Feeds:
Posts
Comments

Archive for September, 2024

Hingga akhirnya, pada tahun 1095 Paus Urbanus II di Clermont, Perancis Selatan mengobarkan ajakan perang untuk merebut Palestina. Ajakan ini langsung disambut ribuan pengikutnya. Maka rombongan dengan berbagai tujuan dan niat yang  kemudian bergabung dengan tentara Salib dibawah para bangsawan, segera bergerak menuju Palestina. Namun sejarah mencatat bahwa dalam perjalanan jauhnya, rombongan yang makin lama makin membesar tersebut, melakukan berbagai tindakan anarkis, termasuk pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang tinggal di sepanjang perjalanan.  

Pada tahun 1099 dalam perang yang berlangsung selama 3 hari,  tentara Salib  berhasil menguasai kota dengan membantai lebih dari 30.000 penduduknya, termasuk perempuan dan anak-anak Muslim yang berlindung di dalam masjid Al-Aqsa. Mereka juga membunuhi kaum Yahudi dan Nasrani yang bermukim disekitar kota tua tersebut.

Dalam bukunya, Karen Amstrong mengutip kata-kata Raymond dari Aguilles, seorang saksi dari Perancis yang mengatakan : ”Tumpukan kepala, tangan dan kaki dapat terlihat”, ”… para pria berjalan dengan darah yang naik hingga ke lutut dan tali kekang kuda mereka …”. Dengan cara seperti itulah Yerusalem jatuh ke tangan pihak Nasrani Eropa. 88 tahun kemudian yaitu pada tahun 1187, dibawah kekuasaan Sultan Salahuddin Ayubi, pasukan Muslim kembali berhasil menguasai Yerusalem. Dan sebagaimana pendudukan Yerusalem oleh pasukan Muslim pada kali pertama, kali inipun tidak terjadi pembantaian. Bahkan para penguasa yang ditaklukkan tersebut selain diampuni juga diberi keleluasaan untuk meninggalkan kota dengan membawa seluruh harta bendanya. Peristiwa ini pada tahun 2005 pernah diabadikan dengan sangat baik dalam film “The Kingdom of a Heaven” yang disutradarai oleh Sir Ridley Scott dan dibintangi aktor kenamaan Orlando Bloom.

Peperangan yang kemudian dikenal dengan nama “Perang Salib” ini terus terjadi hingga beberapa kali selama hampir 200 tahun namun pihak Salib tidak pernah berhasil menguasai kembali Yerusalem. Selanjutnya yaitu pada tahun 1517-1917 sebagian besar wilayah Palestina  berada di bawah kesultanan Islam Ottoman. Hingga pada tahun 1918 ketika kesultanan tersebut runtuh paska Perang Dunia I, Palestina dikuasai oleh Inggris. Liga Bangsa-Bangsa (LBB) kemudian  mengeluarkan mandat kepada Inggris untuk mengontrol secara administratif kawasan Palestina, termasuk ketentuan mendirikan tanah air nasional Yahudi di Palestina dan mulai berlaku pada 1923 M.

Hingga akhirnya di tahun 1948, ketika Yahudi Israel dengan dukungan Barat memaksakan terbentuknya Negara Israel, Palestinapun kembali memasuki masa kelamnya. Ini dimulai dengan apa yang dinamakan peristiwa tragis Nakba ( Malapetaka Palestina). Genosida yang dilakukan Yahudi terhadap rakyat Palestina disertai perampasan tanah Palestina ini mengakibatkan eksodusnya 700.000 orang Palestina dan berpindahnya 78% wilayah Palestina ke Negara Israel yang baru terbentuk.  

Maka sejak itulah perlawanan rakyat Palestina baik yang masih bertahan di tanah Palestina maupun yang berada di pengungsian terus terjadi hingga hari ini. Apalagi ditambah dengan perlakuan kejam dan diskriminatif tentara Zionis Israel yang makin hari makin brutal.

Dengan demikian jelas bahwa apa yang kita saksikan setahun belakangan ini bukanlah semata-mata akibat serangan 7 Oktober 2023 yang dilakukan  faksi perjuangan Hamas sebagaimana yang dituduhkan Netanyahu. PM Israel tersebut sejatinya sedang berusaha menghindar dari kasus korupsi yang dilakukannya. Hukum Israel rupanya memberi kelonggaran kepada pemimpinnya bila ia sedang berperang.

Ironisnya, Netanyahu bahkan tidak peduli terhadap nasib ratusan warganya yang disandera Hamas. Bila terhadap rakyatnya saja tidak peduli apatah arti kematian 41 ribu lebih rakyat Gaza, sebagian besar anak-anak dan kaum perempuan. Juga puluhan bangunan termasuk sekolah, masjid dan rumah penduduk yang hancur lebur di bom tentara Zionis Israel.    

Sementara orang-orang Yahudi extrim berkeras ingin merebut Al-Quds dari tangan Islam. Dengan dikawal tentara Zionis, beberapa kali mereka menerobos masuk ke dalam masjid ke 3 tersuci umat Islam tersebut secara paksa. Mereka masuk tanpa menanggalkan sepatu, merusak barang-barang yang di dalamnya bahkan menyerang dan mengusir jamaah yang sedang shalat. Mereka beralasan disitulah rumah ibadah mereka pernah berada. “Demi mematuhi perintah Tuhan”, kilah mereka.

Lalu bagaimana dengan ayat 24 surat Al-Maidah yang secara terang benderang menceritakan penolakan orang-orang Yahudi atas perintah nabinya, yang notabene berarti perintah Tuhannya, untuk memasuki Baitul Maqdis berabad-abad lalu??

Mereka ( orang-orang Yahudi) berkata: “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya ( Baitul Maqdis) selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” ( Terjemah QS.Al-Maidah(5):24).

Dan banyak lagi ayat Al-Quran yang menceritakan betapa seringnya kaum Yahudi melawan perintah Tuhannya. Bahkan nabi dan rasulpun mereka aniaya dan bunuh. Dan lagi apakah ada Tuhan yang memerintahkan suatu kaum membantai orang tidak bersalah??? Bandingkan dengan adab Islam dalam berperang yang ditunjukkan khalifah Umar bin Khattab ra ataupun Sultan Salahuddin Ayubi berabad-abad silam.

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.(Terjemah QS.Ali Imran(3):19).

Wallahu’alam bi shawab.

Jakarta, 19 September 2024.

Vien AM.    

Read Full Post »

”Demi Allah! Jaminan keamanan bagi diri mereka, kekayaan, gereja, dan salib mereka, bagi yang sakit, bagi yang sehat, dan seluruh masyarakat beragama di Kota Suci itu, bahwa gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, takkan ada satu barangpun diambil dari mereka atau kediaman mereka, atau dari salib-salib maupun milik penghuni kota, bahwa para warga tidak akan dipaksa meninggalkan agama mereka, bahwa tak seorang pun akan dicederai. Dan bahwa, tak seorang Yahudipun akan menghuni Aelia”.

Itulah yang dikatakan khalifah Umar bin Khattab pada serah terima kunci kota suci Al-Quds ( Yerusalem) dari penguasa lama uskup Nasrani, Saphronius, kepada penguasa baru, yaitu Islam dibawah  khalifah Umar bin Khattab.

Bahkan perjanjian yang dibuat antara Umar dan mantan pemimpin Nasrani Yerusalem tersebut memberikan kebebasan penganut  Nasrani maupun Yahudi untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing dengan syarat mereka membayar jiziyah sebagaimana seorang Muslim wajib mengeluarkan zakat.

Menurut ”Al-Quds Document” yang diterbitkan Organisasi Konferensi Islam, janji Umar bahwa ”tak seorang Yahudi pun menjadi penghuni Aelia (Jerusalem)” adalah atas permintaan Saphronius. Hal tersebut disebabkan pengkhianatan Yahudi yang membantu penguasa Persia membawa lari Salib meski kemudian berhasil direbut kembali oleh Heraklius, raja Rumawi pada awal abad ke 7 M. Namun demikian pada akhirnya Umar tetap memperbolehkan orang-orang Yahudi hak memasuki dan tinggal di kota suci ke 3 agama tersebut.

Setelah menyerahkan kunci gerbang Yerusalem, Sophronius kemudian mengajak sang khalifah berkeliling kota dan memasuki kompleks Gereja Makam Kudus. Ketika waktu sholat tiba, Sophronius mempersilahkan Umar untuk sholat di dalam gereja tersebut namun Umar menolak. Dengan alasan khawatir bila ia shalat di dalamnya akan menjadi pembenaran fungsi gereja berubah menjadi masjid hingga membuat umat Kristen kehilangan salah satu situs tersucinya.

Sebaliknya Umar bertanya kepada Ka’ab al-Akhbar, seorang sahabat yang dulunya beragama Yahudi, tempat ia dapat shalat. Kaa’b lalu menunjuk suatu tempat di utara gereja Makam Kudus, dengan maksud agar dapat menghadap rumah ibadah Nasrani tersebut sekaligus menghadap Ka’bah.

Tentu saja Umar menolak bahkan menegur usulan yang terkesan toleran namun berlebihan tersebut. Umar akhirnya memutuskan shalat di dalam sebuah bangunan tidak terawat di selatan gereja Makam Kudus. Selanjutnya Umar memerintahkan menjadikannya masjid.

Begitulah Umar membangun fondasi toleransi sesuai ayat 256 surat Al-Baqarah, ‘”Tak ada paksaan dalam agama. Telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat”. Sejarah mencatat betapa rakyat Palestina, warga Al-Quds khususnya, yang sebagian besar beragama Kristen dan sebagian kecil Yahudi, menyambut baik datangnya Islam. Bahkan pengelolaan gereja Makam Kuduspun mereka percayakan kepada keluarga Muslim dan keturunannya, hingga hari ini.    

Seorang rabbi Yahudi menulis tentang masa awal Islam ini, ”Jangan risau, wahai Putera Yahve, Sang Pencipta yang Maha Mulia menciptakan Kerajaan Ismail hanya untuk membebaskan kalian dari kejahatan ini (Bizantium)”.

Kaum Kristenpun menyambut baik kekuasaan Islam dan siap bekerjasama dengan pemerintahan Islam tersebut. Seorang ahli sejarah anggota Gereja Suriah Timur sampai mengungkap perasaannya dengan menulis, ”Tuhan telah mengirim orang-orang Arab untuk membebaskan kita dari genggaman kaum Bizantium. Kebaikan yang kita peroleh dari kekejian dan kebencian orang Bizantium sungguh bukan hal yang layak diremehkan”.

Penaklukan yang dilakukan Umar bin Khattab tentu saja bukan sekedar mengikuti memenuhi nafsu kekuasaan melainkan demi tujuan dakwah mengajak kepada menyembah hanya kepada Allah swt, Sang Pemilik Sang Penguasa sejati. Itulah sejatinya yang diajarkan para rasul dan nabi sejak nabi Adam as hingga nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul terakhir. 

Palestina dengan Al-Qudsnya, dimana didalamnya berdiri kompleks Masjidil Aqsho, memiliki keterikatan mendalam dengan Islam.  Masjidil Aqsho  merupakan kiblat pertama kaum Muslimin. Selama 17 bulan kaum Muslimin shalat menghadap masjid ini sebelum akhirnya Allah swt memerintahkannya berpindah menghadap Ka’bah di Masjidil Haram Mekkah, sesuatu yang sangat diinginkan Rasulullah saw.

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu ( Muhammad) menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. …”. ( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):144).

Masjidil Aqsho juga merupakan tempat dimana Rasulullah ber-Isra dari Mekkah ke Al-Quds/Yerusalem dilanjutkan dengan Mi’raj dari Al-Aqsho ke Sidratul Muntaha. Di Arsy Allah di langit tertinggi itulah Rasulullah kemudian menerima perintah shalat dari Allah Azza wa Jala. 

“ Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami”. ( Terjemah QS.Al-Isra’(17):1).

Pada tahun 636 M khalifah Umar melanjutkan misi khalifah sebelumnya yaitu Abu Bakar, mengutus panglima Abu Ubaidillah bin Jarrah dibantu panglima kenamaan Khalid bin Walid, untuk menalukkan wilayah Palestina yang selama ribuan tahun berada bawah kekuasaan Bizantium/ Romawi Timur yang dikenal dzalim. Abu Bakar sendiri melakukan penaklukkan tersebut karena melanjutkan perintah Rasulullah yang sempat tertunda karena Rasulullah wafat.  

Yerusalem takluk setelah 4 bulan dikepung pasukan Islam tanpa peperangan sedikitpun. Raja Rumawi Heraklius dan dan Patriarch (Uskup Agung) Sophronius hanya mensyaratkan khalifah Umar bin Khatab yang datang sendiri untuk menerima kunci kota suci tersebut.

Awalnya, permintaan tersebut ditolak oleh Abu Ubaidillah dan Khalid bin Walid beserta pasukan Muslim. Tetapi Umar bin Khattab menyetujui permintaan tersebut. Para pembesar baik Islam maupun Romawi serta pemimpin Kristenpun bersiap menyambut kedatangan Sang Khalifah dari Madinah.

Namun mereka sungguh terkejut melihat khalifah yang namanya menggetarkan setiap lawan, yang perintahnya ditaati dengan kepatuhan penuh oleh panglima-panglimanya hingga tanah Palestina dan Suriah yang tadinya dikuasai Rumawipun takluk, datang memasuki kota dengan hanya menaiki unta, tanpa pengawalan besar-besaran pula. Khalifah Umar dengan penampilan yang sangat sederhana, datang  hanya ditemani seorang ajudannya.

Maka sejak itulah Palestina yang sebelumnya dikuasai oleh banyak pihak diantaranya Asyur, Babilonia, Persia, Yunani dan terakhir Rumawi resmi menjadi bagian dari kekhalifahan Islam hingga jatuhnya kesultanan  Ottoman paska Perang Dunia I pada 1918. Kesultanan Ottoman sendiri benar-benar runtuh pada 1924.

Palestina dengan Yerusalemnya, dibawah kekuasaan khilafah Islamiyah selama 8 abad terbuka bagi umat agama lain. Mereka bebas mengunjungi kota suci bagi 3 agama besar didunia ini. Uniknya, ia tidak hanya menarik karena sejarah ritualnya namun juga karena kota ini pada waktu itu telah berkembang menjadi kota intelektual. Ilmu berkembang sangat pesat.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani datang tidak hanya sekedar untuk melakukan ibadah dan kunjungan keagamaan melainkan juga untuk mempelajari ilmu lain seperti ilmu hukum termasuk juga belajar tentang Islam dan Al-Quran. Meski tidak sedikit diantara mereka yang bertujuan mencari celah dan kelemahan Islam agar dapat menyerang Islam secara diam-diam.

(Bersambung).

Read Full Post »

Keutamaan Ibadah Abu Bakar.

Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal.  Dalam sebuah kisah disebutkan bagaimana Umar bin Khattabra  terpaksa mengakui keunggulan sahabatnya itu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku. Rasulullah  bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah  bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan Rasulullah  bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“

Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” (HR.Muslim, no.1028).

Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian, ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong  Ali bin Abi Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.

Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah bersama para sahabat.

Menjadi Khalifah.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.        

“Wahai kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)

Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian. Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan memberikanmu rahmat”.

Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti untuk menunggu perintah selanjutnya.    

Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu”, demikian ia berpidato.

Abu Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.

Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi, kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka  Abu Bakar yang sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.  Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau melaksanakan kewajiban tersebut.

Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.

Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban yang sangat banyak.  Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya Al-Quran.

Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin Khattab kepada Abu Bakar.

Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat, akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam. Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.

Wafatnya Sang Khalifah.

Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw  yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.

Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di akhir-akhir hidupnya.   Abu Bakar meminta agar putrinya itu menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut begitu ayahandanya tercinta wafat.   

Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya. Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah dikembalikan ke Baitul Maal.

Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah menyebutnya sebagai satu dari  sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta,   6 September 2024.

Vien AM.    

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-abu-bakar-menjadi-khalifah-hingga-wafat-kyVPb

Sumber https://rumaysho.com/26450-syarhus-sunnah-keutamaan-abu-bakar-ash-shiddiq.html

Read Full Post »