Feeds:
Posts
Comments

Archive for November, 2024

Umar dan Surga.

Diriwayatkan dari Sa’id bin Zain bin Amr bin Nufail, Rasulullah saw bersabda, “Ada sepuluh orang dari kaum Quraisy yang akan berada di surga. Aku di surga, Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, az-Zubair di surga, Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqash di surga,” Sa’id pun berhenti sejenak, hingga para sahabat yang menyimak bertanya, “Siapa yang kesepuluhnya?” Sa’id pun menjawab, “Aku.”

Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”

Meski telah dijamin masuk surga tidak berarti Umar lengah dan bersantai-santai dengan perbuatannya. Bukti-bukti begitu banyak akan keseriusan Umar dalam hal tersebut. Salah satu mengapa ia begitu serius dalam menjalankan pemerintahan tak lepas dari hadist berikut,

“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang mengisi hari-harinya dengan ibadah, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah di mana keduanya bertemu dan berpisah karena Allah, seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis yang berpangkat dan rupawan lalu menjawab, ‘Aku takut kepada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir di kesunyian dengan menitikkan air mata,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Juga kisah betapa sang khalifah mencari Uwais Al-Qarni, seorang pemuda biasa, demi mendapatkan doa darinya. Hal ini dilakukan karena Umar pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Apabila kalian bertemu dengan Uwais Al-Qarni, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan bumi. Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin Ibrahim, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda fakir dan yatim, yang tinggal di negeri Yaman. Ia hidup pada zaman Rasulullah, bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Sedangkan Uwais sendiri mempunyai penyakit sopak, penyakit semacam kekurangan pigmen yang membuat kulit sekujur tubuhnya belang-belang. 

Uwais bekerja sebagai penggembala domba dengan hasil usaha yang hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Namun demikian Uwais dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. Bahkan demi memenuhi keinginan ibunya berhaji ia rela membopong ibunya dari Yaman ke Mekah. Selanjutnya sepulang haji Allah swt memberi kesembuhan penyakit sopaknya. Yang tertinggal hanya tanda putih di telapak tangannya.

Namun ada satu hal yang sangat didambakannya  yaitu bertemu Rasulullah yang amat dicintainya. Yang saking cintanya ketika mendengar gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang enggan diajak dalam dakwahnya, Uwaispun segera mematahkan giginya dengan batu. 

Hingga suatu hari karena rindu yang tak tertahankan, ia mendekati ibunya, memohon izin agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibunyapun mengizinkannya. Sayang ketika Uwais tiba di Madinah, Rasulullah sedang bepergian dan hanya bertemu umirul mukminin Aisyah ra. Ia sangat ingin menunggu namun teringat pesan ibunya agar tidak berlama-lama meninggalkannya dan cepat kembali ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, Uwais memutuskan untuk pulang dan mengubur keinginan menggebunya berjumpa Rasulullah.

Sementara itu Umar tidak pernah melupakan pesan Rasulullah tentang Uwais. Setiap datang rombongan kafilah dagang dari Yaman Umar selalu menanyakan  keberadaan Uwais. Umar baru menemukan Uwais setelah beberapa waktu menjadi khalifah. Dan berkat tanda di tapak tangan yang disisakan Allah swt, Umar dapat mengenalinya dan memohonnya agar mau mendoakan dan mintakan ampunan Allah untuk dirinya. Umar tidak pernah merasa lebih baik dari pemuda biasa.     

Syahidnya Umar.

Umar wafat pada bulan Muharram tahun 644 M setelah 10 tahun berkuasa. Ia ditikam menjelang siap mengimami shalat Subuh di masjid tempat ia biasa shalat, di Madinah. Pembunuhnya adalah Abu Lukluk, orang Persia yang dibawa ke Madinah paska penaklukkan Persia. Padahal selama itu Umar memperlakukannya dengan sangat baik meski ia seorang budak. Abu Lukluk melarikan diri setelah menikam Umar sambil menikam siapa saja yang menghalanginya, hingga mengenai 13 jamaah, 7 diantaranya meninggal. Ada sumber yang mengatakan setelah itu ia bunuh diri dengan cara menikamkan belati beracun yang sama ke tubuhnya sendiri.     

Pembunuhan tersebut dilatar-belakangi rasa sakit hati atas kekalahan Persia yang kala itu merupakan negara adidaya. Namun sebagian sumber menyatakan pembunuhan tersebut adalah konspirasi yang dirancang musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia. Diantaranya adalah Hormuzan, mantan panglima Persia yang masuk Islam di hadapan khalifah Umar paska kekalahan pasukannya, kemudian ia menetap di Madinah.   

Ubaidillah putra Umar kemudian membunuhnya sebagai balas kematian ayahnya. Namun ternyata tidak semua sahabat menyetujui perbuatan Ubaidillah, termasuk Ali bin Abi Thalib. Meski  sebenarnya kesaksian dari Abdur-Rahman bin Abu Bakar dan Abdur-Rahman bin Auf cukup untuk membela perbuatan Ubaidillah. Anehnya lagi, pemeluk Syiah, hingga detik ini, malah menjadikan si pembunuh sebagai pahlawan. 

Peristiwa pembunuhan Umar telah diprediksi Rasulullah dalam hadist berikut: “Nabi saw naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. “Tenanglah Uhud!”, lalu nabi menghentakkan kakinya, “Tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi, As-Siddiq dan dua orang syahid.” (HR Bukhari).

Dua orang syahid tersebut adalah Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan, khalifah pengganti Umar. Umar sendiri pernah berdoa memohon agar ia mati syahid di tanah Arab.

Umar dikebumikan disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar di Raudhah setelah mendapatkan izin dari umirul Mukminin Aisyah ra, yang sebenarnya menginginkan tempat terhormat tersebut untuk dirinya sendiri.

Umar meninggalkan wasiat agar kekhalifahan diambil dari hasil musyawarah 6 sahabat pilihan yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurahman bin Auf serta Saad bin Waqqash.  Dan ternyata musyawarah memutuskan Ustman bin Affan sebagai khalifah ke 3, menggantikan Umar. Dunia Islam sungguh berduka atas kehilangan khalifah yang amat dicintai dan dihormati seluruh rakyatnya itu.  

Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan, ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar)”.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 27 November 2024.

Vien AM.

Read Full Post »

Keutamaan dan Keteladanan Umar.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”

Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”

Selain keutamaan mendapatkan ilham sesuai hadist di atas, amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun keseriusan dan ketegasannya terutama dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar”.

Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, keledai yang digunakan sebagai kendaraanyapun bahkan tak berkelana. Namun itu semua sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Bahkan Sophronius, uskup gereja penguasa Yerusalem dan juga John bar Penkaye seorang pendeta Kristen Suriah, tak sanggup memungkirinya. Keduanya benar-benar terkagum-kagum melihat kedatangan Sang Khalifah yang sangat dihormati bawahan dan ditakuti musuh itu datang ke Yerusalem dengan jubah lusuh penuh jahitan.

Umar datang ke kota suci tersebut atas permintaan Sophronius untuk serah terima kunci gerbang Yerusalem yang baru saja ditaklukkan pasukan Islam. Umar datang  dengan menunggang unta ditemani seorang pembantunya.  

Di bawah kepemimpinannya, agama dan kekhalifahan Islam meluas, dari semenanjung Arabia hingga ke Suriah, Palestina bahkan Mesir. Tak pernah habis kisah mengenai keteladanan Umar sebagai khalifah yang sangat memerhatikan keadilan untuk rakyat kecil namun keras dan tegas kepada pejabat yang bertindak sewenang-wenang.

Diantaranya adalah kisah seorang Yahudi tua yang merasa keberatan dan terdzalimi karena rumahnya digusur gubernur Mesir demi berdirinya sebuah masjid. Yahudi tersebut kemudian pergi ke Madinah untuk mengadukan halnya kepada khalifah Umar.

Namun sesampai di Madinah ia hanya diberi sepotong tulang yang telah digores garis lurus oleh pedang sang khalifah. “Kembalilah ke Mesir, dan berikan tulang ini kepada gubernurmu”. Dengan penuh keheranan Yahudi tersebut hanya bisa mengangguk patuh.   

Tiba di Mesir iapun langsung memberikan tulang tersebut kepada Amr bin Ash, gubernur Mesir. Tapi alangkah terkejutnya ia melihat sang gubernur langsung gemetar memandang tajam tulang tersebut. Ia segera memanggil kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tersebut.

Ternyata tulang itu berisi ancaman. Seolah-olah berkata, ‘Hai Amr ibn al-Ash! Ingatlah, siapapun kamu sekarang dan betapa tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti berubah menjadi tulang yang busuk, karena itu bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan adil ke bawah. Sebab jika kamu tidak bertindak demikian pedangku yang akan bertindak dan memenggal lehermu!”

Si Yahudi tertunduk, terharu mendengar penjelasan gubernurnya. Ia kagum atas sikap Khalifah yang tegas dan adil, juga sikap gubernur yang patuh dan taat kepada atasannya meski hanya dengan menerima sepotong tulang kering. Akhirnya Yahudi tersebut menyatakan memeluk Islam, lalu menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)

Di antara tanda kesempurnaan agamanya, adalah sifat wara’ yang dimilikinya, yaitu meninggalkan sesuatu yang jelas keharamannya maupun yang masih samar atau belum jelas halal dan haramnya (syubhat).

Dikisahkan beliau dahulu memiliki unta yang biasa diperas susunya untuk diminum. Suatu hari, seorang pembantu yang kurang dikenalnya datang kepada beliau. Maka berkatalah Umar radhiyallahu ‘anhu,“Celaka engkau! Darimana kau dapatkan susu ini?”.

“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya anak onta Anda lepas dari induknya, kemudian (setelah kembali) anak onta itu pun menyusu kepada induknya. Aku pun memeras susu untukmu dari unta lain yang merupakan harta Allah”, jawab pembantunya.

“Celaka engkau! Engkau memberiku minum dari api neraka”, tukas Umar.

Salah satu kebiasaan Umar yang juga patut dicontoh adalah sidak langsung turun ke bawah. Ini untuk memastikan bahwa keadaan rakyatnya baik-baik saja. Pada suatu hari di tengah paceklik yang melanda, Umar berpatroli dari satu rumah penduduk ke rumah lainnya. Hingga suatu malam di luar Madinah, tampak dari kejauhan sebuah cahaya redup dari sebuah gubug. Umar yang ditemani seorang pembantu diam-diam segera mendekatinya.

Mereka melihat seorang perempuan tua sedang memasak sesuatu di dalam panci. Ia dikelilingi oleh tiga anak kecil yang semuanya menangis. Sambil mengaduk-aduk isi panci perempuan tersebut bergumam, “Wahai Tuhanku, berilah balasan terhadap Umar. Ia telah berbuat dzalim. Enak saja, kami rakyatnya kelaparan sementara dia hidup serba berkecukupan”.

Mendengar itu Umar segera mengetuk pintu, memberi salam dan memohon izin untuk masuk. Setelah diizinkan masuk Umar bertanya mengapa ketiga anaknya menangis.

“Kami datang dari jauh. Aku dan anak-anakku kelaparan. Aku tidak punya apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa”, jawab perempuan yang tidak tahu bahwa tamunya adalah Umar sang khalifah.

“Lalu, apa yang kau masak di panci ini?”

“Itu hanya air mendidih. Agar anak-anak mengira aku sedang memasak makanan. Dengan begitu mereka akan terhibur.”

Alangkah terkejut dan sedihnya Umar. Tak lama Umar pamit pulang, dan segera pergi menuju ke sebuah toko untuk membeli banyak sembako (riwayat lain menyebut ia menuju baitul mal). Lalu ia memanggulnya sendiri untuk menuju kembali ke gubug perempuan tadi.

“Wahai Amirul Mu’minin, turunkan bawaanmu, biar aku saja yang memikulnya,” pinta pembantunya.

“Jangan, biar aku saja yang membawanya. Anggap saja aku sedang memikul dosa-dosaku, juga semoga menjadi penghalang dikabulkannya doa perempuan tadi,” tegas Umar.

Sesampainya di gubug tersebut Umar memberikan bawaannya sambil berkata, “Ibu sekarang tidak perlu lagi mendoakan keburukan untuk Umar. Mungkin ia belum mendengar kabar ada kalian kelaparan di sini”.

Di lain hari Umar melarang rakyatnya mencampur laban (susu) dengan air. Suatu malam dia mengelilingi kota Madinah. Kemudian dia bersandar di sebuah dinding untuk beristirahat. Ternyata seorang wanita sedang berpesan kepada puterinya untuk mencampur laban dengan air.

Maka sang puteri tersebut berkata, ‘Bagaimana aku mencampurnya sedangkan Amirul Mukminin melarang hal tersebut.” Lalu wanita tersebut berkata, “Amirul Mukminin tidak mengetahuinya.” Maka sang anak menjawab, “Jika Umar tidak mengetahuinya, maka Tuhannya Umar mengetahuinya. Aku tidak akan melaksanakannya selama hal tersebut telah dilarang.”

Ucapan sang anak perempuan tersebut sangat berkesan di hati Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Maka di pagi harinya dia memanggil puteranya bernama Ashim, lalu dia ceritakan kejadiannya dan dia beritahu tempatnya, kemudian dia berkata, “Pergilah wahai anakku, nikahilah anak tersebut.” Maka akhirnya Ashim menikahi puteri tersebut, dan dari perkawinan tersebut, lahirlah Abdu Aziz bin Marwan bin Hakam, salah seorang gubernur terbaik pada masa Bani Umayah, kemudian darinya lahir khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Kisah lain, yaitu ketika putranya yang masih kecil meminta dibelikan baju baru karena bajunya sudah sobek dan diolok-olok teman-temannya. Semula Umar tidak menanggapinya tapi karena putranya terus merengek akhirnya Umar memutuskan untuk meminta baitulmal memberikan gajinya lebih awal.

Namun apa jawaban pegawai baitulmal? Ia mempertanyakan apakah ada jaminan Umar masih hidup sampai tiba waktunya menerima jatah gajinya?? Umar terkesiap dan langsung menangis menyadari kekhilafannya. 

( Bersambung)

Read Full Post »

Sakitnya Abu Bakar dan Pembaiatan Umar.

Abu Bakar ra menjadi khalifah selama kurang lebih 2 tahun yakni dari tahun 632-634 M atau tahun ke 11 hingga 13 Hijriah. Menjelang wafatnya, Abu Bakar memanggil beberapa sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya, meski sebenarnya Abu Bakar telah mempunyai pilihan yaitu Umar bin Khattab.

Namun ia ingin meminta pertimbangan beberapa sahabat terkemuka seperti Abdul Rahman bin Auf, Ustman bin Affan dan Thalhah bin Ubaidillah. Dan semua setuju Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Umarpun dibaiat. Selesai pembaiatan, Abu Bakar berpesan agar Umar senantiasa menegakkan agama Allah, dan untuk itu terus melanjutkan penaklukkan Irak dan Syam serta selalu berpegang pada kebenaran.

Selanjutnya Abu Bakar mendiktekan surat wasiat kekhalifahan kepada Ustman bin Affan untuk dibacakan dihadapan kaum Muslimin. Berikut isi wasiat tersebut :

“Atas nama Tuhan Yang Maha Penyayang. Ini adalah wasiat dan wasiat terakhir Abu Bakar bin Abu Quhafah, pada detik-detik terakhirnya di dunia, dan awal perjalanannya menuju akhirat; yaitu suatu waktu di mana orang-orang yang ingkar akan percaya, dan orang-orang fasik akan meyakini serta melihat hasil dari kejahatan mereka, saya mencalonkan Umar bin al-Khattab sebagai pengganti saya”.

“Karena itu, dengarkan dan patuhilah ia. Jika ia bertindak sesuai kebenaran, maka dukunglah dan itulah yang saya ketahui dari dirinya. Hanya kebaikan yang saya inginkan, tetapi saya tidak bisa melihat hasil di masa depan. Namun, orang-orang yang zalim dan jahat kelak akan mengetahui tempat kembali seperti apa yang akan mereka dapati. Semoga nikmat dan barakah dari Allah senantiasa tercurah kepada kalian”.

Setelah lima belas hari dalam sakitnya, khalifah pertama tersebut akhirnya wafat. Ia meninggal dunia pada 21 Jumadil Akhir 13H (22 Agustus 634 M) di Madinah.

Umar Sebagai Khalifah.

Umar adalah khalifah pertama yang digelari dengan Amir al-Mu’minin (pemimpin orang beriman). Instruksi umum Umar kepada para perwiranya adalah sebagai berikut:

“Ingat, saya tidak menunjuk Anda sebagai komandan dan tiran atas rakyat. Saya telah mengirim Anda sebagai pemimpin, sehingga orang-orang dapat mengikuti teladan Anda. Berilah kaum muslimin hak-hak mereka dan jangan pukul mereka agar mereka tidak dilecehkan. Jangan terlalu memuji mereka, jangan sampai mereka jatuh ke dalam kesalahan kesombongan. Jangan tutup pintumu di hadapan mereka, jangan sampai yang lebih kuat memakan yang lebih lemah. Dan jangan bersikap seolah-olah Anda lebih tinggi dari mereka, karena itu adalah tirani atas mereka”.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana, dengan sifat keberanian dan kerendahan hati yang luar biasa. Ia tidak hanya memerintah dengan kekuasaan, tetapi juga dengan hati yang tulus dan visi yang jelas untuk kemaslahatan umat. Tidak ada yang memungkiri bahwa Umar adalah seorang yang jujur, disiplin dan tegas.

– Penaklukkan.

Dakwah dan jihad fi sabilillah adalah bagian dari ajaran Islam yang penting. Prinsip Tauhid yaitu menyembah hanya kepada Tuhan yang satu, Allah swt, adalah prinsip utama ajaran Islam. Inilah yang diajarkan agama-agama yang dibawa para nabi dari nabi Adam as hingga Rasulullah Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Termasuk didalamnya Kristen dan Yahudi. Sayang pada perjalanannya kedua agama tersebut diselewengkan oleh pemeluknya.

Itu sebabnya Allah swt memerintahkan agar umat Islam mengajak orang untuk kembali ke ajaran yang sesungguhnya, dengan cara damai, diantaranya dengan mengirim para utusan. Namun bila cara damai tidak berhasil Allah swt memerintahkan dengan cara penaklukkan. Karena Islam bukan hanya untuk dinikmati orang atau kaum tertentu melainkan untuk seluruh manusia di muka bumi. Meski demikian Allah swt melarang adanya pemaksaan. Itulah perlunya contoh dan keteladanan agar orang tertarik masuk Islam dengan suka rela karena keindahannya.

Pada masa khalifah pertama Abu Bakar, penaklukkan telah dimulai di Persia ( Iran) dan Romawi. Rakyat Persia ketika itu adalah penyembah api dan berhala. Sedangkan Romawi adalah pemeluk Kristen dan Yahudi.

Khalifah Umar bin Khattab sebagai seorang pejuang sejati sangat ingin melanjutkan dan memimpin langsung penaklukkan tersebut. Akan tetapi para sahabat dan sebagian besar kaum Muslimin mengusulkan agar beliau tetap berada di Madinah, tidak ikut perang. Karena sebagai khalifah, apabila gugur di medan pertempuran pasti akan terjadi kekacauan. Umar akhirnya setuju. Ia memantau berbagai penaklukan dari ibu kota kekhalifahan yaitu Madinah. Tak jarang Umar pergi ke perbatasan kota Madinah agar segera dapat mendapat kabar kemenangan pasukannya.

Persia dan Romawi yang sebelumnya adalah Negara adidaya dunia akhirnyapun jatuh. Maka yang tersisa saat itu hanya 2 kekuasaan besar dunia, yaitu Byzantium ( Romawi Timur) dengan ibu kota Konstantinopel, dan kekhalifahan Islam yang berpusat di Madinah. Byzantium pada masa khalifah Abu Bakar  sebenarnya sudah sebagian berhasil ditaklukkan pasukan Islam. Namun baru sepenuhnya takluk pada tahun 1453 dibawah pimpinan Sultan Ustmaniyah Mehmed II. Dan sejak itu nama Konstantinopel ( berasal dari Konstantinus, kaisar Romawi) diganti menjadi Istanbul.

– Sistim Pemerintahan.

Di bawah kepemimpin khalifah Umar selama 10 tahun, wilayah Islam meliputi seluruh semenanjung Arabia, Palestina, Suriah, Irak, Mesir, dan seluruh wilayah Persia. Dengan mencontoh administrasi yang pada saat itu telah berkembang di Persia, Umar melakukan perubahan secara besar-besaran sistem administrasi negara.

Diantaranya adalah mendirikan Baitul Mal yang bertugas mengatur keuangan Negara termasuk penerimaan zakat dan gaji pegawai, mendirikan pengadilan Negara, membentuk jawatan kepolisian dan militer, mencetak mata uang Negara serta menciptakan kalender Islam (Hijriyah). Umar juga tidak lupa menerapkan jiziyah, sistim pajak bagi ahli kitab ( Non Muslim/ Kristen dan Yahudi), sebagaimana perintah pada ayat 29 surat At-Taubah berikut:

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”.

Umar juga kemudian mendirikan banyak masjid, juga madrasah-madrasah tempat belajar Al-Quran, hadist, fikih dll di seluruh wilayahnya. Pada masa inilah pengajar Al-Quran diberi gaji yang sangat tinggi. Umar pulalah yang pertama kali memperbaiki keadaan  Ka’bah di Makkah dan masjid Nabawi di Madinah. Kedua masjid tersebut juga diperluas, diberi penerangan, wewangian dan tikar bersih. Para juru adzan dan pengurus masjid juga diberi perhatian dan santunan yang  tinggi.  

“ Hendaklah kalian mempelajari sunnah, ilmu waris, bahasa sebagaimana kalian mempelajari Al-Quran”, ucap Umar, menandakan bahwa ia juga peduli pada pendidikan di luar agama.

Sedangkan untuk membantu kepala Negara agar pemerintahan dapat berjalan lancar, Umar membentuk pejabat yang disebut al-Kitab (sekretaris negara). Di masa Umar jabatan tersebut dipegang oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqam, dua sahabat yang dikenal reputasi baiknya sejak masa Rasulullah masih ada.

Sementara itu karena wilayah kekuasaan menjadi sangat luas, Umar berinisiatif membaginya menjadi 8 wilayah provinsi. Yaitu Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Tiap provinsi dipimpin oleh gubernur yang diangkat oleh Umar dan tentu saja Umar memilihnya dari kalangan sabahat pilihan terpercaya. Diantaranya yaitu Saad bin Waqqash untuk Kufah, Amr bin Ash untuk Mesir, Muawiyah untuk Syam, Umair bin Saad untuk Syiria dan Abu Musa Al-Asy’ary untuk Basrah.

Kesuksesan Umar bin Khattab dalam pemerintahan ternyata pernah ditakwilkan Rasulllah melalui hadist berikut:

“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka”.

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam”.

Di masa pemerintahan Umar pula shalat taraweh seperti yang terlihat di seluruh dunia hingga detik ini, dimulai. Sejak wafatnya Rasulullah hingga awal kekahlifahan Umar, para sahabat selalu menjalankan shalat tarawih dengan berpencar-pencar dan bermakmum kepada imam yang berbeda-beda. Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata :

“Suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama Umar bin Al-Khattab menunju masjid. Ternyata kami dapati manusia berpencar-pencar disana sini. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang shalat mengimami beberapa gelintir orang. Umarpun berkomentar : “(Demi Allah), seandainya aku kumpulkan orang-orang itu untuk shalat bermakmum kepada satu imam, tentu lebih baik lagi”. Kemudian beliau melaksanakan tekadnya, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu.

Abdurrahman melanjutkan : “Pada malam yang lain, aku kembali keluar bersama beliau, ternyata orang-orang sudah sedang shalat bermakmum kepada salah seorang qari mereka. Beliaupun berkomentar : “Sebaik-baik bid’ah, adalah seperti ini”. Namun mereka yang tidur dahulu (sebelum shalat) lebih utama dari mereka yang shalat sekarang (sebelum tidur)”.

( Bersambung).

Read Full Post »

Hijrah ke Madinah.

Pada tahun 622 M atau tahun 13 kenabian, kebencian orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin yang jumlahnya baru sedikit itu makin menjadi-jadi. Penindasan dan penyiksaan makin sering terjadi. Puncaknya adalah upaya pembunuhan terhadap Rasulullah s.a.w yang dianggap sebagai pemecah kesatuan dan agama kaum penyembah berhala tersebut.  

Maka ketika Allah swt menurunkan perintah untuk hijrah ke Madinah ( dahulu Yathrib) maka para sahabatpun bergegas menunaikannya, termasuk juga Umar. Namun tidak seperti sahabat lain yang pergi meninggalkan Mekah di malam hari dan secara diam-diam sebagaimana arahan Rasulullah, Umar melakukannya kebalikannya. Yaitu di siang hari dan bahkan menantang siapa yang menghalanginya akan ia sambut dengan pedang.

Barang siapa yang ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, hendaklah ia menemuiku di balik lembah ini”, demikian tantang Umar berapi-api. Tapi tak ada seorangpun dari kaum Quraisy yang berani menjawab tantangan Umar tersebut hingga Umar bersama rombongannyapun melenggang ke Madinah tanpa sedikitpun hambatan.

Di Madinah Rasulullah dan para sahabat disambut baik oleh kaum Anshor. Kaum Anshor adalah penduduk Madinah yang telah memeluk Islam sejak peristiwa baiat Aqabah. Maka untuk memperkokoh persatuan dan persaudaraan Islam maka Rasulullahpun mempersaudarakan kaum Muhajirin ( kaum Muslimin yang datang dari Mekah) dengan kaum Anshor. Diantaranya yaitu Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’az bin Jabal dll.

Peperangan dan keselarasan Al-Quran.

Sesuai dengan julukannya sebelum memeluk Islam bahkan sejak muda yaitu Singa Padang Pasir, maka tak heran ketika memeluk Islampun, Umar dikenal sebagai seorang pejuang tangguh yang tak kenal takut. Dalam setiap peperangan dan pertempuran Umar tidak pernah ketinggalan. Ia dikenal sebagai salah satu orang terdepan yang selalu membela Rasulullah dan ajarannya. Bahkan terhadap kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama menyiksa para pemeluk Islam, Umar tidak ragu menentangnya. Ia mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya demi tegaknya ajaran Islam.

Dan berkat kecakapannya dalam hal tulis menulis dan berdiplomasi sebelum memeluk Islam, Rasulullah menjadikannya juru tulis andalan sekaligus duta Islam.  Umar menjadi sahabat terdekat sekaligus penasehat Rasulullah termasuk dalam strategi perang. Yang juga patut menjadi catatan, keputusan Umar ternyata sering sesuai dengan perintah Al-Quran yang ketika itu belum turun. Contohnya adalah sebagai berikut:

Usai kemenangan perang Badar melawan kaum musrikin Quraisy yang merupakan perang pertama Islam, Rasulullah meminta usul para sahabat apa yang harus dilakukan terhadap para tawanan perang. Umar mengusulkan agar mereka dibunuh sebagai balasan kekejaman mereka selama 13 tahun di Mekah.

Sebaliknya Abu Bakar mengusulkan agar para tawanan menebus diri masing-masing dengan apa yang mereka miliki, yaitu dengan harta atau kepandaian tulis menulis. Rasulullah memilih usul Abu Bakar. Namun kemudian Allah swt menegur keputusan tersebut dengan turunnya ayat 67 surat An-Anfal yang ternyata sesuai dengan usulan Umar.

Contoh berikutnya, suatu saat ketika Abdullah bin Ubay wafat, putranya memohon agar  Rasulullah menshalati tokoh munafik Madinah tersebut, Rasulullahpun memenuhinya. Namun Umar keberatan. Dan ternyata tak lama kemudian turun ayat mengenai larangan menshalati orang munafik sebagai ayat 84 surat At-Taubah berikut :

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Ibadah dan pribadi Umar.   

Umar dikenal sebagai orang yang menggunakan banyak malamnya untuk senantiasa shalat malam dan berdzikir. Kebiasaan ini terus berlanjut bahkan ketika ia telah menjadi khalifah. Umar terbiasa terjaga di malam untuk shalat malam, dan siang hari untuk beribadah termasuk berpuasa demi hajat rakyatnya, sebagaimana  yang diceritakan istri maupun Mu’awiyah bin Khudayj, salah seorang jenderal Umar.

Mu’awiyah melihat sang khalifah terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian bertanya, “Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?”

Sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur malam hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu’awiyah?”, jawab Umar.

Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah sholat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya”, tetangga Umar bercerita.

Ayahku terus-menerus berpuasa kecuali saat hari raya kurban, hari raya fitri, dan dalam perjalanan,” ujar Abdullah putra Umar.

Umar juga sangat suka bersedekah. Dalam peristiwa perang Tabuk Rasulullah meminta umat Islam untuk bersedekah sedekah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Umar ra. menuturkan, “Rasulullah s.a.w menyuruh kami agar bersedekah. Kebetulan sekali saat itu aku punya harta cukup banyak. Aku berkata dalam hati, ‘Hari ini akan kuungguli Abu Bakar, karena selama ini aku tidak pernah unggul darinya.’ Aku menghadap Rasulullah s.a.w dengan membawa setengah hartaku. Rasulullah Saw. bertanya, ‘Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sama dengan yang kubawa.’ Lalu datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah s.a.w bertanya, ‘Berapa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Hanya Allah dan Rasul-Nya yang kutinggalkan untuk mereka.’ Aku berkata, ‘Aku tidak akan pernah dapat bersaing denganmu lagi dalam apa saja”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Pada peristiwa lain, Umar pergi ke kebun kurma miliknya. Ketika pulang ia mendapati sejumlah orang keluar dari masjid usai menunaikan shalat Ashar. Sontak Umar berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!“. Bukan main kecewanya Umar tak sempat menunaikan shalat jamaah bersama mereka. Sebagai pelunasan atas rasa bersalahnya ini, iapun mengeluarkan  pengumuman, “Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin,” ujarnya.  Umar merelakan kebun lepas dari kepemilikannya, sebagai kafarat atas keterlambatannya melaksanakan shalat jamaah.

Umar juga dikenal sebagai seorang yang zuhud.  Saad bin Abi Waqqash bercerita, “Umar tidak mendahului kami dalam berhijrah, tetapi aku tahu satu hal yang membuatnya melebihi kami, dia orang yang paling zuhud terhadap dunia di antara kami semua”.

Ia selalu menolak jatah rampasan perang yang seharusnya memang haknya. Hingga Rasulullah berkata: “Terima dan simpanlah wahai Umar, kemudian sedekahkan!”. Bahkan jatah sebidang tanah di Khaibar yang sangat tinggi nilainyapun pokoknya ia wakafkan, sementara hasilnya disedekahkan kepada orang yang memerlukan, termasuk untuk membebaskan hamba sahaya. Ini ia lakukan sesuai jawaban Rasulullah atas nasihat yang ia mintakan.

Demikian pula dalam penampilan, Umar amat sangat sederhana. Dan ia menanamkan hal ini tidak hanya untuk dirinya tapi juga seluruh anggota keluarganya. Rasulullahlah yang membuatnya demikian. Ia senantiasa berusaha keras untuk mengikuti dan mencontoh apa yang Rasulullah lakukan. 

Suatu hari Umar melihat Rasulullah sedang tidur di atas tikar dari pelepah kurma. Tikar tersebut membekas dipunggung beliau, melihat itu air mata Umar menetes tak tertahankan, tangisannya mengenai tubuh Rasulullah. Rasulullah lantas tergerak dari tidurnya lalu terbangun, kemudian beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”

Dengan suara tersendat Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini membekas dipunggung engkau. Aku juga tidak melihat apapun di rumah engkau. Para raja tidur di atas kasur sutra dan tinggal di istana yang megah, sementara engkau disini. Padahal engkau adalah kekasih-Nya.”

Rasulullah kemudian menjawab sambil tersenyum, “Wahai Umar, mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sedangkan kita memiliki akhirat?”

“Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”, lanjut Rasulullah.

Peristiwa tersebut benar-benar membekas di hati Umar. Tak salah bila Umar juga begitu mencintai Rasulullah karena sang kekasih Allah ini berkenan menikahi putri Umar yaitu Hafsah yang ditinggal mati suaminya. Padahal ketika itu Umar telah menawarkan kepada Abu Bakar dan Ustman bin Affan agar mau menikah putrinya, tapi keduanya menolak dengan alasan masing-masing.

Hafsah akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Hafsah”, hibur Rasulullah melihat kekecewaan Umar. Dan ternyata Rasulullahlah yang menikahi Hafsah. Betapa bahagianya Umar.

Sakit, wafatnya Rasulullah dan pembaiatan Abu Bakar.

Ketika Rasulullah sakit keras dan akhirnya wafat, Umar tidak mempercayainya. Ia  mengganggap bahwa Rasullah tidak wafat melainkan hanya pergi sebentar menuju Tuhannya seperti halnya nabi Musa dulu. Namun ketika akhirnya Abu Bakar membacakan ayat 144 surat Ali Imran yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya seorang manusia yang sewaktu-waktu bisa meninggal Umar sadar akan kesalahannya dan langsung jatuh pingsan. Kecintaan yang amat sangat terhadap Rasulullah yang membuatnya demikian. 

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. 

Setelah sadar dan yakin bahwa Rasulullah telah wafat, Umar segera memikirkan nasib dan masa depan umat yang baru seusia jagung itu, tanpa adanya Rasulullah. Perpecahan dan pemberontakan juga munculnya orang-orang yang mengaku nabi pada hari-hari akhir Rasulullah menghantui pikiran Umar. Harus segera ada seorang pemimpin yang mampu memimpin dan menyatukan umat Islam, begitu pikirnya.

Rasulullah memang tidak menyampaikan pesan apapun untuk suksesi pemimpin setelahnya. Tapi tanda-tanda bahwa Rasulullah condong kepada Abu Bakar terlihat jelas. Oleh sebab itu tanpa ragu Umarpun membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin,  yang kemudian diikuti yang lain.

Wahai Abu Bakar, bentangkan tanganmu! Bukankah nabi menunjukmu menggantikannya untuk menjadi imam shalat kami? Siapakah yang boleh membelakangimu, dan siapakah yang lebih layak daripada engkau? Engkaulah yang paling dicintai nabi, satu-satunya orang yang menemani Rasulullah di gua saat hijrah. Abu Bakar, kami membaiatmu sebagai pengganti Raulullah“, demikian Umar berkata.

Padahal sebelumnya Abu Bakar sempat berpidato agar memilih Umar sebagai pemimpin. Ini menunjukkan betapa tingginya akhlak Umar yang dengan rendah hati menolak dan tetap memilih Abu Bakar sebagai pemimpin umat. Ia tahu persis bahwa menjadi pemimpin adalah amanat yang maha berat apalagi Rasulullah s.a.w telah memperlihatkan kecondongan kepada Abu Bakar. Dan umatpun mencintai dan menaruh kepercayaan kepada Abu Bakar hingga ia mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya.

Selama kepemimpinan khalifah Abu Bakar, Umar menunjukkan loyalitasnya yang sangat tinggi kepada Abu Bakar. Tak salah bila kemudian Abu Bakarnya mengangkatnya sebagai penasehat. Umar ini pulalah yang akhirnya berhasil meyakinkan pentingnya mengumpulkan lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran untuk disatukan dan disimpan dengan baik. Abu Bakar kemudian membentuk tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit. Maka dikumpulkanlah seluruh lembaran ayat-ayat Al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an, tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis yang ada waktu itu seperti tulang, kulit dan lain sebagainya. Dan setelah lengkap kemudian diserahkan dan disimpan Abu Bakar.

Paska wafatnya Abu Bakar, kumpulan ayat tersebut disimpan oleh Umar yang kemudian diserahkan dan disimpan oleh Hafshah, putri Umar sekaligus istri Rasulullah saw. Kemudian baru pada masa pemerintahan khalifah ke 3 yaitu Utsman bin Affan kumpulan ayat tersebut dibukukan dan menjadi dasar penulisan teks Al-Qur’an yang dikenal saat ini.

( Bersambung).

Read Full Post »