Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2024

Manfaat Dzikir.

Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam (amalan sunnah) itu amat banyak yang mesti kami jalankan. Maka mana yang mesti kami pegang (setelah menunaikan yang wajib, pen.)?” Beliau menjawab, “Hendaklah lisanmu selalu basah dengan berdzikir kepada Allah (maksudnya: terus meneruslah berdzikir kepada Allah, pen).” (HR. Ahmad dengan lafazh seperti ini) [HR. Ahmad, 4:188; Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ibnu Hibban, no. 2317; Al-Hakim, 1:495. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Lihat pula penjelasan hadits ini dalam Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi, 9:305].

Faedah hadits

Pertama: Para sahabat begitu bersemangat dalam bertanya berkaitan dengan urusan agama mereka.

Kedua: Allah memerintahkan kita untuk banyak berdzikir. Allah juga memuji orang yang banyak berdzikir tersebut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا , وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)

وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَذْكُرُ اللهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berdzikir (mengingat) Allah pada setiap waktunya.” (HR. Bukhari, no. 19 dan Muslim, no. 737)

Yang dimaksud banyak berdzikir di sini adalah berdzikir ketika berdiri, berjalan, duduk, berbaring, termasuk pula dalam keadaan suci dan berhadats.

Ketiga: Para ulama menghitung dzikir dengan jarinya.

Khalid bin Ma’dan bertasbih setiap hari 40.000 kali. Ini selain Al-Qur’an yang beliau baca. Ketika ia meninggal dunia, ia diletakkan di atas ranjangnya untuk dimandikan, maka isyarat jari yang ia gunakan untuk menghitung dzikir masih terlihat.

Ada yang bertanya pada ‘Umair bin Hani, bahwa ia tak pernah kelihatan lelah untuk berdzikir. Ketika ditanya berapa jumlah bacaan tasbih beliau, ia jawab bahwa 100.000 kali tasbih dan itu dihitung dengan jari jemari.

Dari Yusairah seorang wanita Muhajirah, dia berkata:

قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَة

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada kami, ‘Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaha illallah), dan bertaqdis (mensucikan Allah), dan himpunkanlah (hitunglah) dengan ujung jari jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara, janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.’” (HR. Tirmidzi, no. 3583; Abu Daud, no. 1501 dari hadits Hani bin ‘Utsman dan disahihkan oleh Adz-Dzahabi. Sanad hadits ini dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thahir).

Keempat: Jika seseorang telah benar-benar mengenal Allah, ia akan berdzikir tanpa ada beban sama sekali.

Kelima: Berdzikir adalah kelezatan bagi orang-orang benar-benar mengenal Allah. Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)

Keenam: Ada keutamaan berdzikir saat orang-orang itu lalai.

Abu ‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir, maka itu lebih baik.” (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524). Di sini dinyatakan lebih baik karena orang yang berdzikir di pasar berarti berdzikir di kala orang-orang lalai. Para pedagang dan konsumen tentu lebih sibuk dengan tawar menawar mereka dan jarang yang ambil peduli untuk sedikit mengingat Allah barang sejenak.

Lihatlah contoh ulama salaf. Kata Ibnu Rajab Al-Hambali setelah membawahkan perkataan Abu ‘Ubaidah di atas, beliau mengatakan bahwa sebagian salaf ada yang bersengaja ke pasar hanya untuk berdzikir di sekitar orang-orang yang lalai dari mengingat Allah. Ibnu Rajab pun menceritakan bahwa ada dua orang yang sempat berjumpa di pasar. Lalu salah satu dari mereka berkata, “Mari sini, mari kita mengingat Allah di saat orang-orang pada lalai dari-Nya.” Mereka pun menepi dan menjauh dari keramaian, lantas mereka pun mengingat Allah. Lalu mereka berpisah dan salah satu dari mereka meninggal dunia. Dalam mimpi, salah satunya bertemu lagi temannya. Di mimpi tersebut, temannya berkata, “Aku merasakan bahwa Allah mengampuni dosa kita di sore itu dikarenakan kita berjumpa di pasar (dan lantas mengingat Allah).” Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:524.

Ketujuh: Allah telah mewajibkan pada kaum muslimin untuk berdzikir kepada Allah pada siang dan malam dengan mengerjakan shalat lima waktu pada waktunya. Dari shalat lima waktu itu ada shalat rawatib (qabliyah dan bakdiyah), di mana shalat rawatib itu berfungsi sebagai penutup kekurangan atau sebagai tambahan dari yang wajib.

Kedelapan: Antara shalat Isya dan shalat Shubuh ada shalat malam dan shalat witir. Antara shalat Shubuh dan shalat Zhuhur ada shalat Dhuha.

Kesembilan: Dzikir dengan lisan disunnahkan setiap waktu dan ada yang dianjurkan pada waktu tertentu seperti:

  • Dzikir bakda shalat wajib.
  • Dzikir pagi dan petang pada bakda shubuh dan bakda ashar (yang tidak ada shalat sunnah setelah dua shalat tersebut).
  • Dzikir sebelum tidur, dianjurkan berwudhu sebelumnya.
  • Dzikir setelah bangun tidur.
  • Beristighfar pada waktu sahur.
  • Dzikir ketika makan, minum, dan mengambil pakaian.
  • Dzikir ketika bersin.
  • Dzikir ketika melihat yang lain terkena musibah.
  • Dzikir ketika masuk pasar.
  • Dzikir ketika mendengar suara ayam berkokok pada malam hari.
  • Dzikir ketika mendengar petir.
  • Dzikir ketika turun hujan.
  • Dzikir ketika turun musibah.
  • Dzikir ketika safar.
  • Dzikir ketika meminta perlindungan saat marah.
  • Doa istikharah kepada Allah ketika memilih sesuatu yang belum nampak kebaikannya.
  • Taubat dan istighfar atas dosa kecil dan dosa besar.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Siapa yang menjaga dzikir pada waktu-waktu tadi, dialah yang disebut orang yang rajin berdzikir kepada Allah pada setiap waktunya.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:529)

Referensi:

  1. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
  2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh At-Tirmidzi. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Al-Imam Al-Hafizh Abul ‘Ula Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim Al-Mubarakfuri. Penerbit Darul Fayhan & Darus Salam.

Sumber https://rumaysho.com/25391-inilah-manfaat-dzikir-yang-luar-biasa-hadits-jamiul-ulum-wal-hikam-50.html

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 31 Maret 2024.

Vien AM.

Read Full Post »

Ramadhan Karim.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”,  (Terjemah QS. Al-Baqarah (2):183).

Tak terasa bulan suci Ramadhan, bulan dimana Allah swt perintahkan umat Islam agar berpuasa, telah tiba. Berpuluh tahun sudah kita menjalani bulan suci tersebut. Pertanyaannya adakah puasa kita dari tahun ke tahun ada peningkatan kwalitas? Atau sama saja? Atau bahkan lebih buruk???

KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam artikel berjudul “Keistimewaan Bulan Ramadhan” menyebut puasa berasal dari bahasa Sansekerta yakni upavasa. Upa berarti dekat dan vasa/wasa berarti yang maha agung. Jadi upavasa artinya mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung.

Hampir semua agama memang mempunyai perintah berpuasa. Tapi hanya Islam yang mewajibkan umatnya berpuasa selama 1 bulan penuh yaitu di bulan Ramadhan. Bulan di mana pertama kali diturunkan ayat suci Al-Quran. Itulah ayat 1 – 5 surat Al-‘Alaq. Ayat ini adalah ayat perintah agar membaca. Menandakan betapa pentingnya membaca. Kita semua pasti tahu membaca adalah bagian terpenting dalam menuntut ilmu agar orang menjadi pandai. Uniknya dalam Islam, pandai adalah minimal mengetahui bahwa yang menciptakan manusia adalah Allah subhanallahu wa Ta’ala.

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Dalam bahasa Arab, puasa adalah shaum/shiyam (shaamu – yashuumu) yang berarti menahan. Meski demikian ada perbedaan mencolok antara shaum dan shiyam. Shaum adalah menahan bicara atau berpuasa dalam arti menahan makan dan minum sedangkan shiyam menahan makan, minum, syahwat dan hal-hal yang tidak disukai Allah swt dengan niat untuk mendekatkan diri pada Allah swt. Itu sebabnya perintah berpuasa dalam ayat 183 surat Al-Baqarah di atas menggunakan kata shiyam bukan shaum.  

Ibadah puasa mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan ibadah lain seperti sedekah, haji dan lainnya, bahkan shalat. Ini berdasarkan hadist qudsi berikut:

Setiap amal perbuatan manusia demi dirinya sendiri kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.”

Dengan demikian sungguh tinggi nilai puasa di hadapan Allh swt. Apalagi puasa Ramadhan. Untuk itu sungguh rugi orang yang memasuki bulan Ramadhan berpuasa tapi tidak secara sungguh-sungguh. Berpuasa hanya sekedar menahan lapar, haus dan syahwat.

Ramadhan adalah bulan dimana semua amal ibadah dilipat gandakan pahalanya. Ibaratnya adalah seperti toko yang mengobral barang-barang bermutu alias SALE yang biasanya diburu terutama kaum perempuan.

Maka bila obral saja diburu tidakkah Ramadhan lebih lagi?? Mari di bulan suci ini kita berlomba dalam mengerjaan ibadah, tidak hanya puasanya tapi juga dalam tilawah (membaca Al-Quran), mengkhatamkan dan menghafalnya, shalat Tarawih dan Witir, sedekah/infak, sodaqoh, dll. Jangan lupa juga untuk terus mendoakan dan membantu saudara-saudari kita di Palestina terutama Gaza yang hingga detik ini masih dalam kesulitan memenangkan pertempuran melawan Zionis Israel terkutuk.  Mari kita memulainya dengan hati yang bersih, dengan saling memaafkan.

Mari kita dekatkan diri kepada Allah Azza wa Jala agar Ia mencintai kita hingga ridho memudahkan segala urusan kita dan kelak memasukkan kita kedalam syurga-Nya yang indah memukau, dalam keadaan mata yang terbuka lebar sebagaimana Allah telah memberi kita mata yang dapat melihat di dunia. Syurga yang Rasulullah gambarkan keindahannya tidak pernah ada di dunia ini bahkan terlintaspun tidak, sebagaimana hadist berikut:

“Allah SWT berfirman: Aku telah menyiapkan  untuk hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas di benak manusia untuk hamba-hamba-Ku yang saleh.” (HR. Muslim)

Sedangkan buta yang dimaksud dalam ayat-ayat berikut bukan mata fisik yang buta melainkan hati yang buta. Mengapa demikian?? Karena matanya tidak digunakan untuk membaca ayat-ayat suci Al-Quran yang merupakan firman Allah sebagaimana perintah-Nya di awal turunnya Al-Quranul Karim di bulan Ramadhan. Nau’udzubillah min dzalik …

Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada”. (Terjemah QS Al-Hajj (22):46).

Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).”(Terjemah QS Al-Isra’ (17):72).

Wallahu ‘alam bish shawwab.

Jakarta, 10 Maret 2024/ 29 Sya’ban 1445 H.

Vien AM.

Read Full Post »

AISHA Bhutta, seorang muslimah yang juga dikenal dengan nama aslinya, Debbie Rogers, punya cerita menakjubkan tentang bagaimana dirinya memeluk Islam dan mengantarkan hidayah kepada 30 orang keluarga dan kerabatnya.

Keluarga Rogers adalah orang-orang Kristen yang taat. Mereka secara rutin menghadiri pertemuan Salvation Army. Ketika semua remaja di Inggris mencium poster George Michael (artis), Debbie Rogers lebih suka memasang foto-foto Yesus di dindingnya. Namun dia menemukan bahwa kekristenan tidak cukup; ada terlalu banyak pertanyaan yang tidak terjawab dan dia merasa tidak puas dengan kurangnya struktur disiplin untuk keyakinannya.

Pasti ada lebih banyak yang harus kupatuhi daripada sekadar berdoa ketika aku menginginkannya,” kata dia.

Debbie Rogers masih seorang gadis Kristen taat berusia belia saat mengenal Muhammad, pria yang kini menjadi suaminya. Aisha pertama kali bertemu calon suaminya, Mohammad Bhutta, ketika dia berusia 10 tahun. Muhammad merupakan pelanggan toko yang dikelola oleh keluarga Rogers. Aisha melihatnya sholat di ruang belakang.

Ada kepuasan dan kedamaian dalam apa yang dia lakukan. Dia mengatakan dia adalah seorang Muslim. Saya berkata: Apa itu seorang Muslim?” tutur Aisha.

Kemudian dengan bantuan Muhammad, dia mulai mencari lebih dalam tentang Islam. Pada usia 17, dia telah membaca seluruh isi Alquran dalam bahasa Arab. “Semua yang saya baca,” katanya, “masuk akal.

Debbie Rogers yang kemudian bernama Aisha, membuat keputusan untuk masuk Islam pada saat dirinya masih berusia 16. “Ketika aku mengucapkan kata-kata itu, rasanya seperti beban besar yang kubawa di pundakku terlempar. Aku merasa seperti bayi yang baru lahir,” ungkap Aisha.

Meskipun dia telah jadi mualaf, orang tua Muhamad ternyata menentang pernikahan mereka. Mereka melihatnya sebagai wanita Barat yang akan menyesatkan putra tertua mereka dan memberi nama keluarga yang buruk.

Meski demikian, pasangan itu menikah di masjid setempat. Aisha mengenakan gaun yang dijahit tangan oleh ibu dan saudara perempuan Muhamad yang menyelinap ke upacara melawan keinginan ayahnya yang menolak untuk hadir. Nenek tuanya yang membuka jalan untuk ikatan di antara para wanita. Dia tiba dari Pakistan di mana pernikahan campuran ras bahkan lebih tabu. Neneknya bersikeras ingin bertemu Aisha. Dia sangat terkesan oleh fakta bahwa calon cucu menantunya itu mempelajari Alquran dan kultur keluarga Muhammad. Neneknya lah yang meyakinkan keluarga untuk menerima Aisha.

Sementara orang tua Aisha, Michael dan Marjory Rogers, meskipun menghadiri pernikahan, lebih peduli dengan pakaian yang sekarang dipakai oleh putri mereka (shalwaar kameez tradisional) dan apa yang akan dipikirkan tetangga. Enam tahun kemudian, Aisha memulai sebuah misi untuk mengantarkan hidayah kepada mereka dan anggota keluarganya lainnya.

Suami saya dan saya berdakwah pada ibu dan ayah saya, memberi tahu mereka tentang Islam dan mereka melihat perubahan dalam diri saya,” ungkap Aisha.

Ibunya segera mengikuti jejaknya. Marjory Rogers mengubah namanya menjadi Sumayyah dan menjadi seorang Muslim yang taat. “Dia mengenakan jilbab dan melakukan shalat tepat waktu dan tidak ada yang berarti baginya kecuali hubungannya dengan Tuhan,” kata Aisha.

Ayah Aisha lebih sulit didakwahi, jadi dia meminta bantuan ibunya yang baru masuk Islam (yang sejak itu meninggal karena kanker). “Ibu saya, saya biasa berbicara dengan ayah saya tentang Islam dan suatu hari kami duduk di sofa di dapur dan dia berkata, “Apa kata yang kamu ucapkan ketika kamu menjadi seorang Muslim?” Aku dan ibuku terkejut dibuatnya. Tiga tahun kemudian, saudara laki-laki Aisha masuk Islam melalui telepon, – terima kasih kepada BT,” cerita Aisha.

Kemudian istri dan anak-anak dari saudara lelaki Aisha itu turut masuk Islam, diikuti oleh putra saudara perempuannya. Itu tidak berhenti di situ. Setelah keluarganya menjadi mualaf, Aisha mengalihkan perhatiannya ke lingkungan kediamanannya di Cowcaddens, yang penuh dengan deretan flat rumah petak abu-abu. Setiap hari Senin selama 13 tahun terakhir sejak dirinya masuk Islam, Aisha telah membuka masjlis di sana. Islam untuk wanita Skotlandia. Sejauh ini dia telah membantu untuk mengkonversi lebih dari 30 orang.

Para wanita datang dari berbagai latar belakang yang membingungkan. Trudy, seorang dosen di Universitas Glasgow dan mantan Katolik, menghadiri kelas-kelas Aisha murni karena dia ditugaskan untuk melakukan penelitian. Tetapi setelah enam bulan belajar, dia pindah agama. Kekristenan penuh dengan “inkonsistensi logis”. “Saya tahu dia mulai terpengaruh oleh pembicaraan”, kata Aisha. Bagaimana dia bisa tahu? “Aku tidak tahu, itu hanya perasaan.”

Kelas-kelas itu termasuk gadis-gadis Muslim yang tergoda oleh cita-cita Barat dan kebutuhan akan keselamatan, mempraktikkan wanita Muslim yang menginginkan forum terbuka untuk diskusi menolak mereka di masjid yang didominasi pria setempat, dan mereka yang hanya tertarik pada Islam.

Aisha menyambut pertanyaan. “Kita tidak bisa berharap orang membabi buta percaya,” kata dia.

Suaminya, Mohammad Bhutta, tampaknya tidak begitu terdorong untuk mengubah pemuda Skotlandia menjadi saudara Muslim. Dia sesekali membantu di restoran keluarga, tetapi tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memastikan kelima anaknya tumbuh sebagai Muslim.

Yang tertua, Safia, “hampir 14, Al-Humdlillaah (Alhamdulillah!)”, Tidak membenci majlis. Suatu hari dia bertemu seorang wanita di jalan dan membawa belanjaannya, wanita itu menghadiri kelas-kelas Aisha dan sekarang seorang Muslim.

Jujur saya bisa mengatakan saya tidak pernah menyesalinya,” kata Aisha tentang perjalanannya ke Islam.

Setiap pernikahan mengalami pasang surut dan kadang-kadang Anda membutuhkan sesuatu untuk menarik Anda keluar dari kesulitan apa pun. Tetapi Nabi SAW bersabda, mengatakan: ‘Setiap kesulitan memiliki kemudahan.’ Jadi, ketika Anda melewati tahap yang sulit, Anda sebetulnya sedang bekerja untuk kemudahan yang akan datang.”

Mohammed lebih romantis: “Saya merasa kita sudah saling kenal selama berabad-abad dan tidak boleh berpisah satu sama lain. Menurut Islam, Anda bukan hanya mitra seumur hidup, Anda bisa menjadi mitra di surga juga, selamanya. Ini hal indah,” kenang Aisha. []

Wallahu a’lam bish shawwab.

Jakarta, 6 Maret 2024.

Vien AM.

Dicopy dari : https://www.islampos.com/kisah-aisha-bhutta-seorang-mualaf-yang-mengislamkan-30-orang-188533/

Read Full Post »