Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Akhlak’ Category

5. Mau mendengarkan nasihat orang lain.

– Suatu ketika pada tahun ke 6 setelah hijrah, Rasulullah mengajak para sahabat untuk melaksanakan umrah ke Mekkah. Ketika itu sebagian besar kaum Quraisy penduduk Mekkah belum mau menerima ajaran Islam bahkan sangat memusuhi ajaran tersebut.  Oleh sebab itu mereka tidak mengizinkan Rasulullah beserta para sahabat masuk ke kota tersebut meski hanya untuk sekedar melaksanakan umrah.

Rasulullahpun membatalkan niat tersebut. Bahkan malah menanda-tangani sebuah kesepakatan yang intinya mereka tidak mungkin melaksanakan umrah saat itu dan mereka harus mundur dan kembali.Mengetahui hal tersebut para sahabat sangat kecewa. Mereka merasa tidak seharusnya Rasulullah mengalah kepada orang-orang seperti mereka. Umrah adalah perbuatan yang di-ridhoi Allah SWT mengapa harus dibatalkan? Begitu pikir mereka.

Maka ketika kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban bawaan mereka serta bercukur layaknya orang yang telah menunaikan ibadah umrah, tak seorangpun sahaat yang mau melakukannya. Hingga 3 kali Rasulullah mengulang perintah tersebut namun tak seorangpun bergeming.Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi.

Rasulullah akhirnya mengeluhkan hal tersebut kepada Ummu Salamah yang ketika  itu mendapat giliran untuk menemani Rasulullah menjalankan tugas. Ummu Salamah kemudian menghibur  Rasulullah agar tidak usah terlalu kecewa atas sikap para sahabat. Menurutnya lebih baik Rasulullah langsung menyembelih kurban dan bercukur tanpa harus menunggu reaksi para sahabat. Tanpa merasa gengsi Rasulullahpun menuruti nasehat tersebut. Dan memang benar ternyata para sahabat segera meniru perbuatan Rasulullah.

6. Suka memberi nasihat.

Rasulullah selalu memberi nasihat kepada para sahabat agar jangan hasad, iri dan dengki. Juga jangan mudah berselisih. Bila ada sesama Muslim berselisih Rasulullah mendamaikannya.

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” ( QS. Al-Hujurat (49):10).

Itu sebabnya yang dilakukan begitu tiba di Madinah adalah mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshor.  

7. Suka Membantu Pekerjaan Rumah.

Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039).

“Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri. (HR. Tirmidzi).

HR At-Tirmidzi, “Sesungguhnya di antara orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan paling baik kepada keluarganya”.

8. Sayang pada anak2.

Disebutkan bahwa Ya’la bin Murrah pergi bersama Nabi untuk menghadiri undangan makan. Di tengah perjalanan, beliau melihat Husain sedang bermain di jalanan. Beliau langsung maju dan membentangkan kedua tangannya (untuk mendekapnya), sementara Husain berusaha menghindar kesana-kemari, beliau sengaja mencandainya. Akhirnya beliau menangkapnya. Beliau pun memegang dagu dan kepala Husain, lalu menciumnya. (HR Ibnu Majah).

Abu Hurairah menuturkan, suatu ketika kami sholat Isya bersama Rasulullah ﷺ. Saat sujud, Hasan dan Husain naik ke punggung beliau. Saat bangkit, beliau meraih keduanya yang ada di belakang dengan lembut, lalu meletakkan keduanya secara perlahan. Saat kembali sujud, keduanya kembali naik ke punggung beliau. Seusai sholat, beliau meletakkan keduanya di pangkuan paha beliau. (HR Al Hakim).

9. Sekali2 bergurau.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, seorang sahabat bertanya kepada Muhammad SWA, “Wahai, Rasullullah! Apakah Engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Rasulullah SAW menjawab, “Benar. Hanya saja saya selalu berkata benar.” (HR Ahmad).

Rasulullah tidak melarang umat Islam untuk bersenda gurau. Namun beliau mengingatkan untuk tidak melontarkan lelucon bohong, dusta, atau merendahkan orang lain. Juga tidak berlebihan. Cukup hanya sebatas pelepas kesuntukan sesaat. Materinyapun  sarat dengan pelajaran dan ilmu pengetahuan.

“Celakalah bagi mereka yang berbicara, lalu berdusta supaya dengannya orang banyak yang tertawa. Celakalah baginya dan celakalah.” (HR Ahmad).

Rasulullah tidak pernah tertawa sampai terbahak-bahak. Tertawanya hanya sampai terlihat gigi taringnya saja. Beliau bahkan menganjurkan umatnya untuk lebih banyak menangis ketimbang tertawa. Seorang Muslim hendaknya lebih menyibukkan diri dengan muhasabah dan mengevaluasi dirinya.

Berikut gurauan Rasulullah:

-Dalam suatu riwayat, seorang wanita tua mendatangi Rasulullah SAW. Ia menanyakan perihal surga.

“Wanita tua tidak ada di surga,” sabda Rasulullah SAW.

Mendengar ucapan itu, si nenek pun menangis tersedu-sedu. Rasulullah SAW segera menghiburnya dan menjelaskan makna sabdanya tersebut itu. “Sesungguhnya ketika masa itu tiba, Anda bukanlah seorang wanita tua seperti sekarang.”

Rasulullah pun kemudian membacakan ayat, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.“ (QS al-Waaqi’ah [56]: 35-36).

Si nenek tuapun tersenyum bahagia.

Dari Muadz bin Jabal, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Penghuni surga kelak masuk ke dalamnya dalam keadaan tak berbulu, muda, dan bercelak mata, sekira usia 33 tahun.” (HR At-Tirmidzi).

– Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, bahwa suatu hari Rasulullah sedang makan kurma bersama sahabat Ali bin Abu Thalib dalam satu ruangan. Kebiasaan zaman dulu ketika makan kurma maka akan menaruh bijinya tidak jauh dari samping tempat duduknya.

Pada saat itu Rasulullah Saw memakan satu biji kurma dan meletakkan biji kurma tersebut di pinggir tidak jauh dari wadah kurma dekat dengan tempat duduknya. Sementara Ali memakan kurma dengan banyak sakali sehingga bijinya tak terhitung.

Lantas saja seketika itu muncul keisengan dan humor Ali. Ia menaruh biji-biji kurma bekas kurma yang dimakannya dipinggir samping dekat dengan Rasulullah. Sehingga di samping Ali tidak terlihat satu biji kurmapun.

Ali berkata kepada Rasulullah, “Ya Nabi, engkau memakan kurma banyak sekali. Lihatlah biji-biji kurma itu banyak ada di samping engkau. Sedang aku belum memakannya sama sekali.”

Sambi tersenyum nabi menjawab, “Wahai Ali,  kamulah yang telah memakan kurma lebih banyak dariku. Kamu makan kurma bersama biji-bijinya, sedangkan aku hanya memakan kurmanya saja.”

-Diriwayatkan Zayd bin Aslam sebagaimana dimuat Hadist Riwayat Abdari. Diceritakan suatu ketika seorang perempuan datang menghadap Nabi Muhammad SAW. Perempuan ini menyampaikan keinginan suaminya untuk mengundang Rasulullah. Perempuan ini mengaku suaminya sedang sakit.

Mendengar permintaan itu, Rasulullah tak langsung mengiyakan. “Siapa suamimu? Bukankah suamimu adalah orang yang di matanya terdapat warna putih?” tanya Nabi dengan nada gurauan.

Mendengar pernyataan Nabi, perempuan itu setengah terkaget. “Demi Allah, mata suamiku tidak ada warna putihnya!” tegas perempuan tersebut.

Nabi lantas menegaskan, “Sungguh di mata suamimu ada warna putihnya.”

Tanpa menyadari Rasulullah sedang bercanda, perempuan itu bersikeras menanggapi gurauan Nabi. Perempuan itu terus membela suaminya dengan mengatakan tidak ada warna putih di mata suaminya.

Sambil tersenyum Nabipun bersabda, “Tidak ada seorang pun yang di matanya tidak terdapat warna putih.” Dalam riwayat Ibnu Abi Rasulullah berkata “Bukankah di setiap mata terdapat warna putih?.”

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 28 Agustus 2022.

Vien M.

Read Full Post »

3. Lembut dan santun.

Dikisahkan, di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad. Dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.

Hari demi hari pengemis Yahudi itu mencela Rasulullah. Kejadian itu terus berlangsung di pojok Pasar Madinah. Sebagai Nabi yang diberi wahyu, Rasulullah tentu tahu apa yang dilakukan pengemis Yahudi buta itu.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu. Saat Rasulullah menyuapinya, si pengemis Yahudi itu tetap berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW menyuapi pengemis Yahudi itu hingga menjelang beliau wafat.

Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat Nabi, Abu Bakar RA berkunjung ke rumah putrinya Aisyah RA yang juga istri Rasulullah.

Beliau bertanya kepada putrinya, “Anakku, adakah sunnah kekasihku (Nabi Muhammad) yang belum aku kerjakan?”.

Aisyah menjawab ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abu Bakar.

“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “Siapakah kamu?“. Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa“.

“Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku, tangan ini tidak susah memegang dan mulut ini tidak susah untuk mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu dengan mulutnya. Setelah itu ia berikan padaku,” kata pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis sedih dan kemudian berkata, “ Benarkah demikian? “Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia”.

Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar.

4. Biasa Bermusyawarah dalam mengambil keputusan.

– Pada awal hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah ke Madinah di tahun 622 M, umat Islam belum mengenal apa yang kini dinamakan “adzan”. Ketika itu para sahabat berkumpul di masjid Nabawi di awal waktu tanpa adanya seruan khusus.

Hingga suatu hari di tahun ke 2 Hijriyah, Rasulullah saw meminta para sahabat agar memberikan masukan cara terbaik panggilan untuk shalat. Para sahabatpun berlomba memberikan usul dan pendapat. Ada yang mengusulkan meniup terompet, tetapi beliau membencinya karena itu tradisi Yahudi. Ada yang mengusulkan lonceng, tetapi beliau juga tidak menyukainya karena itu tradisi Nasrani.

Sementara itu seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bin Tsa`labah bin Abdi Rabbih, saudara Balharits bin Al-Khazraj, bermimpi tentang suatu seruan. Iapun segera mendatangi Rasulullah saw untuk menceritakan mimpinya itu. Maka iapun menceritakannya.

Selesai sahabat tersebut menceritakan hal tersebut, Rasulullah saw bersabda:

Sungguh ini adalah mimpi yang benar insya Allah, berdirilah engkau, ajarkan Bilal  bacaan tersebut agar dia mengumandangkannya karena suaranya lebih merdu darimu“.

Ketika Bilal ra mengumandangkan adzan tersebut, Umar bin Khattab ra segera keluar dan menuju Rasulullah saw. Sambil menarik sarungnya, ia berkata:

“Wahai Rasulullah, Demi yang mengutusmu dengan kebenaran! Sungguh aku telah bermimpi seperti yang ia ucapkan.

Rasulullah saw bersabda:

“Segala puji hanya bagi Allah, ini semakin kuat” (HR. Tirmidzi no.189).

– Pada tahun 5 Hijriyah terjadi perang yang dikenal dengan nama perang Khandaq ( Ahzab) atau perang Parit. Perang ini terjadi oleh karena adanya hasutan beberapa pemimpin Yahudi bani Nadhir kepada Quraisy Mekah agar mereka bersama-sama menyerang Madinah dan menghancurkan Islam.

Orang-orang Yahudi ini berusaha meyakinkan bahwa ajaran Quraisy lebih baik dari pada ajaran Islam yang sialnya dipercaya oleh tokoh-tokoh Quraisy yang memang merasa dirugikan dengan ajaran Islam. Orang-orang Yahudi tersebut juga membujuk suku Gathafan, bani Fuzarah dan bani Murrah untuk bersengkokol memusuhi Islam. Maka berangkatlah sepuluh ribu pasukan Ahzab yang berarti pasukan gabungan tersebut menuju Madinah.

Di Madinah begitu mendengar kabar bahwa Madinah akan diserang, Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat untuk membicarakan strategi apa yang akan digunakan menghadapi pasukan tersebut.

Salman Al-Farisi, seorang sahabat asal Persia, mengusulkan strategi yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab. Strategi tersebut adalah dengan menggali parit sekeliling Madinah untuk melindungi kota dari serangan musuh.

Rasulullah menerima usulan tersebut meski ada sejumlah sahabat, dengan berbagai dalih, meragukannya. Diantaranya Salman bukan asli orang Arab, ia baru memeluk Islam pada periode Madinah dll. Namun Rasulullah menerima usulan tersebut tentu bukan tanpa dasar dan perhitungan. Pasukan musuh ketika itu tidak hanya lebih banyak, yaitu 3x lebih jumlah pasukan Muslimin. Peralatan perang mereka juga lebih lengkap dan pasukannya lebih terlatih. Dengan demikian strategi defensive (bertahan) pasti lebih baik dari strategi offensif (menyerang). 

Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah”. (HR at-Tirmidzi).

Dan ternyata benar. Pasukan sekutu pimpinan Abu Sufyan tiba di Madinah dan langsung terkejut ketika melihat parit yang mengelilingi kota tersebut. Pasukan yang mengandalkan kavaleri (prajurit berkuda) tersebut tidak bisa berbuat banyak menghadapi parit di hadapan mereka.

Meski Madinah di kepung selama 27 hari pasukan musuh tidak bisa menembus parit Madinah. Kekalahan tokoh Quraisy, Amr bin Wadd yang konon setara dengan 100 orang, melawan Ali bin Abi Thalib ra, membuat patah semangat pasukan Quraisy. Akhirnya pasukan sekutu tersebut kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.

( Bersambung)

Read Full Post »

Bagi kaum Muslimin, dimanapun dan sampai kapanpun, tidak ada keteladanan yang lebih baik dan lebih tepat selain Rasulullah Muhammad saw. Nabiyullah yang selama hidupnya berjuang sekuat tenaga menyampaikan ajaran Islam berdasarkan Al-Quranul Karim,  hingga selamatlah kita dari kekafiran.   Apalagi Allah swt dengan secara jelas telah menyatakan ha tersebut melalui ayat-ayat berikut :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. ( QS. Al-Ahzab(33):21).

Dan sesungguhnya kamu ( Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. ( Terjemah QS. Al-Qalam (58):4-5).

Setidaknya ada 4 sifat Rasul yang wajib dijadikan keteladanan. Yaitu shidiq, amanah, tabligh dan fathonah.  

1. Siddiq (benar/jujur).

Siddiq yaitu jujur atau benar. Sifat sidiq ini tersirat dalam kehidupan sehari-hari beliau sebagai seorang pedagang pada masa sebelum kerasulan. Al-Qur’an Karim menegaskan berbohong adalah sifat mustahil yang dimiliki semua utusan-Nya. Berbekal sifat inilah penduduk Mekah mencintai beliau meski hanya sebatas manusia bukan sebagai utusan-Nya. Dan di kemudian hari sebagai keteladan bagi para sahabat sekaligus disegani para lawan.

2. Amanah (terpercaya/tidak khianat).

Sifat nabi Muhammad SAW yang kedua yang perlu kita tiru ialah sifat amanah. Amanah artinya dapat dipercaya. Nabi Muhammad memiliki julukan sebagai Al-Amin yang artinya dapat dipercaya. Penduduk Mekah memberikan julukan tersebut kepada Rasulullah jauh sebelum masa kerasulan. Melalui sifat tersebut terbangunlah kepercayaan yang kuat.

3. Tabligh(menyampaikan).

Selanjutnya adalah tabligh yang artinya adalah menyampaikan. Sifat tabligh dalam diri Nabi Muhammad SAW tercermin pada bagaimana beliau SAW menyampaikan firman Allah SWT kepada penduduk Quraisy, yang kemudian berlanjut ke seluruh jazirah Arab. Firman Allah SWT yang pada masa khalifah Umar bin Khattab kemudian dibukukan dalam kitab suci Al-Quranul itu kini telah tersebar ke seluruh pelosok dunia tanpa sedikitpun perubahan di dalamnya.  

4. Fathonah (cerdas).

Fathonah atau cerdas. Nabi Muhammad memiliki sifat fathonah maksudnya ialah seseorang yang dapat menggunakan kecerdasannya. Nabi Muhammad memaksimalkan kemampuan intelektualnya untuk melakukan berbagai urusan, mulai berdagang, berkomunikasi, berdakwah, berdiplomasi hingga berperang dsbnya.

Namun demikian ada beberapa sifat lain dari Rasulullah yang tak kalah penting dan menariknya. Berikut beberapa contohnya :

1. Tidak suka menyakiti hati.

– Suatu hari datang seorang lelaki miskin dari desa membawa semangkuk penuh buah anggur sebagai hadiah untuk Nabi Muhammad SAW.  Dengan penuh percaya diri dan suka cita ia berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah hadiah kecil ini dariku.”

Rasulullah tersenyum dan menerima pemberian tersebut. Dan sebagai penghargaan beliau langsung memakan anggur tersebut dihadapan si pemberi. Namun tak seperti biasanya, Rasulullah mengambil dan memakannya satu persatu hingga habis tuntas tanpa menawarkan kepada sahabat yang duduk bersamanya.

Setiap selesai memakan 1 buah anggur beliau selalu tersenyum sambil memandang si pemberi. Betapa senang dan bahagianya lelaki tersebut menyaksikan pemandangan tersebut. Ia merasa begitu tersanjung. Setelah puas melihat mangkuknya telah kosong iapun berpamitan pulang  dengan hati yang berbunga-bunga.

Giliran para sahabat yang penuh keheranan menyaksikan hal tersebut, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, tidak seperti biasa, anda tidak menawarkan kami (menyantap anggur) itu bersamamu. Ada apakah gerangan?”

Rasulullah SAW tersenyum penuh arti lalu berkata: “Tidakkah kalian lihat betapa bahagianya ia dengan mangkuk (anggur) itu? Ketahuilah ketika aku memakannya, anggur itu terasa asam. Maka aku khawatir apabila aku membaginya kepada kalian, maka kalian akan menampakkan reaksi sesuatu yang akan merusak kebahagiaannya”.

Para sahabat terdiam sambil mengangguk-anggukan kepala penuh rasa hormat.  

– Tidak dapat dipungkiri bahwa para sahabat dan semua istri Rasulullah saw mengetahui bahwa Rasulullah memiliki rasa cinta dan sayang yang lebih terhadap Aisyah ra daripada istri-istri yang lain diluar Khadijah ra. Namun demikian Rasulullah tidak suka memperlihatkannya secara terang-terangan.

Alkisah, suatu hari Aisyah yang memang masih sangat muda, ingin agar Rasulullah menyatakan kelebihan cinta tersebut di hadapan istri-istri beliau yang lain. Aisyah memohon agar Rasulullah mengumpulkan mereka semua dan mengatakan bahwa hanya dirinya yang menerima uang sebesar 1 dinar sebagai ungkapan rasa cinta yang lebih besar. Rasulullahpun mengabulkan permintaan tersebut.

Para Umirul Mukmininpun dikumpulkan. Kemudian Rasululullah meminta agar mereka yang pagi ini menerima pemberian uang 1 dinar dari Rasulullah mengacungkan jarinya. Maka dengan penuh rasa bangga Aisyah segera mengangkat tangannya.

Namun apa yang terjadi?

Ketika Aisyah menengok ke kiri dan ke kanan ternyata semua istri Rasulpun mengangkat jari tangannya sambil tersenyum simpul penuh arti!

2. Sabar.

– Suatu hari Rasulullah memutuskan untuk pergi ke Thoif, suatu kota kecil berhawa sejuk tidak jauh dari Mekkah tempat para pemuka Quraisy berlibur. Ini dilakukan Rasulullah dengan harapan dalam suasana sejuk mereka mau menerima dakwah Islam.

Tapi siapa nyana Rasulullah justru mendapat perlakuan kasar. Beliau dilempari batu hingga terpaksa harus berlari mencari tempat berlindung. Melihat itu malaikat gunungpun tak trima dan menawarkan bila Rasulullah mengizinkan ia akan menimpakan gunung yang ada di dekat mereka. Tentu dengan izin Allah swt.

Namun apa jawaban Rasul?

“Aku bahkan menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukannya  dengan sesuatupun”.

Sungguh benar apa yang dikatakan Aisyah,  “Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an”. (HR Ahmad).

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (Terjemah QS. Ali Imran(3):200).

( Bersambung)

Read Full Post »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung”.

Hadist diatas menunjukkan kecenderungan manusia dalam memilih pasangan hidup, yaitu karena kekayaan/harta, keturunan, kecantikan dan terakhir agamanya. Islam tidak menafikkan   kecenderungan tersebut. Akan tetapi memperingatkan tidak mendahulukan bahkan menomor belakangkan pilihan berdasarkan agama sudah pasti akan merugikan diri sendiri.

Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah). 

Agama yang dimaksud pada hadist di atas sudah barang tentu adalah Islam karena menikah dengan penganut selain Islam haram hukumnya sebagaimana ayat 221 surat Al-Baqarah berikut :

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.

Pernikahan adalah menyatukan seorang lelaki dan seorang perempuan dalam ikatan pernikahan, yang tidak jarang berbeda latar latar belakang, kebiasaan, budaya dan pendidikan, yang hampir dapat dipastikan memerlukan usaha untuk menyerasikannya agar di kemudian hari tidak timbul permasalahan. Bahkan sering kali bukan cuma yang bersangkutan tapi juga keluarga besar yang bersangkutan. Jadi tidak perlu lagi menambah permasalahan beda keyakinan dan agama.

Pernikahan dalam Islam adalah hal yang sangat sakral. Ia tidak sekedar menyatukan sepasang lelaki dan perempuan dalam sebuah ikatan. Lebih lagi menyatukannya dibawah kesaksian Tuhannya, yaitu Allah Aza wa Jala.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hati-hati terhadap perempuan. Kamu mengambilnya dengan amanat Allah dan menghalalkan untuk menggaulinya dengan kalimat Allah.

Dengan demkian jelas tujuan pernikahan adalah dunia dan akhirat. Tak salah bila doa yang ditujukan bagi sepasang pengantin Muslim adalah “Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah”. Inilah sebaik-baik doa. Doa ini berdasarkan ayat berikut,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram ( sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih (mawaddah)  dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”  (Terjemah QS. Ar-Rum(30):21).

Kata sakinah dari akar kata sakakan – yaskunu, memiliki arti kedamaian, ketenangan, ketentraman, dan keamanan. Bisa juga diartikan dengan kata senang berdasarkan ayat berikut,

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang (sakina) kepadanya.” (Terjemah QS. Al-A’raf(7):189).

Sedangkan mawaddah yang berasal dari kata wadda -yawaddu, diartikan sebagai rasa sayang atau cinta yang membara/ menggebu. Adanya hasrat dan nafsu yang merupakan kodrat manusia ini ketika dibingkai indah dalam sebuah ikatan pernikahan akan melahirkan energi positif. Energi dasyat yang sangat penting dalam perjalanan panjang pernikahan.

Suami maupun istri sebaiknya dapat saling menyenangkan dan memuaskan pasangannya hingga tercipta rasa saling memiliki dan menyayangi. Ikatan yang demikian inilah yang dapat menambah kuatnya ikatan dan keharmonisan rumah tangga. Baik antar suami dan istri maupun dengan anak-anak yang merupakan titipan dari-Nya.

Patut diingat salah satu perintah Islam untuk menikah adalah demi perkembang-biakkan manusia di muka bumi ini. Ucapan ijab kabul  “Saya nikahkan dan saya kawinkan” yang lazim diucapkan wali calon pengantin perempuan dan dijawab “Saya terima nikah dan kawinnya” oleh calon pengantin lelaki dalam suatu upacara pernikahan (akad nikah) menegaskan hal tersebut.  

Itu pula sebabnya Allah swt melaknat hubungan sesama jenis yang sangat berbahaya bagi  perkembang-biakan manusia.

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”. ( Terjemah QS. A-Araf(7):81).  

Sementara kata rahmah dari akar kata rahima – yarhamu, diartikan sebagai kasih, ampunan, rahmat, rezeki, dan karunia dari Allah SWT. Sebuah keluarga yang penuh rahmah akan saling memahami dan saling perhatian. Rahmah tidak akan terwujud jika pasangan saling menyakiti satu sama lain.

Dengan demikian doa sakinah, mawaddah wa rahmah dapat diartikan “Semoga menjadi keluarga yang tenang, tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang dibawah lindungan Allah SWT”. Atau singkatnya ” Semoga menjadi keluarga bahagia di dunia maupun di akhirat”.

Namun doa juga harus dibarengi usaha. Antara lain suami sebagai kepala keluarga, agar bekerja maksimal mencari nafkah yang baik dan halal. Sekaligus sebagai imam, nakhoda dalam shalat maupun kehidupan sehari-hari, agar dapat membimbing dan mencontohkan kesholehan kepada istri dan anak-anaknya. Demikian juga istri dan anak yang mempunyai kewajiban dan hak masing-masing.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang sholehah, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). … … ”. (Terjemah QS. An-Nisa(4):34)

Akhir kata, keluarga adalah satuan terkecil masyarakat. Maka ketika keluarga yang baik (sakinah mawaddah wa rahmah) terbentuk akan terbentuk pula bangsa/masyarakat baik. Dan bila keluarga tidak baik, maka akan lahir pula bangsa/masyarakat yang tidak baik.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 13 Juni 2022.

Vien AM.

Read Full Post »

Sejak beberapa tahun terakhir ini banyak pesantren yang menjadikan panahan sebagai salah satu kegiatan mereka.  Kegiatan olah raga yang masuk dalam kategori atletik ini ternyata tidak hanya diminati para santriwan santriwati namun juga para ibu jamaah MT (Majlis Taklim). Dengan penuh semangat para ibu tersebut mencoba mempraktekkan apa yang dicontohkan sang coach panahan yang tak jarang adalah seorang ustadz. Demikian pula kami, MT Raudhatul Jannah beberapa waktu lalu di lokasi panahan Emaki Al-Ma’soem Resort Lembang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikirullah padanya maka itu adalah kesia-siaan dan main-main kecuali empat perkara: yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasai no.8890). Al-Albani menyatakan bahwa hadits itu shahih (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no.4534).

Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, serta memanah,” (HR Bukhari/Muslim). Rasullullah SAW bersabda, ”Lemparkanlah (panah) serta tunggangilah (kuda). ” (HR Muslim)

Hadist di atas itulah yang rupanya yang menjadi penyebab berlombanya kaum Muslimin menjajal olah raga yang melibatkan 3 unsur itu. Yaitu busur yang berfungsi sebagai pelontar, anak panah sebagai pelurunya, dan papan sasaran sebagai tujuan.

Kegiatan memanah sebagai bagian dari kegiatan sehar-hari sudah dikenal sejak awal peradaban manusia. Yaitu sebagai cara untuk melindungi diri dari bahaya binatang buas, selain sebagai perburuan hewan untuk dimakan. Juga dalam peperangan melawan musuh dan pertahanan diri. Namun sebagai sebuah olahraga, panahan ternyata memiliki filosofi yang cukup mendalam, ia tidak hanya dapat membuat tubuh kita bugar, namun juga sarat dengan makna. Simak kisah berikut :

Pada suatu senja yang kelabu, terlihatlah rombongan raja yang baru pulang dari berburu di hutan. Hari itu adalah hari tersial bagi mereka, karena mereka sama sekali tidak membawa hasil buruan. Seolah-olah anak panah dan busur, tidak bisa dikendalikan dengan baik seperti biasanya. Setibanya dipinggir hutan, raja memutuskan untuk beristirahat sejenak di rumah sederhana milik seorang pemburu yang terkenal karena kehebatannya memanah.

Dengan tergopoh-gopoh, pemburu itu menyambut kedatangan raja beserta rombongannya. Ketika berbasa-basi, san pemburu memperhatikan air muka raja yang nampak jengkel dan tidak bahagia. Pemburu itupun lalu menanyakan alasan kejengkelan dan ketidakbahagiaan itu. Tetapi raja malah beranjak pergi tanpa menjawab pertanyaan pemburu trsebut, dan menghampiri sebuah busur tanpa tali yang tergeletak di sudut ruangan. Raja pun mempertanyakan busur yang dilihatnya tanpa tali itu kepada pemburu.

Menjawab pertanyaan raja, pemburupun menjelaskan alasan mengapa tali busurnya sengaja dilepas. Menurut pemburu itu, busur membutuhkan waktu untuk beristirahat. Jadi ketika talinya dipasang kembali, busur itu tetap lentur untuk melontar anak panahnya. Karena menurut pengalaman, tali busur yang terus tegang tidak bisa dipergunakan secara optimal. Raja memuji pengetahuan pemburu yang ahli memanah itu. Dan memang itu yang diajarkan secara turun temurun di keluarga pemburu itu.

Pemburu itu lalu menambahkan bahwa pelajaran lain yang tidak kalah penting yang dilakukan adalah menjaga pikiran. Karena sehebat apapun kita, jika pikiran kita tidak fokus, perasaan kita tidak seirama dengan tangan, anak panah dan busur, maka hasilnya juga tidak akan maksimal untuk mencapai sasaran buruan yang kita inginkan.

Raja terkesima mendengar penjelasan itu. Sedetik kemudian raja pun tertawa dan berterima kasih kepada sng pemburu atas pelajaran berharga yang diberikan. Setelah cukup beristirahat, raja dan rombonganpun pulang setelah dengan perasaan gembira sambil meyakinkan diri bahwa perburuan berikutnya pasti akan berhasil lebih baik.

Kisah di atas menggambarkan dengan jelas bahwa kegiatan memanah perlu persiapan yang matang. Diantaranya emosi dan pikiran yang tenang. Sehebat apapun seorang pemanah bila ia tidak dapat menjaga emosi dan pikiran besar kemungkinan akan gagal mengenai sasaran.

Diperlukan proses panjang untuk menuju keberhasilan. Diawali dengan pemilihan busur yang sesuai dengan kondisi dan keadaan si pemanah, dilanjutkan dengan cara berdiri tegak dengan kuda- kuda yang kokoh, tangan yang kuat dan stabil untuk mengangkat busur ( membidik) lalu menarik anak panahnya kuat-kuat. Terakhir adalah konsentrasi yang tinggi sambil memperhitungkan kekuatan dan arah angin, sebelum akhirnya melepasnya.

Dalam Islam hal tersebut bisa di artikan membidik adalah niat, menarik adalah usaha/ikhtiar dan melepaskannya adalah tawakkal. Seperti juga dalam kehidupan sehari-hari, begitu anak panah dilepaskan kita hanya bisa pasrah, menanti apakah hasil bidikan kita tepat mengenai sasaran atau tidak.  Kita sebagai manusia hanya diperintahkan-Nya untuk berusaha secara maksimal, Allah swt lah yang menentukan hasilnya.   Yang juga tak kalah penting, yaitu cadangan anak panah yang menjadi bagian wajib peralatan memanah. Ini diartikan sebagai plan B, C, D dan seterusnya. Yaitu ketika target A tidak terpenuhi maka kita harus bersabar, tidak boleh putus asa, dan melanjutkannya dengan anak panah berikutnya.

Tak salah bila ternyata dalam bidang managementpun tidak sedikit perusahaan yang menerapkan filosofi memanah untuk membentuk SDM ( Sumber Daya Manusia) mereka. Tahapan-tahapan memanah terbukti dapat melahirkan manusia-manusia yang berkwalitas.

Sejarah mencatat bagaimana karier seorang Sa’ad bin Waqqash ra, sahabat yang dikenal kepiawaiannya dalam memanah. Konon Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda namun tepat sasaran. Sa’ad adalah satu dari 10 sahabat yang disebutkan Rasulullah saw masuk surga. Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun.

Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman nabi dari garis ibu yaitu Aminah binti Wahab. Kakek Sa’ad, yakni Wuhaib merupakan paman dari Aminah. Namun usianya jauh lebih muda dari Rasulullah. Ia lahir dari keluarga bangsawan Quraisy kaya raya yang sejak muda belia sudah hobby memanah. Selain dikenal sebagai pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas ia juga dikenal sangat menyayangi, menghormati sekaligus patuh pada ibunya. Sesuatu yang sangat sesuai dengan ajaran Islam.

Pada usia 17 tahun ia memutuskan memeluk Islam namun ibunya berusaha keras menghalanginya. Selama beberapa hari sang ibu mogok makan dan minum dengan harapan putranya itu mau kembali ke agama nenek moyang mereka. Sa’adpun menjawab tegas bahwa meski ia sangat menyayanginya namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.

“Wahai ibu, demi Allah seandainya engkau mempunyai seribu nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah meninggalkan agama ini selamanya,”

Menyadari keteguhan hati putranya sang ibu akhirnya menyerah. Kisah tersebut Allah swt abadikan pada ayat 15 surah Luqman berikut :

“Dan, jika keduanya memaksa untuk mempersatukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Rasulullah saw sangat menyayangi Sa’ad hingga suatu hari pernah memohon kepada Allah swt agar selalu mengabulkan apapun permintaan Sa’ad. Rasulullah juga pernah menyemangati Sa’ad yang senantiasa setia berperang melawan musuh-musuh Islam agar terus memanah dengan tebusan ke dua orang-tuanya. Sesuatu yang tidak pernah dikatakan Rasullah kecuali kepada Sa’ad. Namun bagi bangsa Arab adalah sesuatu yang biasa dikatakan sebagai tanda kehormatan.

“Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud,

Di kemudian hari Sa’ad kerap memperkenalkan dirinya dengan mengatakan “Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.”   

Sa’ad pernah menjabat sebagai penglima perang bersama Khalid bin Walid ra dalam penaklukan Persia dan membebaskan ibu kotanya, Kisra. Ia juga pernah menjadi amir (gubernur) d Kufah Persia. Khalifah Ustman bin Affan ra pada 651 H bahkan mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka. Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang.

Abdullah bin Amr bin ‘Ash pernah mendekati Sa’ad dan memintanya agar mau menunjukkan ibadah dan amalan apa yang ia lakukan dalam mendekatkan diri kepada Allah sehingga Rasulullah menjaminnya menjadi penghuni surga.

Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapa pun,” jelas Sa’ad.

Kesuksesan Sa’ad bin Waqqash di dunia maupun di akhirat, tersebut tak syak lagi pasti ada pengaruh dari hobbynya memanah sejak muda belia. Hobby yang mampu mengajarkannya bahwa hidup ini harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Karakternya yang pandai menjaga emosi, berpikir dengan tenang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Dan dengan kekuatan fisiknya ia mampu berjuang gigih membela ajarannya. Ditambah dengan akal yang selalu diasah mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya.      

Sungguh benar apa yang dikatakan Rasululah “ Ajarilah anak-anakmu memanah”, karena banyak sekali hikmah yang didapat dari kegiatan ini. Semoga tanpa perlu menunggu terlalu lama akan lahir Sa’ad-Sa’ad yang mampu mengembalikan kejayaan Islam seperti di masa lalu, aamiin yaa robbal ‘alamiin.

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 25 November 2021.

Vien AM.  

Read Full Post »

Adalah hal yang wajar bahwa setiap orang pasti mempunyai masalah, terlepas masalah berat atau ringan, dan pasti pernah berbuat kesalahan. Bahkan para nabi sekalipun mengalaminya. Namun tidak seperti umumnya manusia biasa, para nabi segera menyadari kesalahan mereka yang pada hitungan manusia biasa tidak seberapa, dan segera bertaubat.

Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmidzi 2499, Shahih at-Targhib 3139).

Berikut adalah kisah nabi Yunus alayhissalam yang diabadikan dalam Al-Quran dan doa taubat dalam ayat 87 surat Al-Anbiya yang amat masyur karena sering dijadikan pegangan kaum Muslimin yang sedang mengalami masalah dan kesulitan.   

“Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa dalam perut ikan paus adalah: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam suatu masalah melainkan Allah kabulkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 3505. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Nabi Yunus bin Mata adalah seorang utusan yang diperintahkan Allah swt untuk menyebarkan agama-Nya kepada penduduk kota Niniwa yang berada di daerah Mosul, Irak. Al-Quran memang tidak secara jelas menyebutkan tempat nabi Yunus diutus. Namun sejumlah ulama menyimpulkan, berdasarkan keterangan ayat 139-140 surah As-Shaafaat, negeri yang berdekatan dengan pantai ( menuju kapal) tersebut adalah kota Niniwa, Mosul di Irak.

“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, ingatlah ketika dia lari ke kapal yang penuh muatan.”

Pada Desember 2017 para arkeolog yang berhasil menemukan sejumlah prasasti di sekitar makam nabi Yunus di Mosul antara tahun 1987 dan 1992 mempublikasikan hasil studi mereka. Mereka menyebutkan bahwa nabi Yunus pernah hidup pada masa raja Esarhaddon di kota Niniwa yang merupakan ibukota Kerajaan Assyria. Raja Esarhaddon disebutkan sebagai seorang yang dihormati meski sangat kejam. Prasasti-prasasti itu diperkirakan telah berusia 2700 tahun.

Sementara itu, Sami bin Abdullah Al-Maghluts, dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya; wa al-Rasul, disebutkan bahwa Niniwa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut merupakan kota terbesar dan terkaya pada masa itu. Ketika itu penduduk Niniwa adalah kaum penyembah patung dan berhala. Mereka belum mengenal Allah Azza wa Jala.

Dalam keadaan seperti itulah Nabi Yunus datang, setelah sebelumnya  menempuh perjalanan jauh dari negri Syam melewati gurun pasir yang panas dan gersang. Namun sebagaimana nabi lain, ajakan nabi Yunus ditolak, kecuali dua orang yang masih bersih hatinya, yaitu Rubil dan Tanuh. Selama bertahun-tahun dakwah beliau tidak mendapat kemajuan. Mereka bahkan menganggap utusan Allah tersebut sebagai orang gila.   

Hingga akhirnya dengan perasaan marah, sedih dan kecewa, nabi Yunus memutuskan pergi meninggalkan kaum Niniwa bersama kedua pengikutnya. Sepanjang perjalanan, nabi Yunus terus berdoa memohon agar Allah swt berkenan memberi peringatan kaumnya.

Dan (ingatlah kisah) Dzan Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, … … … “. ( Terjemah QS. Al-Anbiya(21):87).

“Dza Nun”, bisa diartikan sebagai tuannya paus atau manusia paus, dan merujuk kepada nabi Yunus alayhissalam. Kata “Nun” juga dapat berarti paus atau sebuah kapal atau ikan yang besar.

Tak lama, badai petir dan angin kencang pun datang. Disusul dengan gempa besar yang memporak-porandakan sawah-ladang, peternakan, dan rumah-rumah kaum Niniwa, membuat penduduk tiba-tiba teringat apa yang pernah disampaikan nabi Yunus as. Mereka segera insyaf dan segera mencari nabi Yunus untuk bertaubat dan meminta maaf.

Sayang mereka tidak berhasil menemukannya. Ketika itu nabi Yunus telah berada di dermaga dan bersiap menaiki kapal. Nabi Yunus tidak mengetahui bahwa doanya agar Allah swt memberi peringatan kaumnya telah dikabulkan-Nya, dan bahwa mereka telah bertobat, bahkan sedang mencarinya.

Sebaliknya Sang Khalik justru malah menuntun nabi Yunus menuju kapal yang telah penuh muatan. Padahal di pelabuhan tersebut terdapat kapal lain yang lebih lowong. Ironisnya, sang nakhoda baru menyadari bahwa kapal kelebihan beban ketika kapalnya sudah berlabuh. Hingga diputuskan bahwa harus ada yang rela keluar dari kapal. Maka dibuatlah undian. Nahasnya, setelah diundi hingga 3x nama nabi Yunuslah yang terus muncul. Nabi Yunuspun segera menyadari bahwa Tuhannya telah menghukumnya.   

Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela”. (Terjemah QS. Ash-Shaffat(37):139-142).

Nabi Yunus segera bertobat dan mengakui kesalahannya yaitu kurang bersabar dalam menghadapi kaumnya bahkan pergi meninggalkan mereka, dalam keadaan marah pula. Tampak bahwa syaitan telah menyesatkannya, lupa bahwa hidayah adalah milik Allah, tugas para Rasul hanyalah mnyampaikan risalah-Nya.

“Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Terjemah QS. Al-Baqarah(2): 213) dan Allah berfirman yang artinya “Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (Terjemah QS. Az-zumar(39):23).

Maka tidak ada pilihan lain bagi nabi Yunus selain menceburkan dirinya ke dalam lautan yang sangat dalam. Dan begitu nabi Yunus masuk ke laut seekor ikan Paus raksasa langsung menyambut dan menelannya bulat-bulat. Dan atas kuasa-Nya jua,  nabiyullah ini tetap hidup. Di dalam kegelapan perut paus nabi Yunus terus berdoa memohon ampunan Allah swt.

Dan (ingatlah kisah) Dzan Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” ( Terjemah QS. Al-Anbiya(21):87).

Empat puluh hari lamanya Allah Azza wa Jala menguji nabi Yunus dalam keadaan demikian. Selama itu pula nabi Yunus tidak pernah sedikitpun bosan memohon ampunan dan mengakui dosa dan kesalahannnya, berdzikir dan beristighfar. Hingga akhirnya Allah swt pun menerima tobatnya.

Maka Allah ilhamkan ikan Paus tersebut agar memuntahkan nabi Yunus dari perutnya. Lalu melemparkannya ke sebuah daratan dimana sebatang pohon jenis labu telah Allah siapkan untuknya. Dengan bantuan buah tersebut nabi Yunus berangsur sembuh dari sakit yang di deritanya selama puluhan hari dalam perut Paus.

Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.Dan Kami tumbuhkan untuknya sebatang pohon dari jenis labu.”.( Terjemah QS. Ash-Shaffat(37):143-146).

Selanjutnya Allah swt mengabarkan bahwa kaum Niniwa telah bertobat dan siap menanti kembalinya nabi Yunus untuk menyampaikan ajaran-Nya.

Maka Kami telah memperkenankan do`anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman”. ( Terjemah QS. Al-Anbiya(21):88).

Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu. .”.( Terjemah QS. Ash-Shaffat(37):147-148).

Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” ( Terjemah QS. Yunus (10): 98).

Kisah Nabi Yunus ini memberikan pelajaran kepada kita akan betapa pentingnya makna sabar dalam pandangan Allah swt. Allah swt melalui surat Al-Qalam ayat 48 mengingatkan agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukan nabi Yunus di masa lalu.

Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada di dalam perut ikan besar(nabi Yunus).”

Nabi Yunus memang pernah menyerah bahkan marah dan meninggakan tugas karena kecewa penduduk Ninawa tidak mau menerima ajakannya. Namun cepat menyadari kesalahannya dan segera bertobat. Meski demikian tobat perlu pembuktian. Allah swt memberi waktu 40 hari untuk melihat keseriusan tobat nabi Yunus. Dan nabi Yunus berhasil membuktikannya dengan baik. 

Doa nabi Yunus patut dijadikan contoh dalam berdoa, karena meliputi 4 hal penting, yaitu pengakuan tauhid, pengakuan kesalahan/kekurangan diri, permohonan ampun (istighfar) tidak akan mengulang kesalahan serta bersabar menerima pengampunan-Nya. Itulah Tauban Nasuha, taubat sebenar-benar tobat, bukan tobat yang hanya di mulut saja.

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (Terjemah QS. At-Tahrim: 8)

Ibnu Katsir menerangkan mengenai taubat yang tulus sebagaimana diutarakan oleh para ulama, “Taubat yang tulus yaitu dengan menghindari dosa untuk saat ini, menyesali dosa yang telah lalu, bertekad tidak mengulangi dosa itu lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya atau mengembalikannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 323).

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 22 April 2021.

Vien AM.

Read Full Post »

Older Posts »