Wisata ke Maroko? Mengapa tidak?? Bagi para pemburu sejarah dan budaya kejayaan Islam, Maroko tampaknya tidak boleh dilewatkan. Mengapa? Bukankah negri ini adalah pintu gerbang masuknya Islam ke Eropa, Spanyol atau tepatnya Andalusia? Siapa tak kenal Andalusia dibawah Islam yang pernah mengalami kejayaan selama beberapa abad. Inilah yang menjadi alasan utama kami berdua ( saya dan suami) untuk mengunjungi negri berjulukan Singa Atlas ini.
Kami memulai perjalanan wisata ke Maroko pada Kamis, 28 November 2024 dengan penerbangan Qatar Airways tujuan Casablanca, kota terbesar sekaligus pusat ekonomi dan bisnis di Maroko. Setelah transit di Doha beberapa jam, menjelang Maghrib di hari yang sama, pesawat mendarat di bandara international Muhammad V, Casablanca. Dengan menumpang taxi yang dipesan dari tanah air, kami langsung menuju appart hotel. Sengaja kami memilih hotel yang terletak persis di sebelah masjid Hassan II, masjid terbesar di Maroko, agar besoknya dapat mendirikan shalat Jumat.
Masjid Hassan II, Casablanca.
Masjid Hassan II dibangun dibangun pada tahun 1980 selama 9 tahun pembangunan. Masjid megah ini dibangun menjorok ke samudra Atlantik hingga seakan mengapung. Dengan kapasitas 25.000 jamaah, ditambah 80 ribu di pelatarannya, menjadikan masjid ini salah satu masjid terbesar di dunia. Dan dengan menaranya yang menjulang setinggi 210 m, menjadikannya masjid bermenara tinggi no 2 di dunia.
Setelah cek-in dan makan malam di sekitar hotel kami langsung menyambangi masjid tersebut. Sinar laser tampak menyinari menaranya yang setara 60 lantai itu. Sayang ternyata masjid hanya buka untuk jamaah shalat pada waktu jam shalat wajib. Di luar itu, pada jam-jam tertentu, masjid buka namun khusus untuk turis bukan untuk shalat, dan berbayar. Cukup mengejutkan … Yaah apa boleh buat, terpaksa kami harus puas mengaguminya dari luar toh insyaAllah besok kami bisa shalat Subuh dan Jumatan di masjid tersebut. Demikian kami menghibur hati …
Dan Alhamdulillah Allah swt mengabulkan keinginan kami. Tapi yaituuu … begitu usai shalat Subuh penjaga masjid langsung menjalankan tugasnya, yaitu meminta para jamaah yang jumlahnya tidak seberapa itu untuk segera meninggalkan masjid karena akan ditutup. Beruntung kami datang sebelum adzan dikumandangkan, jadi sempat mengambil gambar bagian dalam masjid megah berinterior sangat indah tersebut. Nada adzannya sendiri agak asing tidak seperti yang biasa kita dengar di tanah air. Dan ternyata sama dengan semua adzan di negri tersebut.


Masjid Hassan II dibangun menjorok di atas lautan Atlantik yang memang merupakan batas Maroko di sisi baratnya. Sebagian atap masjid ini dapat dibuka secara elektronik. Sedangkan di lantainya, ada bagian yang menggunakan kaca tebal hingga air laut yang menyapu bebatuan bagian bawah masjid dapat terlihat. Sekali lagi sayang kami tidak sempat menikmatinya. Pukul 15.00 sore itu kami sudah harus berada di stasiun kereta api untuk menuju Tangier. Itupun kami terburu-buru karena di luar dugaan persiapan shalat dan khutbah Jumat ternyata panjang. Tapi kami puas sudah berkesempatan shalat Subuh dan shalat Jumat yang dihadiri jamaah perempuan yang cukup banyak serta memandang dari luar masjid megah ini dari beberapa sudut yang berbeda, Alhamdulillah …




Maroko dan Andalusia.
Wilayah Afrika utara yang terdiri dari Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair dan Maroko telah ditalukkan sejak awal ke-Islam-an yaitu pada masa ke khulafaul Rasyidin di awal abad 7. Penduduk asli wilayah tersebut adalah bangsa Berber ( mereka lebih menyukai sebutan Amazigh yang berarti orang merdeka atau orang mulia). Sejumlah sejarawan berpendapat bahwa nenek moyang bangsa ini telah menempati wilayah sepanjang Pantai Mediterania tersebut sejak zama Paleolithikum. Tidak sedikit diantara suku bangsa tersebut yang memeluk agama Yahudi.
Namun sejak masuknya ajaran Islam ke wilayah tersebut banyak yang kemudian berpindah memeluk Islam. Tapi tidak sedikit juga yang tetap bertahan dalam agama mereka hingga kini, meski jumlahnya kian lama kian sedikit. Data terakhir ( 2021) menyebutkan jumlah pemeluk Islam di Maroko sekitar 98,7%.
Maroko agak berbeda dengan ke 4 negara tetangganya sesama Islam. Negara ini lebih kebarat-baratan. Percampuran budaya ini disebabkan penaklukkan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang hanya terpisah 14 km oleh selat Gibraltar, oleh kaum Muslimin pada awal abad ke-8 M.
Adalah Thariq bin Ziyad, seorang panglima perang dari Bani Ummayah, yang pada suatu hari di tahun 711 M (92 H) berlabuh di Gibraltar dengan tujuan menaklukkan Al-Andalusia. Gibraltar adalah sebuah gunung di daratan Spanyol selatan yang terletak persis di seberang Maroko yang dipisahkan oleh selatan Gibraltar. Gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Thariq, yang artinya gunung Thariq, alias Thariq bin Ziyad, sang penemu Gibraltar sekaligus penakluk Andalusia.
Thariq bin Ziyad menaklukkan Al-Andalusia atas perintah Musa bin Nusair gubernur Afrika Utara dibawah sultan Al-Walid I dari bani Umayyah. Ketika itu Musa dimintai pertolongan Julian penguasa Ceuta, sebuah kota milik kerajaan Visigoth yang berada di Maroko utara. Penguasa tersebut marah besar karena raja Visigoth memperkosa putri tercintanya.
Kedatangan pasukan Islam didahului dengan pasukan kecil dibawah pimpinan Tarif bin Malik dengan tujuan untuk mempelajari medan. Dengan menyamar, pasukan ini berangkat dari Ceuta dengan menggunakan kapal Julian, dan berlabuh di sebuah kota pelabuhan paling selatan semenanjung Iberia yang di kemudian hari diberi nama Tarifa. Tak lama Tarif dan pasukanpun kembali untuk melaporkan keadaan.
Setelah itu barulah Thariq bin Ziyad dengan membawa pasukan besar berangkat menyeberangi selat Gibraltar menuju semenanjung Iberia. Pasukan ini berhasil menaklukkan kerajaan Visigoth dengan gemilang. Hampir seluruh kota-kota besar seperti Kordoba, Granada, Malaga berhasil ditaklukkan. Bahkan Toledo, ibu kota kerajaan yang berjarak tidak lebih dari 100 km dari Madrid, ibu kota Spanyol sekarang, telah kosong ditinggalkan penduduknya. Sementara Sevilla ditaklukkan panglima Thariq beberapa lama kemudian bersama gubernur Musa bin Nusayr yang datang menyusul.
Kemenangan besar itu disambut gembira oleh pemeluk Yahudi maupun Nasrani di Andalusia. Ini disebabkan kebijakan kerajaan Visigoth yang tidak adil terhadap kedua pemeluk agama tersebut. Selanjutnya, Thariq yang diangkat menjadi gubernur Al-Andalus, memberlakukan hukum Islam yang adil dan toleran terhadap ajaran Yahudi maupun Nasrani di seluruh penjuru Semenanjung Iberia.
Pada masa itu kekuasaan kekhalifahan bani Ummayah membentang dari sebagian wilayah Cina, sebagian bekas jajahan Rusia seperti Uzbekistan, Ajerbaijan, Tajikistan dll, Pakistan, sebagian wilayah India, Irak, Iran, Jordania, Palestina, seluruh jazirah Arab hingga Afrika Utara seperti Mesir, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko dan terakhir Andalusia di semenanjung Iberia dan sebagian wilayah Perancis Selatan.
Sayang kekhalifahan maha luas yang beribu-kota Damaskus di Suriah ini, runtuh pada tahun 750 M. Marokopun berpindah menjadi bagian dari kekhalifahan Abbasiyah yang menundukkan kekhalifahan Ummayah. Abbasiyah merebut seluruh wilayah kekuasaan Ummayah kecuali Andalusia.
Baca lengkap tentang Andalusia, click link berikut:
https://vienmuhadi.com/2009/11/10/menilik-jejak-islam-di-eropa-2-andalusia/
Tangier, kota pelabuhan, gerbang menuju ke Eropa.
Selama berabad-abad, Tangier yang terletak di ujung utara Maroko menjadi pintu gerbang antara Eropa dan Afrika. Dengan menyeberangi selat Gibraltar, menggunakan kapal feri dari Tangier di Maroko wisatawan dapat mencapai Spanyol di kota Tarifa.
Dengan menumpang kereta cepat/bullet train Al-Bouraq, kami berdua tiba di Tangier. Perjalanan Casablanca – Tangier ditempuh selama 2 jam 5 menit. Tangier adalah kota modern. Stasiun kereta apinya menyatu dengan mall di pusat kota dimana gedung-gedung hotel dan perkantoran berada. Namun hebatnya bagian kota lama alias medina/old medina tetap dipertahankan bahkan dirawat dengan sangat baik.
Kota lama terletak di sisi barat kota modern tak jauh dari pelabuhan dimana ferry yang membawa wisatawan dari daratan Eropa berdatangan setiap waktu. Di kota ini pula 2 laut bertemu yaitu lautan Atlantik dan laut Mediterania. Bahkan ayat tentang bertemunya air yang asin dan yang tawar, banyak yang meyakininya yang dimaksud adalah pertemuan ke 2 laut tersebut.
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi” ( Terjemah QS. Al-Furqon(25):53).
Old media Tangier dikelilingi tembok besar dimana berdiri di dalamnya kasbah/benteng dengan gapura-gapuranya, masjid agung, rumah penduduk dan cafe dengan pintu-pintunya yang unik, dan tak ketinggalan souk alias pasar yang menjual berbagai kebutuhan. Sungguh menarik menelusuri jalan-jalan kecil berliku menanjak bagai labirin di dalam kota tua ini. Tak lama kamipun tiba di plaza Kasbah yang terletak di tempat tertinggi Tangier. Dari tempat ini kita dapat menikmati pemandangan indah lautan Atlantik yang biru nan luas dan pelabuhan Tangier dengan kapal-kapalnya.






Karena letaknya yang strategis tak heran jika sejarah kota ini dipengaruhi berbagai peradaban dan budaya yang silih berganti menguasainya sejak sebelum abad 10 SM. Tangier baru masuk ke dalam wilayah kekuasaan Umayyah pada abad 8 dengan jatuhnya kerajaan Visigoth di Spanyol. Itu sebabnya pasukan Thariq bin Ziyad ketika menyebrangi selat Gibraltar tidak melalui kota pelabuhan ini.
Salah satu cendekiawan Muslim termasyur yang lahir di Tangier adalah Ibn Batutta. Batutta lahir pada tahun 1304 M. Seperti juga panglima Thariq bin Ziyad dan Tarif bin Malik, Batutta asli Berber/Amazig. Ibn Batuta dikenal sebagai penjelajah dunia yang pengalaman perjalanan selama 29 tahunnya yang sangat menarik itu kemudian dituliskan. Ia adalah saksi berbagai kejadian penting di berbagai tempat yang ia kunjungi. Tak heran jika tulisannya itu hingga kini masih banyak dijadikan referensi sejarah.
Setelah puas menikmati Tangier, dengan dipandu Muhammad, sopir sekaligus guide perjalanan kami, kami melanjutkan perjalanan ke Chefchouen si kota biru. Muhammad menawarkan 2 pilihan, lewat tol 2 jam atau non tol 4 jam dengan banyak pemandangan menakjubkan. Beruntung kami sepakat memilih pilihan ke 2 yang ternyata memang benar menakjubkan.
Selain suguhan pemandangan alam seperti pegunungan dan laut kami juga berkesempatan melewati sejumlah kota pantai termasuk Ceuta, kota milik Spanyol ( hingga hari ini) dimana pasukan Islam menyebrangi selat Gibraltar beberapa ratus tahun silam. Terlihat sejumlah penjaga memeriksa mobil-mobil yang akan masuk kota tersebut. Dari sekitar kota tersebut terlihat selat Gibraltar dan gunung kapur Gibraltar di kejauhan.



” Aneh kan, sama-sama berada di Maroko tapi untuk memasukinya diperlukan visa“, keluh Muhammad, orang asli Berber yang tinggal di Marakech, terlihat kesal.
Maroko mempunyai 2 pegunungan tinggi yaitu pegunungan Riff di utara dan pegunungan Atlas dari utara ke barat. Kedua pegunungan tersebut mempunyai karakter yang berlawanan. Riff subur, dipenuhi pepohonan seperti zaitun, gandum dan jeruk. Sementara pegunungan Atlas yang terbagi menjadi 2 yaitu Middle Atlas dan High Alas, cenderung kering dan tandus meski di beberapa tempat tampak pepohonan di sana sini. Pegunungan ini membentang sepanjang 1300 km bagaikan tembok besar yang memisahkan lautan Atlantik dan laut Mediterania dari gurun sahara yang tandus.
Chefchouen si kota biru.
Sekitar pukul 5 sore kami memasuki Chefchouen ( ejaan bahasa Arab dibaca Shafshowan) dimana pertemuan 2 pegunungan terlihat. “Chefchaouen” adalah 2 kata dalam bahasa Arab yaitu Chef yang berarti “melihat” dan Chaouen yang artinya “tanduk”. Tanduk yang dimaksud adalah pegunungan Rif dan pegunungan Atlas.
Kota ini didirikan pada 1471 sebagai kasbah (benteng) oleh Moulay Ali ibn Rashid al-Alami dari bani Idrissiyah untuk mempertahankan kota dari serangan Portugis. Selanjutnya paska tragedy Reconquista yaitu tragedy pengusiran kaum Muslimin dan Yahudi dari Andalusia paska kemenangan Nasrani Spanyol pada 1492, kota ini menjadi rumah kedua kaum tersebut. Namun dengan berjalannya waktu tidak ada lagi kaum Yahudi yang tinggal di kota ini.
Keunikan kota benteng dengan lorong-lorong bertangga dan berliku bak labirin ini adalah rumah-rumah dan bangunan-bangunan birunya. Ada beberapa pendapat mengapa hal tersebut dilakukan. Yang pertama karena alasan warna biru dapat mengusir nyamuk. Yang kedua karena biru dianggap melambangkan langit dan surga yang mengingatkan akan kehidupan akhirat. Namun, menurut sebagian penduduk, dinding-dinding tersebut diperintahkan untuk dicat biru baru pada sekitar tahun 1970-an guna menarik turis.
Dan ternyata berhasil. Sejak beberapa tahun belakangan Chefchoeun menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. Spot-spot cantik kota ini memenuhi berbagai macam medsos, instragrammable, istilah anak muda zaman Now. Artinya kota ini sangat layak untuk dikunjungi dan ber-foto ria di spot-spot cantik uniknya, untuk kemudian di upload di medsos, Instagram khususnya.





Bersambung.
Jakarta, 11 Januari 2025.
Waallhu’alam bish shawwab.
Vien AM.
Leave a comment