Feeds:
Posts
Comments

Archive for August, 2023

Thalhah bin Ubaidillah ra adalah 1 dari 10 sahabat  yang disebut Rasulullah saw sebagai calon penghuni surga sebagaimana hadist berikut,

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarrah masuk surga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Thalhah bersama ke 9 sahabat yang dijamin masuk surga tersebut di atas, dan sejumlah sahabat lain juga termasuk dalam golongan As-Sabiqunal Al-Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Bahkan masuk dalam 8 orang pertama yang memeluk Islam. Melalui ayat 100 surat At-Taubah Allah swt secara gamblang menyebutkan bahwa Allah swt menyediakan surga bagi mereka. 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

Masuk islamnya Thalhah.

Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy dengan nasab Thalhah bin Ubaidillah bin Ustman bin Amru bin Ka’ab hingga sampai pada Ka’ab bin Lu’ai yang merupakan leluhur Rasulullah saw. Kisah keislaman Thalhah yang ketika itu baru berusia 15 tahun dimulai ketika ia sebagai seorang pedagang  muda pergi ke Syam bersama rombongan kafilah dagangnya. Di kota Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Ia melihat seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”.

Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.

“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.

“Ahmad siapa?”, tanya Thalhah keheranan.

Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda”, sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,”Ada peristiwa apa sepeninggalku?”. “Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.

Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah.

Segera Thalhah mencari Abu Bakar As Siddiq. “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” “Betul.” Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakarpun mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah menceritakan pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu ia mengajak Thalhah untuk segera menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Masuk Islamnya Thalhah di lingkungan keluarganya bagai petir di siang hari bolong. Mereka terutama sang ibu  tidak mengira putranya yang dikenal santun tersebut secepat itu mengakui Muhammad sebagai seorang rasul bahkan langsung mengikutinya. Ibu dan seluruh keluarga besar beserta seluruh anggota  sukunya berusaha mengeluarkan Thahlah dari Islam.

Mulanya mereka bertindak dengan cara halus. Namun karena Thalhah tak sedikitpun goyah merekapun bertindak kasar. Mereka menyiksanya dengan berbagai cara. Dengan tangan terbelenggu di leher, Thalhah digiring, dan disepanjang jalan orang-orang mendorong, memecut dan memukuli kepalanya. Tak terkecuali ibunya yang sudah tua, terus berteriak mencaci makinya. Tentu saja Thalhah sangat sedih dan kecewa namun ia tetap bertahan. Walau akhirnya dalam waktu yang tak terlalu jauh, sang ibu dan saudara-saudaranya juga memeluk Islam.

Suatu hari pernah seorang lelaki Quraisy menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah. Kemudian mengikat keduanya menjadi satu dan seorang algojo mengeksekusi keduanya hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa menyedihkan ini di kemudian hari menjadikan keduanya digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.

Keteguhan iman dan keberanian Thalhah.

Selain itu berkat keteguhan dan perjuangannya dalam menegakkan Islam Thalhah yang gagah berani mendapat banyak gelar, diantaranya yaitu Assyahidul Hayy yang artinya syahid yang hidup. Gelar kehormatan tersebut didapat pemuda berbadan tegap dan kekar tersebut berkat perjuangan dalam perang Uhud. Ketika itu ia bersama sejumlah sahabat berusaha mati-matian melindungi Rasulullah dari kepungan musuh yang penuh rasa dendam ingin melumat Rasulullah dan tentara Muslimin karena  kekalahan musuh pada perang sebelumnya, yaitu perang Badar. 

Perang yang terjadi pada tahun ke 3H itu nyaris dimenangkan pasukan Islam. Padahal jumlah tentara musuh jauh lebih besar ( 3000 personil) dibanding pasukan Muslim yang hanya 700 orang. Sayang kemudian berbalik akibat kelalaian 43 dari 50 pemanah yang bertugas melindungi kaum Muslimin di atas bukit tergiur oleh harta milik musuh yang tercecer di hadapan mereka. Padahal berkali-kali Rasulullah mengingatkan mereka untuk tetap berjaga pada tempatnya apapun yang terjadi.

Pasukan Quraisy dibawah panglima Khalid bin Walid yang ketika itu belum memeluk Islam berhasil menyerang balik dari arah belakang pasukan panah yang sibuk memunguti harta musuh. Keadaan menjadi kacau balau hingga membahayakan posisi Rasulullah yang berada di atas bukit. Para sahabat segera berusaha menyelamatkan Rasulullah. Akan tetapi sangat sulit bagi para sahabat untuk berkumpul di satu posisi.  Akhirnya mereka terpaksa berpencaran.

Dalam keadaan genting, Thalhah yang berada paling dekat dengan Rasulullah melihat Rasulullah bersimbah darah. Dua mata besi menancap pada pipi Rasulullah hingga mematahkan gigi dan merobek bibir bawah dan kening Rasulullah. Thalhah segera melompat ke arah Rasul. Dipeluknya Rasulullah  dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengepungnya dari segala arah.

Akhirnya Rasulullah dapat diselamatkan dari amukan musuh. Thalhah memapahnya ke tempat yang aman dan bersembunyi di atas bukit Uhud. Tapi tak urung lebih dari tujuh puluh tikaman pedang dan panah melukai Thalhah, dan satu jari tangannya putus. Karena inilah, ia mendapat gelar Asy-Syahidu Hayyu atau seorang syahid yang hidup akibat banyak yang mengira bahwa Thalhah telah syahid, namun ternyata masih hidup.

Sementara di medan pertempuran pasukan Muslim bertempur mati-matian. Saking kacaunya, ada pasukan muslim yang membunuh muslim lainnya. Hal itu lantaran terjadi penyerangan dari depan dan belakang. Pada saat itu terlihat Mushab bin Umair yang mempunyai perawakan dan wajah mirip Rasulullah terbunuh dengan bendera perang d tangan.

Rupanya begitulah cara Allah swt menyelamatkan pasukan Muslimin. Yaitu dengan dimasukkannya persangkaan ke hati pasukan Musyirik bahwa Rasulullah telah tewas hingga merekapun kegirangan dan pulang meninggalkan medan perang.

Sementara itu di atas bukit, dalam keadaan luka parah Thalhah terus menciumi tangan, tubuh dan kaki Rasulullah seraya berkata, “Aku tebus engkau Ya Rasulullah saw dengan ayah ibuku.” Nabi SAW tersenyum dan berkata, ” Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh.” Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga.

Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan selain Assyahidul Hayy, juga “Burung elang hari Uhud” dan “Sang Perisai Rasulullah”. Terlihat jelas betapa tinggi keimanan, keikhlasan, pengorbanan serta  dan kecintaan Thalahah pada Islam dan Rasulnya.  Thalhah tercatat merupakan salah seorang sahabat yang selalu ikut berperang bersama Rasulullah. Kecuali dalam Perang Badar karena Rasulullah menugaskannya bersama Sa’id bin Zaid menuju Syam.

Kedermawanan Thalhah.

Selain dikarunia Allah swt kekuatan dan badan yang kekar, wajah yang tampan menyerupai Rasulullah, Allah swt juga menganugerahi Thalhah kemampuan berdagang yang mumpuni. Kekayaan Thalhah tidak kalah dengan Abdurahman bin Auf yang dikenal kaya raya.  Sama dengan Abdurrahman, Thalhah dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan hingga dijuluki  Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) serta Thalhah Al-Fayyadh atau Thalhah yang dermawan. Gelar ini diberikan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu contohnya adalah ketika suatu hari ia membawa keuntungan dagang yang sangat besar yaitu 700 ribu dirham (setara dengan Rp 35 milyar sekarang). Malamnya bukannya tidur nyenyak seperti kebanyakan orang, Thalhah justru merasa tidak tenang dan gelisah. Melihat hal itu, istri Thalhah pun bingung dan menanyakan apa gerangan yang terjadi hingga kemudian bertanya, “Mengapa begitu gelisah, apakah aku melakukan suatu kesalahan?”

Thalhah menjawab, “Engkau tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja terdapat sesuatu yang mengganggu pikiranku. Pikiran yang tidak tenang sebagai hamba karena ada harta yang tertumpuk di rumahnya.”

Istri Thalhahpun menjawab, “Mengapa sampai risau begitu, bukankah masih banyak yang membutuhkan pertolongan melaluimu?” Dia melanjutkan, “Bagikanlah saja uang tersebut esok hari pada orang-orang yang membutuhkan.”

Thalhah begitu bahagia mendapati jawaban penuh bijak dari istrinya itu. Dia berkata, “Semoga Allah selalu merahmatimu. Sungguh, kau adalah wanita yang mendapatkan taufik Allah.

Esoknya Thalhah membagikan keuntungan perniagaannya tersebut pada fakir miskin. Selain itu ia juga menggunakan uangnya untuk pernikahan anak-anak muda di keluarganya dan mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak mampu.

Kedermawanan Thalhah juga terlihat ketika terjadi masalah dengan Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat dari 10 sahabat yang juga dijamin masuk surga.  Alkisah Abdurrahman dan Thalhah mempunyai sebidang tanah yang letaknya bersebelahan. Suatu hari Abdurrahman bermaksud mengairi tanahnya lewat tanah Thalhah. Tapi oleh suatu sebab Thalhah tidak mengizinkannya. Abdurrahmanpun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Namun apa jawaban Rasulullah ?

“Bersabarlah, Thalhah adalah seseorang yang telah wajib baginya surga”. 

Abdurahmanpun menahan diri. Ia lalu mendatangi Thalhah dan mengabarkan apa yang disampaikan Rasulullah. Medengar itu, dengan suka cita Thalhah berseru, “Aku bersaksi kepada Allah, dan kepada Rasullulah  bahwa harta itu menjadi milikmu wahai saudaraku”.

Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah.

Pasca wafatnya Rasulullah saw, apalagi setelah wafatnya khalifah Abu Bakar ra dan terbunuhnya khalifah Umar bin Khattab ra, kondisi kehidupan kaum muslimin menjadi sangat kacau. Terjadi kerusuhan besar akibat fitnah mengerikan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ra yang menggantikan Umar.  Ali bin Abi Thalib ra kemudian diangkat menggantikan Ustman.

Namun orang-orang munafik terus menebar fitnah dan hasutan, mereka mengadu domba umat Islam sehingga terjadilah peperangan yang dinamakan perang Jamal yang membuat umat terpecah menjadi 2, yaitu antara yang memihak Aisyah ra dan yang memihak Ali bin Thalib ra. Dengan suatu alasan yang diyakininya, Thalhah memilih berada di pihak Aisyah ra.

Dalam perang tersebut banyak korban berjatuhan. Khalifah Ali menangis dan menghentikan peperangan meskipun saat itu dalam keadaan menang. Ali selain meminta Aisyah yang kemudian menyesal mengapa harus berperang dengan Ali untuk berdamai, , juga meminta Thalhah dan Zubair yang juga berpihak kepada Aisyah ra, untuk hadir melakukan perdamaian. Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair akan berbagai hal termasuk sabda-sabda Rasulullah tentang mereka bertiga. Thalhah dan Zubair menangis mendengarkan perkataan Ali.

Thalhah dan Zubair akhirnya memutuskan untuk mundur dan menghentikan pertempuran. Kemudian keduanya menemui pasukannya. Akan tetapi, orang-orang munafik tidak puas dengan keputusan ini. Maka merekapun membunuh kedua sahabat tersebut dengan cara memanah mereka. Karena luka yang sangat dalam dan darah yang terus mengalir deras Thalhah bin Abu Ubaidillah, Sang Perisai Rasul akhirnya meninggal dunia. Ia wafat  dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah. Tragedi memilukan tersebut menambah kedukaan yang amat mendalam bagi kaum Muslimin.  

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 31 Agustus 2023.

Vien AM.

Read Full Post »

Pemerintah kolonial Belanda kewalahan menghadapi pasukan pangeran Diponegoro yang berperang dengan menggunakan berbagai cara tersebut. Pasukan Diponegoro dikenal sangat gesit, cepat dan lincah berkat semangat perang Sabilillah.

Terpaksa pemerintah Hindia Belanda mengirimkan banyak jenderal, kolonel dan mayor ke Pulau Jawa, diantaranya adalah gubernur jendral De Kock. Cara licikpun dilakukan. Mereka mengeluarkan sayembara bahwa siapapun yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro baik hidup atau mati, akan diberi hadiah sebesar 50.000 Gulden, beserta tanah dan penghormatan. Sebuah jumlah yang sangat menggiurkan untuk ukuran ketika itu.

Upaya licik tersebut berhasil menarik mereka yang lemah iman dan rasa kebangsaan yang kerdil. Pasukan pangeran Diponegoro dengan rasa sedih dan kecewa terpaksa melawan mati-matian saudara mereka setanah air dan seiman.

Sayang pada akhir tahun ke 3 perang yang banyak sekali menelan korban, menguras tenaga dan biaya tersebut, Kiai Mojo tertangkap. Hal ini membuat semangat perlawanan pasukan Diponegoro melemah. Disusul tahun depannya lagi yaitu tahun 1829, dengan tertangkapnya para panglima, istri dan putra sang pangeran. Disamping juga karena kesulitan biaya yang makin membengkak.

Akhirnya terjadilah gencatan senjata dan perundingan yang membuat musuh mampu menjebak pangeran Diponegoro dalam situasi yang rumit. Tepat pada hari Raya Iedul tahun 1830M, pangeran Diponegoro ditangkap di kediamannya sendiri, langsung oleh gubernur jendral Belanda Jenderal De Kock yang berpura-pura datang untuk bersilaturahim.

Selanjutnya Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado bersama istri serta para pengikutnya. Kemudian  dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam pada Januari 1855.

Perang Diponegoro tercatat sebagai perang yang menelan korban terbanyak dalam sejarah Indonesia, yakni 15 ribu korban serdadu Hindia Belanda termasuk 7 ribu pribumi pengkhianat di dalamnya, 200 ribu pasukan Diponegoro serta kerugian materi 25 juta Gulden.

Di kemudian hari diketahui, selama dalam pengasingan di Manado, pangeran Diponegoro menuliskan biografinya melalui seorang juru tulisnya. Biografi tersebut diberi nama “Babad Diponegoro” yang merupakan kumpulan puisi tradisional Jawa/tembang setebal 1.170 halaman folio, yang menceritakan sejarah kehidupan Rasulullah saw, sejarah Pulau Jawa dari zaman Majapahit hingga Perjanjian Giyanti (Mataram).

Di buku tersebut dapat juga kita temui gambar stempel yang biasa digunakan pangeran Diponegoro dalam berkorespondasi dengan pihak lain. Menariknya lagi, buku tersebut ditulis dalam aksara Arab gundul (tanpa tanda baca) dan aksara Jawa. Sayang naskah asli Babad Diponegoro, menurut sejarawan Peter Carey, sudah hilang. Yang ada hanyalah salinan yang saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional di Rotterdam, Belanda.

Keberadaan buku tersebut menjadi bukti betapa tinggi kecintaan dan kekaguman pangeran Diponegoro terhadap Rasulullah Muhammad saw.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. ( Terjemah QS. Al-Ahzab (33):21).

Selain “Babad Diponegoro” yang mendapatkan penghargaan tertinggi oleh UNESCO pada 21 Juni 2013. UNESCO sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World), pangeran Diponegoro teryata juga menyempatkan diri menulis sebuah Al-Quran. Al-Qur’an berumur ratusan tahun tersebut ditemukan di Pondok Pesantren Nurul Falah, Salaman, Kabupaten Magelang.

Penangkapan Diponegoro telah mengakhiri perlawanan secara militer. Pangeran Diponegoro diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada November 1973 melalui Keppres No 87/TK/1973. Tapi, perjuangan melawan penjajah tidak berakhir.

Para panglima perang pasukan Diponegoro yang masih hidup melanjutkan perjuangan melawan penjajah Belanda melalui pendidikan, yakni melalui pondok-pondok pesantren yang hingga kini masih berdiri tegak. Pondok-pondok pesantren yang mencetak bukan hanya para santri yang mahir membaca Al-Quran namun juga memahami dan melaksanakannya dengan baik.   

Akhir kata, semoga kita bisa mengambil hikmah perjuangan sang pangeran, tidak hanya sebagai pahlawan nasional tapi juga sebagai sosok agamis yang mampu mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah yang kaffah.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. ( Terjemah QS. Al-Baqoroh (2):208).

Hamba yang kaffah adalah hamba Allah yang memeluk Islam secara keseluruhan tidak setengah-setengah, memilah dan memilih ayat yang disukai dan mengabaikan ayat yang tidak disukai sesuka hati. Seperti contohnya ayat tentang memilih pemimpin, kewajiban berhijab dll.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.

Ayat 51 surat Al-Maidah di atas adalah ayat yang memerintahkan bagaimana umat Islam harus memilih pemimpin, terutama pemimpin tertinggi pemerintahan. Ayat ini sangat penting diterapkan karena seorang pemimpin bukan hanya suri keteladanan tapi juga pemegang kekuasaan yang keputusan-keputusannya harus kita patuhi.

Oleh sebab itu ketika kita salah dalam memilih pemimpin kemudian pemimpin terpilih tersebut membuat keputusan-keputusan yang menyusahkan rakyat apalagi bertentangan dengan hukum yang kita yakini maka kita sendirilah yang rugi. Meski Allah swt yang akan menghukumnya.       

“Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).

Itulah sebabnya pangeran Diponegoro berani berjuang dan  mempertaruhkan nyawanya demi melepaskan diri dari pemerintahan penjajah Belanda yang kafir, dzalim, suka merusak ahlak dan budaya rakyat serta suka memecah belah dan mengadu domba rakyat.

Wallahu ‘alam bish shawwab.

Jakarta, 28 Juli 2023.

Vien AM.

Diambil dari sumber-sumber berikut:

https://id.wikipedia.org/wiki/Diponegoro

https://nasional.okezone.com/read/2021/04/29/337/2402568/kisah-laskar-pangeran-diponegoro-menyebar-di-pulau-jawa-dirikan-pesantren

https://www.adianhusaini.id/detailpost/beginilah-para-prajurit-diponegoro-melanjutkan-perjuangan-melalui-pondok-pesantren

https://www.detik.com/jateng/budaya/d-6675254/inilah-al-quran-tulisan-tangan-pangeran-diponegoro-di-ponpes-magelang.

Read Full Post »