Feeds:
Posts
Comments

Archive for February 3rd, 2025

Selain masjid Koutubiya, di bekas ibu kota kekaisaran ini berdiri banyak tempat bersejarah seperti istana Bahia, masjid dan madrasah Ben Youssef, makam Sa’adian, Kasbah dan reruntuhan istana El-Badi, Majorelle Garden, Secret Garden dan juga museum yang tidak sedikit jumlahnya.  

Istana Bahia dibangun antara tahun 1894 dan 1900 sebagai persembahan bagi ratu Bahia, satu-satunya istri (dari 4 istri raja) yang melahirkan anak pertama laki-laki. Istana yang memiliki 160 kamar ini dibangun dengan gaya Andalusia dimana bagian tengah bangunan istana terhampar halaman terbuka dengan fontaine/kolam air pancur dan sejumlah pohon jeruk seperti yang banyak dijumpai di Andalusia. Lantai, langit-langit dan dindingnya dihiasi mosaik dan ukiran kayu yang rumit.

Sedangkan madrasah Ben Youssef yang berada di kota tua berhimpitan dengan souk/pasar dimana nafas kehidupan berhembus,  adalah merupakan sekolah tinggi Islam terbesar di Maroko. Namanya diambil dari nama sultan Ali ibn Yusuf yang berjasa dalam pembangunan dan perluasan kota Marrakech. Madrasah ini didirikan pada abad ke-14 oleh Sultan Abu al-Hasan dengan mengikuti gaya arsitektur Hispano-Moresque.

Bangunan bertingkat 2 ini dilengkapi dengan asrama berisi 130 kamar, dimana tiap 10 kamar memiliki halaman sendiri.  Sebuah masjid dengan nama yang sama berdiri tak jauh dari madrasah ini. Sistem air madrasah Ben Youssef merupakan contoh menarik tentang bagaimana orang-orang zaman dahulu merancang solusi cerdik untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Madrasah ini dibangun pada saat akses terhadap air masih sulit.

Selanjutnya masjid Kasbah, salah satu masjid tertua di Maroko, dibangun pada tahun 1557. Masjid ini berada dalam satu kompleks makam keluarga kerajaan Sa’adian yang berkuasa di Marrakech pada abad 16. Makam dengan arsitektur Hispanik Moresque ini baru ditemukan pada tahun 1917 dalam keadaan masih sangat baik, bahkan sebagian besar dekorasi aslinya masih utuh. Di dalam kompleks ini pula berdiri istana kuno El-Badi milik keluarga kerajaan yang sebagian besar sudah menjadi reruntuhan, dan juga istana raja Muhammad VI, raja saat ini, yang digunakan ketika raja sedang berkunjung ke Marrakech.

Sebagai kota pariwisata pantas Marrakech menjadi penyelenggara berbagai festival. Diantaranya adalah dengan adanya Marathon des Sables ( Lomba lari marathon lintas gurun ) dan Marrakech International Film Festival yang diadakan setiap tahun dan diikuti banyak Negara.  

Tak sengaja ketika kami berjalan-jalan di sekitar hotel yang terletak di Gueliz, pusat kota baru Marrakech, kami melihat keramaian di sepanjang avenue Muhammad VI dimana berdiri gedung Palais des Congres, tempat diselenggarakannya festival tahunan film tersebut. Di Gueliz inilah berdiri gedung teater Opera yang bersebrangan dengan mall dimana stasiun kereta api Marrakech berada serta Menara Mall yang merupakan mall terbaru di Marrakech. Mall ini berada persis di hadapan hotel Meridien. Dan rupanya hari tersebut adalah hari penutupannya.

Dari kota ini pula gerbang Sahara tampak di depan mata.  Banyak sekali wisata alam yang bisa dilakukan di sekitar kota ini. Melalui pemesanan online kita bisa memilih berbagai tour yang ditawarkan dengan guide orang asli Maroko. Kami sepakat memilih Ait ben Haddou , sebuah perkampungan suku Berber di Ouarzazate, pegunungan High Atlas.

Dengan menaiki mini van kapasitas 16 full penumpang, kami menempuh perjalanan sekitar 193 km dari Marrakech selama kurang lebih 4 jam melalui jalan pegunungan dengan  beberapa pemberhentian. Salah satunya adalah pemberhentian Tizi n’Tichka dimana pemandangan indah pegunungan dan jalanannya yang berkelak-kelok tampak jelas. Disinilah kabarnya singa Berber terakhir menampakkan diri, yaitu pada tahun 1992.

Di kejauhan terlihat Jabal Toubkal (4167 meter) dengan puncak saljunya. Gunung tertinggi pegunungan High Atlas sekaligus di Afrika Utara ini merupakan tujuan wisata manca Negara untuk bermain ski. Temperatur menunjukkan angka 8 drajat Celcius saat kami berada di tempat tersebut. “Dalam sepekan wilayah ini akan dipenuhi salju”, jelas guide kami.  Pegunungan ini memang unik meski sebagian besar gersang tapi ada tempat-tempat tertentu yang terlihat lumayan subur.  

Pemberhentian berikutnya adalah tempat pemrosesan minyak Argan yang merupakan produk andalan Maroko yang di import ke luar negri, termasuk Indonesia, dengan harga tinggi. Keunikan proses minyak ini adalah karena bijinya yang dimakan terlebih dahulu oleh kambing yang kemudian mengeluarkan kotoran berupa biji yang nantinya akan diolah menjadi minyak. Prinsip yang sama dengan prinsip kopi Luwak Indonesia. Uniknya lagi kambing-kambing yang tergiur dengan bau manis buah Argan tersebut ramai-ramai memanjat pohon Argan.

Setelah itu tibalah kami di tujuan utama yaitu Ait Ben Haddou. Perkampungan ini berada di dalam kasbah/benteng yang umurnya telah ratusan tahun namun tetap dipertahankan dalam keadaannya seperti di masa lampau. Saking antiknya perkampungan di atas bukit ini sejak lama sering dijadikan lokasi shuting film berbagai Negara. Diantaranya Benhur, Cleopatra, Gladiator dll.

Dari Ait ben Haddou kami mampir ke Atlas Studio, studio terbesar di Maroko yang digadang-gadang sebagai Hollywoodnya Maroko. Guide studio tersebut dengan jenaka tidak saja menerangkan dan memperagakan bagaimana sebuah fim diproses, namun juga mengajak para tamu berlagak seolah sedang terlibat dalam pembuatan film.

Tiga hari lamanya kami menikmati Marrakech sebelum akhirnya dengan menumpang kereta api kembali ke Casablanca. 

Casablanca, kota perdagangan.

Nama asli kota ini adalah Anfa yang artinya dalam bahasa Berber adalah bukit. Kota ini didirikan oleh orang-orang Berber pada abad 10 SM. Namun daya tarik kota pelabuhan yang sejak dahulu sudah ramai tersebut, membuat kerajaan Romawi Barat yang beribu-kota di Roma Italia, mencaplok dan mengubah nama kota tersebut menjadi Anfus. Anfus berada di bawah kekuasaan kerajaan tersebut hingga jatuhnya pada tahun 476 M.

Anfus mendapatkan kembali nama aslinya yaitu Anfa, dibawah Islam pada abad 7 di masa Khulafaur Rasyidin melebarkan syiarnya ke Afrika Utara. Hingga pada abad 15 ketika kota ini direbut bangsa Portugis dan mengganti namanya menjadi Casa Blanca. Casablanca sesuai dengan artinya dalam bahasa Portugis/Spanyol yaitu rumah putih, memang di dominasi warna putih. Casablanca kembali menjadi milik Islam dibawah dinasti Saadi setelah selama kurang lebih 100 tahun berada dibawah kekuasaan Portugis.

Sebuah pertanyaan menggelitik, mengapa di Jakarta ada jalan bernama Kasablanka, apakah ada hubungannya dengan Casablanca di Maroko?? Ternyata ada. Ini adalah bagian dari kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Maroko yaitu sebagai sister city/kota kembaran. Di Casablancapun kabarnya ada jalan dengan nama “Rue Jakarta”, “Rue Bandoeng” dan Avenue Soekarno”. Sayang kami tidak sempat menemukannya meski di hari terakhir kami memanfaatkannya untuk menjelajahi kota tua Casablanca dengan menjajal tram.  Tebakan kami, mungkin bukan berada di kota tuanya.

Tram di Casablanca dan juga di ibu kota Rabat, dibangun pada 2007 dan dibuka untuk umum pada sekitar tahun 2011-2012, dengan menggunakan sistem dan standar tram Prancis. Harga tiketnya tergolong murah yaitu sekitar 6 dirham atau 9000 rupiah, dan dapat dibeli di semua mesin tiket yang ada di semua stasiunnya.

Kami naik tram dari depan stasiun kereta api Casablanca Voyageur dan turun di stasiun Place des Nations Unies, sebuah pelataran luas yang berada persis di depan gerbang benteng kota tua. Selanjutnya kami berjalan menyusuri jalan-jalan kecil di dalam kota yang dikelilingi benteng tersebut, melihat anak-anak Maroko bermain bola di taman, melewati masjid legendaris yang masih terawat, melewati bagian depan pelabuhan dimana restoran bergengsi La Scala dan Ricks’café berada, hingga masjid Hassan II yang telah kami tandangi di hari pertama.   

Yang juga cukup mengagetkan adalah sering kalinya kami melihat orang-orang yang shalat di trotoar, di taman, di parkiran dan tempat umum lainnya. Ternyata adalah dampak dari masjid yang hanya buka tepat waktu shalat wajib.  Dan ini tampaknya berlaku di semua kota di Maroko.

Demikianlah kami mengakhiri perjalanan 12 hari di negri Singa Atlas yang penuh kenangan dan sarat sejarah Islam, Alhamdulillah …  

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 28 Januari 2025.

Vien AM.

Catatan.

Di tengah keprihatinan dan duka nestapa Gaza yang hancur lebur akibat bombardir Israel selama 15 bulan tanpa henti ternyata pemerintah negri Islam Maroko tetap menjalin kerja-sama yang baik dengan Israel. Terbukti dengan adanya pembelian jet tempur Amerika Serikat yang hanya bisa terjadi bila suatu Negara mengakui kedaulatan Israel. Dan yang lebih menyedihkan adalah dalih demi mengimbangi Aljazair, tetangganya sesama Negara Islam,  karena sengketa Sahara Barat. Betapa menyedihkannya …

Hanya bisa berharap semoga kebakaran besar yang melahap California tak lama setelah ucapan sesumbar Donald Trump, presiden Amerika Serikat bahwa Gaza akan ia “nerakakan”, mampu membuat para pemimpin dunia Islam yang selama ini tidak berani melawan hegemoni Amerika dan Israel, untuk segera bertobat dan memperbaiki kesalahan mereka.

Dari Nu’man bin Basyir dia berkata: Rasulullah saw. Bersabda, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).’ (HR. Bukhari dan Muslim).

Read Full Post »