Umat Islam memiliki dua hari besar yaitu Hari Raya Iedul Fitri dan Hari Raya Haji atau Hari Raya Iedul Adha. Hari Raya Iedul Fitri jatuh pada 1 Syawal, 1 hari setelah usainya bulan suci Ramadhan. Sementara Hari Raya Iedul Adha jatuh pada 10 Dzulhijjah, 1 hari setelah jamaah haji wukuf di Arafah.
Untuk merayakan hari raya tersebut Allah swt mengharamkan umat Islam berpuasa di hari tersebut. Bahkan hingga 3 hari setelah Iedul Adha Allah masih mengharamkannya. Itulah yang di sebut hari-hari Tasryk atau hari makan minum yang jatuh pada 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dan tidak seperti di Indonesia, umat Islam di Timur Tengah pada umumnya merayakan Iedul Adha jauh lebih meriah daripada Iedul Fitri.
“Hari-hari Tasyriq adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim no. 1141).
“Tidak diberi keringanan di hari Tasyriq untuk berpuasa kecuali jika tidak didapati hewan hadyu.” (HR. Bukhari no. 1998).
Hari Raya Iedul Adha juga dinamakan sebagai Hari Raya Kurban. Karena pada hari tersebut umat Islam disunahkan untuk memotong hewan kurban. Hari istimewa tersebut sejatinya adalah untuk mengenang peristiwa nabi Ibrahim as yang diperintah Tuhannya untuk menyembelih nabi Ismail as, putra satu-satunya ketika itu.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia (Ismail) menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar“.(Terjemah QS. Ash-Shaffaat(37):102).

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyembelih sendiri hewan kurbannya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (11/8/2019). (Foto: iNews.id/Irfan Ma’ruf)
Jadi syariat penyembelihan hewan kurban adalah syariat Islam yang juga merupakan syariat para nabi yang telah lama dikerjakan. Yang tampaknya telah dilupakan oleh umat pengikut nabi-nabi lain. Karena nyatanya hari ini hanya umat pengikut nabi Muhammad saw yang masih menjalankannya.
Namun beberapa tahun belakangan ini ada sejumlah tokoh yang mengaku Muslim tapi getol mempermasalahkan syariat tersebut. Diantaranya adalah Ulil Abshor si dedengkot JIL ( Jaringan Islam Liberal). Melalui cuitannya ia menyarankan agar syariat kurban diganti dengan pembagian uang untuk dana pendidikan dan yang semacamnya.
https://www.portal-islam.id/2019/08/tokoh-liberal-ulil-sarankan-hewan.html
Fenomena penolakan terhadap berbagai syariat Islam, dengan bermacam alasan, sejak beberapa tahun ini memang makin saja santer. Mulai dari berhaji yang biayanya sangat tinggi dengan alasan rakyat lebih membutuhkan uang untuk biaya hidup, kurban yang dianggap sebagai “hari pembantaian”, jilbab, nikah beda agama, poligami hingga hukum potong tangan dll yang dianggap tidak manusiawi dan bertentangan dengan HAM dan Demokrasi.
Padahal syariat adalah hukum yang sengaja diturunkan Sang Pencipta agar manusia dapat hidup di dunia ini dengan tenang. Syariat tersebut disampaikan rasulullah Muhammad saw lebih 15 abad yang lalu, jauh dari ilmu pengetahuan dan Sains yang saat ini telah berkembang pesat.
Namun ternyata para ilmuwan dewasa ini telah berani membuktikan bahwa syariat-syariat tersebut sesuai dengan temuan mereka. Pemotongan kurban misalnya. Barat selama ini menerapkan cara pemingsanan hewan sebelum dipotong, dengan tujuan agar hewan tidak merasa sakit ketika disembelih. Sementara syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.
“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (dalam qishah,-pent) maka berbuat ihsanlah dalam cara membunuh dan jika kalian menyembelih maka berbuat ihsanlah dalam cara menyembelih, dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan parangnya dan menyenangkan sembelihannya”. {HR. Muslim}.
Untuk menjawab pertanyaan “Manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit untuk hewan ketika disembelih?”, dua staf ahli peternakan dari Hannover University, Jerman, yaitu Prof.Dr. Schultz dan koleganya Dr. Hazim, melakukan sebuah penelitian ilmiah.
Mereka menggunakan microchip Electro-Encephalograph (EEG) dan Electro Cardiograph (ECG) yang dipasang pada pada permukaan otak kecil sapi. EEG digunakan untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Sedangkan ECG untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.
Di luar dugaan, rekaman EEG ternyata menunjukkan bahwa cara yang dilakukan secara Islam tidak sedikitpun meninggalkan rasa sakit pada hewan sembelihan. Sedangkan rekaman ECG menunjukkan adanya aktivitas luar biasa jantung yang memompa keluar darah sebanyak mungkin dari seluruh anggota tubuh hewan bersangkutan.
Dan dengan terpompanya darah sebanyak mungkin keluar dari tubuh hewan adalah merupakan syarat penting standard healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP). Hebatnya lagi, selain sehat ternyata daging juga jauh lebih empuk dibanding cara pemingsanan yang dianut Barat.
https://www.islampos.com/ketika-barat-terkejut-dengan-cara-islam-sembelih-hewan-kurban-44740/
Jadi sungguh aneh ketika ada orang yang mengaku Muslim tapi hobby mempertanyakan, mengolok-olok bahkan menolak syariat Islam yang jelas-jelas adalah perintah Allah Azza wa Jala. Dengan kata lain menolak syariat sama saja dengan menantang-Nya. Na’udzubillah min dzalik …
Sebaliknya tak heran ketika banyak ilmuwan Barat yang kemudian memeluk Islam setelah mengetahui syariat Islam ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan dan Sains. Meski tak selamanya syariat dapat dibuktikan dengan hal tersebut. Apalah arti ilmu dan kepintaran manusia dibanding Penciptanya???
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”.( Terjemah QS. An-Nuur(24):52).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 14 Agustus 2019.
Vien AM.
Leave a Reply