karena sedikitnya jumlah orang yang mau mendengar dakwahnya. Ia kemudian lari dan menaiki sebuah kapal. Namun ternyata Allah swt tidak meridhoi perbuatannya. Maka Allahpun kemudian menjatuhkan hukuman yaitu dengan ditelannya Yunus as oleh seekor ikan raksasa.  Yunus segera menyadari kesalahannya dan segera bertaubat hingga Allahpun menerima taubatnya dan memberinya kemudahan.

Selain ayat diatas ada beberapa ayat yang menceritakan bagaimana para rasul memohon agar Allah mengazab orang yang mendustakan mereka. Sementara dua ayat berikut adalah ayat yang menceritakan bagaimana nabi Ibrahim as dan nabi Musa as memohon bukti akan kekuasaan-Nya agar keimanan mereka lebih kuat lagi. Hal yang tak pernah sekalipun terpikir oleh Rasulullah saw.

“ Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?”. Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)”. Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS. Al-Baqarah (2):260).

“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”.(QS.Al-Araf (7):143).

Peristiwa Isra Mi’raj adalah mukjizat terbesar bagi Rasulullah Muhammad saw setelah Al-Quranul Karim. Hanya orang beriman saja yang dapat menerima berita ini tanpa syarat. Walaupun di zaman modern ini sebenarnya bukan hal yang istimewa ketika orang dapat melakukan perjalanan dari ujung dunia satu ke ujung dunia yang lain dalam semalam, yaitu dengan pesawat terbang.

Pembahasan apakah Rasulullah melakukan perjalanan tersebut dengan jiwa dan raganya ataupun hanya dengan jiwa tanpa raga sebenarnya juga bukan merupakan cerminan orang beriman. Karena perjalanan dengan raga sekalipun bukanlah hal yang mustahil bagi Sang Khalik, Yang Maha Cerdas, Yang Maha Berkuasa Atas Segala Sesuatu.

Demikian pula dengan adanya sejumlah hadits yang menceritakan pertemuan Rasulullah dengan sejumlah nabi di lapisan-lapisan tertentu di langit. Tidak perlu kita membahas masalah tersebut secara rinci karena akal dan daya pikir kita tidak akan sampai. Bukankah sains berkata bahwa  bahkan bintang yang saat ini kita pandangpun sebenarnya sudah tidak berada ditempat ketika kita melihatnya? Jadi yang terbaik cukuplah kita mengimaninya saja.

Anas bin Malik r.a. berkata, “Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, ‘Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah. Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya.

Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, ‘Bukalah.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Siapakah ini?’ Ia (jibril) menjawab, ‘Ini Jibril.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Apakah Anda bersama seseorang?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku bersama Muhammad saw.’ Penjaga langit itu bertanya, ‘Apakah dia diutus?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang).

Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.’ Aku bertanya kepada Jibril, ‘Siapakah orang ini?’ Ia menjawab, ‘Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di sebelah kainya adalah penghuni neraka.’ Apabila ia berpaling ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis, sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada penjaganya, ‘Bukalah.’ Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya.”

Anas berkata, “Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam.” Anas berkata, “Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.’ Aku (Rasulullah) bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Idris.’ Aku melewati Musa lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.’ Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Musa.’ Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, ‘Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.’ Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Isa.’ Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, ‘Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.’ Aku bertanya,’Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah Ibrahim as..’” (HR. Bukhari no. 192)

Namun demikian ini tidak berarti bahwa kepergian Rasulullah ke Masjidil Aqsho dan Sidratul Muntaha langsung membuat dakwah beliau lancar. Karena hal tersebut justru membuat penduduk Mekah mentertawakan dan mengejek beliau. Mereka bahkan menantang Rasulullah agar menggambarkan Baitul tersebut secara detil dan rinci jika beliau memang telah pergi dan shalat didalamnya.

Tentu saja Rasulullah agak terkejut mendengar permintaan tersebut. Karena Rasulullah memang tidak memperhatikan Baitul tersebut ; bagaimana bentuk bangunan, berapa jumlah pilar-pilarnya dsb. Namun Allah swt segera menolong rasul-Nya tersebut.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah sab bersabda :“Ketika kaum Quraisy mendustakan aku, aku sedang berdiri di Hijr (Ismail). Lalu Allah memperlihatkan Baitul Maqdis kepadaku. Kemudian aku kabarkan kepada mereka tentang tiang-tiangnya dari apa yang aku lihat”.

Dengan itu maka Rasulullahpun berhasil menjawab semua pertanyaan kaum Quraisy dengan baik dan tepat. Tetapi mereka  tetap tidak mempercayai apa yang dikatakan Rasulullah. Mereka lalu pergi menemui Abu Bakar dan menceritakan apa yang dikatakan Rasulullah dengan harapan agar sahabat Rasulullah tersebut menolak berita beliau.

Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, dia telah berkata benar dan sungguh aku akan membenarkannya lebih dari itu”, begitu tanggapan singkat Abu Bakar.

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat “. (QS.Al-Isra (17):1).

Pernyataan Abu Bakar dan juga turunnya ayat yang menjelaskan perjalanan  Isra Mi’raj Rasulullah ternyata tidak mengubah prilaku penduduk Mekah. Mereka tetap berkeras memegang agama nenek moyang mereka. Kebencian Abu Lahab terhadap Rasulullah malah makin menjadi-jadi. Kemanapun Rasulullah pergi selalu dikuntitnya. “ Jangan kalian mengikutinya. Sesungguhnya dia seorang murtad dan pendusta !”. Demikian pula istrinya, Ummi Jamil, yang setiap hari selalu menebarkan duri di tempat-tempat  yang akan dilalui Rasulullah. Itu sebabnya Allah swt menurunkan ayat berikut :

“Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut”. (QS. Al-Lahab(111):4-5).

Namun Rasulullah tak pantang menyerah. Ayat demi ayat yang setiap hari turun terus disampaikannya kepada penduduk Mekah meski tak satupun yang mau mendengarkannya. Mereka tetap memperolokkan dan malah menantang mengapa Allah tidak menurunkan malaikat saja atau mengapa Al-Quran bukannya turun saja dalam bentuk tulisan.

Dan tak ada suatu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya (mendustakannya). Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (Al Qur’an) tatkala sampai kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan”. (QS.Al-An’am(6):4-5).

“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) seorang malaikat?” dan kalau Kami turunkan (kepadanya) seorang malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikitpun). Dan kalau Kami jadikan rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-Iaki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.”.(QS.Al-An’am(6):7-9).

Bahkan peringatan dan azab keras yang pernah diturunkan Allah swt kepada kaum yang mendustakan para rasul dan nabi pada masa lampaupun tidak membuat mereka takut.

“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain”.(QS.Al-An’am(6):6).

Hingga pada suatu hari di tahun ke sebelas ke-nabian, Rasulullah bertemu dengan sekelompok orang dari kabilah Khazraj yang telah dibukakan hatinya oleh Sang Khalik untuk menerima kebenaran. Mereka ternyata adalah orang-orang yang telah sejak lama bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Orang Yahudi ketika itu dikenal sebagai ahli agama dan ahli pengetahuan.  Mereka bercerita bahwa setiap kali terjadi pertentangan antara kaumnya dengan orang-orang Yahudi, orang-orang Yahudi tersebut selalu berkata :

“Sesungguhnya sekarang telah tiba saatnya akan dibangkitkan seorang nabi. Kami akan mengikutinya dan bersamanya kami akan memerangi kalian sebagaimana pembunuhan ‘Aad dan ‘Iram”.

Maka setelah orang-orang dari suku Khazraj itu bertemu dan mendengar sendiri ayat-ayat Al-Quran dibacakan oleh Rasulullah, seraya saling berpandangan merekapun segera berujar : “ Demi Allah, ketahuilah bahwa dia adalah Nabi yang dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kita. Jangan sampai mereka mendahului kita”.

Demikianlah akhirnya mereka ber-syahadat, mengakui bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Mereka juga berjanji akan mengajak keluarga dan handai taulan mereka di Yatrib ( Madinah ) agar mengikuti jejak mereka dalam ber-Islam.  Kemudian mereka pulang dan berjanji akan datang menemui Rasulullah kembali pada musim haji mendatang.

( Bersambung ).

Wallahu’alam bish shawab.

Paris, 29 September 2010.

Read Full Post »

Perasaan lega setelah 3 tahun lamanya di boikot secara ekonomi dan sosial tampaknya hanya berlangsung sekejap saja. Karena pada tahun ke 10 kenabian Khadijah ra, istri tercinta yang selama ini selalu setia mendukung, menyemangati, membesarkan dan menghibur Rasulullah dalam menjalankan tugas maha berat itu jatuh sakit. Dan tak lama kemudian Allah swtpun memanggil perempuan yang selama 25 tahun itu telah menemani Rasulullah, sebagai istri satu-satunya, sebagai ibu dari 4 anak perempuan dan 2 anak lelaki dari Rasulullah.

Betapa berdukanya Rasulullah saw. Bagaimanapun beliau adalah manusia biasa yang membutuhkan pendukung, pendamping, penyemangat dan penghibur dari orang yang dicintai dan mencintainya. Tugas yang diembannya adalah tugas yang maha berat. Mengajak orang menuju kebenaran bukanlah hal ringan. Orang-orang Quraisy terlalu keras kepala. Mereka suka berdebat namun dengan tujuan hanya ingin mentertawakan dan melecehkan Rasulullah.

“Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: “Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar”.(QS.Az-Zukhruf(43):57-58).

Kedua ayat diatas menceritakan kembali kejadian ketika Rasulullah di hadapan orang-orang, membacakan ayat 98 surat Al-Anbiya yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”.  Sontak, salah satu orang Quraisy itu menanyakan tentang nasib Isa as yang disembah orang Nasrani, akankah ia menjadi kayu bakar neraka jahanam seperti berhala sesembahan mereka.

Rasulullah terdiam dan orang-orang Quraisy itupun menertawakannya. Padahal ayat diatas sebenarnya hanya ditujukan kepada sesembahan mereka bukan Isa as. Selanjutnya mereka kembali bertanya mana lebih baik, sesembahan mereka atau Isa Al-Masih. Maka dengan turunnya ayat 57 dan 58 diatas, Rasulullahpun menjadi faham bahwa pertanyaan mereka tidak perlu ditanggapi.

Menjadi utusan Allah memang perlu kesabaran extra. Hanya dengan pertolongan-Nya saja para utusan ini dapat menyelesaian misinya. Nabi Adam, nabi Nuh, nabi Yunus, nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa dan juga nabi-nabi lain suatu saat pernah berbuat ‘kesalahan’ di dalam pandangan-Nya. Begitupun nabi Muhammad saw. Sebagaimana seorang utusan Allah yang memiliki tanggung jawab tinggi, beliau begitu menginginkan agar dakwahnya mendapat sambutan.

Suatu hari ketika beliau sedang berdakwah di hadapan para pembesar Quraisy tiba-tiba datang seorang sahabat dan langsung menanyakan sesuatu. Tentu saja kehadiran sahabat tersebut mengganggu jalannya pertemuan. Maka Rasulullahpun tidak menanggapinya dan tanpa sengaja air mukanya agak berubah. Namun ternyata Allah swt tidak ridho terhadap reaksi beliau dan langsung menegurnya.

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya“. (QS.Abasa(80):1-10).

Betapa menyesalnya Rasulullah. Ini bukanlah kebiasaan dan sifatnya. Beliaupun segera bertaubat. Menghadapi hal-hal seperti ini biasanya beliau tumpahkan isi hatinya kepada istrinya tercinta yang selalu bisa menghiburnya. Ini yang membuat beliau merasa begitu kehilangan.

Apalagi ketika beberapa bulan kemudian, Abu Thalib, paman yang selama ini selalu melindunginya juga wafat.  Rasulullah tak dapat membayangkan apa yang bakal diperbuat orang-orang Quraisy terhadap dirinya tanpa perlindungan Abu Thalib. Namun yang juga membuat diri Rasulullah gundah adalah sikap Abu Thalib. Pamannya ini walapun selalu melindungi beliau namun ia sendiri sebenarnya tidak pernah mengucap syahadat.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS.Al-Qashash (28):56).

Abu Hurairah ( dan Sa’id bin Musayyab ) menerangkan bahwa  ayat diatas diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib ketika mendekati ajalnya. Ia didatangi Rasulullah. Di sisinya ada Abu Jahal dan Abdillah bin Abu Umayah. Rasul bersabda : “ Wahai paman, ucapkanlah La ilaha illallah . Kalimat ini akan kujadikan argument di akhirat kelak bahwa kau adalah orang beriman”. Namun Abu Jahal dan Abdillah menentang. “ Hai Abu Thalib, apa kau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?”. Hal ini terjadi berulang kali hingga pada hembusan nafas terakhirnya, Abu Thalib bersaksi tetap pada agama  Abdul Muththalib. Rasul sungguh sedih dan berkata : “ Aku akan terus meminta ampunan untukmu paman sebelum Allah melarang hal ini”. ( HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”. (QS.At-Taubah(9):113

Ketika itu ayat di atas memang belum turun. Itu sebabnya Rasulullah berani berkata demikian. Di kemudian hari tahun dimana Khadijah dan Abu Thalib wafat dinamakan Tahun Duka Cita atau ‘Amul Huzni.

Kekhawatiran dan dugaan Rasulullah tidak salah. Begitu keduanya wafat, kebencian dan permusuhan orang-orang Quraisy terhadap Islam makin menjadi. Berbagai penghinaan dan kekerasan makin meningkat. Niat untuk menyingkirkan Rasulullah yag dulu pernah terhalang karena perlindungan Abu Thalib kini makin tampak nyata. Berbagai cara mereka coba, diantaranya dengan kekuatan tenung dan hipnotis.

“ Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Qur’an dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”. (QS.Al-Qalam (68):51).

Orang-orang Arab pada masa lalu adalah masyaratat jahiliyah. Ketika mereka merasa tidak senang atau membenci sesuatu mereka terbiasa menggunakan kekuatan pandangan mata atau apa yang sekarang biasa di sebut Hipnotis untuk mengalahkan lawannya. Ini yang hendak mereka lakukan terhadap Rasulullah. Namun melalui ayat 67 surat Al-Maidah Allah menjanjikan bahwa kekuatan tersebut tidak akan mempan terhadap diri Rasulullah. Oleh karenanya Rasulullah yang semula selalu didampingi para sahabat ketika berdakwah menyuruh para sahabat untuk membiarkannya seorang diri tanpa kawalan ketat.

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.(QS. Al Maidah(5):67).

“ Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS.At-Thur (52):30).

Ibnu Abbas menegaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kaum Quraisy yang berkumpul di Darun Nadwah sambil membicarakan Rasulullah. Salah satu dari mereka berkata : “ Ikat dan penjarakan saja ia hingga mati seperti para ahli syair yang juga temannya terdahulu, Zuhair dan an-Nabighah”.( HR Ibnu Jarir).

Sungguh betapa pedihnya hati Rasulullah. Kemana beliau harus mencari perlindungan? Namun dengan turunnya ayat berikut hati Rasulullah agak lega. Karena paling tidak bukan diri dan pribadinyalah yang dimusuhi melainkan tugasnya sebagai Rasul Allah, seperti juga rasul-rasul lain yang selalu didustakan. Tugas para rasul hanyalah menyampaikan, Allah yang menentukan siapa yang mau mengikuti petunjuk dan mempercayai peringatan-Nya.

“ Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.  Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mu`jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil”.(QS.Al-An’am(6):33-35).

Namun demikian Rasulullah menyadari bahwa dakwah harus dijalankan secara maksimal. Manusia harus berusaha mencari jalan bagaimana mengajak kepada kebaikan. Situasi dan kondisi kota Mekah tanpa adanya perlindungan dari seseorang yang memiliki wibawa dan pengaruh kuat terhadap masyarakat akan sangat sulit.

Rasulullah akhirnya memutuskan menuju Tha’if, kota peristirahatan sejuk di bukit dimana sebagian pembesar Mekah melewatkan waktu santainya. Di kota yang berjarak 70 km dari Mekah inilah Rasulullah akan mencari perlindungan dan dukungan dari bani Tsaqif. Siapa tahu dalam keadaan santai hati mereka bisa lebih lunak dan lembut sehingga ayat-ayat Allah bisa lebih mengena, begitu pikir Rasulullah. Maka berangkatlah beliau dengan ditemani Zaid bin Haritsah. Sepuluh hari lamanya mereka menetap di Tha’if.

Tetapi apa yang terjadi sungguh menyakitkan. Selama sepuluh hari itu tak satu orangpun mau mendengarkan ajakan beliau. Para pembesar itu tidak hanya menolak ajakan Rasulullah dengan kasar namun bahkan memerintahkan para preman dan budak untuk melempari beliau dengan batu hingga mengakibatkan luka-luka di kedua kaki beliau. Zaid berusaha melindungi tetapi kewalahan dan malah terluka di kepalanya.

Orang-orang biadab tersebut terus mengejar Rasulullah hingga mereka berdua sampai di sebuah kebun anggur milik Uqbah bin Rabi’ah. Ditempat ini barulah mereka berhenti dan membiarkan Rasulullah berlindung. Betapa sedih dan kecewanya Rasulullah hingga beliau akhirnya berdoa, mengadukan perasaan dan kegundahan hati beliau sebagai berikut ini :

Ya Allah… Kepadamu aku mengadukan kelemahan kekuatanku,

Dan sedikitnya kemampuanku,
Serta kehinaanku dihadapan manusia.

Wahai Sebaik-baik pemberi kasih sayang,
Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku.

Kepada siapakah Engkau serahkan diriku,
Kepada orang yang jauh yang menggangguku,
Atau kepada musuh yang akan menguasai urusanku,

Asalkan Engkau tidak marah padaku maka tiadalah keberatan bagiku,
Akan tetapi kemurahan-Mu jauh lebih luas bagiku.
Aku berlindung dengan Cahaya Wajahmu yang akan menerangi seluruh kegelapan,

Dan yang akan memberikan kebaikan segala urusan dunia dan akhirat,
Untuk melepaskan aku dari Marah-Mu,
Atau menghilangkan Murka-Mu dariku.

Hanya pada-Mu aku merintih berharap mendapatkan Keridloan-Mu,
Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu.

Begitu khusuknya beliau berdoa hingga tidak menyadari bahwa ternyata dua anak Rabi’ah memperhatikan apa yang dilakukan Rasulullah. Tampak jelas bahwa Sang Khalik sangat tersentuh dengan doa khusuk hamba-Nya yang sedang berduka tersebut hingga Ia kemudian berkenan menggerakkan hati si pemilik kebun untuk menyuruh pelayannya yang bernama Addas, seorang pemeluk Nasrani yang taat, agar mengambilkan buah anggur untuk diberikan kepada Rasulullah dan Zaid.

Rasulullahpun mengulurkan tangannya seraya mengucapkan : “ Bismillahirohmanirohim”.

Mendengar itu Addas bertanya: “ Demi Allah, kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini”. Maka terjadilah percakapan antara Rasulullah dengan Addas. Akhirnya Rasulullah menerangkan bahwa beliau adalah utusan Allah, sama dengan utusan-utusan yang dulu pernah dikirim-Nya. Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah, lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah hingga Rasulullah terharu dibuatnya.

Beliau teringat pada janji Allah bahwa Ia akan selalu melindunginya. Tetapi bentuk perlindungan itu bukan berarti beliau bakal bebas dari hinaan dan cacian sebagaimana juga rasul-rasul lain. Namun perlindungan itu dari  segala bentuk kejahatan seperti pengaruh hipnotis, makar dan pembunuhan yang beresiko menggagalkan perkembangan Islam. Hinaan dan cacian memang membuat beliau sedih namun Allah swt telah memberinya jalan untuk mengatasi hal tersebut,yaitu dengan shalat dan doa.

“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat) dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”.(QS.Al-Hijr(15):97-99).

Namun demikian Allah swt ternyata tetap mengutus malaikat Jibril untuk menemui beliau, “ Sesungguhnya Allah mendengar perkataan kaummu terhadapmu dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu”.

Kemudian malaikat gunungpun datang dan berseru : “ Wahai Muhammad ! Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabbmu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu. Jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka”.

Aku bahkan menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukannya  dengan sesuatupun”, itulah jawaban Rasulullah. Betapa mulianya beliau. Tak tampak kebencian dan keinginan balas dendam terhadap kaum yang telah berbuat keji kepada beliau.

Selanjutnya dalam perjalanan menuju Mekah, Rasulullah mampir terlebih dahulu disuatu tempat. Ditempat ini beliau mendirikan shalat dan membaca Al-Quranul Karim. Ketika itulah sekumpulan jin mendengar ayat-ayat Allah dan kemudian merekapun beriman.

Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur’an, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan “.(QS.Al-Ahqaf(46):29).

Rasulullah sempat mengalami kesulitan untuk masuk kembali ke Mekah. Baru setelah mendapat jaminan perlindungan dari Muth’am bin Adi, Rasulullah dapat memasuki kembali kota dimana beliau dilahirkan dan dibesarkan itu dengan aman.

Tiba di Mekah, tanpa mengenal lelah Rasulullah kembali berdakwah mengajak kaum Quraisy untuk menyembah hanya kepada Allah.  Namun mereka menjawab bahwa bila mereka mengikuti Rasullah mereka khawatir akan diusir dari Mekah.

“ Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.(QS.Al-Qashash(28):57).

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS.Ali Imran(3):31-32).

( Bersambung)

Wallahu’alam bish shawab.

Paris, 19 September 2010.

Vien AM.

Read Full Post »

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan “.( QS.An-Nahl(16):127)

Maka (apakah) barangkali engkau ( Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini”.(QS.Al-Kahfi(18):6)

“Janganlah sekali-kali engkau ( Muhammad) menujukan pandanganmu kepada keni`matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”.(QS.Al-Hijr(15):88).

Ayat-ayat diatas adalah ayat-ayat yang diturunkan ketika Rasululllah dalam keadaan duka yang mendalam. Rasulullah bersedih karena para pemimpin Quraisy dan penduduk Mekah mendustakannya. Namun dengan pertolongan-Nya jualah Rasulullah bisa menahan kesabarannya. Waktu demi waktu berlalu. Tak satupun ayat-ayat Al-Quran mampu menggugah hati orang-orang Mekah untuk meninggalkan kesyirikan mereka.  Mereka tetap dalam keraguan yang mendalam.

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.(QS.Al-Baqarah(2):23).

Lima tahun setelah wahyu pertama turun berlalu sudah. Karena penyiksaan tidak juga berkurang, akhirnya Rasulullah mengizinkan sejumlah Muslimin untuk mencari suaka ke Habasyah. Mereka terdiri dari 12 Muslim  dan 4 Muslimah, termasuk diantaranya adalah Ruqayah, putri kedua Rasulullah dan suaminya, Ustman bin Affan. Negri di Afrika yang sekarang bernama Ethiopia ini ketika itu berada dibawah pemerintahan seorang raja Nasrani alim yang sangat bijaksana, yaitu Najasyi.

Baru beberapa waktu mereka menetap  di negri tersebut, ketika kemudian mereka mendengar kabar bahwa beberapa orang kuat Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib  dan Umar bin Khattab telah memeluk Islam. Maka merekapun berniat kembali ke Mekah. Namun ditengah perjalanan mereka terpaksa kembali ke Habasyah karena ternyata ke-Islaman dua tokoh tersebut malah makin membuat orang Quraisy memperkuat tekanan terhadap orang-orang Islam. Mereka bahkan mengirim beberapa wakilnya untuk pergi ke Habasyah dan meminta secara langsung kepada raja Najasyi agar mengembalikan orang-orang Islam yang meminta suaka kepadanya.

Namun bagaimana tanggapan raja tersebut? Najasyi malah menangis terharu ketika mendengar Ja’far bin Abu Thalib, salah seorang Muslim yang ikut hijrah, membacakan surat Maryam.

“ Kaaf Haa Yaa `Ain Shaad. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut” ….. …. …. “Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu dan bumi belah dan gunung-gunung runtuh karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba “… hingga akhir surat.

( Click : http://www.youtube.com/watch?v=T5aIi3OqOJU )

“ Aku tidak akan menyerahkan  orang-orang yang mencari kebenaran ini kepada kalian. Mereka adalah orang yang benar. Demikian pula nabimu”, demikian jawaban Najasyi. Menurut  beberapa sumber Najasyi bahkan bersumpah akan mengakui Islam dan ajarannya bila ia sempat bertemu Rasulullah.

Habis sudah kesabaran para pembesar Quraisy. Betapa kesalnya mereka menghadapi kenyataan ini. Sejumlah riwayat mengatakan bahwa para pemuka Quraisy berkumpul dan sepakat bahwa Muhammad harus dibunuh. Keputusan ini disampaikan kepada bani Hasyim dan bani Abdul Muthalib. Namun mereka menolak menyerahkan anggota keluarganya ini. Selama Abu Thalib masih hidup tak mungkin mereka berani mengganggu apalagi membunuh ponakan yang amat disayanginya itu. Akhirnya mereka bersepakat bahwa jalan satu-satunya yang memungkinkan hanyalah memboikot kehidupan Muhammad dan seluruh keluarga yang mendukungnya hingga Muhammad diserahkan.

Selama tiga tahun keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib diasingkan dan dikucilkan dari pergaulan dan perekonomian. Suku Quraisy yang terdiri atas beberapa bani ini dilarang mengadakan jual beli dengan kedua keluarga bani tersebut. Tidak boleh ada perdamaian, belas kasih, pertemanan, persahabatan apalagi perkawinan dengan anggota Bani Hasyim maupun Bani Muthalib.

Mereka dipaksa hidup di pemukiman ( syi’ib) bani Muthalib tanpa bisa keluar. Ditempat inilah berkumpul semua anggota bani Hasyim dan bani Abu Muthalib, baik yang telah memeluk Islam maupun yang masih kafir, kecuali Abu Lahab. Bagi yang masih kafir, mereka bertahan karena dorongan semangat fanatisme kekabilahan. Ini adalah sesuatu yang khas telah dimiliki masyarakat Arab sejak dulu.

Sejumlah riwayat menceritakan bahwa selama tiga tahun itu mereka beberapa kali terpaksa makan dedaunan karena kekurangan makanan. Begitu pula keluarga Rasulullah termasuk Fatimah yang ketika itu baru berusia sebelas tahun-an. Tangis kelaparan anak-anak sering terdengar hingga ke luar kota Mekah.

Hingga suatu ketika pada awal tahun ke tiga pemboikotan, bani Qushayyi mulai mengecam perbuatan biadab tersebut. Sementara itu Rasulllah mengatakan pada Abu Thalib bahwa surat perjanjian yang ditanda tangani para pemuka Quraisy dan ditempel di salah satu dinding Ka’bah itu telah dimakan rayap kecuali beberapa kalimat yang menyebutkan kata Allah.

“ Apakah Tuhanmu yang memberitahukan itu kepadamu?”, tanya Abu Thalib heran. “ Ya”, jawab Rasulullah singkat. “ Allah telah mengirim sejumlah anai-anai untuk menghancurkannya”. Maka Abu Thalibpun segera pergi menemui  para pemuka Quraisy dan menyatakan bahwa pemboikotan telah usai karena surat perjanjiannya telah rusak. Dengan terheran-heran mereka terpaksa menerima kenyataan yang berada di luar perkiraan mereka tersebut.

Tak lama setelah itu,sejarah mencatat bahwa sekitar tiga puluh orang dari kaum Nasrani Habasyah datang menemui Rasulullah untuk mengetahui Islam lebih jauh. Mereka datang bersama Ja’far bin Abu Thalib yang telah membuat raja Najasyi menangis ketika mendengar ayat-ayat Al-Quran dibacakan kepadanya.

Setelah bertemu dengan Rasulullah, berbincang dan mendengar ayat-ayat Al-Quran merekapun segera beriman. Abu Jahal yang mengetahui hal tersebut langsung bersungut-sungut. “ Kami belum pernah melihat utusan yang paling bodoh kecuali kalian. Kalian diutus oleh kaum kalian untuk menyelidiki orang ini. Tetapi belum sempat kalian duduk dengan tenang di hadapannya, kalian sudah melepaskan agama kalian dan membenarkan apa yang diucapkannya”.

Mereka menjawab : “ Semoga keselamatan atasmu. Kami tidak mau  bertindak bodoh seperti kamu. Biarlah kami mengikuti pendirian kami dan kamupun bebas mengikuti pendirianmu. Kami tidak ingin kehilangan kesempatan yang baik ini”.

Berkaitan dengan itu maka Allah berfirman :

“Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al Kitab sebelum Al Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al Qur’an itu) kepada mereka, mereka berkata: “Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan (nya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan. Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil”.(QS. Al-Qashah(28):52-55).

( Bersambung)

Wallahu’alam bish shawab.

Paris, 13 September 2010.

Vien AM.

Read Full Post »

Older Posts »