Feeds:
Posts
Comments

Archive for October, 2023

Sa’ad bin Abi Waqqash lahir dari keluarga bangsawan Quraisy yang kaya raya. Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman Rasulullah SAW meski usianya jauh lebih muda. Ia lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Wuhaib adalah kakek Sa’ad sekaligus paman dari Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. 

Aku adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang pertama kali memanah musuh di jalan Allah”, demikianlah Sa’ad yang sejak muda belia hobby memanah memperkenalkan dirinya dengan bangga. Hobby yang mampu mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Dengan tepat Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda. Tak salah bila ia dikenal sebagai pemuda yang serius, cerdas dan tenang.

Sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah saw, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah”. (HR Bukhari dan Muslim). Sementara, dalam kesempatan lain, Rasullullah bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).”(HR Muslim).

Karakternya inilah yang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Disamping tentunya karena ia telah mengenal pamannya yang dikenal jujur dan amanah. Sa’ad sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi.

Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun. Abu Bakar yang memperkenalkan Islam padanya. Ia langsung menerima ajakan sahabat nabi tersebut. Padahal ketika itu ia baru berusia 17 tahun, usia dimana jiwa sering memberontak demi menunjukkan jati dirinya. Sa’ad menyatakan keislamannya bersama beberapa orang sahabat lainnya yaitu Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam yang ketika itu berusia 16 tahun serta Thalhah bin Ubaidillah di usia 14 tahun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Dan ibunya, seorang pemeluk setia agama nenek moyangnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan, tahu benar hal tersebut. Itu sebabnya ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam ia mogok makan  dengan harapan putranya luluh dan mau membatalkan keislamannya demi sang ibu tercinta.

Namun apa yg dikatakan Saad yang selalu bicara lembut kepada ibunya itu??? “Wahai Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh  puluh nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya.”

Mendengar keteguhannya, akhirnya ibunyapun pasrah. Tak salah bila kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Sa’ad sebagai orang yang menyebabkan turunnya  ayat 15 surat Lukman sbb:

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Setelah memeluk Islam, dengan kekuatan fisiknya Saad berjuang gigih membela ajarannya. Ia selalu ikut berperang melawan musuh-musuh Islam. Keberaniannya ditambah dengan akal yang selalu diasah, berpikir dengan bijak dan senantiasa bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya. 

Rasulullah SAW sangat bangga atas keberanian, kekuatan serta ketulusan iman keponakannya tersebut. Tak jarang nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!” “Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud.

Sa’ad tercatat sebagai salah satu sahabat yang beberapa kali menjadi turunnya suatu ayat atau hadist. Ayat 1 surat Al-Anfal yang berbicara tentang  pembagian harta rampasan perang turun atas pertanyaan Sa’ad mengapa Ju’lail bin Suraqah yang dalam pandangannya pantas mendapat bagian rampasan perang tapi tidak diberi oleh Rasulullah swt.

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman”.

Demikian pula hadist tentang sedekah terbanyak yang boleh diberikan seorang Muslim kepada yang bukan ahli waris. Peristiwa tersebut terjadi ketika haji Wa’da. Sa’ad sakit keras dan Rasululah saw menjenguknya. Sa’ad memohon agar boleh mewariskan hartanya kepada orang lain. Alasannya karena hartanya banyak sedangkan ia hanya memiliki seorang putri.

Apakah aku boleh menyedekahkan 2/3 dari hartaku?”. Rasulullah menjawab, “Tidak”, aku berkata, “setengah boleh?”, “Tidak”, aku berkata lagi, “kalau begitu 1/3?”, Rasulullah menjawab, “ 1/3 pun sudah banyak, sesungguhnya meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin hingga membutuhkan pertolongan orang lain”.    

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah SWT. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.” “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya,”.

Abdurrahman bin Auf menjuluki Sa’ad bin Abi Waqqash dengan singa yang menyembunyikan kukunya. Ia mengusulkan Sa’ad dengan mengatakan julukan tersebut kepada khalifah Umar bin Khattab ra yang ketika itu sedang bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan siapa yang paling pantas memimpin pasukan melawan Persia di Irak. Atas usul tersebut Sang khalifahpun menunjuk Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai panglima perang melawan pasukan Persia yang ketika itu merupakan negara/kerajaan terbesar di dunia.

Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang. Ia memiliki hati yang lembut, sikap wara’ dan pandai menjaga lidah.

Saad juga dikenal sebagai seorang ahli ibadah. Shalat Dhuha 8 rakaat, shalat Witir 1 rakaat sebelum tidur karena khawatir tertidur serta shalat Tahajud tak pernah ditinggalkannya. Saad tidak pernah lalai mengeluarkan zakat hartanya dengan menyerahkannya kepada gubernur Madinah agar disalurkan kepada tempat-tempat yang telah disyariatkan.

Suatu hari di hadapan para sahabat, Rasulullah  berujar, ” Sesaat lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk surga,” tutur Rasulullah.

Tak lama, muncul Sa’ad bin Abi Waqqash bergabung dengan para sahabat. Abdullah bin Amr bin ‘Ash suatu hari meminta Sa’ad agar mau menunjukkan ibadah dan amalan istimewa apa yang kira-kira dapat menyebabkan Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni surga.

Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapa pun,” kata Sa’ad.

Dalam menyampaikan kebenaran Sa’ad  juga tidak pernah takut dan ragu-ragu. Diantaranya adalah ketika menghadapi Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Sang khalifah kesal karena Sa’ad tidak mau mengikuti perintahnya untuk mencaci Ali bin Abi Thalib paska terbunuhnya khalifah Ustman bin Affan ra.     

Maka dengan segala ketenangan dan keberaniannya Sa’ad membalasnya dengan menceritakan semua kehebatan Ali yang tak mungkin dipungkiri semua orang. Muawiyahpun terdiam  dan sejak itu tak pernah lagi menanyakan pertanyaan yang sama kepada Sa’ad.

Empat tahun paska wafatnya Rasulullah saw, dibawah pemerintahan khalifah Umar, Sa’ad yang diangkat sebagai panglima perang, dibantu panglima Khalid bin Walid yang baru pulang memenangkan perang Yarmuk ( perang melawan Romawi) berhasil memenangkan perang Qadasyiyah yang sangat alot dalam menghadapi Persia. Mada’in (Ctesiphon), ibu kota Persia dimana berdiam kisra/raja Persia di istananya yang megah, takluk.  

Selanjutnya atas persetujuan Umar, Sa’ad bersama pasukannya membangun kota Kufah di Persia. Lalu Umar menunjuknya menjadi amir (gubernur) di kota yang kemudian berkembang pesat menjadi kota besar, dan bertempat tinggal di rumah dinas yang berdiri persis di sebelah masjid lengkap dengan baitul malnya.    

Pada tahun 651M, khalifah Ustman bin Affan ra yang menggantikan khalifah Umar, mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka.

Lui Tschih seorang penulis Muslim China yang hidup pada abad 18 , dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi) menuliskan bahwa Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.

Catatan lain menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqqas yang datang dari Abyssinia (sekarang Etiopia), bersama 3 sahabat lainnya pada 616 M. 21 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Sa’ad kembali lagi ke China. Ia datang dengan membawa salinan Alquran.

Utsman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Alquran dan menyebarkannya ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci tersebut. Pada kedatangannya yang kedua tersebut, Sa’ad berlayar melalui Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Dari sana kemudian ia berlayar ke Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur Sutera.

Sa’ad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Gaozong (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya cocok dengan ajaran Konfusius.  

Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu keras baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Meski demikian, ia mengizinkan Sa’ad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.

Sa’ad kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki dan direstorasi.

Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara elok ini letaknya di jalan Guangta.

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar, perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin. Sa’ad menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H di Madinah, dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.

Namun pendapat lain mengatakan bahwa Saad meninggal di Guangzhou, China dimana ia menghabiskan sisa hidupnya, Sebuah pusara di kota tersebut diyakini sebagai makamnya. Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China.

Satu lagi hikmah yang dapat kita ambil, yaitu pentingnya menguasai bahasa dan adat kebiasaan penduduk negara yang dituju. Tak pelak lagi, Sa’ad bin Abi Waqqash ra selain seorang panglima besar juga seorang diplomat ulung sejati. 

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 16 Oktober 2023.

Vien AM.

Disarikan dari :

“10 Sahabat yang Dijamin Masuk Surga”, oleh Abdus Asy-Syaikh.

https://www.republika.co.id/berita/lxy715/kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash-lelaki-penghuni-surga

https://republika.co.id/berita/qezroi320/selain-saad-diduga-banyak-sahabat-yang-wafat-di-china

Read Full Post »

Mengenal Diri.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “ Tidak ada seorangpun manusia yang terlahir kecuali terlahir atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”.

Hadis ini menegaskan bahwa sesungguhnya semua manusia pada dasarnya adalah baik karena lahir dalam keadaan fitrah/suci. Ibarat kertas, semua manusia terlahir seperti kertas putih, bersih tanpa noda. Ia mengenal baik Tuhan Yang menciptakannya, Allah Yang Satu, Allah  Subhana Wa Ta’ala. Kesaksian penting yang terjadi di alam ruh, tempat semua manusia yang merupakan keturunan nabi Adam as sebelum diturunkan dan dilahirkan melalui ibunya ke dunia ini terekam jelas pada ayat 172 surat Al-Araf berikut:

”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.

Sumpah tersebut bahkan dengan gamblang menegaskan bahwa mereka berlepas diri dari kesesatan orang-tua yang mempersekutukan Allah Azza wa Jala, orang tua pilihan Sang Khalik, yang akan diberi tugas dan mandat untuk mendidik dan membesarkan mereka kelak di dunia yang penuh cobaan itu. Hal tersebut tercermin dari kelanjutan surat Al-Araf ayat 172 di atas, yaitu pada ayat 173 sebagai berikut :

“atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”. ( Terjemah QS. Al-Araf (7):173).

Ayat di atas menunjukkan betapa besar peran orang tua dalam mempengaruhi warna keagamaan anaknya sesuai hadist yang disebutkan pada awal tulisan ini. Orang tua adalah orang yang menentukan, mengarahkan bahkan dapat memaksakan agama anaknya sesuai agama orang-tua, apakah ia Yahudi, Nasrani ataupun Majusi, bahkan atheis. Orang tua yang dimaksud bisa berupa orang tua biologis, yakni ibu dan ayah kandungnya ataupun orang-tua angkatnya. Intinya adalah yang mendidik dan mengasuh anak sejak kecil.

Namun seiring dengan bertambahnya usia dan kematangan anak, seseorang bisa saja berubah agama dan kepercayaannya. Dan ini sangat dipengaruhi lingkungan dan pergaulannya. Sebagai misal, ketika ada seorang bayi yang lahir dari orang-tua non Islam, di lingkungan yang juga jauh dari Islam. Misalnya di Swedia yang sekarang ini sedang terserang Islamophia akut. Dapat dipastikan bayi tersebut akan mengikuti agama orang-tuanya, yang bisa jadi ketika dewasa seperti juga orang-tua dan lingkungannya sangat membenci Islam. Tapi dapatkah kita pastikan orang tersebut akan selamanya demikian hingga akhir hayatnya??

Berikut adalah kisah 3 politikus Belanda dan Jerman yang awalnya membenci Islam namun kemudian bertaubat dan memeluk Islam.

https://www.haibunda.com/trending/20200422155356-93-136524/3-politikus-ini-awalnya-benci-jadi-cinta-islam-ada-yang-sudah-naik-haji

Hal yang sama dengan yang dialami pemuda-pemuda Quraisy yang hidup dizaman kemusyirikan meraja-lela tapi mau mendengar dakwah Rasulullah, kemudian memeluk Islam dan rela berjuang mati-matian membela Islam.

Tidak bisa kita pungkiri hidayah adalah milik Allah swt, tak satupun orang menjadi Islam tanpa izin-Nya. Allah memberikan hidayah kepada siapa dan dengan cara apapun  yang Ia kehendaki. Akan tetapi hidayah tetap harus dicari, bagaimana agar petunjuk tersebut tidak menjadi sia-sia. Salah satunya adalah dengan mencari ilmu mengenai-Nya, tentang Islam agama tauhid yang haram hukumnya menyekutukan Sang Pencipta, tentang syariah dan fiqihnya, tentang kehidupan Rasul-Nya Muhammad saw lengkap dengan sunnah-sunnahnya, dll.

Yang tak kalah menariknya, Allah swt memberi pahala 2 kali bagi ahli kitab ( Nasrani dan Yahudi) yang kemudian memeluk Islam. Ini sebagai balasan atas keimanan mereka pada nabi Isa as bagi kaum Nasrani dan nabi Musa as bagi kaum Yahudi karena ketidak-tahuan mereka, yang bisa jadi karena didikan orang-tua yang salah hingga mereka tidak memahami ajaran Islam, tidak mengenal Al-Quranul Karim. Bukankah manusia lahir tanpa dapat memilih orang-tua? Hal yang sangat sesuai dengan ayat 173 surat Al-Araf sebagai hadiah istimewa atas cobaan berat mendapat orang-tua kafir.   

“Orang-orang yang telah Kami datangkan kepada mereka Al Kitab sebelum Al Qur’an, mereka beriman (pula) dengan Al Qur’an itu. Dan apabila dibacakan (Al Qur’an itu) kepada mereka, mereka berkata: “Kami beriman kepadanya; sesungguhnya; Al Qur’an itu adalah suatu kebenaran dari Tuhan Kami, sesungguhnya Kami sebelumnya adalah orang-orang yang membenarkan (nya). Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka, mereka nafkahkan”. (Terjemah QS.Al-Qashash (28):52-54).

Sebaliknya seorang yang dilahirkan dari orang tua muslim sudah seharusnya mensyukuri  kelebihan tersebut. Jangan malah menjadi lalai dan gegagah menjalani kehidupan sebagai Muslim dengan merasa tidak perlu mencari dan memperdalam ilmu tentang keislaman dan keimanan yang diwariskan dari orang-tuanya. Jangan pernah lupa betapa besarnya pengaruh lingkungan dan pergaulan. Lingkungan dan pergaulan yang salah berpotensi menjadikan seorang Muslim menjadi orang Munafik bahkan murtad. Celakanya lagi tempat kembali orang Munafik kelak adalah kerak neraka dengan siksaan 2 kali. Na’udzubillah min dzalik …    

“Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar”. ( Terjemah QS. At-Taubah(9):101).

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. ( Terjemah QS. An-Nisa(4):145).

Itu sebabnya Islam mengajarkan perlunya masyarakat madani, yaitu masyarakat beradab yang saling tolong menolong dalam menegakkan kebaikan dan keadilan, mencegah terjadinya kemungkaran serta saling menghargai. Untuk itu dalam memilih seorang pemimpin tidak boleh sembarangan. Seorang pemimpin harus mampu membuat rakyatnya agar dapat hidup tenang dalam menjalankan kehidupannya termasuk dalam hal menjalankan agamanya. Bayangkan bagaimana nasib seorang anak yang lahir dari orang tua dan keluarga Muslim namun hidup di bawah pemerintahan yang tidak menghargai nilai-nilai Islam atau bahkan memusuhi Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. ( Terjemah QS. Al-Maidah(5):51).

“Lebih utamanya manusia di sisi Allah derajatnya di hari kiamat itu seorang pemimpin yang adil yang lemah lembut (memiliki kasih sayang). Dan seburuk-buruk hamba di sisi Allah derajatnya di hari kiamat yaitu pemimpin yang zalim yang kasar.” (HR Thabarani).

“Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim).

Umur manusia di zaman sekarang ini rata-rata hanya 70 tahun-an. Umat Islam menjadikan usia Rasulullah Muhamad saw yaitu 63 tahun sebagai patokan usia. Usia yang sangat pendek. Sebagai contoh, mari kita lihat apa yang terjadi dengan anak-anak yang lahir dan hidup di Azerbaijan, Tajikistan dan Uzbekistan. Ketiga negara tersebut tadinya berada di bawah pemerintahan Islam yang adil namun kemudian Uni Sovyet yang beraliran komunis menjajah negara-negara tersebut. Meski “hanya” dikuasai tidak lebih dari 80 tahun, yang berarti lebih dari usia hidup seseorang, ternyata sebagian besar anak-anak tersebut rusak akidahnya. Sungguh memprihatinkan. Perlu perjuangan yang tidak ringan  bagi mereka untuk kembali ke jalan Islam yang benar.   

Anomali tampaknya hanya terjadi di tanah Palestina. Rakyat Palestina yang tanahnya direbut Zionis Israel sejak tahun 1948 hingga detik ini tetap terjaga kuat aqidahnya. Mungkin ini salah satu alasan mengapa Allah swt menyebut tanah Palestina dimana di dalamnya berdiri Masjidil Aqsho yang merupakan kiblat pertama umat islam, adalah tanah yang diberkahi.

Menariknya lagi, berkat Keadilan-Nya, pada akhir hayatnya semua manusia akan kembali mengakui ke-Esa-an Tuhannya sesuai kesaksian mereka di alam sebelum mereka dilahirkan dahulu. Allah swt mengabadikan kisah pengakuan Firaun di akhir hidupnya bahwa tiada tuhan selain Allah swt pada ayat 90 surat Yunus. Meski sayangnya Allah swt tidak menerima taubat yang demikian.

“Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir‘aun dan bala tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang muslim (berserah diri)“.

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih”. ( Terjemah An-Nisa (4):18).

“Allah selalu menerima tobat seseorang, sebelum nyawa sampai di kerongkongan“. (HR at Tirmidzi).

Akhir kata, mari kita terus memperdalam ke-Islaman dan keimanan kita agar ketika Sang Khalik memanggil kita untuk kembali, kita tetap dalam fitrah yang sama ketika dulu dilahirkan. Mari kita berlomba dengan para mualaf yang biasanya memiliki semangat tinggi untuk mengejar ketinggalan mereka dalam ber-Islam dan ber-Iman.

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 10 Oktober 2023.

Vien AM.

Read Full Post »