Feeds:
Posts
Comments

Archive for January, 2025

Rabat, ibu kota Maroko, pusat pemerintahan.

Menjelang pukul 5 sore kami tiba di Rabat. Melalui jendela mobil kami menikmati pemandangan kota yang terletak di tepi laut Atlantik ini. Rabat tampak lebih modern, teratur dan bersih dari kota-kota lain di Maroko yang kami kunjungi.

Secara harfiah Rabat berarti tempat berbenteng, dari kata bahasa Arab ribath yang artinya menjaga. Ar-Rabat atau Ar-Ribat berarti tempat berbenteng. Faktanya memang Rabat telah menjadi benteng Muslim sejak masa Khulafaur Rasyidin, sekitar tahun 700 M. Itu sebabnya kota ini mendapat julukan Kota Seribu Benteng.  Maroko juga termasuk negara yang unik, karena memiliki 2 ibu kota. Yaitu Rabat sebagai ibu kota administrasi dan Casablanca sebagai ibu kota industri.

Maroko adalah Negara Islam berbentuk kerajaan dengan bendera berwarna merah darah dengan bagian tengah bintang berwarna hijau. Warna merah memiliki arti keberanian dan bintang hijau dengan sudutnya yang 5, menggambarkan 5 rukun Islam. Sedangkan lambang negaranya adalah bintang berwarna hijau dengan latar belakang warna merah pegunungan Atlas dan matahari terbit yang diapit oleh dua singa.

Dilambang Negara tersebut terdapat tulisan dalam bahasa Arab “Tansurul laaha yansurkum” yang artinya “Jika Anda memuliakan Tuhan, Dia akan memuliakan Anda“. Kalimat tersebut merupakan penggalan ayat 7 surat Muhammad.

Kepala negara Maroko saat ini adalah raja Mohammed VI. Raja Maroko memegang kekuasaan eksekutif dan legislatif yang luas, terutama dalam militer, kebijakan luar negeri dan urusan agama. Bahasa resmi yang diakui Negara ada tiga yaitu Arab, Amazigh ( Berber) dan Perancis. Mengapa Perancis? Karena Maroko pernah berada dibawah kekuasaan Perancis selama 44 tahun yaitu sejak tahun 1912 hingga kemerdekaannya pada tahun 1956. 

Setelah melewati istana raja dengan halamannya yang sangat luas dan dilindungi tembok besar, menara pensil Muhammad VI dan gedung teater opera yang diarsiteki seorang muslimah kelahiran Irak bernama Zaha Hadid, Muhammad menurunkan kami di Kasbah Udaya.

Kasbah Udaya adalah benteng kota yang dibangun pada abad 11 dan merupakan Warisan Dunia UNESCO sejak 2012. Dari Kasbah inilah pemandangan indah samudra Atlantik dan kota modern Rabat dengan bangunan-bangunan berarsitektur modern seperti menara Muhammad VI dan gedung teater Opera sekaligus menara kuno Hassan terlihat. Sementara di sisi gerbang utama terletak old medina Rabat. Sungguh sebuah perpaduan yang menarik.

Dari Kasbah Udaya kami menuju menara Hassan  yang terletak pada pelataran yang sama dengan mausoleum Mohammed V. Menara Hassan mulai dibangun pada tahun 1195 oleh Sultan Yakub al-Mansur dengan tujuan menjadikannya masjid terbesar di dunia pada saat itu. Namun 4 tahun kemudian, kalifah Almohad ketiga tersebut meninggal dunia dan pembangunan masjidpun dihentikan.

Padahal pembangunan masih jauh dari target. Tinggi menara ( 44m) baru setengah dari yang diinginkan bahkan masjidnya sendiri baru berupa tiang meski sudah banyak, yaitu 200 tiang. Orang awam yang menyaksikannya pasti tidak mengira bahwa hal tersebut tidak disengaja. Karena tiang-tiang tersebut justru menjadi daya tarik tersendiri untuk spot foto wisatawan yang berdatangan.

Sementara itu Mausoleum Muhammad V yang merupakan makam kerajaan berada di pelataran yang sama dengan menara Hassan baru dibangun ratusan tahun kemudian, yaitu antara tahun 1961 dan 1971. Bangunan modern dengan sentuhan arsitektur khas Maroko ini menampung makam raja Muhammad V dan 2 putranya, yaitu pangeran Moulay Abdallah dan Raja Hassan II. Bersama menara Hassan, mausoleum ini menjadi bagian Situs Warisan Budaya UNESCO.

UNESCO baru-baru ini juga menetapkan Rabat sebagai World Book Capital 2026. Artinya kota ini telah diakui berhasil membudayakan penduduknya untuk cinta buku. Ini dibuktikan dengan banyaknya perpustakaan dan taman bacaan berkwalitas serta berhasil tampil di forum internasional. Sungguh sebuah prestasi bergengsi. Sebelum Rabat, gelar World Book Capital 2025 diberikan kepada Rio de Janeiro di Brasil dan Strasbourg di Prancis untuk tahun 2024.   

Esoknya kami melanjutkan perjalanan ke Casablanca yang hanya berjarak sekitar 90 km dari Rabat. Sekali lagi kami disuguhi lukisan indah ciptaan-Nya tapi kali ini pemandangan susur pantai lautan Atlantik bukan pegunungan seperti sebelumnya.

Di Casablanca kami langsung menuju Ricks’s Café karena rasa penasaran mengapa semua travel Indonesia ke Maroko merekomendasikannya. Ternyata keistimewaan café ini karena pernah menjadi tempat shooting film berjudul “Casablanca” yang menurut sebuah survey masuk peringkat teratas dalam daftar film lawas yang ‘wajib’ ditonton.

Film bertemakan cinta dengan latar belakang PD II ini dibuat pada tahun 1942 dibintangi 2 pemain film kenamaan pada masanya, yaitu Humphrey Bogart dan Ingrid Bergman. Ketika kami tiba di tempat terlihat antrian turis yang datang dengan bus-bus turis. Kami hanya berfoto dan menyempatkan “mengintip” menu masakannya yang harganya selangit itu.

Selanjutnya dengan mobil kami menyusuri “ la corniche” alias jalan susur laut Casablanca dengan jalur pejalan kakinya yang super lebar hingga keindahan laut dapat dinikmati semua orang tanpa dipungut bayaran sepeserpun. Temperatur sekitar 15 derajat di awal museum Dingin ini menambah kenyamanan menikmati kota ini. Di muslim Panas temperatur bisa mencapai 40 derajat Celcius. Boulevard ini dimulai dari ujung teluk dimana masjid Hassan II berdiri megah tinggi menjulang hingga melewati mercu suar di ujung teluk di sisi seberangnya. 

Dari la corniche kami langsung diantar ke stasiun kereta api Casa Voyajeur untuk menuju Marrakech. Jarak Casablanca – Marrakech 242 km ditempuh sekitar 3 jam dengan kereta api.

Marrakech, kota pariwisata.            

Marrakech mempunyai banyak julukan selain kota pariwisata. Yaitu  kota merah karena bangunan di kota ini semua terbuat dari tanah merah dan juga kota tujuh orang saleh” ( Sebaatou Rizjel) karena disanalah tujuh sufi terkenal berkiprah dan dikebumikan. Marrakech juga mempunyai julukan mutiara dari selatan.

Kota ini terletak di barat daya Maroko, di kaki pegunungan High Atlas. Marrakech ialah kata Berber yang artinya negeri Tuhan.  Mayoritas penduduk di kota yang didirikan pada tahun 1062 dan pernah menjadi ibu kota Maroko ini ialah suku Berber. Atinya Marrakech telah menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan selama berabad-abad.

Seperti kota-kota di Maroko lainnya, Marrakech memiliki 2 bagian utama: old medina alias kota tua dan kota modern. Di kota ini terutama di kota tuanya berdiri banyak sekali bangunan peninggalan bersejarah, tak salah bila kota menjadi salah satu kota budaya yang dilindungi UNESCO.

Sekitar pukul 3 sore kami tiba di stasiun kereta api Marrakech yang berada di bangunan modern di kota baru Marrakech. Selanjutnya dengan taxi ( orang Maroko menyebutnya Grand Taxi/Petit Taxi) kami diantar ke kota tua yang jaraknya tidak begitu jauh dari stasiun. Lalu dengan berjalan kaki sambil menyeret koper menyusuri jalan-jalan kecil diantara keriuhan souk/pasar, akhirnya tiba kami di riad yang telah kami pesan sebelumnya.

Setelah cek-in kami langsung menuju Djemaa el-Fna yang ternyata sangat dekat dengan riad yang kami tinggali.  Djemaa el-Fna adalah alun-alun terbesar dan teramai tidak saja di Maroko tapi juga Afrika. Turis manca negara dan turis lokal terlihat hiruk pikuk berbaur dengan para pedagang yang menjual berbagai barang dagangan. Disana-sini terlihat orang bergerombol menyaksikan penduduk asli memamerkan bermacam atraksi seperti bermain musik tradisional, bernyanyi, menari, pertunjukkan api, sulap, monyet bahkan ularpun ikut beraksi. Tenda-tenda makanan yang menyajikan makanan tradisional seperti tajin, kuskus dll disesaki para tamu. Pedagang berbagai buah-buahan segar untuk diolah menjadi jus tak mau kalah berteriak-teriak menawarkan dagangannya.

Puas menikmati keramaian Djemaa el-Fna kami berjalan menuju masjid Koutubia yang merupakan ikon Marrakech. Masjid ini merupakan simbol kekayaan sejarah dan budaya kota ini. Masjid Koutubia dibangun pada tahun 1150 dengan batu pasir merah, dengan desain campuran arsitektur Islam Andalusia dan Spanyol yang dikenal dengan nama Hispano-Moresque.

Menara masjid setinggi 77 meter yang dijuluki “Roof of Marrakech” ini puncaknya dihiasi dengan 4 bola bersusun dari emas murni. Menara masjid ini menjadi model untuk pembangunan menara Masjid Giralda di Kota Sevilla, Spanyol dan menara Masjid Hassan II di Rabat, Maroko. Karena kemiripan bentuk dan desainnya, ketiga menara ini kerap disebut sebagai tiga seri menara kembar. Tampaknya julukan “Roof of Marrakech” ini yang menjadi alasan bahwa gedung di kota ini tidak boleh melebihi tinggi masjid Koutubia. 

Sesuai namanya yaitu masjid Koutubia ( Koutub dari kata Kitab dalam bahasa Arab yang artinya buku) masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat namun juga sebagai tempat belajar karena memiliki perpustakaan dengan buku bermacam topik tidak hanya tentang Islam.

Lagi-lagi sayangnya, begitu tiba di depan masjid, seperti juga masjid di kota-kota lain di Maroko, masjid tutup dan hanya bisa dimasuki menjelang waktu shalat wajib. Apa boleh buat, kami terpaksa harus puas memandangnya dari luar, dilanjutkan dengan berjalan-jalan di taman sekitarnya. Marrakech dikenal mempunyai banyak taman luas.

Esok paginya, ketika melewati alun-alun Djemaa el-Fna, kami dibuat takjub melihat alun-alun yang kemarin malam begitu ramai, pagi ini telah terlihat bersih dari segala sampah. Dan Alhamdulillah kami berdua sempat mendirikan shalat Zuhur ( dan Asar ) secara berjamaah di masjid Kuotubia begitu adzan berkumandang. Dari penjaga riad, kami baru mengetahui ternyata masjid tersebut baru dibuka kembali beberapa hari lalu akibat gempa yang terjadi pada September 2023 lalu.  Gempa dahsyat berskala 6,8 Richter di barat daya Marrakech tersebut menewaskan nyaris 3.000 orang, kebanyakan di desa-desa terpencil pegunungan High Atlas. Sejumlah bangunan bersejarah di Marrakech dan juga sekitar masjid Koutubia runtuh tapi masjid Koutubia sendiri hanya mengalami sedikit kerusakan.

( Bersambung).

Read Full Post »

Asal Usul Julukan Singa Atlas.

Fes berada di selatan Chefchouen sejauh 197km. Namun karena tidak ada jalan tol di antara keduanya diperlukan waktu sekitar 3jam 30 menit untuk menembus pegunungan Atlas yang terlihat angker dan tandus. Di pegunungan inilah konon hidup kawanan singa dengan ukuran di atas rata-rata yaitu 270 kilogram.  Singa Atlas atau dikenal dengan Singa Berber atau Singa Nubia adalah subspesies dari singa yang telah punah di alam liar sejak abad ke-20.

Akan tetapi pada tahun 1992 singa ini sempat terekam di alam bebas pegunungan Atlas. Kini singa Berber yang tersisa hanya dapat dijumpai di tempat sirkus dan kebun binatang, salah satunya di Rabat Zoo. Di kebun binatang ibu kota Maroko itu hidup sekitar 200 singa Atlas.

Spesies langka inilah yang kemudian menjadi julukan Maroko dan juga tim sepakbola Maroko yang berhasil mencapai prestasi terbaiknya pada Piala Dunia 2022 di Qatar, yaitu  babak semifinal. Tak salah bila kemudian FIFA menunjuk Maroko bersama Spanyol dan Portugal menjadi tuan rumah bersama Piala Dunia 2030.

Selain Singa Atlas Maroko juga mempunyai julukan Maghribi yaitu tempat matahari terbenam karena letak Maroko yang di ujung paling barat Afrika berbatasan dengan samudra luas hingga tidak ada kota/negara setelahnya. Arti maghrib sendiri dalam bahasa Arab adalah Barat.

Cikal bakal Maroko.

Cikal bakal Maroko adalah dinasti Idrisiyah. Dinasti ini didirikan pada abad 8 oleh Idris bin Abdullah yang merupakan cicit Rasulullah Muhammad saw dari jalur Hasan bin Thalib ra. Paska tragedy memilukan Karbala di Irak, yaitu dibunuhnya khalifah ke 4 Ali bin Abu Thalib, disusul pemenggalan kepala Husein bin Ali, keturunan Ali termasuk Idris bin Abdullah, menyelamatkan diri dari kejaran para musuh. Ketika itu kekhalifahan Ummayah telah jatuh dan digantikan oleh kekhaifahan Abbasiyah.

Tujuannya adalah Maroko utara, yaitu ke Walīla. Walila/Volubilis adalah sebuah kota tua Romawi yang kini telah menjadi reruntuhan akibat gempa pada pertengahan abad 18 dan dijadikan situs budaya yang dilindungi Unesco. Idris bertemu dengan suku-suku Berber yang menghuni wilayah ini. Kedatangan Idris  yang diketahui sebagai keturunan Rasulullah, disambut hangat oleh masyarakat setempat yang ketika itu telah mengenal Islam. Sang sayyid berhasil mempersatukan suku-suku Berber yang sebelumnya sering berselisih. Sayyid Idris bahkan mampu menaklukkan sebagian besar wilayah utara Maroko. Selanjutnya ia membangun kota baru bernama Moulay Idris di atas bukit tidak jauh dari Walila dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan.

Namun para penguasa Abbasiyah menyadari bahwa kekuatan politik yang tumbuh di Maghrib, dipimpin oleh seorang keturunan Nabi pula, dapat menggoyahkan kekuatan mereka di kawasan tersebut.   Oleh sebab itu mereka mengutus seorang mata-mata yang menyamar sebagai tabib. Suatu hari dalam suatu pertemuan, mata-mata tersebut berhasil meracuni Idris hingga akhirnya meninggal dunia.  

Selanjutnya ia digantikan oleh putranya, yaitu Idris II yang dengan dukungan rakyatnya bisa tetap mempertahankan kelangsungan kekuasaan Idrissiyah. Idris II kemudian mendirikan kota Fes yang menjadi kota suci tempat tinggal Shorfa (keturunan Nabi dari Husain bin Ali bin Abi Thalib) sekaligus sebagai kota pusat perdagangan yang selanjutnya menjadi ibu kota kerajaan Idrisiyyah. Kota ini berkembang dengan sangat pesat dalam segala bidang kehidupan, termasuk ilmu dan pengetahuan.

Saat ini Maroko yang berbentuk kerajaan menjadikan Rabat sebagai ibu kota, pusat pemerintahan. Negri ini memberi julukan kota-kotanya sesuai kekhususannya. Diantaranya yaitu Cassablanca sebagai kota bisnis, Marrakesh  kota pariwisata dan Fes disebut sebagai kota pendidikan.

Yang menarik hampir semua kota besar Maroko mempunyai old medina alias kota lama/tua yang tetap digunakan dan dirawat dengan baik hingga hari ini. Padahal kota-kota tua tersebut usianya telah ratusan tahun. Didalam kota inilah dulu seluruh kegiatan penduduk di lakukan. Oleh sebab itu didalam old medina atau biasa disebut medina saja, selalu memiliki setidaknya 4 hal yaitu masjid agung, fontain atau kolam air untuk berwudhu, hamam alias pemandian umum dan toko roti.

Empat hal ini menunjukkan betapa tinggi tingkat spiritual penduduknya, bahwa kehidupan akhirat senantiasa menjadi prioritas. Kota tua ditandai dengan adanya benteng alias tembok besar yang mengelilingi kota dengan pintu utama/gapura dan beberapa pintu gerbang lainnya. Begitulah yang disampaikan Hassan, pemandu kami di Fes, seorang asli Berber yang sangat menguasai sejarah kota Fes. 

Fes, Kota Ilmu dan Pendidikan.

Kami memulai penjelajahan Fes dari sebuah bukit di luar kota tersebut. Dari atas bukit inilah kota Fes terlihat jelas. Fes dibagi menjadi 3 bagian yaitu kota tua (Fes el-medina), kota baru dan Mellah ( distrik Yahudi). Kota baru didirikan pada masa kolonial Prancis yang pernah menguasai Maroko selama 44 tahun yaitu sejak tahun 1912 hingga tahun 1956.

Sedangkan Mellah sejak lama telah ditinggalkan penduduknya yang makin lama makin sedikit dan sisanya yang tersisa sangat sedikit itu kini lebih memilih tinggal di kota lain. Yang terbanyak di Tetuoan yang terletak sekitar 60 km tenggara Tangier.

Fes el-medina , dengan lebih dari 150 ribu penduduk, masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO dan dianggap sebagai kawasan bebas mobil, kawasan pejalan kaki terluas dan tertua di dunia. Kota dengan 9.000 lorong dan jalan-jalan sempit ini dikelilingi benteng/tembok tebal sepanjang 14 km. Di kota inilah berdiri universitas universitas Qarawiyyin. Universitas ini didirikan oleh Fathimah Al-Fihria pada tahun 859 M, menjadikannya universitas tertua di dunia. ( Al-Azhar tahun 972 M, Oxford tahun 1096 M, Sorbonne tahun 1257 M).

Fathimah Al-Fihria adalah seorang perempuan alim kelahiran Qarowiyyin yang sekarang merupakan bagian dari Tunisia. Ia berasal dari keluarga pedagang kaya raya, awalnya membangunnya sebagai masjid kecil. Namun lama kelamaan berkembang menjadi tempat pendidikan berbagai macam ilmu pengetahuan, tidak hanya ilmu agama, melainkan juga matematika, sains dan kedokteran.

Tak heran bangunan bermenara putih tersebut akhirnya ikut mengalami perluasan dan terus mempercantik diri. Hingga akhirnya menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang didatangi banyak mahasiswa dari manca negara. Di universitas inilah lahir ilmuwan-ilmuwan Muslim kenamaan seperti Averroes, Al-Idrisi, Ibn Khaldun dll.

Namun dengan makin berkembangnya kota, diantara rumah penduduk yang makin padat, pasar dengan segala kebutuhan hidup dan masjid yang tak terhitung jumlahnya, Qarawiyyinpun tidak lagi mampu menampung mahasiswa yang terus berdatangan. Akhirnya universitaspun dipindahkan ke luar tembok kota Fes dengan tetap mempertahankan metode pembelajaran klasik. Sementara di tempat yang lama hanya menerima murid jurusan agama selain sebagai fungsinya sebagai masjid.

Selanjutnya pada tahun 1947 universitas ini direorganisasi menjadi universitas modern layaknya lembaga pendidikan saat ini dengan dikeluarkannya gelar akademik pada mahasiswanya. Kemudian pada tahun 1975 universitas berubah nama menjadi universitas Sidi Muhamad Ben Abdullah yang saat ini masih menempati rangking pertama di Maroko.

Alhamdulillah kami berdua sempat mendirikan shalat Zuhur jamaah di masjid Qarawiyyin bersama penduduk sekitar begitu adzan berkumandang. Jamaah perempuan yang jumlahnya cukup banyak mendapat tempat shalat di selasar persis di samping kanan riadnya yang cantik itu.

Oya riad adalah bagian terbuka semacam patio yang terletak di tengah rumah khas Maroko. Riad biasanya dilengkapi dengan kolam air mancur dan pepohonan, bagian bagian atap terbuka hingga udara segar bebas mengalir. Disinilah anggota  keluarga biasanya berkumpul sambil menikmati teh mint ditemani camilan khas Maroko yang mampu membangkitkan selera, sayang terlalu manis untuk saya pribadi.

Rumah Maroko biasanya berbentuk persegi dengan aksen lengkung pada pintu, jendela dan lorongnya. Arsitektur Maroko yang eksotis, banyak dipengaruhi kebudayaan Mediterania, Afrika, Persia, dan Islam tentunya. Pola geometri dan bunga/tumbuhan dengan warna-warna cerah biasanya dimunculkan pada keramik mozaik baik di lantai maupun dindingnya. Jendela balkon rumah Maroko yang disebut  mashrabiya juga menarik. 

Mashrabiya adalah ukiran yang dibuat pada partisi kayu besar dengan pola geometris yang rumit. Fungsinya sebagai pembatas/penutup untuk menyembunyikan wajah penghuni perempuan dari pandangan pria di luar rumah. Selain itu harumnya wewangian rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh, jahe yang dihangatkan juga memperkaya keunikan rumah Maroko. 

Rumah-rumah yang lazim disebut dengan riad tersebut banyak dijumpai di dalam kota tua. Belakangan rumah-rumah tersebut banyak yang disewakan untuk turis dengan pelayanan akrab ala rumahan. Menurut Hassan selain riad ada lagi apa yang dinamakan dar. Bedanya dar dengan riad, dar lebih sederhana, tidak ada riad alias bagian terbuka ditengahnya, kalaupun ada tanpa kolam air mancur. Pemilik riad biasanya orang kaya. Namun dari luar perbedaan tersebut tidak terlihat. Baik riad maupun dar yang berada di lorong-lorong sempit tersebut yang tampak hanya gerbang pintu kayu berukiran khas Maroko.  

Masih menurut Hassan, zaman dulu pintu-pintu tersebut mempunyai 2 bukaan, yang 1 tinggi besar dan 1 lagi sedang, dengan alat ketukan pintu masing-masing. Yang tinggi besar khusus untuk tuan rumah dan kudanya yang tanpa harus turun dari kuda dapat mengetuk pintu. Sedangkan yang lebih kecil untuk tamu tanpa kuda. Biasanya kuda diikat di depan rumah di balik gerbang. 

Di dalam kota tua ini pula terdapat mausoleum/makam raksasa pendiri Maroko yaitu Mulay Idris 2. Makam megah dengan dekorasi mozaik dan kaligrafi menakjubkan ini menyatu dengan pasar yang menjual aneka kebutuhan hidup. Sama halnya dengan masjid Qarawiyyin maupun madrasah Bou Inania yang usianya telah ratusan tahun.

Namun pasar atau souk dalam bahasa Arab ini jangan dibayangkan seperti di Indonesia. Pasar yang menyatu dengan rumah penduduk, masjid, maousolem, hamam yang sudah berubah fungsi tempat spa massage dll ini tertata rapi dan bersih, dipisahkan antara bagian sayuran, daging dll dengan bagian sepatu, pakaian sehari-hari, pakaian pernikahan dan pernak-perniknya, bahkan bagian perhiasan emas.

Di dalam pasar kota lama ini kami juga sempat diajak melihat proses pembuatan minyak Argan yang merupakan andalan Maroko. Juga  mengunjungi tempat penyamakan kulit Nejjar tertua di Maroko yang masih menggunakan alat-alat tradisional seperti ratusan tahun lalu. Bahkan keledai sebagai pengangkut kulit binatang masih digunakan hingga saat ini, dan melewati lorong sempit kota Fes ini. Kami bagaikan dibawa ke kehidupan di masa lalu.

Esoknya kami meneruskan perjalanan ke Rabat dengan melalui Walila/Volubilis, reruntuhan kota romawi tujuan awal Idris dan keluarganya serta Meknes ibu kota Maroko pada masa Moulay Ismail (1672–1727) sebelum dipindahkan ke Marrakech. Dan tentu saja Moulay Idris yang terletak tidak jauh dari keduanya. Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan indah perbukitan Rif dengan danau dan pepohonan Zaitunnya.

Volubilis didirikan pada abad ke-3 SM. Kota ini meliputi wilayah seluas 40 hektare dengan tembok sepanjang 26 km yang membentengi nya. Sisa-sisa kemegahan kota tersebut masih terlihat, tampak dari adanya bangunan-bangunan khas eropa seperti Arc de Triomph di situs arkeologi tersebut. Kota baru menjadi reruntuhan seperti saat ini setelah gempa besar yang terjadi di abad 18.

Akan halnya Meknes, menurut Muhammad, sejak 3 tahun belakangan ini sedang menjalani renovasi besar-besaran.  Jadi tidak banyak yang bisa kami saksikan. Bahkan gerbang utamanyapun masih dipenuhi stagger/tangga besi. Namun demikian sejumlah kereta kuda tampak sudah siap melayani para tamu untuk berkeliling melihat bekas ibu kota lama dan istananya.  

Bersambung. 

Jakarta, 18 Januari 2025.

Read Full Post »

Wisata ke Maroko? Mengapa tidak?? Bagi para pemburu sejarah dan budaya kejayaan Islam, Maroko tampaknya tidak boleh dilewatkan. Mengapa? Bukankah negri ini adalah pintu gerbang masuknya Islam ke Eropa, Spanyol atau tepatnya Andalusia? Siapa tak kenal Andalusia dibawah Islam yang pernah mengalami kejayaan selama beberapa abad. Inilah yang menjadi alasan utama kami berdua ( saya dan suami) untuk mengunjungi negri berjulukan Singa Atlas ini.

Kami memulai perjalanan wisata ke Maroko pada Kamis, 28 November 2024 dengan penerbangan Qatar Airways tujuan Casablanca, kota terbesar sekaligus pusat ekonomi dan bisnis di Maroko.  Setelah transit di Doha beberapa jam, menjelang Maghrib di hari yang sama, pesawat mendarat di bandara international Muhammad V, Casablanca. Dengan menumpang taxi yang dipesan dari tanah air, kami langsung menuju appart hotel. Sengaja kami memilih hotel yang terletak persis di sebelah masjid Hassan II, masjid terbesar di Maroko, agar besoknya dapat mendirikan shalat Jumat.

Masjid Hassan II, Casablanca.

Masjid Hassan II dibangun dibangun pada tahun 1980 selama 9 tahun pembangunan.  Masjid megah ini dibangun menjorok ke samudra Atlantik hingga  seakan mengapung. Dengan kapasitas 25.000 jamaah, ditambah 80 ribu di pelatarannya, menjadikan masjid ini salah satu masjid terbesar di dunia. Dan dengan menaranya yang menjulang setinggi 210 m, menjadikannya masjid bermenara tinggi no 2  di dunia.  

Setelah cek-in dan makan malam di sekitar hotel kami langsung menyambangi masjid  tersebut.  Sinar laser tampak menyinari menaranya yang setara 60 lantai itu. Sayang ternyata masjid hanya buka untuk jamaah shalat pada waktu jam shalat wajib. Di luar itu, pada jam-jam tertentu, masjid buka namun khusus untuk turis bukan untuk shalat, dan berbayar. Cukup mengejutkan … Yaah apa boleh buat, terpaksa kami harus puas mengaguminya dari luar toh insyaAllah besok kami bisa shalat Subuh dan Jumatan di masjid tersebut. Demikian kami menghibur hati …

Dan Alhamdulillah Allah swt mengabulkan keinginan kami. Tapi yaituuu … begitu usai shalat Subuh penjaga masjid langsung menjalankan tugasnya, yaitu meminta para jamaah yang jumlahnya tidak seberapa itu untuk segera meninggalkan masjid karena akan ditutup. Beruntung kami datang sebelum adzan dikumandangkan, jadi sempat mengambil gambar bagian dalam masjid megah berinterior sangat indah tersebut. Nada adzannya sendiri agak asing tidak seperti yang biasa kita dengar di tanah air. Dan ternyata sama dengan semua adzan di negri tersebut.

Masjid Hassan II dibangun menjorok di atas lautan Atlantik yang memang merupakan batas Maroko di sisi baratnya. Sebagian atap masjid ini dapat dibuka secara elektronik. Sedangkan di lantainya, ada bagian yang menggunakan kaca tebal hingga air laut yang menyapu bebatuan bagian bawah masjid dapat terlihat. Sekali lagi sayang kami tidak sempat menikmatinya. Pukul 15.00 sore itu kami sudah harus berada di stasiun kereta api untuk menuju Tangier. Itupun kami terburu-buru karena di luar dugaan persiapan shalat dan khutbah Jumat ternyata panjang.  Tapi kami puas sudah berkesempatan shalat Subuh dan shalat Jumat yang dihadiri jamaah perempuan yang cukup banyak serta memandang dari luar masjid megah ini dari beberapa sudut yang berbeda, Alhamdulillah …      

Maroko dan Andalusia.

Wilayah Afrika utara yang terdiri dari Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko telah ditalukkan sejak awal ke-Islam-an yaitu pada masa ke khulafaul Rasyidin di awal abad 7. Penduduk asli wilayah tersebut adalah bangsa Berber ( mereka lebih menyukai sebutan Amazigh yang berarti orang merdeka atau orang mulia). Sejumlah sejarawan berpendapat bahwa nenek moyang bangsa ini telah menempati wilayah sepanjang Pantai Mediterania tersebut sejak zama Paleolithikum. Tidak sedikit diantara suku bangsa tersebut yang memeluk agama Yahudi.

Namun sejak masuknya ajaran Islam ke wilayah tersebut banyak yang kemudian berpindah memeluk Islam. Tapi tidak sedikit juga yang tetap bertahan dalam agama mereka hingga kini, meski jumlahnya kian lama kian sedikit. Data terakhir ( 2021) menyebutkan jumlah pemeluk Islam di Maroko sekitar 98,7%.

Maroko agak berbeda dengan ke 4 negara tetangganya sesama Islam. Negara ini lebih kebarat-baratan. Percampuran budaya ini disebabkan penaklukkan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang hanya terpisah 14 km oleh selat Gibraltar, oleh kaum Muslimin pada awal abad ke-8 M.

Adalah Thariq bin Ziyad, seorang panglima perang dari Bani Ummayah, yang pada suatu hari di tahun 711 M (92 H) berlabuh di Gibraltar dengan tujuan menaklukkan Al-Andalusia. Gibraltar adalah sebuah gunung di daratan Spanyol selatan yang terletak persis di seberang Maroko yang dipisahkan oleh selatan Gibraltar. Gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Thariq, yang artinya gunung Thariq, alias Thariq bin Ziyad,  sang penemu Gibraltar sekaligus penakluk Andalusia.

Thariq bin Ziyad menaklukkan Al-Andalusia atas perintah Musa bin Nusair gubernur Afrika Utara dibawah sultan Al-Walid I dari bani Umayyah. Ketika itu Musa dimintai pertolongan  Julian penguasa Ceuta, sebuah kota milik kerajaan Visigoth yang berada di Maroko utara. Penguasa tersebut marah besar karena raja Visigoth memperkosa putri tercintanya.

Kedatangan pasukan Islam didahului dengan pasukan kecil dibawah pimpinan Tarif bin Malik dengan tujuan untuk mempelajari medan. Dengan menyamar, pasukan ini berangkat dari Ceuta dengan menggunakan kapal Julian, dan berlabuh di sebuah kota pelabuhan paling selatan semenanjung Iberia yang di kemudian hari diberi nama Tarifa. Tak lama Tarif dan pasukanpun kembali untuk melaporkan keadaan.

Setelah itu barulah Thariq bin Ziyad dengan membawa pasukan besar berangkat menyeberangi selat Gibraltar menuju semenanjung Iberia. Pasukan ini berhasil menaklukkan kerajaan Visigoth dengan gemilang. Hampir seluruh kota-kota besar seperti Kordoba, Granada, Malaga berhasil ditaklukkan. Bahkan Toledo, ibu kota kerajaan yang berjarak tidak lebih dari 100 km dari Madrid, ibu kota Spanyol sekarang, telah kosong ditinggalkan penduduknya. Sementara Sevilla ditaklukkan panglima Thariq beberapa lama kemudian bersama gubernur Musa bin Nusayr yang datang menyusul.

Kemenangan besar itu disambut gembira oleh pemeluk Yahudi maupun Nasrani di Andalusia. Ini disebabkan kebijakan kerajaan Visigoth yang tidak adil terhadap kedua pemeluk agama tersebut. Selanjutnya, Thariq yang diangkat menjadi gubernur Al-Andalus, memberlakukan hukum Islam yang adil dan toleran terhadap ajaran Yahudi maupun Nasrani di seluruh penjuru Semenanjung Iberia.

Pada masa itu kekuasaan kekhalifahan bani Ummayah membentang dari sebagian wilayah Cina, sebagian bekas jajahan Rusia seperti Uzbekistan, Ajerbaijan, Tajikistan dll, Pakistan, sebagian wilayah India, Irak, Iran, Jordania, Palestina, seluruh jazirah Arab hingga Afrika Utara seperti Mesir, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko dan terakhir Andalusia di semenanjung Iberia dan sebagian wilayah Perancis Selatan.

Sayang kekhalifahan maha luas yang beribu-kota Damaskus di Suriah ini, runtuh pada tahun 750 M. Marokopun berpindah menjadi bagian dari kekhalifahan Abbasiyah yang menundukkan kekhalifahan Ummayah. Abbasiyah merebut seluruh wilayah kekuasaan Ummayah kecuali Andalusia.  

Baca lengkap tentang Andalusia, click link berikut:

https://vienmuhadi.com/2009/11/10/menilik-jejak-islam-di-eropa-2-andalusia/

Tangier, kota pelabuhan, gerbang menuju ke Eropa.  

Selama berabad-abad, Tangier yang terletak di ujung utara Maroko menjadi pintu gerbang antara Eropa dan Afrika. Dengan menyeberangi selat Gibraltar, menggunakan kapal feri dari Tangier di Maroko wisatawan dapat mencapai Spanyol di kota Tarifa.

Dengan menumpang kereta cepat/bullet train Al-Bouraq, kami berdua tiba di Tangier. Perjalanan Casablanca – Tangier ditempuh selama 2 jam 5 menit. Tangier adalah kota modern. Stasiun kereta apinya menyatu dengan  mall di pusat kota dimana gedung-gedung hotel dan perkantoran berada. Namun hebatnya bagian kota lama alias medina/old medina tetap dipertahankan bahkan dirawat dengan sangat baik.

Kota lama terletak di sisi barat kota modern tak jauh dari pelabuhan dimana ferry yang membawa wisatawan dari daratan Eropa berdatangan setiap waktu. Di kota ini pula 2 laut bertemu yaitu lautan Atlantik dan laut Mediterania. Bahkan ayat tentang bertemunya air yang asin dan yang tawar, banyak yang meyakininya yang dimaksud adalah pertemuan ke 2 laut tersebut.

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi” ( Terjemah QS. Al-Furqon(25):53).

Old media Tangier dikelilingi tembok besar dimana berdiri di dalamnya kasbah/benteng dengan gapura-gapuranya, masjid agung, rumah penduduk dan cafe dengan pintu-pintunya yang unik, dan tak ketinggalan souk alias pasar yang menjual berbagai kebutuhan. Sungguh menarik  menelusuri jalan-jalan kecil berliku menanjak bagai labirin di dalam kota tua ini. Tak lama kamipun tiba di plaza Kasbah yang terletak di tempat tertinggi Tangier. Dari tempat ini kita dapat menikmati pemandangan indah lautan Atlantik yang biru nan luas dan pelabuhan Tangier dengan kapal-kapalnya.

Karena letaknya yang strategis tak heran jika sejarah kota ini dipengaruhi berbagai peradaban dan budaya yang silih berganti menguasainya sejak sebelum abad 10  SM. Tangier baru masuk ke dalam wilayah kekuasaan Umayyah pada abad 8 dengan jatuhnya kerajaan Visigoth di Spanyol. Itu sebabnya pasukan Thariq bin Ziyad ketika menyebrangi selat Gibraltar tidak melalui kota pelabuhan ini.  

Salah satu cendekiawan Muslim termasyur yang lahir di Tangier adalah Ibn Batutta. Batutta lahir pada tahun 1304 M. Seperti juga panglima Thariq bin Ziyad dan Tarif bin Malik, Batutta asli Berber/Amazig.    Ibn Batuta dikenal sebagai penjelajah dunia yang pengalaman perjalanan selama 29 tahunnya yang sangat menarik itu kemudian dituliskan. Ia adalah saksi berbagai kejadian penting di berbagai tempat yang ia kunjungi. Tak heran jika tulisannya itu hingga kini masih banyak dijadikan referensi sejarah.

Setelah puas menikmati Tangier, dengan dipandu Muhammad, sopir sekaligus guide perjalanan kami, kami melanjutkan perjalanan ke Chefchouen si kota biru. Muhammad menawarkan 2 pilihan, lewat tol  2 jam atau non tol 4 jam dengan banyak pemandangan menakjubkan. Beruntung kami sepakat memilih pilihan ke 2 yang ternyata memang benar menakjubkan.

Selain suguhan pemandangan alam seperti pegunungan dan laut kami juga berkesempatan melewati sejumlah kota pantai termasuk Ceuta, kota milik Spanyol ( hingga hari ini) dimana pasukan Islam menyebrangi selat Gibraltar beberapa ratus tahun silam. Terlihat sejumlah penjaga memeriksa mobil-mobil yang akan masuk kota tersebut. Dari sekitar kota tersebut terlihat selat Gibraltar dan gunung kapur Gibraltar di kejauhan.

Aneh kan, sama-sama berada di Maroko tapi untuk memasukinya diperlukan visa“, keluh Muhammad, orang asli Berber yang tinggal di Marakech, terlihat kesal.

Maroko mempunyai 2 pegunungan tinggi yaitu pegunungan Riff di utara dan pegunungan Atlas dari utara ke barat. Kedua pegunungan tersebut mempunyai karakter yang berlawanan. Riff subur, dipenuhi pepohonan seperti zaitun, gandum dan jeruk. Sementara pegunungan Atlas yang terbagi menjadi 2 yaitu Middle Atlas dan High Alas, cenderung kering dan tandus meski di beberapa tempat tampak pepohonan di sana sini. Pegunungan ini membentang sepanjang 1300 km bagaikan tembok besar yang memisahkan lautan Atlantik dan laut Mediterania dari gurun sahara yang tandus.

Chefchouen si kota biru.

Sekitar pukul 5 sore kami memasuki Chefchouen ( ejaan bahasa Arab dibaca Shafshowan)  dimana pertemuan 2 pegunungan terlihat. “Chefchaouen” adalah 2 kata dalam bahasa Arab yaitu Chef yang berarti “melihat” dan Chaouen yang artinya “tanduk”. Tanduk yang dimaksud adalah pegunungan Rif dan pegunungan Atlas. 

Kota ini didirikan pada 1471 sebagai kasbah (benteng) oleh Moulay Ali ibn Rashid al-Alami dari bani Idrissiyah untuk mempertahankan kota dari serangan Portugis. Selanjutnya paska tragedy Reconquista yaitu tragedy pengusiran kaum Muslimin dan Yahudi dari Andalusia paska kemenangan Nasrani Spanyol pada 1492, kota ini menjadi rumah kedua kaum tersebut. Namun dengan berjalannya waktu tidak ada lagi kaum Yahudi yang tinggal di kota ini.

Keunikan kota benteng dengan lorong-lorong bertangga dan berliku bak labirin ini adalah rumah-rumah dan bangunan-bangunan birunya. Ada beberapa pendapat mengapa hal tersebut dilakukan. Yang pertama karena alasan warna biru dapat mengusir nyamuk. Yang kedua karena biru dianggap melambangkan langit dan surga yang mengingatkan akan kehidupan akhirat. Namun, menurut sebagian penduduk, dinding-dinding tersebut diperintahkan untuk dicat biru baru pada sekitar tahun 1970-an guna menarik turis.

Dan ternyata berhasil. Sejak beberapa tahun belakangan Chefchoeun menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Spot-spot cantik kota ini memenuhi berbagai macam medsos, instragrammable, istilah anak muda zaman Now. Artinya kota ini sangat layak untuk dikunjungi dan ber-foto ria di spot-spot cantik uniknya, untuk kemudian di  upload di medsos, Instagram khususnya.

Bersambung. 

Jakarta, 11 Januari 2025.

Waallhu’alam bish shawwab.

Vien AM.

Read Full Post »