“ Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun ” ( Terjemah QS.Nuh (71):10).
Perintah agar memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau Istighfar, banyak dijumpai dalam Al-Quranul Karim. Ini menunjukkan betapa tingginya nilai Istighfar dalam Islam.Istighfar tidak hanya merupakan permohonan ampun atas segala dosa dan salah tapi juga sekaligus menutup dan menjaga dari akibat buruk dosa tersebut. Ibnu Rojab al-Hanbali berkata, Istighfar adalah memohon maghfiroh/ampunan, dan maghfiroh adalah menjaga dari akibat buruknya dosa disertai dengan tertutupnya dosa.
Istighfar adalah penutup setiap amalan shalih. Shalat lima waktu, haji, shalat malam, pertemuan dalam majelis dll biasa ditutup dengan amalan dzikir istighfar ini. Jika istighfar berfungsi sebagai dzikir/pengingat kepada-Nya, maka jadi penambah pahala. Sedangkan jika diniatkan karena ada sesuatu yang sia-sia dalam ibadah, maka fungsi istighfar sebagai kafaroh (penambal).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap kaum yang bangkit dari majelis yang tidak ada dzikir pada Allah, maka selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hanya menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud, no. 4855; Ahmad, 2: 389. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Istighfar juga sering kali digandengkan dengan taubat karena keduanya memang saling berkaitan erat. Istighfar harus diakukan oleh semua yang mengaku Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan taubat sejatinya wajib dilakukan orang Islam yang melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil apalagi dosa besar. Pertanyaannya, adakah seorang manusia yang tidak pernah berbuat salah dan dosa???
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencontohkan pada umatnya untuk memperbanyak istighfar. Karena manusia tidaklah luput dari kesalahan dan dosa, sehingga istighfar dan taubat mesti dijaga setiap saat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, aku sungguh beristighfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk terbaik di sisi Allah dan dosanya yang telah lalu dan akan datang telah diampuni, namun beliau masih beristighfar sebanyak 70 kali dalam rangka pengajaran kepada umatnya dan supaya meninggikan derajat beliau di sisi Allah.
Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga.
Pertama, menjauhi maksiat tersebut. Kedua, menyesali perbuatan maksiat tersebut. Ketiga, berniat tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.Sedangkan jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Syarat ketiga di atas ditambah keempat yaitu melepaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus diberikan kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Bacaan Istighfar ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1.Astaghfirullah.
Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah.”
Ini adalah lafal yang paling singkat dalam beristighfar.
2. Astaghfirullah wa atuubu ilaihi.
Artinya : Aku memohon ampunan kepada Allah dan aku bertaubat kepadaNya.
3. Astaghfirullah alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyuul qoyyuum wa atuubu ilaiih.
Artinya: Aku memohon ampun kepada Allah, dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya.
4. Istighfar yang paling sempurna yaitu Penghulu Istighfar ( Sayyidul Istighfar) sebagaimana yang terdapat dalam shohih Al Bukhari dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istigfar adalah apabila engkau mengucapkan,
“Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”.
Artinya: Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306).
5. Khusus di bulan Ramadhan. Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah:
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni”.
Artinya: Yaa Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513).
Selain sebagai permohonan ampun, Istighfar mempunyai manfaat yang sungguh luar biasa, diantaranya adalah melancarkan rezeki, memudahkan adanya keturunan, menjauhkan dari sulitnya musim kering dan memohon hujan, dll.
Khalifah Umar bin Abdul Azis ra, suatu ketika berkata, “Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian. Kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan pada kalian hujan lebat dari langit.”
Berikut adalah kisah Imam Ahmad bin Hambali ra mengenai dasyatnya Istighfar.
Sebelum meninggal dunia, Imam Ahmad menceritakan bahwa suatu ketika tiba-tiba muncul keinginan menggebu untuk mengunjungi kota Basrah di Irak tanpa suatu keperluan apapun.
Sampai di kota tersebut, hari sudah gelap, waktu shalat Isya’ telah tiba. Imam Ahmad segera melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat berjamaah. Usai shalat ia ingin istirahat sejenak.
Namun baru sebentar berbaring marbot masjid menegurnya, “Maaf Syaikh, apa yang Anda lakukan di sini?”. Rupanya ia tidak mengenal bahwa sosok di hadapannya adalah ulama kenamaan Imam Ahmad bin Hanbal yang dikenal sebagai pendiri madzab Hambali.
“Saya musafir. Saya ingin istirahat sebentar di masjid ini”, jawab sang ulama tanpa memperkenalkan diri.
“Tidak boleh, Syaikh. Dilarang tidur di masjid.”
Imam Ahmadpun pindah ke serambi masjid. Akan tetapi marbot itu kembali menegurnya.
“Di sini juga tidak boleh, Syaikh. Saya sudah memperingatkan, ayo pergi,” kata Marbot itu sambil mendorong-dorong tubuh Imam Ahmad sampai ke jalan.
Terpaksa sang Imam pergi meninggalkan masjid tersebut. Namun baru beberapa langkah, seorang penjual roti di samping masjid memanggilnya.
“Menginap di rumahku saja syaikh. Tunggulah sebentar, rumahku tak jauh dari sini”, ajak si penjual roti.
Sambil mengucapkan terima kasih, Imam Ahmad melihat mulut laki-laki tersebut terus berkomat-kamit sambil melayani pembeli. Tak lama setelah itu, ia menutup dagangannya dan mengajak Imam Ahmad pulang bersama. Selama perjalanan sambil mengobrol si tulang roti tetap terus berdzikir, hingga tiba di rumahpun demikian.
Dipicu oleh rasa ingin tahu, Imam Ahmadpun bertanya,
“Dzikir apa yang engkau ucapkan, yaa saudaraku?”
“Saya membiasakan mengucap istighfar, Syaikh”, jawab si tukang roti.
“Masya Allah, sudah berapa lama?”, tanyanya lagi.
“Cukup lama. Sejak saya berjualan roti, 30 tahun yang lalu”, jawabnya lagi.
“Lalu apa yang engkau dapatkan dengan istighfar itu?”, tanya Imam Ahmad tambah ingin tahu.
“Alhamdulillah semua doaku dikabulkan Allah. Kecuali satu yang belum.”
“Apa itu?”
“Saya minta kepada Allah dipertemukan dengan Imam Ahmad. Sampai sekarang belum terkabul”, jawab si tukang roti dengan tenang.
“Allahu Akbar. Doamu terkabul sekarang, saudaraku. Akulah Ahmad bin Hanbal. Mungkin karena istighfarmu itulah tiba-tiba aku ingin pergi ke Bashrah. Lalu aku diusir dari masjid hingga didorong-dorong agar dipertemukan-Nya denganmu”, ucap Imam Ahmad terperangah.
Si penjual roti itu terhentak takjub. Ternyata tamunya adalah Imam Ahmad yang selama ini ingin ia temui. Segera ia pun memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengabulkan doa dan harapan terakhirnya.
Wallahu ‘alam bish shawwab.
Jakarta, 6 April 2023.
Vien AM.