Kehidupan pernikahan.
Allah swt menganugerahi pasangan muda tersebut dua orang putra yaitu Hasan dan Husein, dan dua orang putri yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Keluarga tersebut hidup bahagia meski dalam kemiskinan. Fatimah tidak pernah mengurangi rasa hormat dan cintanya kepada sang suami. Kesetiaan dan perhatian yang ia berikan menggambarkan betapa ia menghargai peran Ali sebagai pemimpin keluarga.
Ada sebuah kisah menarik ketika suatu hari Fathimah menemui ayahnya untuk meminta bantuan. Ia tahu bahwa ayahnya sering memberikan tawanan perang kepada para sahabat untuk dijadikan sebagai pelayan rumah tangga. Fathimah yang merasa kelelahan karena banyak pekerjaan dan tugas rumah tangga yang harus dilakukan, berharap agar ayahnya berkenan memberinya pula seseorang yang dapat membantunya menyelesaikan pekerjaan di rumah.
Namun apa jawaban sang ayah ?? Alih-alih memberinya pelayan, Rasulullah malah mengajarkan putri tercintanya itu dzikir untuk dibaca di malam hari sebagai berikut:
“Maukah kalian berdua aku ajari apa yang lebih baik dari apa yang kalian berdua minta kepadaku, jika kalian berdua hendak tidur, bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, ia lebih baik bagi kalian berdua daripada pembantu.”
Sebagai seorang ibu, tidak ada yang mampu menyangkal bahwa Fathimah adalah seorang ibu yang patut diteladani. Dengan kelembutannya ia membesarkan dan mendidik putra-putrinya. Ia menanamkan sikap qana’ah atau rasa cukup. Ia mengajarkan nilai-nilai keutamaan yang lebih berharga daripada harta, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang teguh dalam iman dan akhlak. Di kemudian di hari terbukti ke empat putra-putrinya tercatat sebagai pribadi-pribadi yang mengagumkan.
Anak pertama yaitu Hasan, setelah sempat 6 bulan menggantikan ayahnya sebagai khalifah, memilih mengundurkan diri dari kedudukan tertinggi dari dunia Islam tersebut. Hal ini demi mencegah pertumpahan darah antar sesama umat Islam. Adik Hasan yaitu Husain, dikenal sebagai simbol keberanian dan keteguhan dalam membela kebenaran. Husain syahid dalam tragedi Karbala yang mengenaskan. Sementara anak ke tiga, Zainab, dikenal sebagai perempuan pemberani yang memainkan peran penting setelah tragedi Karbala. Dengan lantang ia menyuarakan kebenaran dan membongkar kezaliman Bani Umayyah di pengadilan Yazid bin Muawiyah. Selanjutnya bungsu Ummu Kultsum yang merupakan istri khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang juga memiliki peran penting dalam menjaga warisan keluarga Rasulullah SAW.
Suatu hari Fathimah mendapat kabar bahwa suaminya telah meminang salah seorang putri Abu Jahal. Abu Jahal adalah seorang yang sangat memusuhi Islam dan Rasulullah. Oleh sebab itu ketika Fathimah mengadukan hal tersebut Rasulullahpun terdiam kemudian bersabda: “Demi Allah tidak akan berkumpul putri Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan putri musuh Allah pada satu orang lelaki”.
“Fathimah adalah bagian dari diriku, barang siapa yang menyakitinya maka ia telah menyakitiku”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Mendengar itu Ali segera membatalkan lamarannya. Maka hingga akhir hayatnya Fathimah tetap menjadi satu-satunya istri Ali bin Abi Thalib. Anehnya orang-orang Syiah menjadikan hadist tersebut sebagai dalil bahwa Fathimah adalah seorang yang maksum ( tidak pernah melakukan kesalahan). Mereka mengartikan bahwa jika Fathimah sakit hati tidak saja Rasulullah yang sakit tapi juga Allah swt. Mereka menggunakan hadist tersebut untuk menyerang khalifah Abu Bakar ketika terjadi permasalah antara sang khalifah dengan Fathimah mengenai hal waris. Padahal itupun akhirnya telah selesai dengan baik.
Fathimah dan wafatnya Rasulullah.
Fathimah adalah satu-satunya putri Rasulullah yang menjadi saksi wafatnya sang ayah tercinta. Ketika sakit Rasulullah makin hari makin bertambah Fathimah setiap hari datang menjenguk. Setiap kali datang menjenguk, diciumnya putri kesayangan tersebut. Namun ketika sakit Rasul makin berat, Fathimahlah yang mencium ayahnya tercinta.
“Selamat datang, puteriku“, sambut Rasul. Dengan wajah menahan duka Fathimahpun duduk disamping ayahnya. Tak lama kemudian Rasul membisikkan sesuatu ke telinga Fathimah. Seketika Fathimah tertawa. Wajahnya langsung berubah cerah. Tetapi beberapa saat kemudian setelah Rasulullah kembali membisikan sesuatu, Fathimahpun menangis sedih.
Aisyah kemudian bertanya, apa yang dikatakan ayahnya itu. Fatimah hanya menjawab pendek : ”Aku tidak akan membuka rahasia ayahku “.
Di kemudian hari, setelah Rasulullah wafat, Fathimah mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kata bahwa dirinya adalah orang pertama dari pihak keluarga yang akan menyusul Rasulullah wafat. Itu sebabnya ia tertawa. Selanjutnya ketika Rasulullah berbisik bahwa beliau akan wafat disebabkan sakitnya itu, iapun tak tahan untuk tidak menangis.
Enam bulan kemudian Fathimah wafat. Ia wafat pada tahun 11 Hijriyah pada bulan Ramadan kemudian dimakamkan di pemakaman Baqi’ di Madinah.
Kisah hidup Fathimah Az-Zahra yang dipenuhi dengan tantangan dan pengorbanan, mengajarkan kita makna sejati dari keberanian, kesederhanaan, dan kasih sayang. Ia tidak hanya diingat sebagai putri Rasulullah Muhammad SAW, tetapi juga sebagai seorang pribadi yang mencerminkan cinta, keadilan, dan komitmen pada kebenaran.
Wallahu’alam bi shawwab.
Jakarta, 13 Mei 2025.
Vien AM.