Perbedaan dalam Islam adalah indah, itulah rahmatan lillaalamiin yang amat sangat patut kita syukuri. Perbedaan dapat menambah wawasan hingga kita dapat lebih bijak dan lebih menghargai perbedaan dalam menghadapi permasalahan. Perbedaan bukan berarti perpecahan. Sebaliknya perbedaan yang mengarah pada potensi perpecahan harus di waspadai. Itu sebabnya ada batas-batas yang harus ditaati dan dipahami seberapa jauh perbedaan dapat ditolerir.
Rasulullah saw bersabda: ”Kutinggalkan kepadamu dua perkara, dan kamu sekalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah (Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya)”. (HR. Muslim) .
“Barangsiapa mencari agama SELAIN agama ISLAM, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang RUGI”. (Terjemah QS. Ali Imran (3);85).
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Terjemah QS. Al-Hijr: (15):9).
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan PENUTUP nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Terjemah QS. Al-Ahzab(33):40).
“Kalian akan melihat perselisihan yang hebat sepeninggalku, maka berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin Al Mahdiyin sepeninggalku. Gigitlah ia dengan gigi geraham (peganglah kuat-kuat), dan jauhilah perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap bid’ah adalah sesat.” (Shahih Sunan Ibnu Majah)
“ Orang-orang terdahulu lagi pertama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah… “.( Terjemah QS. At-Taubah(9):100).
Dari ayat dan hadist di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan dapat ditrima dan dibenarkan selama mengacu pada ayat-ayat Al-Quran, hadist-hadist shoheh dan mengikuti apa yang dicontohkan para sahabat khulafa’ur Rasyidin. Perbedaan selama tidak menyangkut aqidah/tauhid yaitu ke-Esa-an Allah swt serta sifat-sifat-Nya, Rasulullah Muhammad saw adalah penutup para nabi, Al-Quran adalah murni tidak terjadi pembengkokan di dalamnya serta Islam adalah satu-satunya agama yang benar yang diridho-i Allah Azza wa Jalla, tidak ada masalah. Keempat hal tersebut adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipertentangan.
Itu sebabnya MUI menyatakan dengan tegas bahwa Syiah dan Ahmadiyah adalah sesat. Sementara JIL ( Jaringan Islam Liberal) dengan jargon SIPILIS nya ( Sekuler Pluralis Liberalis) berdasarkan fatwa MUI 2005 haram bagi umat Islam untuk mengikutinya.
http://arsyadal-baghdadi.blogspot.co.id/2012/09/fatwa-mui-tentang-jil.html
Sayangnya, pemerintah hingga detik ini tidak/kurang meng-apresiasi fatwa lembaga ke-Islam-an tertinggi tersebut. Ini dapat terlihat jelas dengan adanya kenyataan ketiga aliran sesat tersebut yang tetap saja exist. Bahkan kabarnya sudah merambah ke dalam pemerintahan. Bahkan lagi,
Jadi disadari atau tidak, perbedaan tajam tersebut memang ada, dan inilah yang dimanfaatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, tersangka penista agama yang hingga detik ini tetap bebas beraktifitas bahkan tetap menjabat gubernur DKI, dan bertarung dalam pilkada. Padahal aturan pemerintah tentang seseorang dengan status tersangka harus meletakkan jabatan yang sedang dipegang, ada.
Maka tak heran bila pernyataan berbau SARA yang dilontarkan Ahok di pulau Seribu beberapa bulan lalu ditanggapi dengan bermacam pendapat. Tidak semua ulama sepakat dan mau menerima fatwa yang dikeluarkan MUI bahwa pernyataan tersebut adalah sebuah penistaan agama. Akibatnya mudah ditebak, umat Islam saling gontok-gontokan, masing-masing mencari pembenaran dengan cara merujuk ulama-ulama yang sesuai dengan keinginan dan kecenderungan hatinya. Tidak peduli atau lupa adakah ulama yang diikuti itu menjadikan Al-Quran dan hadist sebagai pegangan atau tidak. Tidak peduli Syiah, Ahmadiyah, JIL atau simpatisannya. Itulah yang ditunggu-tunggu musuh-musuh Islam, perpecahan yang semakin nyata dan runcing !
Tak aneh bila kemudian dalam sidang pengadilan, tim pengacara Ahok berani mengajukan ulama sebagai saksi ahli seperti Ahmad Ishomuddin, contohnya. Dalam kesaksiannya, dosen IAIN ini menyatakan larangan memilih pemimpin nonmuslim dalam surat Al Maidah 51 tidak berlaku lagi untuk saat ini.Tentu saja pernyataan kontroversial ini memicu banyak reaksi. Termasuk teman-teman Ishomuddin sesama alumni IAIN yang merasa kecewa dan dikhianati hingga akhirnya mengeluarkan pernyataan berlepas darinya.
http://www.portal-islam.id/2017/03/membongkar-kedok-gelar-dan-jabatan.html
Yang menjadi pertanyaan apakah Ishomuddin lupa bahwa ayat yang melarang memilih pemimpin kafir bukan cuma ayat 51 Al-Maidah. Tapi juga Ali Imran 28, 118, 149-150, An-Nisa 144, Al-Maidah 57, At-Taubah 23, Al-Mujadilah 22 dll. Apakah semua ayat tersebut juga sudah tidak berlaku lagi ???
Perlu menjadi catatan, sejak lama umat Islam dibuat tidak peduli terhadap masalah politik termasuk kepemimpinan. Tentu kita ingat jargon “ Islam Yes Politik No” yang di populerkan tokoh JIL alm Cak Nur pada tahun 1970an. JIL yang merupakan salah satu produk Yahudi Zionis itu memang sengaja dirancang untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dengan berbekal slogan demokrasi, toleransi, HAM dan yang semacamnya jaringan ini berhasil masuk dan mengelabui umat Islam. Islam digambarkan seolah hanya mengurusi hubungan manusia dengan Tuhannya, agama adalah urusan pribadi yang tidak perlu diperlihatkan kepada umum dan mencampur adukannya dengan masalah kenegaraan dan kepemimpinan. Maka dapat kita rasakan akibatnya sekarang, ayat-ayat yang berhubungan dengan kepemimpinanpun akhirnya diabaikan dan dianggap sepele. Bahkan Jokowi terang-terangan melontarkan keinginannya memisahkan agama dari politik !.
Siasat Yahudi dengan adu dombanya bukankah hal baru. Sebelum datangnya Islam, suku Aus dan Khahraj sering di adu domba oleh Yahudi yang sama-sama menetap di Yatsrib ( Madinah). Perseteruan kedua suku yang merupakan cikal bakal kaum Anshor tersebut membuat kedua suku tersebut tidak mampu menghadapi dominasi Yahudi di kota tersebut. Hal itu terus terjadi hingga hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah dan mempersaudarakan suku Aus dan Khahraj dengan kaum Muhajirin. Dan dengan adanya persatuan dan persaudaraan tersebut akhirnya runtuhlah dominasi Yahudi di Madinah. Inilah yang menambah kebencian Yahudi terhadap Islam.
Persaudaraan dan persatuan dalam Islam adalah kunci kemenangan Islam. Hal ini sangat disadari musuh-musuh Islam. Sayang justru sebagian Muslim kurang menyadarinya. “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim).
Namun bagaimanapun apa yang diucapkan Ahok di kepulauan Seribu beberapa waktu lalu tidak terlepas dari skenario Allah Azza wa Jalla. Seperti juga apa yang terjadi di Madinah paska turunnya ayat jihad menuju kemenangan Islam, Allah swt memperlihatkan mana muslimin sejati dan mana yang tidak alias munafikun.
“Tidak, bahkan jumlah kalian banyak. Namun kalian seperti buih di air bah, sungguh Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh kalian, dan sungguh Allah akan memasukan penyakit Wahn didalam hatimu. Kami bertanya, “Apakah penyakit Wahn itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Sesuai peringatan Rasulullah saw 15 abad lalu, di akhir zaman nanti jumlah umat Islam memang banyak tapi sayang hanya seperti buih. Penyebabnya karena kecintaan yang berlebihan kepada segala yang bersifat duniawi, seperti harta benda, kemegahan dan yang semacamnya. Lupa bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, dunia adalah ladang mencari amal untuk kehidupan akhirat. Lupa bahwa 1000 tahun hitungan manusia hanyalah 1 hari di sisi Allah. Artinya bila usia kita sama dengan Rasulullah saw yaitu kurang lebih 63 tahun, berarti itu sama dengan 1.5 jam di akhirat.
Pertanyaannya akankah kita menyia-nyiakan waktu yang hanya sangat sedikit itu dengan memilah ayat sesuka hati kita dan lebih memilih hal-hal keduniawian yang tidak mendatangkan manfaat bahkan mudharat ???
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”. ( Terjemah QS. Al-Hajj ( 22):47).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 26 Maret 2017.
Vien AM.