Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Kisah para sahabat’ Category

Hijrah ke Madinah.

Pada tahun 622 M atau tahun 13 kenabian, kebencian orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin yang jumlahnya baru sedikit itu makin menjadi-jadi. Penindasan dan penyiksaan makin sering terjadi. Puncaknya adalah upaya pembunuhan terhadap Rasulullah s.a.w yang dianggap sebagai pemecah kesatuan dan agama kaum penyembah berhala tersebut.  

Maka ketika Allah swt menurunkan perintah untuk hijrah ke Madinah ( dahulu Yathrib) maka para sahabatpun bergegas menunaikannya, termasuk juga Umar. Namun tidak seperti sahabat lain yang pergi meninggalkan Mekah di malam hari dan secara diam-diam sebagaimana arahan Rasulullah, Umar melakukannya kebalikannya. Yaitu di siang hari dan bahkan menantang siapa yang menghalanginya akan ia sambut dengan pedang.

Barang siapa yang ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, hendaklah ia menemuiku di balik lembah ini”, demikian tantang Umar berapi-api. Tapi tak ada seorangpun dari kaum Quraisy yang berani menjawab tantangan Umar tersebut hingga Umar bersama rombongannyapun melenggang ke Madinah tanpa sedikitpun hambatan.

Di Madinah Rasulullah dan para sahabat disambut baik oleh kaum Anshor. Kaum Anshor adalah penduduk Madinah yang telah memeluk Islam sejak peristiwa baiat Aqabah. Maka untuk memperkokoh persatuan dan persaudaraan Islam maka Rasulullahpun mempersaudarakan kaum Muhajirin ( kaum Muslimin yang datang dari Mekah) dengan kaum Anshor. Diantaranya yaitu Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’az bin Jabal dll.

Peperangan dan keselarasan Al-Quran.

Sesuai dengan julukannya sebelum memeluk Islam bahkan sejak muda yaitu Singa Padang Pasir, maka tak heran ketika memeluk Islampun, Umar dikenal sebagai seorang pejuang tangguh yang tak kenal takut. Dalam setiap peperangan dan pertempuran Umar tidak pernah ketinggalan. Ia dikenal sebagai salah satu orang terdepan yang selalu membela Rasulullah dan ajarannya. Bahkan terhadap kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama menyiksa para pemeluk Islam, Umar tidak ragu menentangnya. Ia mempertaruhkan seluruh sisa hidupnya demi tegaknya ajaran Islam.

Dan berkat kecakapannya dalam hal tulis menulis dan berdiplomasi sebelum memeluk Islam, Rasulullah menjadikannya juru tulis andalan sekaligus duta Islam.  Umar menjadi sahabat terdekat sekaligus penasehat Rasulullah termasuk dalam strategi perang. Yang juga patut menjadi catatan, keputusan Umar ternyata sering sesuai dengan perintah Al-Quran yang ketika itu belum turun. Contohnya adalah sebagai berikut:

Usai kemenangan perang Badar melawan kaum musrikin Quraisy yang merupakan perang pertama Islam, Rasulullah meminta usul para sahabat apa yang harus dilakukan terhadap para tawanan perang. Umar mengusulkan agar mereka dibunuh sebagai balasan kekejaman mereka selama 13 tahun di Mekah.

Sebaliknya Abu Bakar mengusulkan agar para tawanan menebus diri masing-masing dengan apa yang mereka miliki, yaitu dengan harta atau kepandaian tulis menulis. Rasulullah memilih usul Abu Bakar. Namun kemudian Allah swt menegur keputusan tersebut dengan turunnya ayat 67 surat An-Anfal yang ternyata sesuai dengan usulan Umar.

Contoh berikutnya, suatu saat ketika Abdullah bin Ubay wafat, putranya memohon agar  Rasulullah menshalati tokoh munafik Madinah tersebut, Rasulullahpun memenuhinya. Namun Umar keberatan. Dan ternyata tak lama kemudian turun ayat mengenai larangan menshalati orang munafik sebagai ayat 84 surat At-Taubah berikut :

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo`akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Ibadah dan pribadi Umar.   

Umar dikenal sebagai orang yang menggunakan banyak malamnya untuk senantiasa shalat malam dan berdzikir. Kebiasaan ini terus berlanjut bahkan ketika ia telah menjadi khalifah. Umar terbiasa terjaga di malam untuk shalat malam, dan siang hari untuk beribadah termasuk berpuasa demi hajat rakyatnya, sebagaimana  yang diceritakan istri maupun Mu’awiyah bin Khudayj, salah seorang jenderal Umar.

Mu’awiyah melihat sang khalifah terlihat sangat kelelahan dan mengantuk dalam duduknya. Kemudian bertanya, “Tidakkah kau tidur, wahai Amirul Mukminin?”

Sungguh celaka ucapanku, atau sungguh celaka prasangkaku. Jika aku tidur siang hari, aku telah menyia-nyiakan amanah rakyatku. Jika aku tidur malam hari, aku telah menyia-nyiakan kesempatanku dengan Tuhanku. Bagaimana aku bisa tidur di kedua waktu ini, wahai Mu’awiyah?”, jawab Umar.

Umar bin Khattab adalah tetangga terdekatku. Aku tidak pernah mempunyai tetangga dan orang-orang di sekitarku sebaik Umar. Malam-malam Umar adalah sholat dan siang harinya adalah puasa demi hajat rakyatnya”, tetangga Umar bercerita.

Ayahku terus-menerus berpuasa kecuali saat hari raya kurban, hari raya fitri, dan dalam perjalanan,” ujar Abdullah putra Umar.

Umar juga sangat suka bersedekah. Dalam peristiwa perang Tabuk Rasulullah meminta umat Islam untuk bersedekah sedekah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Umar ra. menuturkan, “Rasulullah s.a.w menyuruh kami agar bersedekah. Kebetulan sekali saat itu aku punya harta cukup banyak. Aku berkata dalam hati, ‘Hari ini akan kuungguli Abu Bakar, karena selama ini aku tidak pernah unggul darinya.’ Aku menghadap Rasulullah s.a.w dengan membawa setengah hartaku. Rasulullah Saw. bertanya, ‘Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sama dengan yang kubawa.’ Lalu datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya. Rasulullah s.a.w bertanya, ‘Berapa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Hanya Allah dan Rasul-Nya yang kutinggalkan untuk mereka.’ Aku berkata, ‘Aku tidak akan pernah dapat bersaing denganmu lagi dalam apa saja”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Pada peristiwa lain, Umar pergi ke kebun kurma miliknya. Ketika pulang ia mendapati sejumlah orang keluar dari masjid usai menunaikan shalat Ashar. Sontak Umar berucap, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, aku ketinggalan shalat jamaah!“. Bukan main kecewanya Umar tak sempat menunaikan shalat jamaah bersama mereka. Sebagai pelunasan atas rasa bersalahnya ini, iapun mengeluarkan  pengumuman, “Saksikanlah, mulai sekarang aku sedekahkan kebunku untuk orang-orang miskin,” ujarnya.  Umar merelakan kebun lepas dari kepemilikannya, sebagai kafarat atas keterlambatannya melaksanakan shalat jamaah.

Umar juga dikenal sebagai seorang yang zuhud.  Saad bin Abi Waqqash bercerita, “Umar tidak mendahului kami dalam berhijrah, tetapi aku tahu satu hal yang membuatnya melebihi kami, dia orang yang paling zuhud terhadap dunia di antara kami semua”.

Ia selalu menolak jatah rampasan perang yang seharusnya memang haknya. Hingga Rasulullah berkata: “Terima dan simpanlah wahai Umar, kemudian sedekahkan!”. Bahkan jatah sebidang tanah di Khaibar yang sangat tinggi nilainyapun pokoknya ia wakafkan, sementara hasilnya disedekahkan kepada orang yang memerlukan, termasuk untuk membebaskan hamba sahaya. Ini ia lakukan sesuai jawaban Rasulullah atas nasihat yang ia mintakan.

Demikian pula dalam penampilan, Umar amat sangat sederhana. Dan ia menanamkan hal ini tidak hanya untuk dirinya tapi juga seluruh anggota keluarganya. Rasulullahlah yang membuatnya demikian. Ia senantiasa berusaha keras untuk mengikuti dan mencontoh apa yang Rasulullah lakukan. 

Suatu hari Umar melihat Rasulullah sedang tidur di atas tikar dari pelepah kurma. Tikar tersebut membekas dipunggung beliau, melihat itu air mata Umar menetes tak tertahankan, tangisannya mengenai tubuh Rasulullah. Rasulullah lantas tergerak dari tidurnya lalu terbangun, kemudian beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?”

Dengan suara tersendat Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar ini membekas dipunggung engkau. Aku juga tidak melihat apapun di rumah engkau. Para raja tidur di atas kasur sutra dan tinggal di istana yang megah, sementara engkau disini. Padahal engkau adalah kekasih-Nya.”

Rasulullah kemudian menjawab sambil tersenyum, “Wahai Umar, mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan, dan tak lama lagi akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sedangkan kita memiliki akhirat?”

“Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”, lanjut Rasulullah.

Peristiwa tersebut benar-benar membekas di hati Umar. Tak salah bila Umar juga begitu mencintai Rasulullah karena sang kekasih Allah ini berkenan menikahi putri Umar yaitu Hafsah yang ditinggal mati suaminya. Padahal ketika itu Umar telah menawarkan kepada Abu Bakar dan Ustman bin Affan agar mau menikah putrinya, tapi keduanya menolak dengan alasan masing-masing.

Hafsah akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan menikahi seseorang yang lebih baik dari Hafsah”, hibur Rasulullah melihat kekecewaan Umar. Dan ternyata Rasulullahlah yang menikahi Hafsah. Betapa bahagianya Umar.

Sakit, wafatnya Rasulullah dan pembaiatan Abu Bakar.

Ketika Rasulullah sakit keras dan akhirnya wafat, Umar tidak mempercayainya. Ia  mengganggap bahwa Rasullah tidak wafat melainkan hanya pergi sebentar menuju Tuhannya seperti halnya nabi Musa dulu. Namun ketika akhirnya Abu Bakar membacakan ayat 144 surat Ali Imran yang menyatakan bahwa Rasulullah hanya seorang manusia yang sewaktu-waktu bisa meninggal Umar sadar akan kesalahannya dan langsung jatuh pingsan. Kecintaan yang amat sangat terhadap Rasulullah yang membuatnya demikian. 

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. 

Setelah sadar dan yakin bahwa Rasulullah telah wafat, Umar segera memikirkan nasib dan masa depan umat yang baru seusia jagung itu, tanpa adanya Rasulullah. Perpecahan dan pemberontakan juga munculnya orang-orang yang mengaku nabi pada hari-hari akhir Rasulullah menghantui pikiran Umar. Harus segera ada seorang pemimpin yang mampu memimpin dan menyatukan umat Islam, begitu pikirnya.

Rasulullah memang tidak menyampaikan pesan apapun untuk suksesi pemimpin setelahnya. Tapi tanda-tanda bahwa Rasulullah condong kepada Abu Bakar terlihat jelas. Oleh sebab itu tanpa ragu Umarpun membaiat Abu Bakar sebagai pemimpin,  yang kemudian diikuti yang lain.

Wahai Abu Bakar, bentangkan tanganmu! Bukankah nabi menunjukmu menggantikannya untuk menjadi imam shalat kami? Siapakah yang boleh membelakangimu, dan siapakah yang lebih layak daripada engkau? Engkaulah yang paling dicintai nabi, satu-satunya orang yang menemani Rasulullah di gua saat hijrah. Abu Bakar, kami membaiatmu sebagai pengganti Raulullah“, demikian Umar berkata.

Padahal sebelumnya Abu Bakar sempat berpidato agar memilih Umar sebagai pemimpin. Ini menunjukkan betapa tingginya akhlak Umar yang dengan rendah hati menolak dan tetap memilih Abu Bakar sebagai pemimpin umat. Ia tahu persis bahwa menjadi pemimpin adalah amanat yang maha berat apalagi Rasulullah s.a.w telah memperlihatkan kecondongan kepada Abu Bakar. Dan umatpun mencintai dan menaruh kepercayaan kepada Abu Bakar hingga ia mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya.

Selama kepemimpinan khalifah Abu Bakar, Umar menunjukkan loyalitasnya yang sangat tinggi kepada Abu Bakar. Tak salah bila kemudian Abu Bakarnya mengangkatnya sebagai penasehat. Umar ini pulalah yang akhirnya berhasil meyakinkan pentingnya mengumpulkan lembaran-lembaran ayat-ayat Al-Quran untuk disatukan dan disimpan dengan baik. Abu Bakar kemudian membentuk tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit. Maka dikumpulkanlah seluruh lembaran ayat-ayat Al-Qur’an dari para penghafal al-Qur’an, tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis yang ada waktu itu seperti tulang, kulit dan lain sebagainya. Dan setelah lengkap kemudian diserahkan dan disimpan Abu Bakar.

Paska wafatnya Abu Bakar, kumpulan ayat tersebut disimpan oleh Umar yang kemudian diserahkan dan disimpan oleh Hafshah, putri Umar sekaligus istri Rasulullah saw. Kemudian baru pada masa pemerintahan khalifah ke 3 yaitu Utsman bin Affan kumpulan ayat tersebut dibukukan dan menjadi dasar penulisan teks Al-Qur’an yang dikenal saat ini.

( Bersambung).

Read Full Post »

Siapa tak kenal Umar ibnul Khattab, satu dari khulafaur rasyidin, penerus kepemimpinan Rasulullah s.a.w, yang berhasil memperluas kejayaan Islam hingga keluar dari tanah Arabia. Seorang khalifah sekaligus sahabat dekat dan mertua Rasulullah saw. Padahal sebelumnya Umar adalah seorang yang sangat membenci Islam. Hingga suatu hari Rasulullah memohon kepada Tuhannya,   

Yaa Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Silsilah dan kelahiran Umar.

Umar bin Khattab dilahirkan di kota Mekkah pada tahun ke 13 setelah tahun Gajah, tahun dimana Rasulullah dilahirkan. Nama lengkapnya adalah Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Kaab bin Luaiy Al-Adawi. Silsilah Umar bertemu Rasulullah pada Ka’ab bin Lu’ay yang merupakan kakek buyut Umar di tingkatan ke 8.

Ayah Umar yaitu Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi, berasal dari suku bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy dan merupakan suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Sedangkan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim dari suku bani Makhzum. Ayah Umar merupakan sosok yang cerdas, sangat berani, dan disegani oleh masyarakat. Ia menikahi Hantamah dengan tujuan untuk mendapatkan banyak anak. Pada zaman itu banyak anak merupakan suatu kebanggaan.

Umar  Khattab tumbuh lebih cepat dari anak-anak seusianya.  Ia dikarunia Allah swt tubuh yang tinggi besar dan wajah yang tampan hingga terlihat sangat mencolok. Dan tidak seperti lazimnya anak Quraisy, sejak kecil Umar sudah diajari baca dan tulis.  Ketika Nabi Muhammad s.a.w diutus, hanya 17 orang dari seluruh kaum Quraisy yang dapat membaca dan menulis. Menginjak usia remaja, Umar bin Khattab bekerja sebagai penggembala unta milik ayahnya.

Umar juga dikenal sebagai penunggang kuda yang baik dan pegulat tangguh. Selain itu iapun mewarisi bakat orator dari ayahnya dan mendapat tugas meneruskan tugas ayahnya sebagai penengah di antara suku-suku Arab.

Masa kenabian.

Ketika Rasulullah diutus untuk menyampaikan Islam, yaitu sekitar tahun 1610 M, Umar yang ketika itu berusia 27 tahun, adalah seorang pemuda yang disegani dan ditakuti masyarakat Quraisy. Watak dan perangainya yang keras membuat ia dijuluki “Singa Padang Pasir”. Ia juga dikenal sebagai pemuda yang amat keras dalam membela agama tradisional Arab yang saat itu masih menyembah berhala serta menjaga adat istiadat mereka. Umar termasuk orang yang paling banyak dan sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa mereka yang meninggalkan ajaran nenek moyang dan mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah s.aw.

Masuk Islamnya Umar.

Pada sekitar tahun ke 5-6 kenabian, kemarahan Umar makin tak terbendung. Pasalnya sebanyak 101 orang Quraisy ( 83 laki-laki dan 18 perempuan) diam-diam meninggalkan Mekah menuju Habasyah demi menghindari kemarahan orang-orang Qurasy yang makin memuncak. Umar geram karena Islam dianggap telah memecah belah kaumnya yang tadinya bersatu dalam ikatan agama dan kepercayaan nenek moyang yang telah berusia ribuan tahun secara turun temurun. Peristiwa hijrahnya ke 101 orang tersebut dikenal dengan  nama Hijrah ke Habasyah ke 2.

Maka dengan pedang terhunus, mata merah dan hati membara, Umar bergegas meninggalkan rumahnya.  Ia bermaksud membunuh Rasulullah s.a.w. Dalam Sirah karya Ibnu Ishaq, diceritakan bahwa dalam perjalanan ia bertemu dengan sahabatnya Nu’aim bin Abdullah yang diam-diam telah masuk Islam tetapi tidak memberi tahu Umar. Ketika Umar memberitahunya bahwa dia telah bersiap untuk membunuh Muhammad, Nu’aim berkata,

Demi Tuhan, kamu telah menipu dirimu sendiri, wahai Umar! Apakah menurutmu Banu Abdu Manaf akan membiarkanmu berlarian hidup-hidup setelah engkau membunuh putra mereka, Muhammad? Mengapa engkau tidak kembali ke rumahmu sendiri dan setidaknya meluruskannya?“.

Nu’aim menyuruhnya untuk menanyakan tentang rumahnya sendiri dan mengabarkan bahwa saudara perempuannya, Fatimah dan suaminya telah masuk Islam. Setibanya di rumah, Umar mendapati adik dan iparnya, Sa’id bin Zaid sedang membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan oleh Khabbab bin al-Arat, seorang sahabat. Melihat Umar, Khabbab segera bersembunyi.

Umar segera menghampiri adiknya dan berusaha merebut lembaran yang sedang mereka baca. Umar bahkan sempat memukul Fatimah hingga terjatuh dan berdarah. Umar terdiam, selanjutnya secara halus ia membujuk saudara perempuannya itu agar memberikan apa yang baru saja mereka baca.

Engkau najis, dan tidak ada orang najis yang dapat menyentuh Kitab Suci“. Namun Umar bersikeras hingga akhirnya Fatimah mengizinkannya dengan syarat ia membasuh tubuhnya terlebih dahulu. Karena rasa keingin-tahuan yang sangat tinggi, Umar mengalah. Segera ia membasuh tubuhnya lalu membaca lembaran berisi ayat 1-18 surat At-Thoha sebagai berikut:  

Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”, dst …

Umar terguncang, ia merasakan suatu getaran ajaib meresap jauh ke ke relung hatinya yang terdalam. Segera ia memutuskan untuk menemui Rasulullah di Al-Arqam, sebuah rumah milik salah satu sahabat bernama Arqam bin Abil Arqam yang dijadikan tempat Rasulullah berdakwah.

Melihat kedatangan Umar yang mendadak, apalagi dengan pedang terhunus, para sahabat yang berada di rumah tersebut segera bersiaga. Mereka berusaha mencegahnya masuk. Namun Rasulullah dengan tenang menyuruh para sahabat untuk membukakan pintu dan mempersilahkan Umar masuk. Dan ternyata Umar datang memang bukan untuk membunuh Rasulullah melainkan menyatakan keislamannya. Rupanya Allah swt telah mengabulkan doa Rasulullah dengan memilihkan Umar bin Khattab yang merupakan petinggi Mekah untuk masuk Islam demi memuliakan Islam. Umar tercatat sebagai orang ke 40 yang masuk Islam. 

Dan tidak seperti kebanyakan sahabat di awal kedatangan Islam yang sembunyi-sembunyi dalam ber-Islam, tanpa ragu dan takut Umar memperlihatkan keislamannya di depan orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul di sekitar Ka’bah. Umar pulalah yang kemudian mengusulkan agar Islam disebarkan secara terang-terangan tidak lagi sembunyi-sembunyi seperti sebelumnya.    

Usul tersebut disambut baik Rasulullah. Tak lama setelah itu, umat Islampun ramai-ramai memasuki area Ka’bah. Mereka terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama di bawah pimpinan Umar sedangkan kelompok kedua dibawah pimpinan Hamzah, paman Rasulullah yang baru memeluk Islam 3 hari sebelumnya.

Abdullah bin Mas’ud berkata,

Masuk Islamnya Umar adalah kemenangan kita, hijrahnya ke Madinah adalah kesuksesan kita, dan pemerintahannya berkah dari Allah. Kami tidak shalat di Masjid al-Haram sampai Umar masuk Islam. Ketika dia masuk Islam, kaum Quraisy terpaksa membiarkan kami shalat di Masjid”.

Kaum musyrik Makkah termasuk petinggi Mekkah seperti Abu Jahal dan Abu Sufyan terpaksa menahan amarah, tidak mampu mencegah perbuatan kaum Muslimin tersebut. Mereka tidak berani mendekati apalagi mengganggu umat Islam karena Umar dan Hamzah adalah dua simbol keperkasaan Quraisy pada saat itu.

Tak lama setelah itu turun wahyu dari Allah kepada Rasulullah untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan. “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. ( Terjemah QS. Al-Hijr(15):94).

Selanjutnya Umar yang di masa lalu pernah tega mengubur hidup-hidup putrinya yang pada masa itu mempunyai anak perempuan merupakan aib langsung berubah 180 derajat. Umar yang sebelum memeluk Islam dikenal sebagai peminum berat, begitu memeluk Islam ia sama sekali tak mau meminumnya lagi bahkan menyentuhpun tidak, meski saat itu belum diturunkan larangan meminum khamar secara tegas. Ia juga merubah gaya hidupnya, dari gaya hidup mewah layaknya pembesar Quraisy lainnya, menjadi hidup dalam kesederhanaan, kezuhudan jauh dari kemewahan duniawi seperti yang dicontohkan Rasulullah s.a.w.

Umar juga tidak peduli ketika akhirnya harus kehilangan pengaruh dan kekuasaan bahkan dikucilkan dari masyarakat Mekkah dan dibenci para petinggi Quraisy. Tak salah bila kemudian Rasulullah memberinya julukan Al-Faruq yang artinya orang yang mampu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Umar disegani kawan dan ditakuti tidak hanya oleh musuh-musuh Islam tapi juga syetan yang sejatinya memang merupakan musuh Islam terbesar.

“Wahai Ibnul Khattab, Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya setan berpapasan denganmu, maka ia akan mencari jalan lain selain jalan yang kau lalui.” (HR. Bukhari no. 6085).

( Bersambung).

Read Full Post »

Keutamaan Ibadah Abu Bakar.

Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal.  Dalam sebuah kisah disebutkan bagaimana Umar bin Khattabra  terpaksa mengakui keunggulan sahabatnya itu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku. Rasulullah  bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah  bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan Rasulullah  bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“

Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” (HR.Muslim, no.1028).

Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian, ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong  Ali bin Abi Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.

Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah bersama para sahabat.

Menjadi Khalifah.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.        

“Wahai kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)

Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian. Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan memberikanmu rahmat”.

Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti untuk menunggu perintah selanjutnya.    

Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu”, demikian ia berpidato.

Abu Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.

Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi, kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka  Abu Bakar yang sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.  Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau melaksanakan kewajiban tersebut.

Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.

Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban yang sangat banyak.  Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya Al-Quran.

Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin Khattab kepada Abu Bakar.

Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat, akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam. Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.

Wafatnya Sang Khalifah.

Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw  yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.

Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di akhir-akhir hidupnya.   Abu Bakar meminta agar putrinya itu menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut begitu ayahandanya tercinta wafat.   

Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya. Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah dikembalikan ke Baitul Maal.

Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah menyebutnya sebagai satu dari  sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta,   6 September 2024.

Vien AM.    

Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-abu-bakar-menjadi-khalifah-hingga-wafat-kyVPb

Sumber https://rumaysho.com/26450-syarhus-sunnah-keutamaan-abu-bakar-ash-shiddiq.html

Read Full Post »

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sahabat terdekat Rasulullah saw yang memeluk Islam pada awal ke-Islam-an (Assabiqunal awwalun) dan termasuk satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga ((Asratul Kiraam) berdasarkan hadist berikut :

“Abu Bakar di surga, ‘Umar di surga, ‘Utsman di surga, ‘Ali di surga, Thalhah di surga, Az-Zubair di surga, ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga, Sa’ad (bin Abi Waqqash) di surga, Sa’id (bin Zaid) di surga, Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3747 dan Ahmad, 1:193. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Silsilah Keluarga.

Nama lengkap Abu Bakar adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Quraisy. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah saw pada kakeknya yaitu Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Ibu Abu Bakar, ummu al-Khair Salma, seperti ayah Abu Bakar, juga berasal dari kabilah bani Taim.

Masa muda dan perkenalannya dengan Muhammad muda.

Abu Bakar lahir di Makkah tahun 573 M, sekitar 2-3 tahun setelah kelahiran Rasulullah. Abu Bakar dikenal sebagai pedagang yang sukses dan dikenal sebagai orang yang jujur dan amanah. Beberapa catatan sejarawan Islam  bahkan mengatakan Abu Bakar juga adalah seorang hakim dengan kedudukan tinggi.

Abu Bakar mengenal Muhammad muda yang ketika itu telah menjadi pedagang yang sukses dan kemudian menikahi Khadijah yang merupakan tetangga Abu Bakar. Ketika itu Rasulullah berusia 25 tahun. Sejak itu mereka sering bertemu dan berteman baik.

Masuk Islamnya Abu Bakar.

Di usianya yang ke 37 tahun, begitu mendengar sahabatnya itu menerima wahyu dan menyatakan bahwa Allah swt telah mengangkatnya sebagai salah seorang Rasul, tanpa ragu Abu Bakarpun langsung mengimaninya. Rasulullah kemudian mengganti nama asli Abu Bakar yang tadinya Abdul Ka’bah yang artinya “hamba Ka’bah” menjadi Abdullah yang artinya ‘hamba Allah”. Dan sejak itulah, Abu Bakar selalu setia mendampingi Rasulullah saw. Iapun membenarkan dan melakukan segala apa yang disabdakan dan dicontohkan Rasulullah.

Dengan penuh keyakinan dan semangat Abu Bakar kemudian mengajak teman-teman dekatnya diantaranya adalah Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqas untuk memeluk Islam. Ajakannya tersebut diterima dengan baik bahkan di kemudian hari teman-temannya tersebut menjadi tokoh penting dalam Islam. Contohnya Utsman bin Affan yang menjadi khalifah ke 3 setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Sayangnya salah seorang stri dan seorang anak Abu Bakar tidak mau mendengar ajakannya hingga Abu Bakar terpaksa menceraikannya dan berpisah dengan keduanya.

Abu Bakar dengan hartanya yang berlimpah  juga dikenal sering sekali membebaskan dan menebus para budak Muslim yang disiksa tuannya karena keislamannya. Diantaranya adalah Bilal sang Muadzin. 

Paska peristiwa Isra Mi’raj di tahun ke 10  kenabian, sebagian orang yang telah menyatakan Islam tetapi dengan keimanan yang masih lemah, menjadi murtad. Mereka merasa dibohongi karena perjalanan dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsho di Palestina di masa itu, tidak mungkin dilakukan dalam 1 malam. Apalagi untuk pulang pergi. Merekapun mentertawakan dan melecehkan Rasulullah.

Namun tidak demikian dengan Abu Bakar. Ketika orang-orang menanyainya apakah ia mempercayainya, dengan tenang ia menjawab, “ Ya, bahkan aku membenarkannya yang lebih jauh dari itu. Aku percaya tentang wahyu langit yang turun pagi dan petang”. Untuk itu Rasulullah kemudian memberinya gelar As-Shiddiq yang artinya Pembenar Kebenaran ( jujur).

Abu Bakar Al-Muzani , seorang ulama besar dari kalangan tabi’in, berkomentar tentang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, “Tidaklah Abu Bakar itu melampaui batas bagi sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam (semata-mata) karena (banyaknya) mengerjakan puasa atau shalat, akan tetapi karena iman yang bersemayam di dalam hati.”

Hijrah menemani Rasulullah saw.

Selanjutnya pada persiapan hijah ke Madinah, yaitu pada tahun ke 12 kenabian, secara khusus Rasulullah datang ke rumah Abu Bakar dan memintanya untuk menemani berhijrah.  Abu Bakarpun segera menyanggupi dan menyiapkan 2 unta terbaiknya. Maka pada malam  hari itu bersama Rasulullah Abu Bakar secara diam-diam meninggalkan Mekah melalui jalan berputar yang tidak biasa dilakukan orang. Tujuannya untuk mengecoh orang yang ingin menangkap Rasulullah. Mereka harus extra hati-hati karena penguasa Makkah membuat sayembara siapapun yang bisa menyerahkan Rasulullah dalam keadaan hidup atau mati akan diganjar dengan seratus ekor unta!

Untuk itu Abu Bakar tak lupa menyuruh putranya, Abdullah, untuk mengawasi dan melaporkan pergerakan orang-orang Quraisy di Mekah. Abdullah juga ditugasi untuk mengantar makanan yang disiapkan dua putri Abu Bakar yaitu Asma’ dan Aisyah. Sementara Amir bin Fuhaira, pembantu setianya, bertugas menghapus jejak Abdullah dengan berpura-pura menggembalakan ternak. Selama 3 malam keduanya bersembunyi di sebuah gua kecil di bukit Tsur, di sisi timur kota Makkah.

Ayat 40 surat At-Taubah mengabadikan peristiwa menegangkan tersebut sebagai berikut, Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Dua orang yang dimaksud pada ayat diatas tak lain adalah Rasulullah saw dan Abu Bakar ra yang ketika itu sedang bersembunyi di dalam gua. Mereka dikejar oleh orang-orang Quraisy hingga di gua tempat keduanya bersembunyi. Dari persembunyiannya itulah Abu Bakar melihat kaki orang-orang Qurasy tersebut hingga berkata “Wahai Rasulullah, sekiranya mereka melihat ke bawah telapak kakinya, pasti akan melihat kita”. Namun dengan tenang Rasulullah menjawab: “Wahai Abu Bakar apa yang kamu kira bahwa kita ini hanya berdua; ketahuilah, yang ketiganya adalah Allah yang melindungi kita”.

Sedangkan yang dimaksud tentara yang tidak terlihat pada ayat diatas adalah sarang laba-laba yang menutupi gua dan seekor burung Merpati yang mengerami telurnya persis di mulut gua, tak lama setelah keduanya memasuki gua. Inilah yang menyebabkan orang-orang Quraisy tersebut mengurungkan niatnya untuk memeriksa isi gua.

Pada peristiwa Hijrah tersebut Rasulullah juga dapat merasakan kecintaan Abu Bakar yang amat sangat terhadap diri beliau. Ketika Rasulullah tertidur di atas pangkuan Abu Bakar seekor ular berbisa datang hendak memasuki gua. Abu Bakar melihatnya namun tidak tega membangunkan Rasulullah. Ia segera menjulurkan kakinya di mulut gua dengan maksud menghalangi ular tersebut masuk gua.

Ular tersebut memang tidak jadi masuk gua namun ia mengigit kaki Abu Bakar. Abu Bakar tidak bergerak seraya menahan sakitnya gigitan tersebut. Namun tak urung air matanya menetes dan menjatuhi Rasulullah yang kemudian terbangun.

“Apakah engkau sudah tidak tahan bersamaku?“, tanya Rasulullah terkejut mendapati sahabatnya menangis. “Bukan begitu ya Rasulullah tapi gigitan ular telah membuat kakiku bengkak dan tubuhku serasa sakit”, jawab Abu Bakar.

Segera Rasulullahpun meludahkan air liurnya ke kaki Abu Bakar yang digit ular sambil mendoakannya. Maka seketika itu pula kakinya yang membengkak menjadi kempes dan rasa sakitnyapun hilang.

“Sekiranya aku diijinkan oleh Allah untuk menjadikan seseorang sebagai khalil (kekasih), niscaya aku jadikan Abu Bakar sebagai khalilku (kekasihku), akan tetapi ia adalah saudara dan sahabatku, sedangkan Allah yang menjadikan sahabat kalian ini (diriku) sebagai khalilnya”. (HR. Bukhari, no. 3656 dan Muslim, no. 2383).

( Bersambung).

Read Full Post »

Sa’ad bin Abi Waqqash lahir dari keluarga bangsawan Quraisy yang kaya raya. Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman Rasulullah SAW meski usianya jauh lebih muda. Ia lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Wuhaib adalah kakek Sa’ad sekaligus paman dari Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. 

Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah”, demikianlah Sa’ad yang sejak muda belia hobby memanah memperkenalkan dirinya dengan bangga. Hobby yang mampu mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Dengan tepat Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda. Tak salah bila ia dikenal sebagai pemuda yang serius, cerdas dan tenang.

Sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah saw, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah”. (HR Bukhari dan Muslim). Sementara, dalam kesempatan lain, Rasullullah bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).”(HR Muslim).

Karakternya inilah yang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Disamping tentunya karena ia telah mengenal pamannya yang dikenal jujur dan amanah. Sa’ad sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi.

Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun. Abu Bakar yang memperkenalkan Islam padanya. Ia langsung menerima ajakan sahabat nabi tersebut. Padahal ketika itu ia baru berusia 17 tahun, usia dimana jiwa sering memberontak demi menunjukkan jati dirinya. Sa’ad menyatakan keislamannya bersama beberapa orang sahabat lainnya yaitu Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam yang ketika itu berusia 16 tahun serta Thalhah bin Ubaidillah di usia 14 tahun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Dan ibunya, seorang pemeluk setia agama nenek moyangnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan, tahu benar hal tersebut. Itu sebabnya ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam ia mogok makan  dengan harapan putranya luluh dan mau membatalkan keislamannya demi sang ibu tercinta.

Namun apa yg dikatakan Saad yang selalu bicara lembut kepada ibunya itu??? “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh  puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”

Mendengar keteguhannya, akhirnya ibunyapun pasrah. Tak salah bila kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat 15 surat Lukman sbb:

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Setelah memeluk Islam, dengan kekuatan fisiknya Saad berjuang gigih membela ajarannya. Ia selalu ikut berperang melawan musuh-musuh Islam. Keberaniannya ditambah dengan akal yang selalu diasah, berpikir dengan bijak dan senantiasa bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya. 

Rasulullah SAW sangat bangga atas keberanian, kekuatan serta ketulusan iman keponakannya tersebut. Tak jarang nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!” “Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud.

Sa’ad tercatat sebagai salah satu sahabat yang beberapa kali menjadi turunnya suatu ayat atau hadist. Ayat 1 surat Al-Anfal yang berbicara tentang  pembagian harta rampasan perang turun atas pertanyaan Sa’ad mengapa Ju’lail bin Suraqah yang dalam pandangannya pantas mendapat bagian rampasan perang tapi tidak diberi oleh Rasulullah swt.

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman”.

Demikian pula hadist tentang sedekah terbanyak yang boleh diberikan seorang Muslim kepada yang bukan ahli waris. Peristiwa tersebut terjadi ketika haji Wa’da. Sa’ad sakit keras dan Rasululah saw menjenguknya. Sa’ad memohon agar boleh mewariskan hartanya kepada orang lain. Alasannya karena hartanya banyak sedangkan ia hanya memiliki seorang putri.

Apakah aku boleh menyedekahkan 2/3 dari hartaku?”. Rasulullah menjawab, “Tidak”, aku berkata, “setengah boleh?”, “Tidak”, aku berkata lagi, “kalau begitu 1/3?”, Rasulullah menjawab, “ 1/3 pun sudah banyak, sesungguhnya meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin hingga membutuhkan pertolongan orang lain”.    

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah SWT. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.” “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya,”.

Abdurrahman bin Auf menjuluki Sa’ad bin Abi Waqqash dengan singa yang menyembunyikan kukunya. Ia mengusulkan Sa’ad dengan mengatakan julukan tersebut kepada khalifah Umar bin Khattab ra yang ketika itu sedang bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan siapa yang paling pantas memimpin pasukan melawan Persia di Irak. Atas usul tersebut Sang khalifahpun menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai panglima perang melawan pasukan Persia yang ketika itu merupakan negara/kerajaan terbesar di dunia.

Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang. Ia memiliki hati yang lembut, sikap wara’ dan pandai menjaga lidah.

Saad juga dikenal sebagai seorang ahli ibadah. Shalat Dhuha 8 rakaat, shalat Witir 1 rakaat sebelum tidur karena khawatir tertidur serta shalat Tahajud tak pernah ditinggalkannya. Saad tidak pernah lalai mengeluarkan zakat hartanya dengan menyerahkannya kepada gubernur Madinah agar disalurkan kepada tempat-tempat yang telah disyariatkan.

Suatu hari di hadapan para sahabat, Rasulullah  berujar, ” Sesaat lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk surga,” tutur Rasulullah.

Tak lama, muncul Sa’ad bin Abi Waqqash bergabung dengan para sahabat. Abdullah bin Amr bin ‘Ash suatu hari meminta Sa’ad agar mau menunjukkan ibadah dan amalan istimewa apa yang kira-kira dapat menyebabkan Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni surga.

Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapa pun,” kata Sa’ad.

Dalam menyampaikan kebenaran Sa’ad  juga tidak pernah takut dan ragu-ragu. Diantaranya adalah ketika menghadapi Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Sang khalifah kesal karena Sa’ad tidak mau mengikuti perintahnya untuk mencaci Ali bin Abi Thalib paska terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan ra.     

Maka dengan segala ketenangan dan keberaniannya Sa’ad membalasnya dengan menceritakan semua kehebatan Ali yang tak mungkin dipungkiri semua orang. Muawiyahpun terdiam  dan sejak itu tak pernah lagi menanyakan pertanyaan yang sama kepada Sa’ad.

Empat tahun paska wafatnya Rasulullah saw, dibawah pemerintahan khalifah Umar, Sa’ad yang diangkat sebagai panglima perang, dibantu panglima Khalid bin Walid yang baru pulang memenangkan perang Yarmuk ( perang melawan Romawi) berhasil memenangkan perang Qadasyiyah yang sangat alot dalam menghadapi Persia. Mada’in (Ctesiphon), ibu kota Persia dimana berdiam kisra/raja Persia di istananya yang megah, takluk.  

Selanjutnya atas persetujuan Umar, Sa’ad bersama pasukannya membangun kota Kufah di Persia. Lalu Umar menunjuknya menjadi amir (gubernur) di kota yang kemudian berkembang pesat menjadi kota besar, dan bertempat tinggal di rumah dinas yang berdiri persis di sebelah masjid lengkap dengan baitul malnya.    

Pada tahun 651M, khalifah Ustman bin Affan ra yang menggantikan khalifah Umar, mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka.

Lui Tschih seorang penulis Muslim China yang hidup pada abad 18 , dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi) menuliskan bahwa Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.

Catatan lain menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqqas yang datang dari Abyssinia (sekarang Etiopia), bersama 3 sahabat lainnya pada 616 M. 21 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Sa’ad kembali lagi ke China. Ia datang dengan membawa salinan Alquran.

Utsman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Alquran dan menyebarkannya ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci tersebut. Pada kedatangannya yang kedua tersebut, Sa’ad berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Dari sana kemudian ia berlayar ke Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.

Sa’ad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Gaozong (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya cocok dengan ajaran Konfusius.  

Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu keras baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Meski demikian, ia mengizinkan Sa’ad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.

Sa’ad kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki dan direstorasi.

Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara elok ini letaknya di jalan Guangta.

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar, perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin. Sa’ad menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H di Madinah, dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.

Namun pendapat lain mengatakan bahwa Saad meninggal di Guangzhou, China dimana ia menghabiskan sisa hidupnya, Sebuah pusara di kota tersebut diyakini sebagai makamnya. Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China.

Satu lagi hikmah yang dapat kita ambil, yaitu pentingnya menguasai bahasa dan adat kebiasaan penduduk negara yang dituju. Tak pelak lagi, Sa’ad bin Abi Waqqash ra selain seorang panglima besar juga seorang diplomat ulung sejati. 

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 16 Oktober 2023.

Vien AM.

Disarikan dari :

“10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga”, oleh Abdus Asy-Syaikh.

https://www.republika.co.id/berita/lxy715/kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

https://republika.co.id/berita/qezroi320/selain-saad-diduga-banyak-sahabat-yang-wafat-di-china

Read Full Post »

Thalhah bin Ubaidillah ra adalah 1 dari 10 sahabat  yang disebut Rasulullah saw sebagai calon penghuni surga sebagaimana hadist berikut,

“Abu Bakar masuk surga, Umar masuk surga, Utsman masuk surga, Ali masuk surga, Thalhah masuk surga, Zubeir masuk surga, Abdurrahman bin ‘Auf masuk surga, Sa’ad masuk surga, Sa’id masuk surga dan Abu Ubaidah bin Jarrah masuk surga.” [HR At Tirmidzi (3747), hadits shahih.]

Thalhah bersama ke 9 sahabat yang dijamin masuk surga tersebut di atas, dan sejumlah sahabat lain juga termasuk dalam golongan As-Sabiqunal Al-Awwalun atau orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Bahkan masuk dalam 8 orang pertama yang memeluk Islam. Melalui ayat 100 surat At-Taubah Allah swt secara gamblang menyebutkan bahwa Allah swt menyediakan surga bagi mereka. 

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”

Masuk islamnya Thalhah.

Thalhah adalah seorang pemuda Quraisy dengan nasab Thalhah bin Ubaidillah bin Ustman bin Amru bin Ka’ab hingga sampai pada Ka’ab bin Lu’ai yang merupakan leluhur Rasulullah saw. Kisah keislaman Thalhah yang ketika itu baru berusia 15 tahun dimulai ketika ia sebagai seorang pedagang  muda pergi ke Syam bersama rombongan kafilah dagangnya. Di kota Bushra, Thalhah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Ia melihat seorang pendeta berteriak-teriak,”Wahai para pedagang, adakah di antara tuan-tuan yang berasal dari kota Makkah?”.

Ya, aku penduduk Makkah,” sahut Thalhah.

“Sudah munculkah orang di antara kalian orang bernama Ahmad?” tanyanya.

“Ahmad siapa?”, tanya Thalhah keheranan.

Ahmad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Bulan ini pasti muncul sebagai Nabi penutup para Nabi. Kelak ia akan hijrah dari negerimu ke negeri berbatu-batu hitam yang banyak pohon kurmanya. Ia akan pindah ke negeri yang subur makmur, memancarkan air dan garam. Sebaiknya engkau segera menemuinya wahai anak muda”, sambung pendeta itu.

Ucapan pendeta itu begitu membekas di hati Thalhah bin Ubaidillah, hingga tanpa menghiraukan kafilah dagang di pasar ia langsung pulang ke Makkah. Setibanya di Makkah, ia langsung bertanya kepada keluarganya,”Ada peristiwa apa sepeninggalku?”. “Muhammad bin Abdullah mengatakan dirinya Nabi dan Abu Bakar As Siddiq telah mempercayai dan mengikuti apa yang dikatakannya,” jawab mereka.

Aku kenal Abu Bakar. Dia seorang yang lapang dada, penyayang dan lemah lembut. Dia pedagang yang berbudi tinggi dan teguh. Kami berteman baik, banyak orang menyukai majelisnya, karena dia ahli sejarah Quraisy,” gumam Thalhah bin Ubaidillah.

Segera Thalhah mencari Abu Bakar As Siddiq. “Benarkah Muhammad bin Abdullah telah menjadi Nabi dan engkau mengikutinya?” “Betul.” Abu Bakar As Siddiq menceritakan kisah Muhammad sejak peristiwa di gua Hira’ sampai turunnya ayat pertama. Abu Bakarpun mengajak Thalhah untuk masuk Islam. Usai Abu Bakar bercerita, Thalhah menceritakan pertemuannya dengan pendeta Bushra. Abu Bakar tercengang. Lalu ia mengajak Thalhah untuk segera menemui Muhammad dan menceritakan peristiwa yang dialaminya dengan pendeta Bushra. Di hadapan Rasulullah, Thalhah bin Ubaidillah langsung mengucapkan dua kalimat syahadat.

Masuk Islamnya Thalhah di lingkungan keluarganya bagai petir di siang hari bolong. Mereka terutama sang ibu  tidak mengira putranya yang dikenal santun tersebut secepat itu mengakui Muhammad sebagai seorang rasul bahkan langsung mengikutinya. Ibu dan seluruh keluarga besar beserta seluruh anggota  sukunya berusaha mengeluarkan Thahlah dari Islam.

Mulanya mereka bertindak dengan cara halus. Namun karena Thalhah tak sedikitpun goyah merekapun bertindak kasar. Mereka menyiksanya dengan berbagai cara. Dengan tangan terbelenggu di leher, Thalhah digiring, dan disepanjang jalan orang-orang mendorong, memecut dan memukuli kepalanya. Tak terkecuali ibunya yang sudah tua, terus berteriak mencaci makinya. Tentu saja Thalhah sangat sedih dan kecewa namun ia tetap bertahan. Walau akhirnya dalam waktu yang tak terlalu jauh, sang ibu dan saudara-saudaranya juga memeluk Islam.

Suatu hari pernah seorang lelaki Quraisy menyeret Abu Bakar As Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah. Kemudian mengikat keduanya menjadi satu dan seorang algojo mengeksekusi keduanya hingga darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini. Peristiwa menyedihkan ini di kemudian hari menjadikan keduanya digelari Al-Qarinain atau sepasang sahabat yang mulia.

Keteguhan iman dan keberanian Thalhah.

Selain itu berkat keteguhan dan perjuangannya dalam menegakkan Islam Thalhah yang gagah berani mendapat banyak gelar, diantaranya yaitu Assyahidul Hayy yang artinya syahid yang hidup. Gelar kehormatan tersebut didapat pemuda berbadan tegap dan kekar tersebut berkat perjuangan dalam perang Uhud. Ketika itu ia bersama sejumlah sahabat berusaha mati-matian melindungi Rasulullah dari kepungan musuh yang penuh rasa dendam ingin melumat Rasulullah dan tentara Muslimin karena  kekalahan musuh pada perang sebelumnya, yaitu perang Badar. 

Perang yang terjadi pada tahun ke 3H itu nyaris dimenangkan pasukan Islam. Padahal jumlah tentara musuh jauh lebih besar ( 3000 personil) dibanding pasukan Muslim yang hanya 700 orang. Sayang kemudian berbalik akibat kelalaian 43 dari 50 pemanah yang bertugas melindungi kaum Muslimin di atas bukit tergiur oleh harta milik musuh yang tercecer di hadapan mereka. Padahal berkali-kali Rasulullah mengingatkan mereka untuk tetap berjaga pada tempatnya apapun yang terjadi.

Pasukan Quraisy dibawah panglima Khalid bin Walid yang ketika itu belum memeluk Islam berhasil menyerang balik dari arah belakang pasukan panah yang sibuk memunguti harta musuh. Keadaan menjadi kacau balau hingga membahayakan posisi Rasulullah yang berada di atas bukit. Para sahabat segera berusaha menyelamatkan Rasulullah. Akan tetapi sangat sulit bagi para sahabat untuk berkumpul di satu posisi.  Akhirnya mereka terpaksa berpencaran.

Dalam keadaan genting, Thalhah yang berada paling dekat dengan Rasulullah melihat Rasulullah bersimbah darah. Dua mata besi menancap pada pipi Rasulullah hingga mematahkan gigi dan merobek bibir bawah dan kening Rasulullah. Thalhah segera melompat ke arah Rasul. Dipeluknya Rasulullah  dengan tangan kiri dan dadanya. Sementara pedang yang ada ditangan kanannya ia ayunkan ke arah lawan yang mengepungnya dari segala arah.

Akhirnya Rasulullah dapat diselamatkan dari amukan musuh. Thalhah memapahnya ke tempat yang aman dan bersembunyi di atas bukit Uhud. Tapi tak urung lebih dari tujuh puluh tikaman pedang dan panah melukai Thalhah, dan satu jari tangannya putus. Karena inilah, ia mendapat gelar Asy-Syahidu Hayyu atau seorang syahid yang hidup akibat banyak yang mengira bahwa Thalhah telah syahid, namun ternyata masih hidup.

Sementara di medan pertempuran pasukan Muslim bertempur mati-matian. Saking kacaunya, ada pasukan muslim yang membunuh muslim lainnya. Hal itu lantaran terjadi penyerangan dari depan dan belakang. Pada saat itu terlihat Mushab bin Umair yang mempunyai perawakan dan wajah mirip Rasulullah terbunuh dengan bendera perang d tangan.

Rupanya begitulah cara Allah swt menyelamatkan pasukan Muslimin. Yaitu dengan dimasukkannya persangkaan ke hati pasukan Musyirik bahwa Rasulullah telah tewas hingga merekapun kegirangan dan pulang meninggalkan medan perang.

Sementara itu di atas bukit, dalam keadaan luka parah Thalhah terus menciumi tangan, tubuh dan kaki Rasulullah seraya berkata, “Aku tebus engkau Ya Rasulullah saw dengan ayah ibuku.” Nabi SAW tersenyum dan berkata, ” Engkau adalah Thalhah kebajikan.” Di hadapan para sahabat Nabi SAW bersabda, “Keharusan bagi Thalhah adalah memperoleh.” Yang dimaksud nabi SAW adalah memperoleh surga.

Sejak peristiwa Uhud itulah Thalhah mendapat julukan selain Assyahidul Hayy, juga “Burung elang hari Uhud” dan “Sang Perisai Rasulullah”. Terlihat jelas betapa tinggi keimanan, keikhlasan, pengorbanan serta  dan kecintaan Thalahah pada Islam dan Rasulnya.  Thalhah tercatat merupakan salah seorang sahabat yang selalu ikut berperang bersama Rasulullah. Kecuali dalam Perang Badar karena Rasulullah menugaskannya bersama Sa’id bin Zaid menuju Syam.

Kedermawanan Thalhah.

Selain dikarunia Allah swt kekuatan dan badan yang kekar, wajah yang tampan menyerupai Rasulullah, Allah swt juga menganugerahi Thalhah kemampuan berdagang yang mumpuni. Kekayaan Thalhah tidak kalah dengan Abdurahman bin Auf yang dikenal kaya raya.  Sama dengan Abdurrahman, Thalhah dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan hingga dijuluki  Thalhah Al-Jaud (Thalhah yang pemurah) serta Thalhah Al-Fayyadh atau Thalhah yang dermawan. Gelar ini diberikan langsung oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu contohnya adalah ketika suatu hari ia membawa keuntungan dagang yang sangat besar yaitu 700 ribu dirham (setara dengan Rp 35 milyar sekarang). Malamnya bukannya tidur nyenyak seperti kebanyakan orang, Thalhah justru merasa tidak tenang dan gelisah. Melihat hal itu, istri Thalhah pun bingung dan menanyakan apa gerangan yang terjadi hingga kemudian bertanya, “Mengapa begitu gelisah, apakah aku melakukan suatu kesalahan?”

Thalhah menjawab, “Engkau tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja terdapat sesuatu yang mengganggu pikiranku. Pikiran yang tidak tenang sebagai hamba karena ada harta yang tertumpuk di rumahnya.”

Istri Thalhahpun menjawab, “Mengapa sampai risau begitu, bukankah masih banyak yang membutuhkan pertolongan melaluimu?” Dia melanjutkan, “Bagikanlah saja uang tersebut esok hari pada orang-orang yang membutuhkan.”

Thalhah begitu bahagia mendapati jawaban penuh bijak dari istrinya itu. Dia berkata, “Semoga Allah selalu merahmatimu. Sungguh, kau adalah wanita yang mendapatkan taufik Allah.

Esoknya Thalhah membagikan keuntungan perniagaannya tersebut pada fakir miskin. Selain itu ia juga menggunakan uangnya untuk pernikahan anak-anak muda di keluarganya dan mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak mampu.

Kedermawanan Thalhah juga terlihat ketika terjadi masalah dengan Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat dari 10 sahabat yang juga dijamin masuk surga.  Alkisah Abdurrahman dan Thalhah mempunyai sebidang tanah yang letaknya bersebelahan. Suatu hari Abdurrahman bermaksud mengairi tanahnya lewat tanah Thalhah. Tapi oleh suatu sebab Thalhah tidak mengizinkannya. Abdurrahmanpun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Namun apa jawaban Rasulullah ?

“Bersabarlah, Thalhah adalah seseorang yang telah wajib baginya surga”. 

Abdurahmanpun menahan diri. Ia lalu mendatangi Thalhah dan mengabarkan apa yang disampaikan Rasulullah. Medengar itu, dengan suka cita Thalhah berseru, “Aku bersaksi kepada Allah, dan kepada Rasullulah  bahwa harta itu menjadi milikmu wahai saudaraku”.

Wafatnya Thalhah bin Ubaidillah.

Pasca wafatnya Rasulullah saw, apalagi setelah wafatnya khalifah Abu Bakar ra dan terbunuhnya khalifah Umar bin Khattab ra, kondisi kehidupan kaum muslimin menjadi sangat kacau. Terjadi kerusuhan besar akibat fitnah mengerikan yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan ra yang menggantikan Umar.  Ali bin Abi Thalib ra kemudian diangkat menggantikan Ustman.

Namun orang-orang munafik terus menebar fitnah dan hasutan, mereka mengadu domba umat Islam sehingga terjadilah peperangan yang dinamakan perang Jamal yang membuat umat terpecah menjadi 2, yaitu antara yang memihak Aisyah ra dan yang memihak Ali bin Thalib ra. Dengan suatu alasan yang diyakininya, Thalhah memilih berada di pihak Aisyah ra.

Dalam perang tersebut banyak korban berjatuhan. Khalifah Ali menangis dan menghentikan peperangan meskipun saat itu dalam keadaan menang. Ali selain meminta Aisyah yang kemudian menyesal mengapa harus berperang dengan Ali untuk berdamai, , juga meminta Thalhah dan Zubair yang juga berpihak kepada Aisyah ra, untuk hadir melakukan perdamaian. Ali mengingatkan Thalhah dan Zubair akan berbagai hal termasuk sabda-sabda Rasulullah tentang mereka bertiga. Thalhah dan Zubair menangis mendengarkan perkataan Ali.

Thalhah dan Zubair akhirnya memutuskan untuk mundur dan menghentikan pertempuran. Kemudian keduanya menemui pasukannya. Akan tetapi, orang-orang munafik tidak puas dengan keputusan ini. Maka merekapun membunuh kedua sahabat tersebut dengan cara memanah mereka. Karena luka yang sangat dalam dan darah yang terus mengalir deras Thalhah bin Abu Ubaidillah, Sang Perisai Rasul akhirnya meninggal dunia. Ia wafat  dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah. Tragedi memilukan tersebut menambah kedukaan yang amat mendalam bagi kaum Muslimin.  

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 31 Agustus 2023.

Vien AM.

Read Full Post »

« Newer Posts - Older Posts »