Adalah hal yang sangat wajar bila seorang pemeluk agama meyakini bahwa agamanya adalah yang terbaik, yang paling benar. Dan bahwa keyakinannya itu akan menjaminnya masuk surga, dan menghindarkannya dari pedihnya siksa api neraka. Keyakinan inilah tentunya yang membuat seseorang sudi memeluk suatu agama tertentu. Dan ini berlaku bagi seluruh agama, tidak hanya Islam, tapi juga Yahudi maupun Nasrani.
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani“. ( Terjemah QS.Al-Baqarah (2):111).
Keyakinan inilah yang membuat mereka berani mencemooh dan mentertawakan kaum Muslimin yang mereka anggap sesat. Mereka yakin berada di jalan kebenaran sementara umat Islam berada di jalan kesesatan sebagaimana yang diceritakan ayat 29-32 surat Al-Muthafifin berikut :
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman.Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, ( Terjemah QS. (83):29-32).
Pertanyaannya benarkah prasangkaan mereka itu ?? Yang pasti semua agama pasti mengajarkan kebaikan. Namun ketika prinsip dasar tentang ke-Tuhan-annya saja rancu, tidak jelas bahkan salah, bagaimana mungkin orang bisa begitu yakin bahwa agamanya itu benar …
Kebenaran sejati adalah milik Sang Pencipta. Tuhan pencipta manusia, langit, bumi dan segala isinya. Tuhan yang mustahil menyerupai apapun yang diciptakannya. Tuhan yang tidak beranak maupun diperanakkan. Tuhan yang tidak mempunyai kepentingan apapun terhadap segala ciptaannya.
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa`at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. ( Terjemah QS.Al-Baqarah (2):255).
Kebenaran berdasarkan akal manusia yang merupakan mahluk ciptaan tentu relative, sangat beragam dan pasti sangat rapuh. Oleh karenanya untuk mengetahui dan meyakini kebenaran suatu agama tidak ada jalan lain kecuali dengan memahami isi kitab sucinya, siapa pembawanya, bukan dari sikap pemeluk agamanya yang bisa saja salah memahami ajarannya.
Agama Nasrani dan Yahudi yang merupakan agama samawi pada dasarnya sama dengan agama Islam, yaitu mengimani Tuhan Yang Satu, Allah swt. Namun seiring dengan berjalan waktu agama yang dibawa nabi Isa as dan nabi Musa as melalui malaikat Jibril as sebagai perantara tersebut, mengalami berbagai penyelewengan yang parah.
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. … “. ( Terjemah QS. Al-Maidah (5):73).
Sebaliknya aneh bin ajaib ketika ada pemeluk suatu agama namun meyakini bahwa semua agama adalah sama, semua benar, dan bahwa semua orang bisa masuk surga, asalkan baik. Sepintas kelihatannya mungkin benar, bahkan terkesan sangat bijak dan penuh toleransi.
Tapi bila dipikir lebih jauh, baik itu menurut siapa?? Menurut sesama manusia? Manusia yang mana?? Bukankah antar suku saja kriteria sebuah kebaikan tidak selalu sama ?? Apalagi penduduk bumi yang jumlahnya milyaran dengan jutaan suku, etnis dan kultur yang berbeda-beda. Lagi pula kalau semua agama adalah sama tidak perlu orang memilih satu agama. Ikuti saja semua peraturan agama yang pastinya akan membuat kewalahan dirinya sendiri. Mungkinkah???
Lebih mengerikan lagi, bila orang itu adalah seorang pemeluk agama Islam, yang mengaku Islam tapi suka mengejek dan mentertawakan saudaranya sesama Muslim, sangat bisa jadi Allah Azza wa Jala memasukkan yang bersangkutan sebagai golongan orang Munafik. Padahal orang Munafik itu derajatnya lebih rendah dari orang Kafir. Tempatnya adalah di kerak neraka. Itulah seburuk-buruk tempat kembali. Na’udzubillah min dzalik …
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. ( Terjemah QS. An-Nisa(4):145).
Bersyukurlah kita yang telah Allah Azza wa Jala pilihkan Islam sebagai agama kita. Biarlah orang-orang kafir mencemooh dan mentertawakan kita di dunia ini. Tidak perlu kita berkecil hati, sakit hati apalagi marah. Karena pada akhirnya merekalah yang akan kecewa dan menyesali perbuatan mereka.
“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang ( orang-orang kafir, yang diganjar). Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”. (Terjemah QS. Al-Muthafifin(83):34-36).
Pada kelanjutan ayat 111 Al-Baqarah di awal tulisan, Allah swt berfirman :
“ Demikian itu (hanya) angan-angan mereka ( Nasrani dan Yahudi) yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”.
Dilanjutkan dengan :
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. ( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):132).
Namun demikian kita tetap tidak boleh lengah dan terbuai dengan janji surga dan ampunan-Nya yang seluas langit dan bumi dengan ke-Islam-an kita. Karena modal iman dan Islam saja tidak cukup untuk meraih semua itu. Diperlukan juga amal ibadah. Hebatnya lagi bukan hanya ibadah shalat, puasa yang bernilai ukhrowi namun juga segala amal kebaikan kepada sesama manusia seperti zakat, infak, menolong orang yang dalam kesusahan, silaturahmi, sabar dll sebagainya.
Jangan sampai Allah swt memasukkan kita sebagai golongan yang sama dengan orang yang dimurkai-Nya yaitu kaum Yahudi karena berilmu tapi tidak beramal. Atau kaum Nasrani yang sesat karena beramal tapi tanpa ilmu yang benar, sebagaimana firman Allah swt di ayat 6 dan 7 Al-Fatihah yang selalu kita baca setiap shalat.
“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.”
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 5 Agustus 2019.
Vien AM.
Leave a Reply