Rubrik Republika « Khazanah Mozaik” edisi 24 Maret 2015 memuat artikel dengan judul “Revolusi Budak Muslim di Brazil”. Miris hati ini membacanya. Betapa tidak, lebih dari 12 juta Muslimin dibawa dari Afrika menuju Amerika Utara dan Selatan, hanya untuk dipekerjakan sebagai budak ! Na’udzubillah min dzalik …
Tragedi pahit ini memang telah lama terjadi yaitu selama periode tahun 1500 hingga 1800-an. Padahal Islam yang datang pada abad 7 mengajarkan bahwa perbudakan adalah hal yang sangat bertentangan dengan HAM, oleh karena itu harus dihilangan, meski secara bertahap, karena perbudakan di jazirah Arab pada masa itu telah mendarah-daging dan menjadi kebutuhan yang sulit untuk dihindarkan.
Islam menghapuskan perbudakan dengan berbagai cara. Diantaranya membebaskan budak bagi orang yang melanggar janji ( Al-Maidah ayat 89), orang yang men-zihar istrinya ( Al-Mujadil ayat 3), zakat untuk memerdekakan budak ( At-Taubah ayat 60) dan sebagainya.
Sebaliknya Allah swt memang menciptakan manusia tidak semua dalam ‘derajat’ yang sama, dengan tujuan agar bisa saling memanfaatkan, saling bekerja sama. Tapi itu bukan berarti perbudakan dibolehkan ! Coba bayangkan bila di dunia ini tidak ada satupun pekerja kasar seperti kuli bangunan, tukang sampah, sopir dll. Semua orang kaya, tak satupun ada orang miskin. Bagaimana zakat akan berjalan ? Akan tetapi perbedaan itu hanya berlaku didunia, yang hanya sementara, karena di akhirat nanti perbedaan hanya ada karena takwa.
“ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Az-Zukhruf(45):32).
Perbudakan di Brazil baru lenyap pada tahun 1888. Ini berkat usaha dan kerja keras kaum Muslimin, baik dari para budak itu sendiri maupun tokoh –tokoh Muslim yang ada di negri Samba tersebut. Perdagangan budak bermula di Brazil ketika Portugis berkuasa di sana. Para budak yang rata-rata beragama Islam itu dipekerjakan dengan semena-mena. Namun demikian mereka tidak mau mengorbankan agama dan keimanan mereka. Mereka menolak berpindah keyakinan mengikuti agama tuan mereka, yaitu Katolik.
Di kemudian hari, bersama orang-orang Muslim non budak, mereka bahkan berhasil membangun komunitas Islam yang kuat. Mereka berhasil membina rasa persatuan umat, sesuatu yang teramat sangat langka di zaman sekarang ini. Rasa persaudaraan sesama Muslim lebih kuat ketimbang persaudaraan sesama bangsa dan negara. Hingga pada sekitar tahun 1800 an, mereka telah memiliki komunitas dengan ulama-ulama yang mumpuni, masjid, sekolah dan sejumlah kegiatan keagamaan. Komunitas ini berpusat di Negara bagian Bahia, Brazil bagian timur.
Pada saat itulah akhirnya mereka sadar dan memutuskan harus keluar dari perbudakan yang selama ratusan tahun telah menjerat mereka. Mereka bertekad akan memberontak dari pemerintahan , membebaskan para budak dan merebut kapal-kapal milik pemerintah agar dapat kembali ke tanah kelahiran mereka di Afrika.
Sayang, gara-gara pengkhianatan seorang budak, rencana pemberontakan yang telah disiapkan matang-matang tersebut berhasil diendus dan digagalkan pemerintah. Akibatnya para pemimpin rencana pemberontakan tersebutpun ditangkapi dan dibunuh oleh pemerintah. Sejak itu kaum Muslimin di Bahia terpaksa hidup sembunyi-sembunyi. Seluruh kegiatan mereka diawasi dan ditekan pemerintah. Namun demikian, hingga 20 tahun setelah peristiwa tersebut, kaum Muslimin tetap berkali-kali mencoba memberontak meski selalu gagal. Tapi hebatnya, meski mereka gagal mencapai tujuan utama mereka, dakwah mereka cukup berhasil. Dari balik persembunyiannya, para ulama dan cendekiawan Muslim berhasil meng-Islam-kan orang-orang Afrika yang berada di Bahia.
Hingga suatu hari, salah satu tokoh terkenal mereka, Malam Bubakar, mendeklarasikan jihad melawan pemerintah. Melalui dokumen berbahasa Arab, ia menyeru agar seluruh umat Islam di negri tersebut bersatu dan melawan tuan-tuan mereka. Ia juga menetapkan 27 Ramadhan tahun tersebut sebagai hari puncak pemberontakan.
Namun sekali lagi usaha ini terpaksa gagal. Pemerintah mencium gelagat tersebut. Tak ayal lagi dalam pertempuran tidak seimbang, 300 budak dan mantan budak Muslim berkulit hitam harus menghadapi lebih dari 1000 tentara bersenjata lengkap yang dikerahkan gubernur Bahia. Malam Bubakar bahkan telah tertangkap dan kemudian diasingkan beberapa bulan sebelum jatuhnya hari H.
Tetapi ternyata peristiwa yang menelan korban 100 budak Muslim itu tidaklah sia-sia belaka. Beberapa waktu setelah tragedi tersebut pemerintah memutuskan untuk mendeportasi mereka kembali ke tanah air. Bukan hasil terbaik memang, tetapi minimal harapan mereka untuk kembali menghirup udara kebebasan mereka dapatkan, di tanah air mereka sendiri.
Kini, 200 tahun paska tragedi nahas tersebut, fenomena seperti itu masih saja terjadi. Bukan perbudakan dalam arti seperti dulu memang. Namun saudara-saudari kita sesama Muslim di berbagai belahan bumi ini banyak yang masih tertindas. Muslim di Palestina, Suriah, Rohingnya, Cina bahkan di Negara-negara Barat yang mengaku menjunjung tinggi toleransi dan demokrasi seperti Perancis, masih saja tidak dapat bebas menjalankan ajaran agama mereka. Diantaranya adalah izin pendirian masjid yang sangat sulit, pelarangan jilbab, shalat yang sangat sulit dilaksanakan di tempat kerja dll. Bahkan tak jarang mereka dimusuhi dan dijadikan kambing hitam pada berbagai kerusuhan yang terjadi.
Ironisnya, di Indonesia yang mayoritas Muslimpun, ada beberapa daerah yang tidak mau memberikan hak-hak beribadah kaum Muslimin. Bahkan polwanpun baru hari ini ( 25/3/2015) mendapatkan haknya menggunakan jilbab ketika bertugas. Itupun baru sebatas pengesahan peraturannya belum penerapannya. Namun masih tetap lebih baik dibanding TNI yang belum ada pemikiran ke arah itu. Kabar terbaru, bandara Soekarno Hattapun telah dipasangi autogate yang tidak dapat dilewati orang-orang bernama Muhammmad atau Ali. Meski akhirnya kemenag mengklarifikasi bahwa itu hanyalah kesalahan alat canggih yang baru dipasang saja.
Lucunya lagi, ketika ada kelompok-kelompok yang membantu saudara-saudari mereka yang tertindas, yang diperangi, yang dizalimi, dengan mengangkat senjata alias berjihad, seperti yang terjadi di Palestina atau Suriah, maka dengan lantang orang-orang yang tidak satu pemikiran, meski sama-sama Muslim berteriak lantang :“ Islam adalah rahmatan lilalamin”. Jadi tidak boleh umat Islam melawan, marah, apalagi sampai mengangkat senjata. Lebih parah lagi label « Teroris»pun disandangkan kepada mereka yang melawan “kebenaran” versi Barat.
Tampak nyata bahwa persatuan Islam yang merupakan salah satu kekuatan Islam telah hilang lenyap ntah kemana. Umat Islam telah terpecah dan terkotak-kotak ke dalam kelompok-kelompok bangsa dan Negara hingga akhirnya tidak lagi mempedulikan penderitaan sesama Muslim, terutama bila bukan sesama bangsa dan negaranya. Padahal Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal dan berkasih-sayang, dalam ikatan takwa.( Al-Hujurat ayat 13). Tanpa sadar umat Islam sebenarnya telah termakan hasil karya perang pemikiran ( ghazwl fikiri) yang dilontarkan Barat. Persaudaraan Muslim, apalagi jihad membela sesama Muslim yang tertindas adalah kejahatan, terorisme.
Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam”. (Shahih Muslim).
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imran(3):103).
Lalu bagaimana kita masih berani mengatakan “Islam adalah rahmatan lilalamin” bila kaum Muslimin saja tidak bisa merasakan kedamaian? Pembunuhan dan pembantaian terus saja terjadi. Lihatlah betapa menderitanya saudara-saudari kita di Palestina yang selama puluhan tahun hidup di bawah kezaliman penjajah Israel, rakyat Suriah yang terus dibantai oleh Syiah Rasyidah dibawah Basar Asad. Bukankah Allah swt berjanji bahwa Ia akan memberikan nikmat-Nya; kemudahan dalam segala hal dan urusan, dengan catatan bila umat Islam mau bersatu dibawah hukum dan panji Islam?
Tak heran bila belakangan ini, ISIS dengan segala isu kontroversialnya, berhasil menjaring banyak simpati dan daya tarik tersendiri, dari sebagian umat Islam. Kita saksikan sendiri betapa umat Islam dari segala penjuru datang bergabung ke dalam ISIS yang jelas-jelas berperang dengan tidak mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah.
Rasulullah saw bersabda :“Apabila kalian mendapatkan Fulan maka bunuhlah dia, tapi jangan kalian bakar! Sesungguhnya tak ada yang boleh menyiksa dengan api kecuali Tuhan Penguasa api” (HR. Abudaud).
ISIS sama sekali tidak mencerminkan Islam, dan bukan juga Islam. Tapi toh tetap saja banyak Muslim yang membela organisasi ini hingga Islam tampak garang, jahat dan keji. Sepak terjang ISIS jelas makin mencoreng citra Islam yang sudah tercoreng. Alih-alih membela saudara-saudari kita yang tertindas, justru Islamophobilah yang makin menjadi-jadi. Tidak ada pembelaan ISIS untuk saudara/saudari kita di Palestina. Bahkan kabar terakhir ( 7/4/2015) kamp pengungsi Palestina Yarmuk di Suriah selatan diserang ISIS hingga mengakibatkan tewasnya 100 warga yang berada di kamp tersebut, membuat HAMAS berang dan berjanji akan membalas perbuatan biadab tersebut.
Lalu siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan adanya ISIS ini ??? Siapakah dibalik gerakan berbau terorisme ini ?
http://sapujagat.co/pengakuan-hillary-clinton-isis-ciptaan-amerika-israel/
Sekali lagi, tampaknya, kita telah berhasil diperdaya, dengan amat mudahnya, oleh musuh-musuh Islam. Na’udzubillah min dzalik …
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran“.(QS. Al-Ashr(103):2-3).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 26 Maret 2015.
Vien AM.