“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,”.
Ayat 7 surat Al-Insyirah di atas adalah perintah Allah swt untuk beraktifas, bekerja, berkegiatan dari satu aktifitas/kegiatan ke aktifitas/kegiatan lainnya, secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
Umar bin al-Khatthab berkata: “Sungguh aku membenci melihat salah seorang dari kalian semua sebagai orang yang menganggur; tidak beraktivitas dalam kegiatan duniawi maupun kegiatan ukhrawi”.
Ali bin Abi Thalhah berkata: “Jika kamu dalam keadaan sehat, jadikan waktu luangmu untuk berlelah-lelahan dalam beribadah”.
Yang kemudian di lanjutkan pada ayat 8, adapun hasilnya adalah milik Allah azza wa Jala, maka mintalah kepada-Nya agar hasilnya baik.
“dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
Syekh Nawawi menafsirkan ayat 8 di atas dengan makna: “Kepada Tuhanmu ajukan kebutuhan-kebutuhanmu; jadikan harapanmu hanya kepada Allah; dan jangan meminta kecuali kemurahan-Nya dengan bertawakal atau berpasrah diri kepada-Nya”.
Bekerja dan beraktifitas, apapun jenis dan perkerjaan/aktifitas sebenarnya adalah kodrat manusia. Manusia yang hanya berdiam diri di dalam rumah tanpa sedikitpun aktifitas selama beberapa waktu selain dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan juga berpotensi menimbulkan stress bathin. Diantaranya yaitu tulang kropos karena kekurangan sinar matahari dan otot yang lemah karena tidak terlatih.
Ahli fisiologi Keith Baar mengatakan, butuh waktu berbulan-bulan untuk membangun kekuatan otot, tetapi hanya membutuhkan waktu satu minggu untuk menghilangkan kekuatan otot. Belum lagi jantung dan paru-paru yang melemah. Ahli paru-paru Panagis Galiatsatos mengatakan, fungsi pernapasan akan memburuk jika tidak melakukan aktivitas fisik.
Namun demikian Islam mengajarkan agar bekerja dan beraktifitas dilandaskan atas niat untuk mencari ridho Allah swt. Jadi tidak sekedar bekerja dan bekerja. Menjadi catatan penting, bekerja dan beraktifitas yang dimaksud tersebut termasuk juga dalam hal ibadah.
Bekerja diawali dengan niat yang benar dan doa agar Allah swt mudahkan, dilanjutkan dengan bekerja secara sungguh-sungguh lalu ditutup lagi dengan doa. Inilah yang dinamakan ikhtiar. Dan yang terakhir adalah bertawakal, yaitu pasrah kepada Allah swt atas hasilnya.
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Terjemah QS. Al-Mukmin/Ghofir (40):60).
Ikhtiar secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang artinya memilih. Sedangkan secara istilah ikhtiar adalah usaha sungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Derngan kata lain orang yang berikhtiar adalah orang yang memilih suatu pekerjaan kemudian dia melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu yang berlaku dalam bidang yang diusahakan, dengan disertai doa kepada Allah agar usahanya itu berhasil.
Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan, apapun konsekuensinya.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Taqwa adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah seseorang dikatakan mendekatkan diri pada Allah selain dengan menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah”.
Itu sebabnya ikhtiar memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah swt. Malaikat mencatat dan Sang Khalik yang akan membalasnya dengan timbangan amal baik yang berat, yaitu mengampuni bahkan menghapus segala dosa dan melipat gandakan pahala.
“Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu; dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya”. (Terjemah QS. Ath-Thalaq(65):5).
Uniknya ikhtiar tidak selalu berbanding lurus dengan hasil yang dicapai seseorang. Hasil adalah mutlak milik Allah swt. Itu sebabnya kita diperintahkan untuk tawakal. Tidak perlu kita terlalu risau dengan hasil usaha kita. Bisa jadi Allah swt tidak mengabulkan doa dan usaha kita sesuai keinginan kita. Tapi yakinlah bahwa Ia pasti akan menggantinya dengan yang sesuai kita butuhkan, bukan yang kita inginkan, dengan cara atau jalan yang kita tidak pernah pikirkan maupun bayangkan..
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu“. (Terjemah QS. Ath-Thalaq(65):3).
Sebaliknya sebagai seorang Muslim yang baik, jangan pernah kita terkecoh ketika melihat ada orang yang sukses dalam hidupnya, baik melalui usaha yang gigih maupun tidak. Kesuksesan maupun kegagalan keduanya adalah ujian dan cobaan dari Allah swt yang harus dipertanggung-jawabkan.
Bisa jadi hasilnya sesuai keinginan, yang berarti adalah bonus di dunia yang tetap saja akan dimintai pertanggung-jawaban, apakah ia bersyukur atau tidak. Bersyukur tidak hanya di bibir tapi juga dengan prilaku. Syukur atas harta yang berlimpah adalah dengan memperbesar zakat infak sedekah, syukur atas sehat adalah dengan menambah amal ibadah, syukur atas jabatan adalah menjaga amanah, dll.
Wallahu ‘alam bi shawwab.
Jakarta, 6 Juli 2023.
Vien AM.
Leave a comment