Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Kisah 10 Sahabat Yang Dijamin Masuk Surgaa’ Category

Umar dan Surga.

Diriwayatkan dari Sa’id bin Zain bin Amr bin Nufail, Rasulullah saw bersabda, “Ada sepuluh orang dari kaum Quraisy yang akan berada di surga. Aku di surga, Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, az-Zubair di surga, Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqash di surga,” Sa’id pun berhenti sejenak, hingga para sahabat yang menyimak bertanya, “Siapa yang kesepuluhnya?” Sa’id pun menjawab, “Aku.”

Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”

Meski telah dijamin masuk surga tidak berarti Umar lengah dan bersantai-santai dengan perbuatannya. Bukti-bukti begitu banyak akan keseriusan Umar dalam hal tersebut. Salah satu mengapa ia begitu serius dalam menjalankan pemerintahan tak lepas dari hadist berikut,

“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ada tujuh kelompok orang yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang mengisi hari-harinya dengan ibadah, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah di mana keduanya bertemu dan berpisah karena Allah, seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis yang berpangkat dan rupawan lalu menjawab, ‘Aku takut kepada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir di kesunyian dengan menitikkan air mata,’” (HR Bukhari dan Muslim).

Juga kisah betapa sang khalifah mencari Uwais Al-Qarni, seorang pemuda biasa, demi mendapatkan doa darinya. Hal ini dilakukan karena Umar pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Apabila kalian bertemu dengan Uwais Al-Qarni, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan bumi. Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin Ibrahim, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda fakir dan yatim, yang tinggal di negeri Yaman. Ia hidup pada zaman Rasulullah, bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Sedangkan Uwais sendiri mempunyai penyakit sopak, penyakit semacam kekurangan pigmen yang membuat kulit sekujur tubuhnya belang-belang. 

Uwais bekerja sebagai penggembala domba dengan hasil usaha yang hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Namun demikian Uwais dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. Bahkan demi memenuhi keinginan ibunya berhaji ia rela membopong ibunya dari Yaman ke Mekah. Selanjutnya sepulang haji Allah swt memberi kesembuhan penyakit sopaknya. Yang tertinggal hanya tanda putih di telapak tangannya.

Namun ada satu hal yang sangat didambakannya  yaitu bertemu Rasulullah yang amat dicintainya. Yang saking cintanya ketika mendengar gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang enggan diajak dalam dakwahnya, Uwaispun segera mematahkan giginya dengan batu. 

Hingga suatu hari karena rindu yang tak tertahankan, ia mendekati ibunya, memohon izin agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibunyapun mengizinkannya. Sayang ketika Uwais tiba di Madinah, Rasulullah sedang bepergian dan hanya bertemu umirul mukminin Aisyah ra. Ia sangat ingin menunggu namun teringat pesan ibunya agar tidak berlama-lama meninggalkannya dan cepat kembali ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, Uwais memutuskan untuk pulang dan mengubur keinginan menggebunya berjumpa Rasulullah.

Sementara itu Umar tidak pernah melupakan pesan Rasulullah tentang Uwais. Setiap datang rombongan kafilah dagang dari Yaman Umar selalu menanyakan  keberadaan Uwais. Umar baru menemukan Uwais setelah beberapa waktu menjadi khalifah. Dan berkat tanda di tapak tangan yang disisakan Allah swt, Umar dapat mengenalinya dan memohonnya agar mau mendoakan dan mintakan ampunan Allah untuk dirinya. Umar tidak pernah merasa lebih baik dari pemuda biasa.     

Syahidnya Umar.

Umar wafat pada bulan Muharram tahun 644 M setelah 10 tahun berkuasa. Ia ditikam menjelang siap mengimami shalat Subuh di masjid tempat ia biasa shalat, di Madinah. Pembunuhnya adalah Abu Lukluk, orang Persia yang dibawa ke Madinah paska penaklukkan Persia. Padahal selama itu Umar memperlakukannya dengan sangat baik meski ia seorang budak. Abu Lukluk melarikan diri setelah menikam Umar sambil menikam siapa saja yang menghalanginya, hingga mengenai 13 jamaah, 7 diantaranya meninggal. Ada sumber yang mengatakan setelah itu ia bunuh diri dengan cara menikamkan belati beracun yang sama ke tubuhnya sendiri.     

Pembunuhan tersebut dilatar-belakangi rasa sakit hati atas kekalahan Persia yang kala itu merupakan negara adidaya. Namun sebagian sumber menyatakan pembunuhan tersebut adalah konspirasi yang dirancang musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia. Diantaranya adalah Hormuzan, mantan panglima Persia yang masuk Islam di hadapan khalifah Umar paska kekalahan pasukannya, kemudian ia menetap di Madinah.   

Ubaidillah putra Umar kemudian membunuhnya sebagai balas kematian ayahnya. Namun ternyata tidak semua sahabat menyetujui perbuatan Ubaidillah, termasuk Ali bin Abi Thalib. Meski  sebenarnya kesaksian dari Abdur-Rahman bin Abu Bakar dan Abdur-Rahman bin Auf cukup untuk membela perbuatan Ubaidillah. Anehnya lagi, pemeluk Syiah, hingga detik ini, malah menjadikan si pembunuh sebagai pahlawan. 

Peristiwa pembunuhan Umar telah diprediksi Rasulullah dalam hadist berikut: “Nabi saw naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. “Tenanglah Uhud!”, lalu nabi menghentakkan kakinya, “Tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi, As-Siddiq dan dua orang syahid.” (HR Bukhari).

Dua orang syahid tersebut adalah Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan, khalifah pengganti Umar. Umar sendiri pernah berdoa memohon agar ia mati syahid di tanah Arab.

Umar dikebumikan disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar di Raudhah setelah mendapatkan izin dari umirul Mukminin Aisyah ra, yang sebenarnya menginginkan tempat terhormat tersebut untuk dirinya sendiri.

Umar meninggalkan wasiat agar kekhalifahan diambil dari hasil musyawarah 6 sahabat pilihan yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurahman bin Auf serta Saad bin Waqqash.  Dan ternyata musyawarah memutuskan Ustman bin Affan sebagai khalifah ke 3, menggantikan Umar. Dunia Islam sungguh berduka atas kehilangan khalifah yang amat dicintai dan dihormati seluruh rakyatnya itu.  

Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan, ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar)”.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 27 November 2024.

Vien AM.

Read Full Post »

Keutamaan dan Keteladanan Umar.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”

Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”

Selain keutamaan mendapatkan ilham sesuai hadist di atas, amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun keseriusan dan ketegasannya terutama dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar”.

Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, keledai yang digunakan sebagai kendaraanyapun bahkan tak berkelana. Namun itu semua sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Bahkan Sophronius, uskup gereja penguasa Yerusalem dan juga John bar Penkaye seorang pendeta Kristen Suriah, tak sanggup memungkirinya. Keduanya benar-benar terkagum-kagum melihat kedatangan Sang Khalifah yang sangat dihormati bawahan dan ditakuti musuh itu datang ke Yerusalem dengan jubah lusuh penuh jahitan.

Umar datang ke kota suci tersebut atas permintaan Sophronius untuk serah terima kunci gerbang Yerusalem yang baru saja ditaklukkan pasukan Islam. Umar datang  dengan menunggang unta ditemani seorang pembantunya.  

Di bawah kepemimpinannya, agama dan kekhalifahan Islam meluas, dari semenanjung Arabia hingga ke Suriah, Palestina bahkan Mesir. Tak pernah habis kisah mengenai keteladanan Umar sebagai khalifah yang sangat memerhatikan keadilan untuk rakyat kecil namun keras dan tegas kepada pejabat yang bertindak sewenang-wenang.

Diantaranya adalah kisah seorang Yahudi tua yang merasa keberatan dan terdzalimi karena rumahnya digusur gubernur Mesir demi berdirinya sebuah masjid. Yahudi tersebut kemudian pergi ke Madinah untuk mengadukan halnya kepada khalifah Umar.

Namun sesampai di Madinah ia hanya diberi sepotong tulang yang telah digores garis lurus oleh pedang sang khalifah. “Kembalilah ke Mesir, dan berikan tulang ini kepada gubernurmu”. Dengan penuh keheranan Yahudi tersebut hanya bisa mengangguk patuh.   

Tiba di Mesir iapun langsung memberikan tulang tersebut kepada Amr bin Ash, gubernur Mesir. Tapi alangkah terkejutnya ia melihat sang gubernur langsung gemetar memandang tajam tulang tersebut. Ia segera memanggil kepala proyek untuk membatalkan penggusuran gubuk Yahudi tersebut.

Ternyata tulang itu berisi ancaman. Seolah-olah berkata, ‘Hai Amr ibn al-Ash! Ingatlah, siapapun kamu sekarang dan betapa tinggi pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat nanti kamu pasti berubah menjadi tulang yang busuk, karena itu bertindaklah adil seperti huruf alif yang lurus, adil ke atas dan adil ke bawah. Sebab jika kamu tidak bertindak demikian pedangku yang akan bertindak dan memenggal lehermu!”

Si Yahudi tertunduk, terharu mendengar penjelasan gubernurnya. Ia kagum atas sikap Khalifah yang tegas dan adil, juga sikap gubernur yang patuh dan taat kepada atasannya meski hanya dengan menerima sepotong tulang kering. Akhirnya Yahudi tersebut menyatakan memeluk Islam, lalu menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)

Di antara tanda kesempurnaan agamanya, adalah sifat wara’ yang dimilikinya, yaitu meninggalkan sesuatu yang jelas keharamannya maupun yang masih samar atau belum jelas halal dan haramnya (syubhat).

Dikisahkan beliau dahulu memiliki unta yang biasa diperas susunya untuk diminum. Suatu hari, seorang pembantu yang kurang dikenalnya datang kepada beliau. Maka berkatalah Umar radhiyallahu ‘anhu,“Celaka engkau! Darimana kau dapatkan susu ini?”.

“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya anak onta Anda lepas dari induknya, kemudian (setelah kembali) anak onta itu pun menyusu kepada induknya. Aku pun memeras susu untukmu dari unta lain yang merupakan harta Allah”, jawab pembantunya.

“Celaka engkau! Engkau memberiku minum dari api neraka”, tukas Umar.

Salah satu kebiasaan Umar yang juga patut dicontoh adalah sidak langsung turun ke bawah. Ini untuk memastikan bahwa keadaan rakyatnya baik-baik saja. Pada suatu hari di tengah paceklik yang melanda, Umar berpatroli dari satu rumah penduduk ke rumah lainnya. Hingga suatu malam di luar Madinah, tampak dari kejauhan sebuah cahaya redup dari sebuah gubug. Umar yang ditemani seorang pembantu diam-diam segera mendekatinya.

Mereka melihat seorang perempuan tua sedang memasak sesuatu di dalam panci. Ia dikelilingi oleh tiga anak kecil yang semuanya menangis. Sambil mengaduk-aduk isi panci perempuan tersebut bergumam, “Wahai Tuhanku, berilah balasan terhadap Umar. Ia telah berbuat dzalim. Enak saja, kami rakyatnya kelaparan sementara dia hidup serba berkecukupan”.

Mendengar itu Umar segera mengetuk pintu, memberi salam dan memohon izin untuk masuk. Setelah diizinkan masuk Umar bertanya mengapa ketiga anaknya menangis.

“Kami datang dari jauh. Aku dan anak-anakku kelaparan. Aku tidak punya apa-apa dan tidak bisa berbuat apa-apa”, jawab perempuan yang tidak tahu bahwa tamunya adalah Umar sang khalifah.

“Lalu, apa yang kau masak di panci ini?”

“Itu hanya air mendidih. Agar anak-anak mengira aku sedang memasak makanan. Dengan begitu mereka akan terhibur.”

Alangkah terkejut dan sedihnya Umar. Tak lama Umar pamit pulang, dan segera pergi menuju ke sebuah toko untuk membeli banyak sembako (riwayat lain menyebut ia menuju baitul mal). Lalu ia memanggulnya sendiri untuk menuju kembali ke gubug perempuan tadi.

“Wahai Amirul Mu’minin, turunkan bawaanmu, biar aku saja yang memikulnya,” pinta pembantunya.

“Jangan, biar aku saja yang membawanya. Anggap saja aku sedang memikul dosa-dosaku, juga semoga menjadi penghalang dikabulkannya doa perempuan tadi,” tegas Umar.

Sesampainya di gubug tersebut Umar memberikan bawaannya sambil berkata, “Ibu sekarang tidak perlu lagi mendoakan keburukan untuk Umar. Mungkin ia belum mendengar kabar ada kalian kelaparan di sini”.

Di lain hari Umar melarang rakyatnya mencampur laban (susu) dengan air. Suatu malam dia mengelilingi kota Madinah. Kemudian dia bersandar di sebuah dinding untuk beristirahat. Ternyata seorang wanita sedang berpesan kepada puterinya untuk mencampur laban dengan air.

Maka sang puteri tersebut berkata, ‘Bagaimana aku mencampurnya sedangkan Amirul Mukminin melarang hal tersebut.” Lalu wanita tersebut berkata, “Amirul Mukminin tidak mengetahuinya.” Maka sang anak menjawab, “Jika Umar tidak mengetahuinya, maka Tuhannya Umar mengetahuinya. Aku tidak akan melaksanakannya selama hal tersebut telah dilarang.”

Ucapan sang anak perempuan tersebut sangat berkesan di hati Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu. Maka di pagi harinya dia memanggil puteranya bernama Ashim, lalu dia ceritakan kejadiannya dan dia beritahu tempatnya, kemudian dia berkata, “Pergilah wahai anakku, nikahilah anak tersebut.” Maka akhirnya Ashim menikahi puteri tersebut, dan dari perkawinan tersebut, lahirlah Abdu Aziz bin Marwan bin Hakam, salah seorang gubernur terbaik pada masa Bani Umayah, kemudian darinya lahir khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Kisah lain, yaitu ketika putranya yang masih kecil meminta dibelikan baju baru karena bajunya sudah sobek dan diolok-olok teman-temannya. Semula Umar tidak menanggapinya tapi karena putranya terus merengek akhirnya Umar memutuskan untuk meminta baitulmal memberikan gajinya lebih awal.

Namun apa jawaban pegawai baitulmal? Ia mempertanyakan apakah ada jaminan Umar masih hidup sampai tiba waktunya menerima jatah gajinya?? Umar terkesiap dan langsung menangis menyadari kekhilafannya. 

( Bersambung)

Read Full Post »

Hijrah ke Madinah.

Pada tahun 622 M atau tahun 13 kenabian, kebencian orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin yang jumlahnya baru sedikit itu makin menjadi-jadi. Penindasan dan penyiksaan makin sering terjadi. Puncaknya adalah upaya pembunuhan terhadap Rasulullah s.a.w yang dianggap sebagai pemecah kesatuan dan agama kaum penyembah berhala tersebut.  

Maka ketika Allah swt menurunkan perintah untuk hijrah ke Madinah ( dahulu Yathrib) maka para sahabatpun bergegas menunaikannya, termasuk juga Umar. Namun tidak seperti sahabat lain yang pergi meninggalkan Mekah di malam hari dan secara diam-diam sebagaimana arahan Rasulullah, Umar melakukannya kebalikannya. Yaitu di siang hari dan bahkan menantang siapa yang menghalanginya akan ia sambut dengan pedang.

Barang siapa yang ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, hendaklah ia menemuiku di balik lembah ini”, demikian tantang Umar berapi-api. Tapi tak ada seorangpun dari kaum Quraisy yang berani menjawab tantangan Umar tersebut hingga Umar bersama rombongannyapun melenggang ke Madinah tanpa sedikitpun hambatan.

Di Madinah Rasulullah dan para sahabat disambut baik oleh kaum Anshor. Kaum Anshor adalah penduduk Madinah yang telah memeluk Islam sejak peristiwa baiat Aqabah. Maka untuk memperkokoh persatuan dan persaudaraan Islam maka Rasulullahpun mempersaudarakan kaum Muhajirin ( kaum Muslimin yang datang dari Mekah) dengan kaum Anshor. Diantaranya yaitu Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’az bin Jabal dll.

Peperangan dan keselarasan Al-Quran.

Sesuai dengan julukannya sebelum memeluk Islam bahkan sejak muda yaitu Singa Padang Pasir, maka tak heran ketika memeluk Islampun, Umar dikenal sebagai seorang pejuang tangguh yang tak kenal takut. Dalam setiap peperangan dan pertempuran Umar tidak pernah ketinggalan. Ia dikenal sebagai salah satu orang terdepan yang selalu membela Rasulullah dan ajarannya. Bahkan terhadap kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama menyiksa para pemeluk Islam, Umar tidak ragu menentangnya. Ia mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya demi tegaknya ajaran Islam.

Dan berkat kecakapannya dalam hal tulis menulis dan berdiplomasi sebelum memeluk Islam, Rasulullah menjadikannya juru tulis andalan sekaligus duta Islam.  Umar menjadi sahabat terdekat sekaligus penasehat Rasulullah termasuk dalam strategi perang. Yang juga patut menjadi catatan, keputusan Umar ternyata sering sesuai dengan perintah Al-Quran yang ketika itu belum turun. Contohnya adalah sebagai berikut:

Usai kemenangan perang Badar melawan kaum musrikin Quraisy yang merupakan perang pertama Islam, Rasulullah meminta usul para sahabat apa yang harus dilakukan terhadap para tawanan perang. Umar mengusulkan agar mereka dibunuh sebagai balasan kekejaman mereka selama 13 tahun di Mekah.

Sebaliknya Abu Bakar mengusulkan agar para tawanan menebus diri masing-masing dengan apa yang mereka miliki, yaitu dengan harta atau kepandaian tulis menulis. Rasulullah memilih usul Abu Bakar. Namun kemudian Allah swt menegur keputusan tersebut dengan turunnya ayat 67 surat An-Anfal yang ternyata sesuai dengan usulan Umar.

Contoh berikutnya, suatu saat ketika Abdullah bin Ubay wafat, putranya memohon agar  Rasulullah menshalati tokoh munafik Madinah tersebut, Rasulullahpun memenuhinya. Namun Umar keberatan. Dan ternyata tak lama kemudian turun ayat mengenai larangan menshalati orang munafik sebagai ayat 84 surat At-Taubah berikut :

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Ibadah dan pribadi Umar.   

Umar dikenal sebagai orang yang menggunakan banyak malamnya untuk senantiasa shalat malam dan berdzikir. Kebiasaan ini terus berlanjut bahkan ketika ia telah menjadi khalifah. Umar terbiasa terjaga di malam untuk shalat malam, dan siang hari untuk beribadah termasuk berpuasa demi hajat rakyatnya, sebagaimana  yang diceritakan istri maupun Mu’awiyah bin Khudayj, salah seorang jenderal Umar.

Mu’awiyah melihat sang khalifah terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian bertanya, “Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?”

Sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur malam hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu’awiyah?”, jawab Umar.

Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah sholat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya”, tetangga Umar bercerita.

Ayahku terus-menerus berpuasa kecuali saat hari raya kurban, hari raya fitri, dan dalam perjalanan,” ujar Abdullah putra Umar.

Umar juga sangat suka bersedekah. Dalam peristiwa perang Tabuk Rasulullah meminta umat Islam untuk bersedekah sedekah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Umar ra. menuturkan, “Rasulullah s.a.w menyuruh kami agar bersedekah. Kebetulan sekali saat itu aku punya harta cukup banyak. Aku berkata dalam hati, ‘Hari ini akan kuungguli Abu Bakar, karena selama ini aku tidak pernah unggul darinya.’ Aku menghadap Rasulullah s.a.w dengan membawa setengah hartaku. Rasulullah Saw. bertanya, ‘Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sama dengan yang kubawa.’ Lalu datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah s.a.w bertanya, ‘Berapa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Hanya Allah dan Rasul-Nya yang kutinggalkan untuk mereka.’ Aku berkata, ‘Aku tidak akan pernah dapat bersaing denganmu lagi dalam apa saja”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Pada peristiwa lain, Umar pergi ke kebun kurma miliknya. Ketika pulang ia mendapati sejumlah orang keluar dari masjid usai menunaikan shalat Ashar. Sontak Umar berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!“. Bukan main kecewanya Umar tak sempat menunaikan shalat jamaah bersama mereka. Sebagai pelunasan atas rasa bersalahnya ini, iapun mengeluarkan  pengumuman, “Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin,” ujarnya.  Umar merelakan kebun lepas dari kepemilikannya, sebagai kafarat atas keterlambatannya melaksanakan shalat jamaah.

Umar juga dikenal sebagai seorang yang zuhud.  Saad bin Abi Waqqash bercerita, “Umar tidak mendahului kami dalam berhijrah, tetapi aku tahu satu hal yang membuatnya melebihi kami, dia orang yang paling zuhud terhadap dunia di antara kami semua”.

Ia selalu menolak jatah rampasan perang yang seharusnya memang haknya. Hingga Rasulullah berkata: “Terima dan simpanlah wahai Umar, kemudian sedekahkan!”. Bahkan jatah sebidang tanah di Khaibar yang sangat tinggi nilainyapun pokoknya ia wakafkan, sementara hasilnya disedekahkan kepada orang yang memerlukan, termasuk untuk membebaskan hamba sahaya. Ini ia lakukan sesuai jawaban Rasulullah atas nasihat yang ia mintakan.

Demikian pula dalam penampilan, Umar amat sangat sederhana. Dan ia menanamkan hal ini tidak hanya untuk dirinya tapi juga seluruh anggota keluarganya. Rasulullahlah yang membuatnya demikian. Ia senantiasa berusaha keras untuk mengikuti dan mencontoh apa yang Rasulullah lakukan. 

Suatu hari Umar melihat Rasulullah sedang tidur di atas tikar dari pelepah kurma. Tikar tersebut membekas dipunggung beliau, melihat itu air mata Umar menetes tak tertahankan, tangisannya mengenai tubuh Rasulullah. Rasulullah lantas tergerak dari tidurnya lalu terbangun, kemudian beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”

Dengan suara tersendat Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini membekas dipunggung engkau. Aku juga tidak melihat apapun di rumah engkau. Para raja tidur di atas kasur sutra dan tinggal di istana yang megah, sementara engkau disini. Padahal engkau adalah kekasih-Nya.”

Rasulullah kemudian menjawab sambil tersenyum, “Wahai Umar, mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sedangkan kita memiliki akhirat?”

“Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”, lanjut Rasulullah.

Peristiwa tersebut benar-benar membekas di hati Umar. Tak salah bila Umar juga begitu mencintai Rasulullah karena sang kekasih Allah ini berkenan menikahi putri Umar yaitu Hafsah yang ditinggal mati suaminya. Padahal ketika itu Umar telah menawarkan kepada Abu Bakar dan Ustman bin Affan agar mau menikah putrinya, tapi keduanya menolak dengan alasan masing-masing.

Hafsah akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Hafsah”, hibur Rasulullah melihat kekecewaan Umar. Dan ternyata Rasulullahlah yang menikahi Hafsah. Betapa bahagianya Umar.

Sakit, wafatnya Rasulullah dan pembaiatan Abu Bakar.

Ketika Rasulullah sakit keras dan akhirnya wafat, Umar tidak mempercayainya. Ia  mengganggap bahwa Rasullah tidak wafat melainkan hanya pergi sebentar menuju Tuhannya seperti halnya nabi Musa dulu. Namun ketika akhirnya Abu Bakar membacakan ayat 144 surat Ali Imran yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya seorang manusia yang sewaktu-waktu bisa meninggal Umar sadar akan kesalahannya dan langsung jatuh pingsan. Kecintaan yang amat sangat terhadap Rasulullah yang membuatnya demikian. 

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. 

Setelah sadar dan yakin bahwa Rasulullah telah wafat, Umar segera memikirkan nasib dan masa depan umat yang baru seusia jagung itu, tanpa adanya Rasulullah. Perpecahan dan pemberontakan juga munculnya orang-orang yang mengaku nabi pada hari-hari akhir Rasulullah menghantui pikiran Umar. Harus segera ada seorang pemimpin yang mampu memimpin dan menyatukan umat Islam, begitu pikirnya.

Rasulullah memang tidak menyampaikan pesan apapun untuk suksesi pemimpin setelahnya. Tapi tanda-tanda bahwa Rasulullah condong kepada Abu Bakar terlihat jelas. Oleh sebab itu tanpa ragu Umarpun membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin,  yang kemudian diikuti yang lain.

Wahai Abu Bakar, bentangkan tanganmu! Bukankah nabi menunjukmu menggantikannya untuk menjadi imam shalat kami? Siapakah yang boleh membelakangimu, dan siapakah yang lebih layak daripada engkau? Engkaulah yang paling dicintai nabi, satu-satunya orang yang menemani Rasulullah di gua saat hijrah. Abu Bakar, kami membaiatmu sebagai pengganti Raulullah“, demikian Umar berkata.

Padahal sebelumnya Abu Bakar sempat berpidato agar memilih Umar sebagai pemimpin. Ini menunjukkan betapa tingginya akhlak Umar yang dengan rendah hati menolak dan tetap memilih Abu Bakar sebagai pemimpin umat. Ia tahu persis bahwa menjadi pemimpin adalah amanat yang maha berat apalagi Rasulullah s.a.w telah memperlihatkan kecondongan kepada Abu Bakar. Dan umatpun mencintai dan menaruh kepercayaan kepada Abu Bakar hingga ia mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya.

Selama kepemimpinan khalifah Abu Bakar, Umar menunjukkan loyalitasnya yang sangat tinggi kepada Abu Bakar. Tak salah bila kemudian Abu Bakarnya mengangkatnya sebagai penasehat. Umar ini pulalah yang akhirnya berhasil meyakinkan pentingnya mengumpulkan lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran untuk disatukan dan disimpan dengan baik. Abu Bakar kemudian membentuk tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit. Maka dikumpulkanlah seluruh lembaran ayat-ayat Al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an, tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis yang ada waktu itu seperti tulang, kulit dan lain sebagainya. Dan setelah lengkap kemudian diserahkan dan disimpan Abu Bakar.

Paska wafatnya Abu Bakar, kumpulan ayat tersebut disimpan oleh Umar yang kemudian diserahkan dan disimpan oleh Hafshah, putri Umar sekaligus istri Rasulullah saw. Kemudian baru pada masa pemerintahan khalifah ke 3 yaitu Utsman bin Affan kumpulan ayat tersebut dibukukan dan menjadi dasar penulisan teks Al-Qur’an yang dikenal saat ini.

( Bersambung).

Read Full Post »

Keutamaan Ibadah Abu Bakar.

Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal.  Dalam sebuah kisah disebutkan bagaimana Umar bin Khattabra  terpaksa mengakui keunggulan sahabatnya itu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku. Rasulullah  bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah  bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan Rasulullah  bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“

Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” (HR.Muslim, no.1028).

Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian, ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong  Ali bin Abi Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.

Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah bersama para sahabat.

Menjadi Khalifah.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.        

“Wahai kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)

Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian. Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan memberikanmu rahmat”.

Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti untuk menunggu perintah selanjutnya.    

Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu”, demikian ia berpidato.

Abu Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.

Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi, kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka  Abu Bakar yang sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.  Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau melaksanakan kewajiban tersebut.

Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.

Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban yang sangat banyak.  Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya Al-Quran.

Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin Khattab kepada Abu Bakar.

Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat, akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam. Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.

Wafatnya Sang Khalifah.

Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw  yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.

Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di akhir-akhir hidupnya.   Abu Bakar meminta agar putrinya itu menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut begitu ayahandanya tercinta wafat.   

Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya. Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah dikembalikan ke Baitul Maal.

Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah menyebutnya sebagai satu dari  sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta,   6 September 2024.

Vien AM.    

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-abu-bakar-menjadi-khalifah-hingga-wafat-kyVPb

Sumber https://rumaysho.com/26450-syarhus-sunnah-keutamaan-abu-bakar-ash-shiddiq.html

Read Full Post »

Sa’ad bin Abi Waqqash lahir dari keluarga bangsawan Quraisy yang kaya raya. Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman Rasulullah SAW meski usianya jauh lebih muda. Ia lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Wuhaib adalah kakek Sa’ad sekaligus paman dari Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. 

Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah”, demikianlah Sa’ad yang sejak muda belia hobby memanah memperkenalkan dirinya dengan bangga. Hobby yang mampu mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Dengan tepat Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda. Tak salah bila ia dikenal sebagai pemuda yang serius, cerdas dan tenang.

Sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah saw, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah”. (HR Bukhari dan Muslim). Sementara, dalam kesempatan lain, Rasullullah bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).”(HR Muslim).

Karakternya inilah yang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Disamping tentunya karena ia telah mengenal pamannya yang dikenal jujur dan amanah. Sa’ad sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi.

Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun. Abu Bakar yang memperkenalkan Islam padanya. Ia langsung menerima ajakan sahabat nabi tersebut. Padahal ketika itu ia baru berusia 17 tahun, usia dimana jiwa sering memberontak demi menunjukkan jati dirinya. Sa’ad menyatakan keislamannya bersama beberapa orang sahabat lainnya yaitu Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam yang ketika itu berusia 16 tahun serta Thalhah bin Ubaidillah di usia 14 tahun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Dan ibunya, seorang pemeluk setia agama nenek moyangnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan, tahu benar hal tersebut. Itu sebabnya ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam ia mogok makan  dengan harapan putranya luluh dan mau membatalkan keislamannya demi sang ibu tercinta.

Namun apa yg dikatakan Saad yang selalu bicara lembut kepada ibunya itu??? “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh  puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”

Mendengar keteguhannya, akhirnya ibunyapun pasrah. Tak salah bila kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat 15 surat Lukman sbb:

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Setelah memeluk Islam, dengan kekuatan fisiknya Saad berjuang gigih membela ajarannya. Ia selalu ikut berperang melawan musuh-musuh Islam. Keberaniannya ditambah dengan akal yang selalu diasah, berpikir dengan bijak dan senantiasa bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya. 

Rasulullah SAW sangat bangga atas keberanian, kekuatan serta ketulusan iman keponakannya tersebut. Tak jarang nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!” “Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud.

Sa’ad tercatat sebagai salah satu sahabat yang beberapa kali menjadi turunnya suatu ayat atau hadist. Ayat 1 surat Al-Anfal yang berbicara tentang  pembagian harta rampasan perang turun atas pertanyaan Sa’ad mengapa Ju’lail bin Suraqah yang dalam pandangannya pantas mendapat bagian rampasan perang tapi tidak diberi oleh Rasulullah swt.

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman”.

Demikian pula hadist tentang sedekah terbanyak yang boleh diberikan seorang Muslim kepada yang bukan ahli waris. Peristiwa tersebut terjadi ketika haji Wa’da. Sa’ad sakit keras dan Rasululah saw menjenguknya. Sa’ad memohon agar boleh mewariskan hartanya kepada orang lain. Alasannya karena hartanya banyak sedangkan ia hanya memiliki seorang putri.

Apakah aku boleh menyedekahkan 2/3 dari hartaku?”. Rasulullah menjawab, “Tidak”, aku berkata, “setengah boleh?”, “Tidak”, aku berkata lagi, “kalau begitu 1/3?”, Rasulullah menjawab, “ 1/3 pun sudah banyak, sesungguhnya meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin hingga membutuhkan pertolongan orang lain”.    

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah SWT. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.” “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya,”.

Abdurrahman bin Auf menjuluki Sa’ad bin Abi Waqqash dengan singa yang menyembunyikan kukunya. Ia mengusulkan Sa’ad dengan mengatakan julukan tersebut kepada khalifah Umar bin Khattab ra yang ketika itu sedang bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan siapa yang paling pantas memimpin pasukan melawan Persia di Irak. Atas usul tersebut Sang khalifahpun menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai panglima perang melawan pasukan Persia yang ketika itu merupakan negara/kerajaan terbesar di dunia.

Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang. Ia memiliki hati yang lembut, sikap wara’ dan pandai menjaga lidah.

Saad juga dikenal sebagai seorang ahli ibadah. Shalat Dhuha 8 rakaat, shalat Witir 1 rakaat sebelum tidur karena khawatir tertidur serta shalat Tahajud tak pernah ditinggalkannya. Saad tidak pernah lalai mengeluarkan zakat hartanya dengan menyerahkannya kepada gubernur Madinah agar disalurkan kepada tempat-tempat yang telah disyariatkan.

Suatu hari di hadapan para sahabat, Rasulullah  berujar, ” Sesaat lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk surga,” tutur Rasulullah.

Tak lama, muncul Sa’ad bin Abi Waqqash bergabung dengan para sahabat. Abdullah bin Amr bin ‘Ash suatu hari meminta Sa’ad agar mau menunjukkan ibadah dan amalan istimewa apa yang kira-kira dapat menyebabkan Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni surga.

Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapa pun,” kata Sa’ad.

Dalam menyampaikan kebenaran Sa’ad  juga tidak pernah takut dan ragu-ragu. Diantaranya adalah ketika menghadapi Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Sang khalifah kesal karena Sa’ad tidak mau mengikuti perintahnya untuk mencaci Ali bin Abi Thalib paska terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan ra.     

Maka dengan segala ketenangan dan keberaniannya Sa’ad membalasnya dengan menceritakan semua kehebatan Ali yang tak mungkin dipungkiri semua orang. Muawiyahpun terdiam  dan sejak itu tak pernah lagi menanyakan pertanyaan yang sama kepada Sa’ad.

Empat tahun paska wafatnya Rasulullah saw, dibawah pemerintahan khalifah Umar, Sa’ad yang diangkat sebagai panglima perang, dibantu panglima Khalid bin Walid yang baru pulang memenangkan perang Yarmuk ( perang melawan Romawi) berhasil memenangkan perang Qadasyiyah yang sangat alot dalam menghadapi Persia. Mada’in (Ctesiphon), ibu kota Persia dimana berdiam kisra/raja Persia di istananya yang megah, takluk.  

Selanjutnya atas persetujuan Umar, Sa’ad bersama pasukannya membangun kota Kufah di Persia. Lalu Umar menunjuknya menjadi amir (gubernur) di kota yang kemudian berkembang pesat menjadi kota besar, dan bertempat tinggal di rumah dinas yang berdiri persis di sebelah masjid lengkap dengan baitul malnya.    

Pada tahun 651M, khalifah Ustman bin Affan ra yang menggantikan khalifah Umar, mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka.

Lui Tschih seorang penulis Muslim China yang hidup pada abad 18 , dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi) menuliskan bahwa Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.

Catatan lain menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqqas yang datang dari Abyssinia (sekarang Etiopia), bersama 3 sahabat lainnya pada 616 M. 21 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Sa’ad kembali lagi ke China. Ia datang dengan membawa salinan Alquran.

Utsman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Alquran dan menyebarkannya ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci tersebut. Pada kedatangannya yang kedua tersebut, Sa’ad berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Dari sana kemudian ia berlayar ke Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.

Sa’ad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Gaozong (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya cocok dengan ajaran Konfusius.  

Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu keras baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Meski demikian, ia mengizinkan Sa’ad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.

Sa’ad kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki dan direstorasi.

Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara elok ini letaknya di jalan Guangta.

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar, perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin. Sa’ad menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H di Madinah, dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.

Namun pendapat lain mengatakan bahwa Saad meninggal di Guangzhou, China dimana ia menghabiskan sisa hidupnya, Sebuah pusara di kota tersebut diyakini sebagai makamnya. Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China.

Satu lagi hikmah yang dapat kita ambil, yaitu pentingnya menguasai bahasa dan adat kebiasaan penduduk negara yang dituju. Tak pelak lagi, Sa’ad bin Abi Waqqash ra selain seorang panglima besar juga seorang diplomat ulung sejati. 

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 16 Oktober 2023.

Vien AM.

Disarikan dari :

“10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga”, oleh Abdus Asy-Syaikh.

https://www.republika.co.id/berita/lxy715/kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

https://republika.co.id/berita/qezroi320/selain-saad-diduga-banyak-sahabat-yang-wafat-di-china

Read Full Post »

Thalhah bin Ubaidillah ra adalah 1 dari 10 sahabat  yang disebut Rasulullah saw sebagai calon penghuni surga sebagaimana hadist berikut,

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarrah masuk surga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Thalhah bersama ke 9 sahabat yang dijamin masuk surga tersebut di atas, dan sejumlah sahabat lain juga termasuk dalam golongan As-Sabiqunal Al-Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Bahkan masuk dalam 8 orang pertama yang memeluk Islam. Melalui ayat 100 surat At-Taubah Allah swt secara gamblang menyebutkan bahwa Allah swt menyediakan surga bagi mereka. 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

Masuk islamnya Thalhah.

Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy dengan nasab Thalhah bin Ubaidillah bin Ustman bin Amru bin Ka’ab hingga sampai pada Ka’ab bin Lu’ai yang merupakan leluhur Rasulullah saw. Kisah keislaman Thalhah yang ketika itu baru berusia 15 tahun dimulai ketika ia sebagai seorang pedagang  muda pergi ke Syam bersama rombongan kafilah dagangnya. Di kota Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Ia melihat seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”.

Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.

“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.

“Ahmad siapa?”, tanya Thalhah keheranan.

Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda”, sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,”Ada peristiwa apa sepeninggalku?”. “Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.

Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah.

Segera Thalhah mencari Abu Bakar As Siddiq. “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” “Betul.” Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakarpun mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah menceritakan pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu ia mengajak Thalhah untuk segera menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Masuk Islamnya Thalhah di lingkungan keluarganya bagai petir di siang hari bolong. Mereka terutama sang ibu  tidak mengira putranya yang dikenal santun tersebut secepat itu mengakui Muhammad sebagai seorang rasul bahkan langsung mengikutinya. Ibu dan seluruh keluarga besar beserta seluruh anggota  sukunya berusaha mengeluarkan Thahlah dari Islam.

Mulanya mereka bertindak dengan cara halus. Namun karena Thalhah tak sedikitpun goyah merekapun bertindak kasar. Mereka menyiksanya dengan berbagai cara. Dengan tangan terbelenggu di leher, Thalhah digiring, dan disepanjang jalan orang-orang mendorong, memecut dan memukuli kepalanya. Tak terkecuali ibunya yang sudah tua, terus berteriak mencaci makinya. Tentu saja Thalhah sangat sedih dan kecewa namun ia tetap bertahan. Walau akhirnya dalam waktu yang tak terlalu jauh, sang ibu dan saudara-saudaranya juga memeluk Islam.

Suatu hari pernah seorang lelaki Quraisy menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah. Kemudian mengikat keduanya menjadi satu dan seorang algojo mengeksekusi keduanya hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa menyedihkan ini di kemudian hari menjadikan keduanya digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.

Keteguhan iman dan keberanian Thalhah.

Selain itu berkat keteguhan dan perjuangannya dalam menegakkan Islam Thalhah yang gagah berani mendapat banyak gelar, diantaranya yaitu Assyahidul Hayy yang artinya syahid yang hidup. Gelar kehormatan tersebut didapat pemuda berbadan tegap dan kekar tersebut berkat perjuangan dalam perang Uhud. Ketika itu ia bersama sejumlah sahabat berusaha mati-matian melindungi Rasulullah dari kepungan musuh yang penuh rasa dendam ingin melumat Rasulullah dan tentara Muslimin karena  kekalahan musuh pada perang sebelumnya, yaitu perang Badar. 

Perang yang terjadi pada tahun ke 3H itu nyaris dimenangkan pasukan Islam. Padahal jumlah tentara musuh jauh lebih besar ( 3000 personil) dibanding pasukan Muslim yang hanya 700 orang. Sayang kemudian berbalik akibat kelalaian 43 dari 50 pemanah yang bertugas melindungi kaum Muslimin di atas bukit tergiur oleh harta milik musuh yang tercecer di hadapan mereka. Padahal berkali-kali Rasulullah mengingatkan mereka untuk tetap berjaga pada tempatnya apapun yang terjadi.

Pasukan Quraisy dibawah panglima Khalid bin Walid yang ketika itu belum memeluk Islam berhasil menyerang balik dari arah belakang pasukan panah yang sibuk memunguti harta musuh. Keadaan menjadi kacau balau hingga membahayakan posisi Rasulullah yang berada di atas bukit. Para sahabat segera berusaha menyelamatkan Rasulullah. Akan tetapi sangat sulit bagi para sahabat untuk berkumpul di satu posisi.  Akhirnya mereka terpaksa berpencaran.

Dalam keadaan genting, Thalhah yang berada paling dekat dengan Rasulullah melihat Rasulullah bersimbah darah. Dua mata besi menancap pada pipi Rasulullah hingga mematahkan gigi dan merobek bibir bawah dan kening Rasulullah. Thalhah segera melompat ke arah Rasul. Dipeluknya Rasulullah  dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengepungnya dari segala arah.

Akhirnya Rasulullah dapat diselamatkan dari amukan musuh. Thalhah memapahnya ke tempat yang aman dan bersembunyi di atas bukit Uhud. Tapi tak urung lebih dari tujuh puluh tikaman pedang dan panah melukai Thalhah, dan satu jari tangannya putus. Karena inilah, ia mendapat gelar Asy-Syahidu Hayyu atau seorang syahid yang hidup akibat banyak yang mengira bahwa Thalhah telah syahid, namun ternyata masih hidup.

Sementara di medan pertempuran pasukan Muslim bertempur mati-matian. Saking kacaunya, ada pasukan muslim yang membunuh muslim lainnya. Hal itu lantaran terjadi penyerangan dari depan dan belakang. Pada saat itu terlihat Mushab bin Umair yang mempunyai perawakan dan wajah mirip Rasulullah terbunuh dengan bendera perang d tangan.

Rupanya begitulah cara Allah swt menyelamatkan pasukan Muslimin. Yaitu dengan dimasukkannya persangkaan ke hati pasukan Musyirik bahwa Rasulullah telah tewas hingga merekapun kegirangan dan pulang meninggalkan medan perang.

Sementara itu di atas bukit, dalam keadaan luka parah Thalhah terus menciumi tangan, tubuh dan kaki Rasulullah seraya berkata, “Aku tebus engkau Ya Rasulullah saw dengan ayah ibuku.” Nabi SAW tersenyum dan berkata, ” Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh.” Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga.

Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan selain Assyahidul Hayy, juga “Burung elang hari Uhud” dan “Sang Perisai Rasulullah”. Terlihat jelas betapa tinggi keimanan, keikhlasan, pengorbanan serta  dan kecintaan Thalahah pada Islam dan Rasulnya.  Thalhah tercatat merupakan salah seorang sahabat yang selalu ikut berperang bersama Rasulullah. Kecuali dalam Perang Badar karena Rasulullah menugaskannya bersama Sa’id bin Zaid menuju Syam.

Kedermawanan Thalhah.

Selain dikarunia Allah swt kekuatan dan badan yang kekar, wajah yang tampan menyerupai Rasulullah, Allah swt juga menganugerahi Thalhah kemampuan berdagang yang mumpuni. Kekayaan Thalhah tidak kalah dengan Abdurahman bin Auf yang dikenal kaya raya.  Sama dengan Abdurrahman, Thalhah dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan hingga dijuluki  Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) serta Thalhah Al-Fayyadh atau Thalhah yang dermawan. Gelar ini diberikan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu contohnya adalah ketika suatu hari ia membawa keuntungan dagang yang sangat besar yaitu 700 ribu dirham (setara dengan Rp 35 milyar sekarang). Malamnya bukannya tidur nyenyak seperti kebanyakan orang, Thalhah justru merasa tidak tenang dan gelisah. Melihat hal itu, istri Thalhah pun bingung dan menanyakan apa gerangan yang terjadi hingga kemudian bertanya, “Mengapa begitu gelisah, apakah aku melakukan suatu kesalahan?”

Thalhah menjawab, “Engkau tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja terdapat sesuatu yang mengganggu pikiranku. Pikiran yang tidak tenang sebagai hamba karena ada harta yang tertumpuk di rumahnya.”

Istri Thalhahpun menjawab, “Mengapa sampai risau begitu, bukankah masih banyak yang membutuhkan pertolongan melaluimu?” Dia melanjutkan, “Bagikanlah saja uang tersebut esok hari pada orang-orang yang membutuhkan.”

Thalhah begitu bahagia mendapati jawaban penuh bijak dari istrinya itu. Dia berkata, “Semoga Allah selalu merahmatimu. Sungguh, kau adalah wanita yang mendapatkan taufik Allah.

Esoknya Thalhah membagikan keuntungan perniagaannya tersebut pada fakir miskin. Selain itu ia juga menggunakan uangnya untuk pernikahan anak-anak muda di keluarganya dan mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak mampu.

Kedermawanan Thalhah juga terlihat ketika terjadi masalah dengan Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat dari 10 sahabat yang juga dijamin masuk surga.  Alkisah Abdurrahman dan Thalhah mempunyai sebidang tanah yang letaknya bersebelahan. Suatu hari Abdurrahman bermaksud mengairi tanahnya lewat tanah Thalhah. Tapi oleh suatu sebab Thalhah tidak mengizinkannya. Abdurrahmanpun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Namun apa jawaban Rasulullah ?

“Bersabarlah, Thalhah adalah seseorang yang telah wajib baginya surga”. 

Abdurahmanpun menahan diri. Ia lalu mendatangi Thalhah dan mengabarkan apa yang disampaikan Rasulullah. Medengar itu, dengan suka cita Thalhah berseru, “Aku bersaksi kepada Allah, dan kepada Rasullulah  bahwa harta itu menjadi milikmu wahai saudaraku”.

Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah.

Pasca wafatnya Rasulullah saw, apalagi setelah wafatnya khalifah Abu Bakar ra dan terbunuhnya khalifah Umar bin Khattab ra, kondisi kehidupan kaum muslimin menjadi sangat kacau. Terjadi kerusuhan besar akibat fitnah mengerikan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ra yang menggantikan Umar.  Ali bin Abi Thalib ra kemudian diangkat menggantikan Ustman.

Namun orang-orang munafik terus menebar fitnah dan hasutan, mereka mengadu domba umat Islam sehingga terjadilah peperangan yang dinamakan perang Jamal yang membuat umat terpecah menjadi 2, yaitu antara yang memihak Aisyah ra dan yang memihak Ali bin Thalib ra. Dengan suatu alasan yang diyakininya, Thalhah memilih berada di pihak Aisyah ra.

Dalam perang tersebut banyak korban berjatuhan. Khalifah Ali menangis dan menghentikan peperangan meskipun saat itu dalam keadaan menang. Ali selain meminta Aisyah yang kemudian menyesal mengapa harus berperang dengan Ali untuk berdamai, , juga meminta Thalhah dan Zubair yang juga berpihak kepada Aisyah ra, untuk hadir melakukan perdamaian. Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair akan berbagai hal termasuk sabda-sabda Rasulullah tentang mereka bertiga. Thalhah dan Zubair menangis mendengarkan perkataan Ali.

Thalhah dan Zubair akhirnya memutuskan untuk mundur dan menghentikan pertempuran. Kemudian keduanya menemui pasukannya. Akan tetapi, orang-orang munafik tidak puas dengan keputusan ini. Maka merekapun membunuh kedua sahabat tersebut dengan cara memanah mereka. Karena luka yang sangat dalam dan darah yang terus mengalir deras Thalhah bin Abu Ubaidillah, Sang Perisai Rasul akhirnya meninggal dunia. Ia wafat  dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah. Tragedi memilukan tersebut menambah kedukaan yang amat mendalam bagi kaum Muslimin.  

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 31 Agustus 2023.

Vien AM.

Read Full Post »

Older Posts »