Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Akhlak’ Category

Kesombongan dan terapinya

Awalnya Iblis adalah salah satu mahluk Allah disamping para malaikat yang banyak bersujud dan mengingat Sang Pencipta, Allah Azza wa Jalla. Namun ketika suatu saat Allah mengujinya dengan sebuah cobaan, bangkit rasa kesombongannya. Ia telah berbuat lancang ( id-lal) terhadap Sang Pemberi Nikmat yaitu dengan merasa diri lebih baik dan lebih terhormat dari yang lain. Perasaan ini kemudian melahirkan rasa bangga (ujub). Ia mengira bahwa dengan kelebihan itu berarti Allah lebih memuliakan dan menyayanginya. Maka lahirlah kesombongan. Ini yang menyebabkan murka Allah hingga berakibat turunnya laknat kepada Iblis. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya.

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. ”Allah berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”.(Terjemah QS.Al-A’raaf(7):12-13).

Perbuatan sombong adalah perbuatan yang hina dan keji. Orang sombong adalah orang yang suka melecehkan dan menolak kebenaran. Allah amat membenci mahluk yang demikian ini. Sifat sombong sangat berbahaya karena akan mejadi penyebab hilangnya rasa hormat dan rasa saling menghargai diantara sesama manusia. Situasi seperti ini selanjutnya dapat memunculkan kezhaliman, kemarahan dan pelanggaran hak yang pada puncaknya akan menimbulkan keributan dan permusuhan.

Kesombongan dapat dibagi menjadi dua yaitu kesombongan batin ( Kibr) dan kesombongan zhahir ( Takabbur). Kibr adalah sifat merasa bahwa dirinya lebih dari yang lain hingga timbul keinginan dalam hati untuk memperlihatkan kelebihannya tersebut. Inilah yang memunculkan ketakabburan. Dan dengan ketakabburannya ini seseorang merasa berhak mendapatkan kedudukan dan penghormatan yang lebih. Orang-orang seperti ini menuntut untuk didahulukan, didudukkan di tempat yang lebih terhormat, tidak mau memulai memberikan salam, jika berdiskusi tidak mau ditolak pendapatnya dan jika dinasehati tidak mau menerima.

Ada banyak hal yang dapat menyebabkan ujub terjadi. Imam Al-Ghazali membaginya menjadi beberapa kelompok, diantaranya adalah :

1. Ujub dengan fisiknya, misalnya kecantikan, postur tubuh, suara yang indah dll.

Pengobatan ujub jenis ini yaitu dengan tafakur ( berpikir) bahwa apa yang ada pada dirinya tidaklah kekal. Bahwa pada saatnya nanti ia akan kembali menjadi tanah dan membusuk dimakan cacing di dalam kubur dan menjijikkan.

2.Ujub dengan kekuatan. Padahal kekuatan tidak selalu mendatangkan kemenangan. Kekuatan bahkan dapat melahirkan kecerobohan dan kelalaian. Terapinya yaitu dengan memikirkan bahwa meriang sehari saja dapat menghilangkan segala kekuatan.

3. Ujub dengan intelektualitas. Pengalaman membuktikan bahwa orang berilmu seringkali sulit menerima pendapat orang yang tidak sejalan dengan pikirannya. Bahkan tidak jarang orang berilmu malah jauh dari hidayah. Untuk mencegahnya orang-orang seperti ini harus banyak bersyukur atas karunia yang diterimanya tersebut. Ia juga harus menyadari bahwa ilmunya tidak seberapa dibanding ilmu Allah. Sesungguhnya akal dan ilmunya itu hanya terbatas. Disamping itu ia juga harus selalu mawas diri bahwa dengan sedikit gangguan saja di otak dapat membuatnya kehilangan ingatan.

4.Ujub dengan nasab/turunan keluarga yang terhormat. Terapi orang-orang seperti ini adalah dengan menyadari bahwa apa yang didapat nenek-moyangnya itu dengan ilmu. Mereka mendapat kemuliaan karena keta’atan, ilmu serta sifat yang terpuji bukan karena nasab. Dan sebagai tanggung jawabnya ia harus meneladani sifat nenek buyutnya tersebut bukan malah mencorengnya dengan kebodohan dan kesombongan.

5.Ujub dengan nasab para penguasa dan pejabat yang zhalim. Ini adalah puncak kebodohan. Pengobatannya adalah dengan cara merenungkan diri akan kerusakan dan kesengsaraan yang ditimbulkan para penguasa tersebut terhadap rakyat dan bawahannya. Memikirkan bahwa orang-orang seperti ini adalah merusak agama dan menimbulkan murka Allah SWT.

6.Ujub dengan harta. Terapi terhadap orang-orang yang bangga terhadap harta kekayaan adalah dengan merenungkan tentang keburukan harta kekayaan itu sendiri. Karena dengan semakin banyaknya harta sesungguhnya selain makin banyak pula tanggung jawab yang harus ditunaikannya juga semakin banyak pula orang yang dengki terhadapnya. Disamping itu mereka juga sebaiknya banyak mengingat bahwa orang fakir pada hari Kiamat nanti akan masuk surga terlebih dahulu. Mereka tidak perlu dihisab kekayaannya karena memang tidak memilikinya. Sebaliknya orang berharta harus terlebih dahulu mempertanggung-jawabkan harta miliknya ; darimana ia mendapatkannya, untuk apa saja digunakan hartanya tersebut. Selain itu orang berharta harus menggotong kekayaannya ketika menuju mahkamah peradilan akhirat. Sehingga makin banyak hartanya makin terseok-seok pula jalannya.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,(Terjemah QS.An-Nisaa’(4):36).

Wallahu a’lam bishshawab.

Jakarta, 30/4/2008.

Vien AM.

Diambil dari Intisari Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali ”Mensucikan jiwa ” yang disusun ulang oleh Sa’id Hawwa.

Read Full Post »

Mengendalikan Emosi Amarah

Marah atau Amarah adalah salah satu emosi alamiah yang muncul ketika suatu keinginan / kebutuhan tidak terpenuhi karena adanya suatu hambatan. Emosi ini diperlukan agar seseorang terdorong untuk melawan dan berjuang mengatasi hambatan yang merintangi terpenuhinya kebutuhan / keinginan tersebut. Tingkat kemarahan seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat kebutuhan yang terhambat dan tujuannya  dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Jika kemarahan itu terjadi pada saat adanya hambatan yang menghalangi tercapainya suatu tujuan utama kehidupan maka kemarahan tersebut adalah kemarahan yang mulia bahkan merupakan suatu keharusan.

 “ Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali ”.(QS.At-Tahriim(66):9).

 Kekerasan terhadap orang kafir maupun orang munafik disini timbul bukan karena tanpa sebab. Kaum Muslimin bersikap keras ( marah ) karena perlawanan dan permusuhan mereka terhadap Islam sehingga sulit bagi kaum Muslimin untuk menjalankan hukum Allah. Karena sesungguhnya kebenaran harus ditegakkan dan diperjuangkan. Sebaliknya kemarahan tidaklah harus dengan cara  menyakiti atau mencelakakan orang yang menyebabkan kemarahan tersebut. Rasulullah tidak pernah marah walau disakiti. Disaat beliau marah, bibirnya malah terkatup rapat  bukan mengeluarkan kata-kata yang meledak-ledak. Namun wajah beliau akan berubah menjadi merah padam bila melihat kemungkaran dan hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina. Ali bin Abi Thalib RA berkata: “ Rasulullah tidak pernah marah untuk hal duniawi. Beliau marah karena kebenaran. Tidak seorangpun yang mengetahui kemarahannya. Kemarahannya terhadap sesuatu pasti mendatangkan kemenangan baginya.”

 Alkisah dalam sebuah peperangan, Ali bin Abi Thalib RA hampir memenggal leher lawannya. Tiba-tiba lawannya itu meludahi mukanya. Ali sangat marah. Pada saat itu, ia justru memacu kudanya pergi menjauh dan menyarungkan pedangnya. Ia tidak ingin membunuh lawan karena nafsu amarah. Karena membunuh  dalam peperangan adalah dalam rangka menjalankan perintah Allah untuk menegakkan  keadilan bukan melampiaskan rasa amarah. Sedangkan  kemarahan yang tidak beralasan, yaitu kemarahan yang tidak disebabkan oleh adanya hambatan yang mengancam  terpenuhinya kebutuhan yang mendasar adalah kemarahan yang tercela. 

 Dengan demikian emosi marah ( maupun emosi-emosi lain-lain seperti takut, sedih dan juga gembira ) sebetulnya sangat bermanfaat bagi kehidupan selama emosi itu seimbang dan muncul pada saat yang tepat. Al-Quran memerintahkan kita untuk menguasai segala macam bentuk emosi termasuk emosi marah. Emosi yang berlebihan akan mempercepat detak jantung seseorang. Hal ini disebabkan terjadinya kontraksi tekanan darah dalam organ tubuh  sehingga menyebabkan darah mengalir dengan lebih deras. Keadaan seperti ini bila dibiarkan terus-menerus, lama-kelamaan akan membahayakan jantung. Marah yang berlebihan juga dapat meningkatkan produksi hormon adrenalin yang  dapat menyebabkan timbulnya kekuatan yang besar. Kekuatan  inilah yang dikhawatirkan  dapat menyebabkan seseorang melakukan penyerangan fisik dan membahayakan orang yang membangkitkan amarahnya. Disamping itu seseorang pada saat mengalami emosi, produksi getah beningnya  akan berkurang drastis. Kondisi ini dapat mengakibatkan terganggunya proses pencernaan sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit lambung .

 “……dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(QS.Ali-Imraan(3):134).       

 Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat untuk menahan marah dan  saling memaafkan. Seseorang yang dapat menguasai rasa marah akan menemukan nilai kehidupan tertinggi. Nilai kehidupan ini sepadan dengan “ jihad spiritual ”. Maka siapapun yang berhasil dalam jihad ini maka ia akan mampu menguasai diri dari nafsu syahwat dan segala godaan dunia yang mengepungnya.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub, bahwa Rasulullah pernah bersabda :        “Tidak diperbolehkan bagi kaum Muslim mendiamkan ( saling cemberut ) saudaranya lebih dari tiga hari. Jika mereka bertemu, mereka saling berpaling. Padahal sebaik-baik dari mereka ialah yang memulai perdamaian dengan mengucap salam”. ( HR. Bukhari & Muslim)

 Abu Dzaarr RA meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda :” Jika salah seorang diantara kalian marah dan ia dalam posisi berdiri, maka hendaknya ia segera duduk, maka kemarahannya akan hilang. Namun jika kemarahan itu tidak reda, maka hendaknya ia berbaring”.  Rasulullah juga menganjurkan para sahabat agar berwudhu’ untuk mengendalikan emosi kemarahan. Diriwayatkan  dari Urwah bin Muhammad as-Sa’di RA, Rasulullah bersabda : “ Marah itu berasal dari setan, setan itu diciptakan dari api. Adapun api dapat dipadamkan dengan air, maka jika seseorang diantara kalian marah, hendaknya segera berwudhu’.” Hadis ini menguatkan kebenaran ilmu kedokteran yang menyatakan bahwa air dingin dapat meredakan tekanan darah karena emosi, sebagaimana air dapat meredakan ketegangan otot dan syaraf. Oleh karena itu, mandi dapat dijadikan penawar untuk mengobati penyakit kejiwaan.   Disamping itu, Rasulullah juga terbiasa menganjurkan para sahabat yang sedang dikuasai rasa amarah untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas lain yang memungkinkan seseorang lupa akan rasa amarahnya  ataupun merasa lelah sehingga ia tidak lagi memiliki tenaga untuk melampiaskan kemarahannya.

 Seseorang yang dalam kondisi marah ( dan semua emosi yang menekan ) akan mengakibatkan daya pikir menjadi melemah. Oleh karena itulah Rasulullah melarang orang  dalam kondisi seperti itu untuk memutuskan suatu perkara ( hukum ). Dari Abu Bakar RA, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda :  Janganlah seseorang diantara kalian menentukan suatu hukum pada kedua pihak yang sedang berselisih dalam keadaan marah”.  Begitu pula emosi cinta, ia dapat menyebabkan lemahnya daya pikir seseorang. Dari Abu Darda RA : “Kecintaanmu terhadap sesuatu dapat menyebabkan kamu buta dan tuli”.

 Al-Quran mengajarkan manusia untuk memaafkan kesalahan saudaranya yang berbuat kesalahan. Allah SWT menyayangi orang-orang yang demikian dan menjanjikan pahala yang besar sebagai imbalan bagi mereka.

 “………maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(QS.Al-Maidah(5):13).

 Namun bila seseorang bersikokoh ingin membalas, tidak diperkenankan membalas dengan yang lebih keras dari yang diterimanya dan Allah lebih menyayangi mereka yang menahan diri.

 “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.(QS.An-Nahl(16):126).

 Dan dengan memperbanyak berzikir mengingat Allah SWT hati akan menjadi tenang terlepas dari emosi amarah dan segala emosi yang tidak terkendali.

 “(yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.(QS.Ar-Raad(13):28).

 Wallahu’alam.

Jakarta,3/4/2007.

Vien AM. 

Referensi :

   Psikologi dalam Perspektif Hadis dan  Jiwa Manusia dalam sorotan Al- Quran  oleh   DR.Muhammad ‘Utsman Najati.

Read Full Post »

« Newer Posts