Feeds:
Posts
Comments

Archive for November, 2017

Sultan Abdul HamidTanggal 10 Februari 1918 adalah hari duka bagi kaum muslimin. Saat itu dunia Islam kehilangan salah satu pejuang terbaiknya. Dialah Sultan Abdul Hamid II, legenda terakhir dari silsilah umara besar yang pernah ada. Sultan ke 34 dari wangsa Utsmaniyah ini naik tahta pada 31 Agustus 1876 M. Putra Abdul Majid I yang menguasai bahasa Turki, Arab dan Persia ini menggantikan abangnya Sultan Murad V yang hanya berkuasa selama 93 hari.

Sang khalifah muncul di era kemerosotan institusi khilafah. Inilah masa krisis menjelang keruntuhan Kekhalifahan Turki Utsmani dimana negara adikuasa itu disindir bangsa Eropa sebagai The Sick Man of Europe. Dalam kondisi negara yang karut-marut, ia hadir bagai pelita yang kembali menerangi Istana Topkapi. Ia tampil memperpanjang napas peradaban Islam yang kala itu terengah-engah diserang dari luar dan dalam. Dengan jerih payahnya umur keruntuhan khilafah tertangguh 30 tahun lamanya. Realitas tunggakan utang luar negeri yang terus membengkak, parlemen yang tidak produktif, birokrasi pemerintahan yang korup dan kuatnya intervensi tak membuatnya menyerah.

Memang diakui banyak sejarawan Barat memberikan predikat negatif padanya. Namun patut diketahui bahwa namanya ditulis dengan tinta merah dalam berbagai literatur sejarah hanyalah karena penentangannya terhadap Konspirasi Zionisme. Kaum Yahudi yang saat itu (bahkan hingga kini) menguasai media massa dan informasi dunia memberikan stigma sebagai pemimpin otoriter yang haus darah sebab tidak mengizinkan berdirinya negara Israel. Tak ayal, sejumlah penulis Barat menjulukinya sebagai “Sultan Merah” atau “Abdul Terkutuk”. Bahkan sejarawan Muslim, Tamim Ansary dalam Dari Puncak Baghdad ikut menyebutnya sebagai “pria lemah dan konyol”. Begitupun, ia tetap bintang yang dipuja di hati kaum muslimin.

Melawan Konspirasi Asing

Semasa muda, Abdul Hamid pernah turut bersama delegasi Utsmani dalam lawatan ke Prancis, Inggris, Belgia, Austria dan Hongaria. Ia bertemu raja-raja top seperti Napoleon III, Ratu Victoria, Leopold II dan Franz Joseph II. Di sela kunjungan kenegaraan itu, catat Muhammad Ash-Shallaby dalam Ad-Daulah al-Utsmaniyyah; Awamil an-Nuhudh wa as-Suquth, ia mendengar Menteri Utsmani menjawab pertanyaan beberapa pembesar Eropa Barat tersebut. “Berapa kalian jual Pulau Kreta?” tanya mereka. Maka Fuad menjawab lantang, “Dengan harga seperti kami membelinya!”. Maksudnya ialah Utsmani menguasai pulau itu selama 27 tahun dan penuh dengan perang.

Bukan itu saja. Ketika ditanya, “Negara apa yang terkuat di dunia saat ini?” jawaban Fuad sungguh mencengangkan. “Negara terkuat adalah Turki Utsmani. Itu karena kalian berusaha menghancurkannya dari luar. Adapun kami berusaha merusaknya dari dalam. Namun nyatanya kita sama-sama belum berhasil melenyapkannya,” ujarnya. Tentu dari sini Abdul Hamid mengambil banyak hikmah dan kearifan.

Pasca penobatannya yang berlangsung gempita dan membuat Istanbul berwarna, segunung masalah langsung menyambut. Salah satu yang paling krusial adalah esksistensi Gerakan Turki Muda yang sangat kuat dalam kabinet, hingga melampaui otoritas khalifah. Adalah Midhat Pasha sekalu Menteri Besar yang jadi pemimpinnya. Dialah yang dimaksud Ernest E. Ramsaur dalam The Young Turks sebagai aktor intelektual penggulingan dua sultan sebelumnya sekaligus dalang pembunuhan pamannya.

Menurut Eugene Rogan dalam The Fall of Khilafah, gerakan ini tak bisa dilepaskan dari campur tangan gerakan Freemasonry. Organisasi rahasia Yahudi ini menghendaki Turki baru yang menganut Demokrasi Barat dan mencampakkan Islam sebagai sistem hidup. Merekapun sukses mencuci otak banyak anak muda Turki sampai mereka kagum dan tergila-gila kepada apa yang mereka sebut sebagai “kemajuan” dan “modernitas” Eropa. Isu-isu kebebasan serta intoleransi terhadap minoritas juga menjadi beberapa isu utama mereka. Padahal Sultan amat protektif terhadap minoritas Armenia dan Kurdistan. Menyikapi hal itu, Abdul Hamid seperti tertuang dalam Mudzakarat As-Sulthan Abdul Hamid Ats-Tsani yang disusun Dr. Muhammad Harb mengritik keras, “Turki Utsmani adalah negeri berkumpulnya berbagai bangsa dan demokrasi (versi Barat) di negeri ini hanya akan mematikan etnis asli dalam negeri. Apakah ada di parlemen Britania anggota resmi dari penduduk India atau di Parlemen Prancis, anggota dewan dari keturunan Aljazair?”

Membela Al-Quds

Selain keteguhan hatinya, ia juga dikenal sangat peduli pada Tanah Suci Al-Quds. Pada 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada Sultan untuk mendapatkan izin tinggal di Palestina. Permohonan itu tegas ditolak Sultan. Tak mau menyerah, Theodor Hertzl, penggagas berdirinya Negara Yahudi yang menulis buku Der Judenstaat, pada 1896 memberanikan diri menemui Abdul Hamid sambil meminta izin mendirikan gedung di Al-Quds. Permohonan itu kembali dijawab Sultan dengan penolakan. “Sesungguhnya Daulah Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu, simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri,” tegas Sultan. Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 Agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Utsmani.

Mengingat gencarnya aktivitas Zionis, akhirnya pada 1900 Sultan Abdul Hamid II juga mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal di sana lebih dari tiga bulan, dan paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas. Setahun berikutnya Sultan menerbitkankan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.

Pada 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap. Kedatangannya kali ini untuk menyuap sang sultan. Hertzl menyodorkan hadiah yang sangat menggiurkan yakni uang sebesar 150 juta poundsterling khusus untuk Sultan pribadi; membayar semua utang pemerintah Utsmani yang mencapai 33 juta poundsterling; membangun kapal induk untuk pemerintah dengan biaya 120 juta franc; memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga; dan membangun Universitas Utsmani di Palestina.

Namun semua tawaran itu ditolaknya tegas. Bahkan Sultan tak sudi menemui Hertzl, lalu mewakilkan kepada PM Tahsin Basya, dengan pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika suatu saat kekhilafahan Turki Usmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan bisa mengambil Palestina tanpa membayar harganya.”

Lain waktu, pernah pula pemerintah Inggris mengajukan proposal penggalian benda-benda purbakala di wilayah kekuasaan Utsmani. Namun ternyata penggalian benda-benda purbakala itu hanya kedok belaka, karena sejatinya mereka ingin mengeruk tambang-tambang minyak. Karena itu Sultan marah luar biasa dan mencabut proyek kerjasama tersebut.

Pelajaran untuk Indonesia

Berbagai turbulensi yang dialami oleh Sultan Abdul Hamid II ini sangat relevan dalam konteks kekinian bangsa Indonesia. Siapapun yang berkuasa, jika ia tak mau mengikuti perintah asing, apalagi mempunyai misi menegakkan Islam, maka akan bernasib sama sebagaimana sang sultan pada masa lalu. Kekuasaan yang dipegang oleh sosok pemimpin muslim yang tegas dalam menjalankan pemerintahan dengan nilai-nilai Islam, akan selalu dirongrong dan digoyang sampai tumbang. Inilah yang kita saksikan saat PM Ismail Haniyah dari HAMAS memenangan Pemilu Palestina. Begitu pula Presiden Mursi di Mesir yang sekeluarganya penghafal Qur’an itu dikudeta dengan zalim oleh militer yang disokong asing.

Saat kekuatan asing tampak mencengkeramkan cakarnya ke tengah bangsa, tentu kita rindu pemimpin bermental Abdul Hamid II. Ketika utang luar negeri terus ditambah, liberalisasi undang-undang migas dan minerba, kepemilikan properti oleh asing, penguasaaan asing hingga 85% saham modal ventura hingga bolehnya 100% saham restoran dan jalan tol dikuasai asing, ada gelora untuk memiliki pemimpin sekuat Abdul Hamid II.

Negara yang berbhineka ini layak belajar darinya. Meski tegas menolak intervensi asing, Abdul Hamid II tetap bisa mengurangi utang Utsmani dari 300 juta lira hingga tinggal sepersepuluhnya saja yakni 30 juta lira. Kitapun jangan sampai latah mengikut polah Gerakan Turki Muda yang membebek budaya Barat, termasuk sisi negatifnya yang bertabur jumlahnya. Seperti yang diakui Abdullah Cevdet, “Yang ada hanya satu peradaban yakni peradaban Eropa. Karena itu kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawarnya maupun durinya sekaligus.”

Mari kita doakan para pemimpin bangsa semakin istiqamah menjaga kedaulatan bangsa. Tidak harus anti asing, tapi tak boleh didikte dan tuduk pada asing.

Dicopas dari :

https://www.kompasiana.com/anugrahroby/teladan-abdul-hamid-ii-melawan-konspirasi-asing_58a13741309773d10531a488

https://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Hamid_II

Wallahu’alam bis shawwab.

Jakarta, 29 November 2017.

Vien AM.

 

Read Full Post »

Kebangkitan Islam

4 November 2017, tepat satu tahun setelah Aksi Bela Islam 411, masjid Al-Azhar Jakarta menggelar acara  Shalat Subuh Berjamaah yang diikuti dengan pengajian bertemakan politik Islam. Acara akbar ini diselenggarakan oleh PPI (Pengajian Politik Islam) yang diketuai Hamdan Zoelva. Sekedar pengingat, Aksi Bela Islam (ABI)  digelar untuk memprotes pernyataan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang ketika itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, karena ia mengobok-obok ayat 51 surat Al-Maidah. Aksi berjilid ini berjalan dengan sangat aman dan tertib, terutama ABI 212 yang diikuti jutaan umat Islam. Sementara ABI 411 lebih dikenang karena ketika itu polisi menghujani massa dengan gas air mata hingga menimbulkan korban.

http://www.voa-islam.id/read/citizens-jurnalism/2017/11/08/54232/menolak-lupa-tragedi-aksi-bela-islam-411/#sthash.5fFPUGRi.dpbs

Selain masjid Al-Azhar, masjid Baitul Hakim Cipinang Jakarta Timur, di hari yang sama juga menggelar Tabligh Akbar. Tabligh di masjid tersebut diisi oleh ustad kondang Abdul Somad yang didahului sambutan ketua MPR Zulkifli Hasan, sebagai pribadi.

Dalam sambutan tersebut Zulkifli mengatakan di Indonesia saat ini banyak sekali timbul kesalahan fahaman yang sangat merugikan umat Islam. Contohnya, orang taat beragama dikatakan tidak cinta tanah air, pihak yang menolak perpu dituduh anti Pancasila, bahkan menyerukan Takbirpun bisa dianggap radikal.  Peran umat islam yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan tampaknya mulai dikesampingkan. Umat Islam dianggap tidak toleran terhadap umat agama lain.

Ketua MPR tersebut juga mengingatkan, Musim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia ( 85%) namun nyatanya hanya kurang 3 % yang menguasai perekonomian.  Sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan adalah kaum Muslimin. Untuk itu ia menghimbau agar umat Islam mau bersatu dan kompak menyusun kekuatan politik bila ingin maju dan berjaya membentuk Indonesia yang Islami, yang rakyatnya hidup makmur dan sejahtera.

https://www.kiblat.net/2017/11/06/zulkifli-hasan-salah-paham-jika-taat-beragama-dinilai-anti-nkri/

Hal senada juga pernah dicetuskan Jimly Asshidiqqie, ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) beberapa waktu lalu. Ia mengatakan keberadaan pengusaha muslim di Indonesia saat ini semakin minoritas. Oleh karena itu, Syarikat Kebangkitan Pemuda Islam (SKPI) harus mampu menggerakkan perekonomian.

“Kalau dari perspektif penduduk, kita mayoritas muslim. Kalau perspektif ekonomi, kita yang muslim justru minoritas. Dari 50 orang terkaya di Indonesia hanya 5 pengusaha muslim,” kata Jimly saat menerima kunjungan pengurus SKPI di Jakarta, Senin (20/3/2017).

Demikian juga yang dikatakan Sekretaris Umum MUI Kota Medan, DR Syukri Albani Nasution, saat membuka acara Penyuluhan Penguatan Pemahaman Ekonomi Praktis Bagi Para Dai yang diselenggarakan Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Kota Medan, Rabu (4/10) di Aula MUI Kota Medan.

“Kita tidak pernah membenci produk di luar produksi nonmuslim, tapi kalau masih ada produk umat kenapa pilih yang lain. Meski kita menilai produk lain lebih terkenal dibandingkan produk umat,” ucapnya.

Sementara itu uztad Abdul Somad yang menjadi primadona Tabligh Akbar 4 November di masjid Baitul Hakim Cipinang mengatakan, setidaknya ada 4 kunci kebangkitan Islam, yaitu :

1. Muliakan ulama, dan amalkan ilmunya.

… … Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. … “ (Terjemah QS.Fathiir(35):28).

Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi ).

Ulama adalah ibarat guru dalam dunia pendidikan. Dari para ulama inilah ilmu agama diteruskan hingga sampai kepada manusia di akhir zaman. Ulama adalah orang yang paling bertanggung-jawab dalam mendidik dan menyampaikan ilmu dan pengetahuan mereka kepada umat.

Jadi sungguh sudah sepatutnya kedudukan ulama harus diutamakan dan dimuliakan. Perkataan mereka sudah seharusnya didengar dan dipatuhi. Sebaliknya mereka juga dituntut harus memberikan contoh yang baik. Namun apa yang terjadi belakangan ini sungguh menyakitkan hati. Para ulama dilecehkan, dihina bahkan difitnah dengan berbagai fitnah kejam. Tak sedikit ulama yang hidupnya berakhir di belakang jeruji penjara tanpa bukti kesalahan yang jelas.

Tidak hanya itu, pengajianpun dibubarkan paksa dan sang ulama diteror. Perpu ormas yang belakangan diresmikan menjadi UU sejatinya adalah membidik ormas Islam dimana terdapat para ulama di dalamnya. HTI dengan tuduhan ingin mendirikan kekhalifan Islam adalah pembukaannya. FPI adalah sasaran selanjutya, setelah itu ntah siapa lagi.

Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadist di atas telah terbukti saat ini. Banyak ulama/uztad yang menyampaikan ilmu tidak berdasarkan ayat Al-Quranul Karim maupun hadist shoheh. Anehnya tidak sedikit orang yang begitu saja mempercayainya. Orang-orang liberal, JIL ( Jaringan Islam Liberal) adalah contohnya. Mereka ini mengaku sebagai orang berakal yang mempercayai ajaran agama berdasarkan logika. Padahal Islam tidak selalu sejalan dengan akal. Banyak hal-hal dalam ajaran yang dibawa rasullah Muhammad saw yang tidak mampu kita mencernanya.

Jangan lupa Firaun raja Mesir yang diabadikan kisahnya di dalam Al-Quran juga merasa dirinya hebat dan pintar hingga tidak merasa perlu mempercayai ajaran nabi Musa as karena terlalu mengandalkan akal dan logikanya. Padahal baik dan benar menurut seseorang belum tentu baik dan benar menurut Sang Khalik.

“ … … Fir`aun berkata: “Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar”. ( Terjemah QS. Al-Mukmin(40):29).

Ulama terbagi atas 2 kelompok besar yaitu ulama Suu’ dan ulama Warosatul Anbiya ( Ulama Pewaris Nabi). Ulama Suu’ adalah ulama jahat yaitu yang orientasinya hanya keduniawian. Sementara ulama pewaris nabi sesuai namanya adalah ulama yang mengikuti jejak nabi, yaitu mengajarkan keutamaan akhirat karena memang begitulah hakikat agama, yaitu komitmen kita mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita terima dari Tuhannya.

Sabda Rasulullah SAW, “Apabila tergelincir ulama, maka tergelincirlah umat.”

2. Pemimpin yang adil dan takwa.

Keberhasilan kerja ulama terlihat dari lahirnya pemimpin-pemimpin yang adil dan takwa. Ilmu yang disampaikan para ulama untuk diamalkan bukan hanya sekedar disimpan sebagai ilmu pengetahuan. Disamping itu ilmu agama seharusnya bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri atau keluarga terdekatnya namun juga untuk lingkungan yang ada di sekitarnya.

Islam Rahmatan Lil ’Aalamiin” hanya akan terjadi bila ada orang Islam yang menjadi pemimpin yang adil dan takwa hingga tercipta situasi kondusif yang memungkinkan tidak hanya umat Islam dapat menjalankan kehidupan sesuai tuntunan syariah namun juga umat agama lain. Tidak sedikit ayat-ayat Al-Quranul Karim yang mengajarkan bagaimana cara dan syarat memilih pemimpin.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. ( Terjemah QS. Al-Maidah(5):51).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. ( Terjemah QS. At- Taubah(9):23).

Jadi sungguh tidak benar bila ada yang mengatakan “ Yang penting jadi orang baik dan tidak menyusahkan orang lain” atau “ Islam Yes Politik No”.

Harus diingat sesholeh dan sebaik apapun seorang Muslim bila situasi tidak mendukung bukan mustahil ia akan sulit menjalankan ajarannya. Dalam menjalankan ekonomi syariah misalnya, diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengatur kebijaksanaan tersebut.

3. Bangkitkan ekonomi Islam.

Denyut perekonomian adalah cermin keberhasilan suatu negara. Sekali lagi bila ingin membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘aalamiin maka denyut ini harus kita kuasai. Bagaimana mungkin Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim namun hanya menguasai 3 % perekonomian?

Umat Muslim selama ini terus dicekoki bahwa rasulullah Muhammad saw adalah sosok yang miskin dan selalu hidup dalam kesulitan. Padahal rasulullah sebenarnya kaya raya, tapi kekayaan tersebut tidak  digunakan beliau maupun keluarganya. Namun digunakan untuk dakwah Islam dan disumbangkan kepada fakir miskin.

Rasulullah bersabda, “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran”.(HR.Abu Na’im).

Kesadaran kaum Muslimin di Indonesia akan pentingnya menguasai perekonomian sebenarnya sudah lama terjadi. Yaitu dengan berdirinya organisasi Syarekat Dagang Islam (SDI) yang dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905. Tujuannya waktu itu untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim  agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Cina yang lebih maju usahanya dari mereka. Pada waktu itu pedagang Cina memang diberi hak dan status yang lebih tinggi oleh  pemerintah Hindia-Belanda. Hal inilah yang membuat kaum Muslimin bangkit bersatu menuntut keadilan. Namun demikian bank syariah pertama di Indonesia baru lahir 87 tahun kemudian. Yaitu  Bank Muamalat Indonesia yang berdiri atas prakarsa ICMI dan MUI pada tahun 1992.

http://salman-rusdi.blogspot.co.id/2012/10/kebangkitan-ekonomi-islam-kedua.html

Ironisnya lagi, setelah lewat lebih dari seratus tahun berdirinya SDI, kaum Muslimin tetap saja terpuruk. Kesenjangan sosial  antara si kaya dan si miskin yang mayoritas Muslim tidak kunjung terselesaikan. Monopoli perdagangan dan ekonomi tetap dipegang etnis Cina yang makin menggurita.  Kebijaksanaan pemerintah saat ini bahkan berat membela kepentingan para taipan Cina yang menguasai hampir semua lini.

Namun syukur Alhamdulillah paska terjadinya Aksi Bela Islam pada November 2106 lalu ghirah umat kembali muncul. Berdirinya Koperasi212 dan Mart212 yang dibidani sejumah ulama kondang dengan penasehat ekonom Anggito Abimanyu adalah buktinya. Koperasi ini diketuai Dr. M Syafii Antonio M.Ec, pemimpin  Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, seorang pakar perbankan dan ekonomi syariah yang mumpuni.

Keberadaan Syafii Antonio yang etnis Cina dan menjadi mualaf ketika masih duduk di bangku SMA ini menjadi bukti tersendiri bahwa umat Islam tidak rasis. Karena dengan memeluk Islam Syafii pasti tahu persis bagaimana kekayaan harus dikelola.

“ Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. … …”. ( Terjemah QS. Al-Hasyr(59):7).

4. Selamatkan anak muda dari segala jenis kerusakan.

Anak muda adalah tonggak masa depan. Di tangan merekalah kemajuan dan kesuksesan bergantung. Sayangnya sebagian anak muda saat ini, “ generasi now” begitu mereka menyebut, telah dilimpahi begitu banyak kesibukan dan kesenangan duniawi. Tidak hanya gadget yang sebenarmya tidak selalu negative, tergantung pemakaian, tapi juga  gaya hidup konsumtif, hidup bebas tanpa aturan seperti LGBT alias homoseksual dan ketergantungan terhadap narkoba contohnya.  Yang bila diingatkan untuk belajar agama berkilah “ Mumpung masih muda, agama nanti kalau sudah tua”. Padahal siapa yang bisa menjamin ia bakal hidup sampai tua??

Anak-anak muda seperti di atas harusnya menyadari dan mengenal bagaimana di zaman nabi para pemuda belasan tahun sudah berjuang untuk menegakkan agama. Diantaranya yaitu Mush’ab bin Umair ra. Mush’ab adalah seorang remaja dari keluarga kaya raya yang sangat dimanjakan ke dua orang-tuanya. Wajahnya yang tampan dengan pakaian dan rambut yang selalu tersisir rapi tak pelak menjadi buah bibir dan idaman para gadis Mekah. Namun semua itu ia tinggalkan demi memeluk Islam.

Paska perjanjian Aqabah rasulullah saw memerintahkan Mush’ab agar mengajarkan ayat-ayat suci Al-Quran kepada penduduk Madinah. Di kemudian hari Mush’ab gugur sebagai syuhada dalam perang Uhud. Tangan kanannya yang ketika itu sedang membawa bendera perang berhasil ditebas musuh. Demikian pula tangan kirinya yang berusaha mempertahankan bendera. Mush’ab segera  memungut bendera yang terjatuh dengan kedua pangkal tangannya namun demikian Mush’ab tak dapat bertahan ketika sebuah tombak ditusukkan ke dadanya. Iapun syahid.

https://vienmuhadi.com/2009/01/19/kisah-mush%E2%80%99ab-bin-umair/

Dalam perang Uhud yang berlangsung tidak seimbang itu, rasulullah melibatkan 2 remaja yang usianya belum 15 tahun, karena umat Islam ketika itu memang baru sedikit sekali. Itupun setelah rasulullah di desak para sahabat dengan alasan kedua remaja tersebut adalah jago panah. Sementara itu Rasulullah memulangkan sejumlah remaja yang sebenarmya sangat ingin bergabung karena usia mereka kurang dari 15 tahun. Salah satu yang dipulangkan tersebut adalah Usamah bin Zaid yang menangis kecewa.

Namun di kemudian hari yaitu ketika Usamah mencapai usia 19 tahun rasulullah menunjuk Usamah sebagai panglima perang melawan pasukan Rum yang ketika itu sangat disegani. Padahal ketika itu terdapat sahabat-sahabat senior, diantaranya Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin ABi Waqqas, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lain.

Usamah memang akhirnya membatalkan keberangkatannya karena mendengar kabar wafatnya rasulullah. Namun setelah kemudian Abu Bakar Shidiq diangkat sebagai khalifah dan tetap melanjutkan perintah rasulullah agar menjadikan Usamah sebagai panglima perang, Usamahpun berangkat.

Lain lagi dengan Zaid bin Tsabit ra yang ketika rasulullah saw wafat usianya baru 20 thn. Zaid adalah penerjemah rasulullah dari bahasa  Yahudi ( Ibrani) ke Bahasa Arab. Rasulullah yang memerintahkan anak muda tersebut agar mempelajari Bahasa tersebut sepaham-pahamnya dengan tujuan agar tidak dibohongi mereka.

Semangat anak-anak muda seperti inilah yang seharusnya ditiru anak muda zaman sekarang. Berjihad membela Islam tidak harus dengan berperang. Dengan menguasai ilmu pengerahuan dan teknologi serta bekal keimanan yang tinggi kejayaan Islam di masa lalu bukan tidak mungkin bisa kita raih kembali.  Bukankah dunia adalah ladang amal yang akan menentukan nasib kita di hari akhirat kelak ??

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.( Terjemah QS. Al-Qashash(28):77).

Jangan biarkan hidup di dunia yang hanya sekali ini membuat kita selamanya menyesal. Jangan biarkan pula tangan-tangan kotor sedikit demi sedikit mencicipi bubur panas dan kita baru menyadarinya setelah habis tandas. Karena bubur panas tersebut tak lain adalah kita, umat Islam yang tidur lelap tidak sadar musuh sedang mengerubuti kita. Na’udzubillah min  dzalik …

Wallahu ‘alam bish shawwab.

Jakarta, 16 November 2017.

Vien AM.

Read Full Post »