Dalam sebuah pidatonya presiden Turki Recep Tayyib Erdogan bercerita tentang kisah menarik antara Hulagu Khan penguasa Mongol yang kejam dengan Kadihan, seorang guru sebuah madrasah.
Sebagaimana diketahui pada tahun 1258 M, Hulagu Khan cucu Jengis Khan kaisar Mongol, mendapat perintah untuk menaklukkan Asia Tengah dan Timur Tengah yang ketika itu dibawah kekuasaan dinasti Abbasiyah. Tanpa perlawanan berarti Hulagu yang dikenal bengis dan kejam berhasil memporak-porandakan dinasti Islam tersebut.
Baghdad ibu kota Abbasiyah yang ketika itu merupakan pusat budaya dan ilmu pengetahuan dibumi hanguskan. Masjid-masjid megah nan cantik, perpustakaan, madrasah dan bangun-bangunan bersejarah lainnya luluh lantak. Pasukan Abbasiyah nyaris 400 ribu termasuk rakyat sipil tewas mengenaskan dihadapan Khalifah Al-Mustasim, khalifah terakhir Abbbasiyah.
Sebelumnya Hulagu sempat menyodorkan khalifah malang tersebut sebuah nampan emas untuk dimakan, benar-benar untuk dimakan. Tentu saja Al-Mutasim menolaknya.
“Lantas mengapa tuan menyimpannya?” tanya Hulagu sinis. “Alih-alih tuan bisa memberikannya kepada prajurit tuan? Mengapa tuan tidak meleburnya saja pintu besi istana ini lalu menjadikannya mata panah? Dengan panah-panah itu setidaknya tuan bisa menghalau pasukan saya.”
“Ini semua kehendak Tuhan,” jawab sang Khalifah.
“Kalau begitu, apa yang akan terjadi pada tuan setelah ini adalah kehendak Tuhan juga,” kata Hulagu mengakhiri percakapan.
Beberapa hari kemudian setelah menghancurkan Baghdad, Hulagu keluar dari kota tersebut dengan membawa serta khalifah Al-Mustasim, putra mahkota serta para pelayan. Hulagu lalu mengeksekusi mereka semua di sebuah desa bernama Waqaf. Sementara di istana Baghdad, sisa-sisa keluarga khalifah dibantai.
Kembali pada kisah yang diceritakan Erdogan. Suatu hari Hulagu menantang datang ke istananya ulama terbesar wilayah yang baru dikuasainya. Tapi tak ada satupun yang berani memenuhinya, kecuali Kadihan seorang guru muda sebuah madrasah yang datang ke istana dengan membawa seekor ayam, seekor unta dan seekor kambing bersamanya.
Dengan heran Hulagu memandangi anak muda tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki sambil berkata, ”Mereka—ulama hanya menemukan orang seperti anda untuk bertemu denganku?? “
Kadihan dengan tenang menjawab,”Tuan, jika tuan ingin bertemu dengan yang lebih besar (dari saya), di luar markas ini ada saya bawa seekor unta. Atau jika anda ingin bertemu yang berjenggot, di luar sana saya ada bawa kambing. Bahkan jika anda ingin berjumpa dengan yang bersuara nyaring, di luar sana juga sudah siap seekor ayam jantan (jago).”
Mendengar jawaban itu, Hulagu menyadari anak muda yang berani itu bukanlah orang sembarangan. “Baiklah, kata Hulagu, coba kamu jelaskan, apa yang telah membawa aku bisa datang ke sini (Baghdad)”.
Guru muda ini menjawab, ”Sesungguhnya perbuatan kami sendirilah yang telah membuat dan membawa tuan datang ke sini. Kami tidak pernah lagi mensyukuri nikmat Allah. Kami tenggelam dalam kesenangan dunia, berfoya-foya. Kami hanya sibuk mengejar pangkat dan jabatan, berebut kekuasaan dan kekayaan (dengan mengabaikan yang lain). Akhirnya Allah-lah yang telah menggerakkan tuan melangkah ke mari untuk menarik semua kenikmatan itu, hingga kamipun jadi begini,” katanya.
Hulagu kembali bertanya, “Lantas apa yang dapat mengusir aku dari negeri ini?”
“Tuan Hulagu”, kata sang anak muda itu, “ Jika kami (bangsa ini) menyadari kembali, untuk mensyukuri nikmat yang telah Allah, dan kamipun berhenti bertikai, maka ketahuilah, andapun tidak akan pernah bisa bertahan lama (menjajah dan menjarah) negeri kami ini”.
Erdogan menutup cerita yang disambut tepuk tangan riuh itu dengan pertanyaan : ”Fahamkan anda semua dengan apa yang saya sampaikan ini??”
https://www.portal-islam.id/2019/07/pidato-erdogan-yang-sangat-menarik.html
Sungguh benar apa yang dikatakan Kadihan dan disampaikan kembali Erdogan kepada rakyatnya. Sejarah mencatat Abbasiyah pada saat datangnya pasukan Mongol sedang berada dalam masa kejayaannya. Kekayaan melimpah, rakyat hidup berkecukupan, Baghdad kota kosmopolitan gudang ilmu dimana para pejabatnya hidup berfoya-foya sebagaimana yang disindir Hulagu melalui nampan emasnya. Meski tidak lagi segemerlap masa-masa kejayaan Khalifah Harun Al-Rasyid (786-803) atau Abdullah Al-Makmun (813-833).
Masa kejayaan dan budaya Islam telah terkikis sedikit demi sedikit. Pada saat Al-Mustasim naik takhta pada 1242, kekuatan politik maupun militer dinasti ini sudah jauh menurun dibanding khalifah-khalifah sebelumnya. Intrik politik, perang saudara di antara elite kekhalifahan, konflik Sunni-Syiah terjadi setiap waktu. Hingga ketika Hulagu datang menawarkan agar menyerah secara damai, Al-Mutasim menolaknya mentah-mentah tak sadar sudah tak memiliki kekuatan memadai menghadapi pasukan Mongol yang terkenal kejam dan begis tersebut. Maka berakhirlah kejayaan lima abad kekhilafahan Abbasiyah untuk selamanya.
Namun kebrutalan Hulagu dan pasukannya bukan semata karena Hulagu yang dikenal bengis, tapi juga disebabkan salah satu istri dan Dokuz Khatun, jendral andalan Hulagu, yang beragama Kristen. Keduanya menyimpan benci dan dendam terhadap kekalahan Romawi dan Persia dari pasukan khalifah Umar bin Khattab pada abad 7.
Sebaliknya Hulagu juga tidak bertahan lama di wilayah bekas Abbasiyah. Ia dikalahkan oleh Berke Khan sepupu Hulagu pendiri Khanat Berke kerajaan Mongol Islam di Eropa Timur. Berke memeluk Islam setelah bertemu seorang ulama kharismatik di Bukhara. Kemenangan ini diawali dengan kemenangan Sultan Qutuz dari kerajaan Mamluk Mesir dan Baibar yang bersatu melawan pasukan Hulagu dibawah jendral Dokuz Khatun dalam perang Ain Jalut. Hulagu sendiri absen karena sedang ada urusan mendesak di Mongol.
Sekembalinya Hulagu bermaksud membalas kekalahan pasukannya. Namun ia terkejut mendapati yang harus dihadapi adalah sepupunya sendiri yang telah memeluk Islam. Berke bahkan tanpa ragu menunjukkan bahwa persaudaraan sesama Muslim lebih tinggi nilainya dari ikatan darah. Berke telah menunjukkan ketinggian dan kwalitas keimanannya meski belum lama memeluk Islam. Sesuatu yang harusnya membuat malu kita yang terlahir Islam tapi tidak memiliki rasa tersebut.
”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.’‘ (HR Bukhari dan Muslim).
“Hulagu telah menghancurkan semua kota Muslim dan telah menyebabkan kematian khalifah. Dengan bantuan Allah, saya akan memanggilnya untuk menghitung begitu banyak darah orang yang tidak bersalah”, demikian isi surat Berke yang ditujukan kepada Hulagu.
Ditambah dengan penaklukan Konstatinopel pada 1453 oleh Sultan Memed II dari Turki Ustmani, Islampun kembali meraih cahayanya kembali. Islam terus berjaya dan sedikit demi sedikit kembali menuju kejatuhannya pada 1923 yaitu dengan jatuhnya kekhalifahan Turki Ustmani setelah 5 abad berkuasa.
Selanjutnya Erdogan yang terpilih menjadi presiden pada 2014 berhasil mengeluarkan Turki dari kesekulerannya. Ia berhasil mengembalikan berkumandangnya adzan dalam bahasa aslinya yaitu Arab, pemakaian jilbab, shalat Subuh berjamaah di masjid, juga difungsikannya kembali Aya Sofia sebagai masjid. Pada saat itu Erdogan bahkan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan indah dan syahdunya.
Dan melalui pidatonya tentang kisah Hulagu dan Kadihan yang kemudian viral itu, Erdogan mengingatkan pentingnya mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah sebagaimana dicontohkan para sahabat, serta menguatkan persatuan sesama Muslim, bila Islam ingin kembali mencapai kejayaannya.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.( Terjemah QS. Ali Imran(3):110).
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan/khaffah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.(Terjemah QS. Al-Baqarah(2):208).
“Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Sedangkan umatku terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya, “Siapa golongan yang selamat itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Yaitu yang mengikuti pemahamanku dan pemahaman sahabatku.” (HR. Tirmidzi).
Akhir kata semoga kita sebagai Muslim Indonesia juga dapat ikut berpartisipasi dalam meraih kembalinya kejayaan Islam, sebagaimana yang juga diharapkan almarhum Syeikh Ali Jaber ulama yang giat dalam pembinaan hafidz cilik Indonesia. Ulama asli Madinah yang wafat beberapa hari lalu ini sangat berharap suatu hari nanti ada diantara santrinya bisa memimpin negri yang sangat dicintainya, yaitu Indonesia.
Wallahu’alam bi shawwab.
Jakarta, 26 Januari 2021.
Vien AM.