Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Akhlak’ Category

Buah Ramadhan

Kaum Muslimin adalah kaum yang paling beruntung di dunia ini. Sungguh, betapa banyaknya nikmat yang dilimpahkan Sang Khalik kepada umat nabi terakhir, Rasulullah Muhammad saw ini.  Bulan suci Ramadhan adalah salah satu buktinya.

Betapa tidak … Sekali dalam setahun, sebulan lamanya, Allah swt menawarkan diskon besar2an. Inilah pesta obral terbesar bagi kaum Muslimin yang harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Pada bulan suci ini Sang Khalik melipat gandakan balasan setiap amal perbuatan kita. Dan balasan terbesar adalah dibersihkannya kita dari segala kotoran dan dosa hingga bagaikan bersihnya hati seorang bayi yang baru dilahirkan ! Subhanallah ..

Seorang Muslim yang beruntung menerima ganjaran diatas akan terlihat dari sikap dan prilakunya, setelah berakhirnya Ramadhan. Tindak-tanduknya akan jauh lebih baik dari sebelum bulan diskon tersebut.  Bila sebelumnya ia ‘cuek’ atau tidak/kurang  peduli terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya; khususnya kedua orang tua, orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu, maka setelah Ramadhan ia lebih perhatian dan peka terhadap orang-orang tersebut.

“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS.An-Nisa(4):36).

Dari Abi Hurairah dari Nabi Muhammad saw bersabda : “Sebaik-baik rumah orang muslim adalah apabila di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik dan sejelek-jelek rumah orang muslim adalah apabila terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan buruk”.

Dari  Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda :“ Orang yang menolong para janda serta orang miskin sama ( pahalanya ) dengan orang yang berjihad dijalan Allah swt”.  

Ditambah lagi, ia lebih sabar dan dapat menahan amarah dari pada sebelum bulan suci Ramadhan.  Ia pandai meniru apa yang dicontohkan Rasulullah saw yang memang sudah seharusnya menjadi panutan kaum Muslimin. Yaitu segera berwudhu ketika godaan syaitan datang menggoda agar tidak menahan sabar dan amarah. Setelah itu iapun mendirikan shalat sunnah 2 rakaat.

“ Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al-Baqarah(2):153).

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah  menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.” (HR.Ahmad).

“Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).

Namun demikian seorang hamba yang telah dibersihkan hatinya itu tidak berarti tidak boleh marah. Bila ia telah merubah posisinya dari berdiri, duduk kemudian berbaring, setelah itu berwudhu kemudian shalat dengan khusuk, namun rasa marah tetap berada di dalam hatinya, berarti marah tersebut adalah marah yang diridhoi-Nya.

Dari Muadz bin Anas al-Juhani bahwa Rasulullah saw. bersabda: “ Barangsiapa yang memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya”.

Seseorang yang telah dibersihkan dosa dan kesalahannya jadi pandai memaafkan kesalahan orang lain. Ia tidak perlu menunggu  orang yang telah menyakiti hatinya meminta maaf terlebih dahulu. Tanpa diminta ia mampu memaafkan  saudaranya itu. Tidak ada rasa dendam dan permusuhan dalam diri orang yang bersih hatinya.  Ucapan maaf tidak hanya sekedar ucapan di bibir melainkan tulus dari lubuk hati yang terdalam. Ikhlas adalah kuncinya. Inilah ciri khas orang yang takwa.

“…Dan memberi maaf itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al-Baqarah: 237).

“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang takwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(QS.Ali Imran(3):133-134).

Islam mengajarkan “ yang terlebih dahulu datang untuk menjalin hubungan, jauh lebih utama di sisi Allah daripada yang menunggu.”

Ciri khas orang takwa yang lain adalah segera bertaubat ketika melakukan kesalahan serta tidak mengulanginya kembali. Ia tidak menunda-nundanya hingga datang kesulitan, sakit apalagi sakratul maut. Intinya ia selalu berusaha untuk mendekatkan diri ( taqarub) pada Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla.

Singkat kata, tindak tanduk orang yang berhasil mencapai takwa dalam bulan Ramadhan adalah :

1.Memiliki tingkat kepedulian sosial yang tinggi.

2. Tidak murah marah.

3. Cepat memaafkan kesalahan orang lain.

4. Segera bertaubat ketika melakukan kesalahan.

Itulah buah Ramadhan. Dapat dibayangkan bila saja setiap tahun sejumlah hamba berhasil memetik buah ini  alangkah damainya bumi kita tercinta ini. Tidak ada korupsi, tidak ada kemiskinan, tidak ada kecurangan, kezaliman dll. Bahkan kesulitanpun akan hilang. Karena janji Allah sebagai berikut :

… … Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. … … Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya  … … … Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. … …  dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya”.(QS.At-Thalaq(65):2-5).

Hal penting yang patut menjadi perhatian, malaikat Jibril as pernah meminta Rasulullah saw agar mengamini doanya. Doa tersebut adalah permintaan agar Allah tidak menerima puasa seseorang ketika :

1.  seorang hamba masih menyakiti hati kedua orang-tuanya.

2.  seorang istri masih juga membangkang suaminya atau seorang suami masih mendzalimi  istrinya.

3.  seorang hamba masih  menyimpan rasa dendam dan permusuhan terhadap hamba yang lain.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 22 Agustus 2012.

Vien AM.

( Disarikan dari khutbah Iedul Fitri 1433 H di lapangan RS Dr. Soeyoto jln Veteran, Jakarta Selatan).

Read Full Post »

Cahaya Al-Quran

Secara sederhana, dalam pengertian awam, cahaya adalah sesuatu yang membuat mata normal dapat melihat benda yang ada di depan kita. Cahaya paling akrab yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari dan cahaya lampu. Itu sebabnya ketika malam tiba, ketika kegelapan datang menyergap, secara otomatis kita menyalakan lampu. Sebab kalau tidak, kita tidak akan bisa melihat apapun. Dengan demikian cahaya menjadi sangat penting bagi kita semua.

IMG_3410Bagi pencinta fotografi, keberadaan cahaya merupakan suatu keharusan, mutlak hukumnya. Karena hanya kurang sedikit saja cahaya, kecantikan sebuah obyek foto akan berkurang.

IMG_0885Birunya laut nan indah mempesona tetapi awan menghalanginya, maka keindahan fotopun akan sangat berkurang. Birunya laut nan indah mempesona menjadi tidak seindah biru ketika matahari bersinar cerah tanpa sedikitpun penghalang. Intinya, tanpa cahaya keindahan warna adalah tiada. Tanpa cahaya hidup menjadi kelabu. Cahaya adalah sumber keindahan, sumber kehidupan, sumber kebahagiaan.

Begitupun wajah manusia. Secantik apapun seorang perempuan tanpa cahaya yang memancar dari dalam dirinya, pasti nilai kecantikan tersebut akan sangat berkurang. Sebaliknya seorang perempuan bersahaja namun memiliki cahaya dalam dirinya pasti akan jauh lebih menarik. Iniah yang dinamakan Inner Beauty. Pertanyaannya, cahaya yang bagaimana dan bagaimanakah caranya agar kita mendapatkan cahaya Inner Beauty tersebut ? Karena kita ini buatan Allah Azza wa Jalla maka sudah sewajarnya bila yang kita buka adalah Al-Quranul Karim …

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an)”.(QS. An-Nisa(4):174).

“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu ( Muhammad) supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.(QS.Ibrahim(14):1).

Ya, Al-Quranul Karim itulah cahaya yang kita cari. Tentu saja yang dimaksudkan disini bukan Al-Quran sebagai kitab, lembaran-lembaran buku secara fisik. Namun isinya. Kumpulan ayat berisi perintah, larangan dan berbagai informasi dari Sang Khalik yang disampaikan malaikat Jibril as 14 abad silam kepada Rasulullah saw selama kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari ini sebenarnya adalah sebuah cahaya yang sungguh tak terhingga nilainya. Dengannya seseorang tidak akan tersesat, terjatuh atau tersakiti. Dengannya seseorang dapat berjalan tegap melintasi badai, angin dan topan. Dengannya ia akan merasakan kebahagiaan hakiki.

Al-Quran adalah kitab berisi ayat-ayat suci yang harus diamalkan. Meski dengan hanya membaca, mendengar dan menyimaknya, walau hanya 1 huruf, Allah swt menjanjkan pahala yang besar, namun tanpa pengamalan cahaya tersebut tidak akan berfungsi secara maksimal.

al_quran_al_karim_Ibn Mas’ud ra berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat Hasanat/ kebaikan dan tiap Hasanat mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.(HR. Attirmidzy).

Cahaya Al-Quran adalah hidayah dari Sang Pencipta. Namun tidak seperti sinar matahari atau cahaya bulan yang dapat terhalang oleh sesuatu, seperti awan, gunung, bangunan, topi dll, cahaya Al-Quran tidak mungkin dihalangi dan terhalangi oleh apapun, kecuali oleh hati yang kotor. Itulah buruk sangka..

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku”. (Muttafaqun alaih).

Manusia diciptakan dari tanah hitam kering yang kemudian dibentuk oleh-Nya. Ruh atau nur alias cahaya-Nya ditiupkan pada usia sekitar 3 atau 4 bulan kehamilan ibunya. Kehamilan ini akan terus disempurnakan hingga mencapai 9 bulan 10 hari.

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”.(QS.Shad(38):71-72).

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : Rasulullah saw berkata, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh … (HR.Bukhari Muslim)

Maka ketika bayi lahir ke dunia, akibat nur-Nya inilah, setiap bayi itu bersih tanpa dosa setitikpun. Sifat-sifat Ilahiah seperti sifat pemaaf, penyayang, penolong, pemurah dll, mewarnai hati bayi yang baru lahir ini. Berbekal hati yang sebening kaca inilah cahaya Al-Quran mudah masuk meresap ke dalam hati seorang anak manusia yang rajin membaca Al-Quran, mengkaji, menghafal dan mengamalkannya. Hingga dengan demikian terpancarlah cahaya sejuk dari dalam dirinya.

Sebaliknya hati yang kotor, yang penuh syak wasangka, cahaya Al-Quran sulit untuk masuk, kecuali atas kehendak-Nya. Syak wasangka adalah bisikan syaitan yang amat jahat. Itu sebabnya Allah swt mengajarkan untuk membaca ta’awudz sebelum membaca ayat-ayat-Nya.

Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya”.(QS.An-Nahl(16):98-99).

Jadi hati itu sifatnya bagaikan cermin. Bila hati bersih maka pantulan cahayanya juga bersih. Dan bila hati kotor maka pantulan cahayanyapun kotor. Cahaya inilah yang memberi warna wajah dan tubuh kita. Dampak dari pelaksanaan rukun Islam yang 5 seperti syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji yang didirikan atas dasar ketakwaan, akan terlihat, menjema menjadi insan yang ber-ahlak yang mulia, Ahlakul Khorimah. Insan yang pandai menjaga tangan, lidah dan hatinya dari perbuatan jahat, kotor dan keji. Sehingga kehidupannya di dunia akan tentram dan damai. Ini baru dampak di dunia.

” … … Rasulullah kemudian bersabda, Umatku nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi, kedua tangan dan kaki karena bekas wudhu mereka.” (HR Muslim).

Pada ayat 11 hingga 15 surat Hadid berikut ini dikisahkan bahwa Allah swt akan menganugerahkan cahaya yang bersinar di depan dan samping kanan orang-orang Mukmin, laki-laki maupun perempuan, yang mau meminjamkan pinjaman yang baik kepada-Nya. Pinjaman ini adalah perumpamaan bagi seluruh amal kebajikan yang dikerjakan orang-orang Mukmin dengan niat mencari ridho Sang Khalik.

Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu’min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka):

“Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak”.

Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman:

“Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu”.

Dikatakan (kepada mereka):

“Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)”.

Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mu’min) seraya berkata:

“Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?”

Mereka menjawab:

“Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu. Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali”.

Di akhirat nanti, cahaya tersebut akan menerangi kubur orang Mukmin, menolong perjalanannya menyeberangi jembatan Shiratal Mustaqin serta membelanya pada pengadilan hari akhir nanti. Cahaya ini akan sangat kita butuhkan karena pada hari Kiamat, hari dimana bumi digoncangkan dengan sekencang-kencangnya goncangan, Allah Azza wa Jalla akan membenturkan matahari yang selama ini menjadi sumber cahaya bumi, dengan bumi itu sendiri. Maka pada hari itu, bumi akan menjadi rata dan gelap gulita.

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”.(QS. Al-An’am(6):122).

Sementara ayat 14 – 20 surat Al-Baqarah dibawah menerangkan bagaimana nasib orang yang mengaku Islam tapi enggan mengamalkan ajaran Islam, bahkan suka memperolok ayat-ayat sucinya sendiri, itulah orang Munafik, di alam akhirat nanti.

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:

“Kami telah beriman.”

Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan:

“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”. 

Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).

Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.

Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

Demikianlah Allah swt menurunkan Al-Quran sebagai cahaya bagi orang-orang yang mau menjadikannya pelindung, petunjuk, pembeda ( antara jalan yang benar dan sesat) serta penerang bagi kehidupan baik dunia maupun akhiratnya. Ironisnya, ada saja orang yang bersikeras memilih syaitan sebagai pelindung mereka. Itulah orang-orang yang kafir, orang-orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya, yang merasa cukup senang dan puas dengan kehidupan dunianya yang kelihatannya gemerlap, padahal menipu dan hanya sesaat. Sebuah fatamorgana yang menuju pada kegelapan total, tanpa secuilpun cahaya penerang. Kegelapan mencekam ini akan berakhir di neraka jahanam dengan api abadinya yang panas membara, yang membakar dari ujung kaki hingga ubun-ubun orang yang mendustakan-Nya. Na’udzubillah min dzalik.

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.(QS.Al-Baqarah(2):257).

Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 8 Juni 2012.
Vien AM.

Read Full Post »

Tak sampai satu minggu lagi bulan suci Ramadhan yang dinanti-nanti kaum Muslimin akan tiba. Bagi yang benar-benar memahami arti keberkahan dan kesucian bulan dimana ayat Al-Quran pertama kali diturunkan ini, tentu telah memikirkan dan mempersiapkan apa kira-kira yang akan dilakukannya.

Sebagai perbandingan. Karena kebetulan suami saya saat ini sedang mendapat kesempatan ‘mengais ‘ rezeki di Paris, Perancis, maka sayapun mendapat kesempatan untuk menyaksikan ‘pesta diskon’ di kota ini. Tampaknya sudah menjadi kesepakatan antar Negara Eropa bahwa di benua ini ‘sale’ dilakukan setahun 2 kali., yaitu di awal musim panas dan di musim dingin.

Kesempatan emas ini tentu saja tidak disia-siakan penduduknya. Malah saya dengar ada saja sejumlah orang yang berbelanja khusus hanya pada saat-saat tersebut. Tidak mengherankan karena ‘sale’ yang dilakukan memang benar-benar dengan harga miring. Bahkan di sejumlah butik terkenal, orang rela antri berjam-jam sejak subuh, sekalipun di musim salju! Kabarnya, biasanya mereka sudah ‘mengincar’ barang yang disukainya itu berbulan-bulan sebelumnya.

Lalu apa hubungan pesta diskon alias obral di Negara-negara tersebut dengan bulan Ramadhan ? Bulan Ramadhan adalah bulan obral yang ditawarkan Sang Khalik. Obral apa? Obral pahala ! Di bulan yang suci ini sebenarnya Allah swt bukan hanya sekedar memerintahkan umat Muslim untuk berpuasa.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. … … ”.(QS.Al-Baqarah(2):183-184).

Ayat di atas memerintahkan kita berpuasa agar kita menjadi manusia yang bertakwa. Artinya puasa yang bukan sekedar menahan lapar dan haus. Melainkan mengisinya dengan berbagai hal yang dapat mendekatkan diri kepada Sang Khalik agar Ia meridhoi setiap jengkal derap langkah kita. Memperbanyak zakat, infak dan sedekah, mengerjakan shalat-shalat sunnah seperti shalat rawatib ( qobla’ dan ba’da shalat wajib), shalat malam, membaca, memahami, menghafal dan mempraktekkan ayat-ayat suci Al-Quran adalah diantaranya. Istimewanya, semua amal kebaikan tersebut diganjar dengan pahala yang berlipat ganda ! Subhanallah ..

Jadi sungguh betapa ruginya bila kita tidak memanfaatkan kesempatan emas ini. Jika orang mau bersusah payah mengantri sejak subuh di musim dingin yang menggigit demi mendapatkan kesenangan duniawinya yang hanya sesaat saja, mengapa untuk kebahagiaan yang lebih abadi kita tidak mau ??

Dari Salman Al-Farisi ra. berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari terakhir bulan Sya’ban: Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, didalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib, dan qiyamul lailnya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan kewajiban, maka seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lain”.

“ Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran balasannya adalah surga. Bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rizki orang beriman. Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun ».

“ Kami berkata : »Wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam Tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa ? ». Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmat, tengahnya maghfirah dan akhirnya pembebasan dari api neraka”. (HR Al-‘Uqaili, Ibnu Huzaimah, al-Baihaqi, al-Khatib dan al-Asbahani).

Di bulan Ramadhan yang agung ini pula untuk kali pertama Allah menurunkan Al-Qur’anul Al-Karim, Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”. (QS.Al-Qodar(97):1).

(ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (QS.Ibrahim(14):1).

“Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan di dalamnya Al-Qur’an membawa petunjuk bagi manusia dan penjelasan dari petunjuk tersebut dan membawa Al-Furqan (pembeda antara yang hak dan yang bathil)”. (QS.Al-Baqarah(2):185).

Tak dapat disangkal lagi, betapa tingginya kedudukan Al-Quran disisi Allah. Allah berjanji bahwa kitab suci ini akan senantiasa terjaga baik kesucian maupun kemurniannya hingga akhir zaman nanti. Yang lebih menakjubkan lagi, bukan hanya para malaikat saja yang diberi kehormatan untuk menjaganya. Namun juga manusia ! Itulah para hafiz.

“Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang akan runtuh “.(HR Tirmizi).

Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda: “Penghapal Al Quran akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah(kehormatan), Al-Quran kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku, ridhailah dia, maka Allah SWT meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah SWT menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan ni`mat dan kebaikan“.(HR Tirmizi).

Dari Buraidah ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: “karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran” (HR. Al Hakim dan Ahmad).

Begitulah Allah swt membalas jerih payah para penghafal Al-Quran. Tak satupun kitab di dunia ini yang dihafal oleh begitu banyak manusia, persis dalam urutannya tepat pula panjang pendeknya ! Kedudukan para hafiz ini sangat tinggi di sisi Allah. Juga di sisi manusia. Mengapa ? Karena mereka adalah pasukan khusus penjaga kitab suci yang menjadi pegangan dan panutan umat Islam di seluruh pelosok penjuru bumi ini, hingga akhir zaman nanti.

Berkat para hafiz inilah, dengan izin Sang Khalik, detik ini kita dapat membaca, mengkaji dan mempraktekkan isi Al-Quranul Karim. Subhanallah …Ya Allah, sungguh pantas balasan yang Kau janjikan bagi mereka itu.

Dari Imam Syafi’i, aku mengeluhkan buruknya hafalanku. ” Jauhilah maksiat”, pesan guruku. ” Karena ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah bukan untuk pelaku dosa”.

Ramadhan adalah bulan suci dimana Allah memenjarakan syaitan dan bala tentaranya hingga ia jauh dari kita. Ini adalah kesempatan untuk menjauhi segala macam maksiat. Ya Allah, jadikan bulan Ramadhan kali ini sebagai penyemangat untuk menghafal ayat-ayat-Mu. Ya Allah, beri hamba dan anak cucu hamba kemampuan dan kemauan untuk mencontoh para hafiz.  Beri pula hamba ini kemampuan untuk menahan godaan ‘pesta diskon’ berbagai produk kebutuhan duniawi yang berpotensi membuat kami silau dan menjauh dari-Mu. Amiin .. amiin .. amiin ya robbal ‘alamin ..

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 27 Juli 2011.

Vien AM.

Read Full Post »

Pemimpin yang dzalim.

Tidak dapat dipungkiri bahwa contoh pemerintahan Islam yang terbaik adalah pada masa Madinah dibawah Rasulullah saw. Setelah itu masa kekhalifahan yang 4 yaitu Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra dan Ali bin Abu Thalib ra. Dan satu lagi mungkin Umar bin Abdul Azis yang sering disebut-sebut sebagai khalifah ke 5.

Pada masa itu, Rasulullah dan ke 4 sahabat itu benar-benar menjalankan dan memberlakukan aturan dan hukum sesuai dengan kehendak Sang Khalik. Dengan mencontoh dan menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan, Al-Quran dijunjung tinggi, tidak hanya sebatas bacaan atau teori.

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Al-Ahzab(3):21).

Ketakwaan, akhlak dan prilaku mulia para khalifah, atas ridho Allah swt, mampu menjadikan negri yang mencakup seluruh semenanjung Arabia ( Saudi Arabia, Yaman, Oman, Qatar, Kuwait dan Dubai), bekas Persia ( Irak dan Iran), Syam ( Yordan, Syria, Lebanon dan  Palestina) serta Mesir, sebuah masyarakat yang tunduk kepada hukum-hukum Islam.

Nafas toleransi, keadilan dan musyawarah amat terasa di negri tersebut. Berbagai kisah tentang para khalifah yang hidup sederhana itu tertulis dengan tinta emas, menjadi bukti sejarah yang sulit untuk dilupakan begitu saja.

Melalui Shirah Nabi atau Biografi Rasulullah banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Diantaranya adalah bagaimana Rasulullah menyikapi perbedaan pendapat dengan musyawarah. Dengan sikap arif dan bijaksana Rasulullah rela mengganti keputusan yang telah diambil selama itu bukan perintah Allah dan dianggap lebih baik dan tepat.

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. QS.Asy-Syua’ra(42):38).

Abu Bakar yang sebelum menjadi khalifah dikenal lembut namun setelah menjadi khalifah ternyata bisa keras dan tegas. Terbukti dari sikapnya yang tegas terhadap sekelompok Muslim yang menolak menunaikan zakat begitu Rasulullah wafat.

Sementara Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam dikenal keras namun setelah menjadi khalifah berubah dratis menjadi lembut. Terbukti dengan kebiasaannya menyamar menjadi rakyat biasa dan berkeliling mengunjungi orang-orang miskin sekaligus membantu kesulitan mereka.

Tetapi ketegasannya tetap muncul pada saat-saat dibutuhkan. Terlihat jelas dalam kisahnya tentang sebuah tulang ayam yang dikirimkannya kepada Amr bin Ash, pemimpin Mesir kala itu. Ini adalah peringatan agar Amr tidak bertindak semena-mena terhadap nenek Yahudi yang mengadukan kepada sang khalifah bahwa ia digusur karena tanah miliknya itu akan dijadikan masjid oleh pihak pemerintah.

Sedangkan Ustman bin Affan, menantu Rasulullah yang terpilih menjadi khalifah berkat musyawarah, dikenal karena kelembutan dan kesabarannya. Oleh karenanya setiap hari Jumat ia membebaskan seorang budak dengan harga yang sangat tinggi.

Sementara Ali bin Abu Thalib, suami Fatimah binti Muhammad saw, dikenal sebagai orang yang zuhud, yang memilih hidup dalam kesederhaan sekalipun beliau adalah seorang khalifah. Pakaiannya hanyalah kain kasar yang sekedar cukup melindungi beliau dari panasnya matahari dan dinginnya udara ketika musim dingin tiba.

Ingat pula bagaimana Umar bin Abdul Azis yang meminta istrinya agar mengembalikan gelang emas berlian hadiah dari ayahnya ketika ia menjabat sebagai khalifah kepada Baitul Maal. Baitul Maal adalah sebuah lembaga kekayaan negara.

Dari contoh-contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya Demokrasi itu sudah ada sejak awal Islam. Namun Demokrasi tersebut tidak sama dengan demokrasi yang sekarang sering digembar-gemborkan pihak Barat. Demokrasi dalam Islam bukan berarti kekuatan rakyat. ( Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos untuk kekuatan dan Cratos yang berarti rakyat).

Demokrasi dalam kacamata Islam  adalah azas musyawarah. Siapa yang diajak musyawarah? Apakah semua orang ? Tidak ! Dasar pemikiran Islam adalah tunduk dan patuh itu hanya kepada Sang Khalik, Allah swt. Karena sebenarnya Dialah yang menjadikan seseorang itu menjadi pemimpin. Tanpa izin-Nya mustahil seseorang bisa mencapai puncak kepemimpinan. Maka orang-orang yang diajak musyawarahpun otomatis hanya orang-orang yang memahami arti Islam, yaitu orang-orang yang beriman dan tunduk pada-Nya. Itulah kaum Mukminin.

Sebaliknya, Allah swt telah menurunkan aturan dan persyaratan bagaimana memilih seorang pemimpin. Itu sebabnya sebagai rakyat biasa kita juga harus berhati-hati ketika memilih pimpinan. Karena kita sendirilah yang nantinya bakal merasakan dampak kepemimpinan seseorang. Bahkan dengan tegas Allah mengatakan bahwa orang yang memilih pemimpin yang mengutamakan kekafiran daripada keimanan adalah termasuk golongan orang yang zalim.

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS.At-Taubah(9):23).

Namun apa yang terjadi saat ini sungguh jauh dari apa yang telah dicontohkan Rasulullah dan para sahabat. Kaum Muslimin saat ini banyak yang tidak memperhatikan kriteria ketakwaan dan kesholehan yang ada dalam pribadi calon pemimpin yang dipilihnya. Kelihatannya standard dan cara berpikir barat yang cenderung mendewakan kehebatan akal telah merusak cara berpikir kaum Muslimin.

Lebih parah lagi, bila kekuatan materi alias kekayaan yang dijadikan patokan. Ataupun hubungan kekerabatan. Bahkan kekuatan militer alias kudeta ! Haus akan kekuatan dan kekuasaan tampaknya telah menjadi ’tren’ sebagian para pemimpin dunia Islam. Mereka lupa bahwa kekuatan dan kekuasaan itu hanyalah titipan dan cobaan yang tanggung jawabnya amatlah berat.

Inilah yang  dikatakan Umar bin Abdul Azis sepulang dari pengangkatannya sebagai khalifah.

“Apa yang kau tangiskan?” tanya istri Umar. Umar  mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang miskin, janda-janda yang banyak  anaknya namun  rezekinya sedikit, aku teringat akan para tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang tidak dapat menjawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah karena aku tahu, yang menjadi pembela  mereka adalah Rasulullah saw’’. Mendengar itu istrinyapun turut meneteskan air mata.

(Click:https://vienmuhadi.com/2009/11/17/keteladanan-umar-bin-abdul-aziz-amirul-mukminin/ )

Islam juga mengajarkan agar kaum Muslimin berdiri di atas kaki sendiri alias tidak bergantung kepada pihak lain apalagi kaum Kafirun. Ini bukan berarti kaum Muslimin disuruh membenci mereka. Allah memerintahkan hal tersebut karena dalam hati mereka sebenarnya menyimpan kebencian yang mendalam kepada Islam, disadari maupun tidak.

” Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati”.(QS.Ali Imran(3):119).

Tentu saja hal ini amat berbahaya. Dapat dibayangkan apa yang dapat dilakukan seseorang apalagi musuh dalam selimut ketika kita memiliki hutang. Hutangnya tidak tanggung-tanggung pula, hutang negara . Hutang dimana rakyat, tanah air dan keimanan adalah jaminannya !! Itu sebabnya Allah mengancam orang-orang yang berbuat demikian dengan azab yang benar-benar pedih. Dan Allah memasukkannya kepada golongan orang munafik !

”Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih,(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”.(QS.An-Nisa(4):138-139).

Pemimpin adalah penyayom, pelindung sekaligus contoh bagi rakyatnya. Amal ibadah seperti shalat, puasa dan zakat bila tidak diiringi perbuatan baik terhadap sesama adalah sia-sia. Rasulullah menyebutnya bangkrut.  Mengapa ? Karena seseorang harus membayar perbuatan buruknya seperti mencaci, memfitnah dll dengan pahala amal ibadah yang diperbuatnya. Dan bila perbutan dzalim itu lebih besar dan banyak dari dapa pahala ibadahnya maka bangkrutlah ia.

Rasulullah bersabda: “Orang yang bangkrut ialah mereka yang datang di hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat tetapi sekaligus membawa (dosa) mencaci orang, memfitnah dan menganiaya serta menyiksa sesama semasa hidupnya” .

” … Dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: “Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. …”. (QS.Asy-Syua’ra(42):44-45).

Bila mencaci, memfitnah, menganiaya dan menyiksa sesama manusia saja dilarang bagaimana pula dengan membunuh ?

“……barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya……”.(QS.Al-Maidah(5):32).

”Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”.(QS.Asy-Syua’ra(42):42).

Bagaimana dengan orang-orang yang didzalimi ? Bolehkah mereka membela diri atau haruskah mereka takut dan tunduk kepada pemimpin yang dzalim? Berdosakah mereka? Apakah mereka juga harus menanggung dosa orang-orang yang ditakutinya itu?

”Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”.(QS.Asy-Syua’ra(42):41-42).

Sebaliknya orang-orang tertindas yang tidak membela diri, membiarkan dirinya terdzalimi dan melihat kedzalimin terjadi di depan matanya tanpa berbuat apapun dan hatinyapun tidak mengutuknya maka neraka adalah tempat kembalinya.

” Barangsiapa diantaramu yang melihat kejelekan maka rubahlah dengan tangannya. Maka jika tidak sanggup maka rubahlah dengan perkataanya. Dan jika tidak sanggup rubahlah dengan hatinya, dan itulah yang paling lemah imannya”.(HR Bukhari-Muslim).

Dalam surat Ash-Shad ayat 59-64 Allah menceritakan percakapan yang terjadi antar penghuni neraka sebagai berikut :

(Dikatakan kepada mereka): “Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)”. (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka): “Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka”.

Pengikut-pengikut mereka menjawab: “Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat menetap”.

Mereka berkata (lagi): “Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka.”

……

Sesungguhnya yang demikian itu pasti terjadi, (yaitu) pertengkaran penghuni neraka”.

”Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan shalat. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali (mu)”.(QS.Fathir(35):18).

Rasulullah juga bersabda bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Oleh karenanya wajib bagi kita untuk mengingatkan  saudaranya yang lalai ataupun sedang khilaf. Tidak boleh kita membiarkan saudara kita tersesat. Apalagi menunggu  hingga orang lain ( non Muslim ) menegur bahkan menyerangnya!

Semoga  apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini adalah cermin kesadaran kaum Muslimin dalam rangka menuju ketakwaaan.  Rasanya sudah terlalu lama kita ini terbuai dalam gelimang hutang para pemimpin yang menggadaikan keimanan ini kepada kaum Kufar. Lupa bahwa suatu hari nanti ia harus mempertanggung-jawaban perbuatannya itu.

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 16 Maret 2011.

Vien AM.

Read Full Post »

Tutuplah Aib Saudaramu

( Penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah )

Sakinah Mutiara Kata 04 – Juni – 2007 10:38:02

Saudariku muslimah
Bagi kebanyakan kaum wanita ibu-ibu ataupun remaja putri bergunjing membicarakan aib cacat atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu”. “Si ‘Alanah orang suka ini dan itu”.

Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah “Kuman di seberang lautan tampak gajah di pelupuk mata tiada tampak.”

Perbuatan seperti ini selain tak pantas/tak baik menurut perasaan dan akal sehat kita ternyata syariat yang mulia pun mengharamkan bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya,  yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.

Ketahuilah wahai saudariku siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan orang lain maka diri pun tak aman untuk diceritakan oleh orang lain. Seorang ulama salaf berkata “Aku mendapati orang2 yang tak memiliki cacat/cela lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang2 yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain maka manusia pun melupakan aib mereka.”1

Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama: Seseorang yang tertutup keadaan tak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tak boleh menyingkap dan menceritakan karena hal itu termasuk ghibah yang diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan orang2 yg beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

“Sesungguh orang2 yang menyenangi tersebar perbuatan keji2 di kalangan orang2 beriman mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat.”

Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan tanpa malu-malu tak peduli pandangan dan ucapan orang lain. maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus diterangkan keadaan kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekan dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.

Saudariku muslimah
Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ ..

“Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan dari satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkan di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aib di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.”

Bila demikian engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudara sesama muslim yang memang menjaga kehormatan diri, tak dikenal suka berbuat maksiat namun sebalik di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yg menutup aib seorang muslim yang demikian keadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup aib di dunia dan kelak di akhirat.

Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutup akan menambah kejelekan maka tak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yg bisa memberi hukuman. Jika ia seorang istri mk disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir- . Demikian seterusnya.

Yang perlu diingat wahai saudariku diri kita ini penuh dengan kekurangan aib cacat dan cela. maka sibukkan diri ini untnk memeriksa dan menghitung aib sendiri niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untnk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas dgn membongkar aib walaupun ia berada di dlm rumahnya.

Sebagaimana disebutkan dlm hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisan dan iman itu belum masuk ke dlm hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan membongkar di dlm rumah .”

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama ia berkata “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar lalu menyeru dgn suara yang tinggi:

يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisan dan iman itu belum sampai ke dlm hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin janganlah menjelekkan mereka jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudara sesema muslim Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yg dicari-cari aurat oleh Allah niscaya Allah akan membongkar walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.”

Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besar kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah ia berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ

“Alangkah agung engkau dan besar kehormatanmu. Namun seorang mukmin lbh besar lagi kehormatan di sisi Allah darimu.”7
Karena itu saudariku Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup cela saudaramu Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup cela di dunia di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup cela sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.”

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Jami’ul Ulum Wal Hikam .
2 Baik seseorang yg disebarkan kejelekan itu benar-benar terjatuh dlm perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yg tdk benar.
3 Jami’ul Ulum Wal Hikam Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah .
4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin .
5 Yakni lisan menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dlm hatinya.
6 Yang dimaksud dgn aurat di sini adl aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim utk kemudian diungkapkan kepada manusia.
7 Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032
8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Tentang ditutup aib si hamba di hari kiamat ada dua kemungkinan. Pertama: Allah akan menutup kemaksiatan dan aib dengan tidak mengumumkan kepada orang2 yang ada di mauqif . Kedua: Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menghisab aib dan tidak menyebut aib tersebut.” Namun kata Al-Qadhi sisi yang pertama lebih nampak karen ada hadits lain.”

Hadits yang dimaksud adl hadits dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ ..

“Sesungguh Allah mendekatkan seorang mukmin lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin . Allah berfirman ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan? Apakah engkau tahu dosa itu yang dulu di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin menjawab: ‘Iya hamba tahu wahai Rabbku .’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosa dan ia memandang diri akan binasa karena dosa-dosa tersebut Allah memberi kabar gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini dan pada hari ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah pada catatan kebaikan-kebaikannya”

Sumber: http://www.asysyariah.com

Paris, 14 Maret 2011.

Vien AM.

Read Full Post »

Akhlak Terhadap Orang Kafir

( Dari : http://abibakarblog.com/agama/ahlak-terhadap-orang-kafir/ )

Bagaimana akhlak Rasulullah saw ketika bergaul dengan orang-orang kafir? Akhlak nabi saw adalah Al-Qur’an sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra ketika ditanya akhlak nabi saw, beliau menjawab:

“Akhlak beliau (nabi saw) adalah Al-Qur’an”. Kemudian ‘Aisyah ra membacakan ayat:

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al Qalam:4).

Kata “Khuluqin ‘azhim” (budi pekerti yang agung) dalam ayat ini, mencakup seluruh akhlak terhadap semua mahluk. Rahmat (rasa kasih sayang) merupakan akhlak yang paling tinggi, motivator serta motor penggerak utama suatu akhlak.

Jika contoh-contoh dan riwayat-riwayat yang telah dibawakan dalam ceramah tersebut berkaitan dengan akhlak beliau saw, terhadap orang-orang kafir saat peperangan, maka bagaimana kita akan menggambarkan akhlak beliau saw terhadap mereka dalam kondisi damai?

Berikut tiga hadits tentang hal itu.

Yang pertama, sabda Rasulullah saw:

“…Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh dibunuh.” ( Riwayat Abu Dawud).

Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan penghubung antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir.

Keadilan dan kasih-sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan menataati) perjanjian dan ikatan janji.

Ini di antara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum Muslimin, atau dari agama Islam, atau dari nabi Islam kepada orang-orang Kafir, non Islam.

Kedua, yaitu dalam wasiat nabi saw kepada Mu’adz bin Jabal ra, beliau bersabda:

…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (Hr Ahmad, Tirmidzi, Darimi).

Dalam hadits ini, Rasulullah saw tidak mengatakan “pergaulillah kaum Muslimin, atau orang-orang shalih atau orang-orang yang mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan”…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik”.

Maksudnya adalah semua agama, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasaan rahmat dan kelengkapannya dengan akhlak din (agama).

Ketiga, yaitu hadis tentang seorang Yahudi, tetangga nabi saw, yang sering menyakiti beliau saw.

Suatu ketika, nabi mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka nabi saw datang berkunjung kerumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini.

Beliau saw membalas keburukan dengan kebaikan, meskipun terhadap orang kafir, Rasulullah saw bersabda kepada si anak, sementara bapaknya juga ada bersama mereka:

Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah, itu akan menyelamatkanmu dari api neraka.”

Mendengar seruan ini, si anak memandang ke arah bapaknya dan memperhatikannya. Rasulullah saw mengulangi lagi:

“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah!”

Si anak memandang ke arah bapaknya lagi. Kejadian yang sama juga terjadi antara Rasulullah saw dengan pamannya, Abu Thalib, yang senantiasa membantu dan menolong din Islam, kaum Muslimin dan Rasulullah saw, akantetapi, dia tidak masuk Islam. Rasulullah saw bersabda kepadanya:

“Wahai paman, katakanlah laa ilaaha illallah…”

Mendengar seruan ini, Abu Thalib memandang para pembesar Qurays. Lalu mereka mengatakan:

“Apakah kamu benci terhadap agama nenek moyangmu?” (Hadis riwayat Imam Bukhari).

Akhirnya Abu Thalib meninggal dalam kekafiran.

Sedangkan orang Yahudi (dalam cerita ini) yang mendengar nabi saw mengajak anaknya agar masuk Islam, Allah menceritakan kondisi mereka:

“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).” (QS Al An’aam :20)

Bagaimana jawaban dan responnya? Orang Yahudi itu mengatakan:

“Wahai anakku, taatlah kepada Abul Qasim (Muhammad saw)!”

Maka si anak mengucapkan syahadatain. Sebelum menghembuskan napas terakhir. Mendapat respon positif ini, Rasulullah bersabda:

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka dengan sebabku.” (Hr Bukhari, 1356, Abu Dawud).

Inilah akhlak Rasulullah saw yang muliah, adab beliau yang luhur terhadap orang-orang non Muslim, ketika kondisi perang dan dalam keadaan damai. Kita memohon kepada Allah SWT, agar menjadikan akhlak kita sama seperti akhlak beliau saw, dan semoga Allah menjadikan Rasulullah saw sebagai panutan terbaik kita. Allah Berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ( QS. Al Ahzab :21)

(Syaikh Ali bin Abdul Hamid Hasan al Halaby dalam muhadharah di Masjid Istiqlal, 19 febuari 2006).

Tulisan ini dikutip dari rubrik Soal-Jawab majalah As-Sunnah halaman 10, Edisi 02/X/1427 H/2006 M.

Catatan tambahan :

Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa dalam keadaan perang sekalipun ketika musuh  bersyahadat walaupun mungkin hanya dengan tujuan agar terbebas dari ancaman pedang maka kaum Muslimin tidak boleh lagi membunuhnya. Karena hati adalah milik-Nya maka Dialah yang lebih mengetahui maksud dan niat orang yang bersyahadat tersebut. Kita hanya bisa menilai dari apa yang terlihat dan terdengar saja.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 31 Juli 2010.

Vien AM.

Read Full Post »

« Newer Posts - Older Posts »