( Dari : http://abibakarblog.com/agama/ahlak-terhadap-orang-kafir/ )
Bagaimana akhlak Rasulullah saw ketika bergaul dengan orang-orang kafir? Akhlak nabi saw adalah Al-Qur’an sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah ra ketika ditanya akhlak nabi saw, beliau menjawab:
“Akhlak beliau (nabi saw) adalah Al-Qur’an”. Kemudian ‘Aisyah ra membacakan ayat:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al Qalam:4).
Kata “Khuluqin ‘azhim” (budi pekerti yang agung) dalam ayat ini, mencakup seluruh akhlak terhadap semua mahluk. Rahmat (rasa kasih sayang) merupakan akhlak yang paling tinggi, motivator serta motor penggerak utama suatu akhlak.
Jika contoh-contoh dan riwayat-riwayat yang telah dibawakan dalam ceramah tersebut berkaitan dengan akhlak beliau saw, terhadap orang-orang kafir saat peperangan, maka bagaimana kita akan menggambarkan akhlak beliau saw terhadap mereka dalam kondisi damai?
Berikut tiga hadits tentang hal itu.
Yang pertama, sabda Rasulullah saw:
“…Sesungguhnya para utusan (duta) itu tidak boleh dibunuh.” ( Riwayat Abu Dawud).
Maksudnya adalah, para utusan yang dikirim oleh orang-orang kafir sebagai duta dan penghubung antara kaum Muslimin dengan kaum Kafir.
Keadilan dan kasih-sayang Islam tidak memperbolehkan untuk membunuh dan menyakiti mereka. Karena, dalam Islam terdapat ajaran (agar menjaga dan menataati) perjanjian dan ikatan janji.
Ini di antara gambaran cara bergaul tingkat tinggi dari kaum Muslimin, atau dari agama Islam, atau dari nabi Islam kepada orang-orang Kafir, non Islam.
Kedua, yaitu dalam wasiat nabi saw kepada Mu’adz bin Jabal ra, beliau bersabda:
“…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik.” (Hr Ahmad, Tirmidzi, Darimi).
Dalam hadits ini, Rasulullah saw tidak mengatakan “pergaulillah kaum Muslimin, atau orang-orang shalih atau orang-orang yang mengerjakan shalat”, akan tetapi beliau mengatakan”…dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik”.
Maksudnya adalah semua agama, yang kafir, yang muslim, yang mushlih (yang melakukan perbaikan), yang faajir (jahat) dan yang shalih, sebagai bentuk keluasaan rahmat dan kelengkapannya dengan akhlak din (agama).
Ketiga, yaitu hadis tentang seorang Yahudi, tetangga nabi saw, yang sering menyakiti beliau saw.
Suatu ketika, nabi mengetahui bahwa orang yang selalu menyakitinya ini memiliki seorang anak yang sedang sekarat. Maka nabi saw datang berkunjung kerumahnya dan mengajaknya menuju jalan Rabb-nya, dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki keadaan orang ini.
Beliau saw membalas keburukan dengan kebaikan, meskipun terhadap orang kafir, Rasulullah saw bersabda kepada si anak, sementara bapaknya juga ada bersama mereka:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah, itu akan menyelamatkanmu dari api neraka.”
Mendengar seruan ini, si anak memandang ke arah bapaknya dan memperhatikannya. Rasulullah saw mengulangi lagi:
“Wahai bocah, katakanlah laa ilaaha illallah!”
Si anak memandang ke arah bapaknya lagi. Kejadian yang sama juga terjadi antara Rasulullah saw dengan pamannya, Abu Thalib, yang senantiasa membantu dan menolong din Islam, kaum Muslimin dan Rasulullah saw, akantetapi, dia tidak masuk Islam. Rasulullah saw bersabda kepadanya:
“Wahai paman, katakanlah laa ilaaha illallah…”
Mendengar seruan ini, Abu Thalib memandang para pembesar Qurays. Lalu mereka mengatakan:
“Apakah kamu benci terhadap agama nenek moyangmu?” (Hadis riwayat Imam Bukhari).
Akhirnya Abu Thalib meninggal dalam kekafiran.
Sedangkan orang Yahudi (dalam cerita ini) yang mendengar nabi saw mengajak anaknya agar masuk Islam, Allah menceritakan kondisi mereka:
“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).” (QS Al An’aam :20)
Bagaimana jawaban dan responnya? Orang Yahudi itu mengatakan:
“Wahai anakku, taatlah kepada Abul Qasim (Muhammad saw)!”
Maka si anak mengucapkan syahadatain. Sebelum menghembuskan napas terakhir. Mendapat respon positif ini, Rasulullah bersabda:
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka dengan sebabku.” (Hr Bukhari, 1356, Abu Dawud).
Inilah akhlak Rasulullah saw yang muliah, adab beliau yang luhur terhadap orang-orang non Muslim, ketika kondisi perang dan dalam keadaan damai. Kita memohon kepada Allah SWT, agar menjadikan akhlak kita sama seperti akhlak beliau saw, dan semoga Allah menjadikan Rasulullah saw sebagai panutan terbaik kita. Allah Berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” ( QS. Al Ahzab :21)
(Syaikh Ali bin Abdul Hamid Hasan al Halaby dalam muhadharah di Masjid Istiqlal, 19 febuari 2006).
Tulisan ini dikutip dari rubrik Soal-Jawab majalah As-Sunnah halaman 10, Edisi 02/X/1427 H/2006 M.
Catatan tambahan :
Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa dalam keadaan perang sekalipun ketika musuh bersyahadat walaupun mungkin hanya dengan tujuan agar terbebas dari ancaman pedang maka kaum Muslimin tidak boleh lagi membunuhnya. Karena hati adalah milik-Nya maka Dialah yang lebih mengetahui maksud dan niat orang yang bersyahadat tersebut. Kita hanya bisa menilai dari apa yang terlihat dan terdengar saja.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 31 Juli 2010.
Vien AM.
Subhanallah,
Bagus sekali tulisan ini ibu Vien, semoga kita dapat mencontoh akhlakul karimah Nabi Muhammad SAW.
Betul sekali Tia …
Kalau saja semua umat Islam di dunia ini mau mencontohnya …. Subhanallah …
seperti kita ketahui semua amal kebaikan orang kafir tertolak, adilkah? silahkan baca:
http://forget-hiro.blogspot.com/2010/09/bagai-debu-yang-sirna-dihempas-angin.html
Terima kasih sharenya Sasa ya .. perumpamaan yang sangat menarik ..
Tapi kalau boleh saya tambahkan sedikit ..
Amal kebaikan orang kafir tertolak ketika mereka di akhirat kelak ..
Tetapi di dunia bisa jadi diterima .. tentu atas izin Allah swt .. Ini yang disebut sifat Ar-Rahman dari Allah swt .. sifat ini berlaku untuk semua orang, baik Muslim maupun non Muslim ..
inilah yg biasa disebut hukum alam, hukum sebab akibat ..
contohnya al: kedisiplinan, kebersihan, keramah-tamahan, sopan-santun dll .. sudah pasti berbuah kebaikan ..
namun yaitu .. hanya ketika di dunia saja .. di akhirat tidak dihitung alias bagai debu yang tersapu … Astaghfirullah ..
Itulah sifat Ar-Rahim milik-Nya .. yang hanya diberikan kepada Muslim ..