Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘Umar bin Khattab’

Siapa tak kenal Umar ibnul Khattab, sahabat rasul yang mempunyai julukan Al Faruq’ yang berarti Sang Pembeda atau Sang Pemisah. Rasulullah memberikan julukan tersebut berkat ketegasan Umar memisahkan antara yang hak dan yang batil.  

Ketika menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah, Umar tak segan-segan menindak siapa pun yang melanggar hukum.

Sekalipun aku ini keras, tapi sejak semua urusan diserahkan kepadaku, aku menjadi orang yang sangat lemah di hadapan yang hak,” ujar Umar di depan rakyatnya.

Umar sebelum masuk Islam memang dikenal sebagai orang yang sangat keras. Ia sering menyiksa orang-orang Quraisy yang kedapatan meninggalkan agama nenek moyang mereka demi memeluk Islam. Ini ia lakukan semata karena keyakinannya yang begitu kokoh terhadap berhala-berhala yang menjadi sesembahan kaumnya ketika itu.

Hingga suatu hari rasulullah berdoa memohon kepada Allah swt agar Islam diberi kekuatan dengan masuk Islamnya seorang diantara Umar, yaitu Umar ibnu Khattab atau Amr bin Hisyam alias Abu Jahal. Dan ternyata Allah swt memilih Umar ibnu Khattab sebagai kekuatan Islam.

Ya, Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar,” ucap Rasulullah.

Umar juga dikenal sebagai orang yang sangat tawadhu ( rendah hati/tidak sombong). Sikapnya tersebut terlihat jelas dari penampilannya. Namun penampilan bersahaja tersebut sama sekali tidak mengurangi wibawanya sebagai seorang khalifah. Bahkan sikap tersebut mampu menarik musuh untuk lebih menghormatinya lagi.

Contohnya adalah Hormuzan. Hormuzan adalah panglima perang Persia yang gigih memimpin pasukannya menghadapi pasukan Islam, diantaranya yang paling sengit adalah dalam perang Jalula. Jalula adalah sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran.

Pasukan Hormuzan beberapa kali mengalami kekalahan. Namun Hormuzan sendiri selalu berhasil meloloskan diri. Selanjutnya setelah berhasil membangun kekuatan, ia kembali melakukan penyerangan terhadap Islam meski tetap saja kalah. Akhirnya Hormuzanpun menyerah dan menanda-tangani perjanjian damai serta menyerahkan jizyah sebagai buktinya.

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (Terjemah QS. At-Taubah(9):29).

Tetapi tak lama kemudian Hormuzan melanggar perjanjian yang dibuatnya sendiri yaitu dengan memimpin pemberontakan, menyerang dan membunuh rakyat sipil.  Dua kali hal tersebut dilakukannya. Maka ketika akhirnya ia berhasil ditangkap, iapun dibawa ke Madinah untuk diserahkan kepada khalifah Umar.  

Hormuzan dibawa ke Madinah dalam keadaan masih mengenakan pakaian kebesarannya yang mewah layaknya pembesar Persia, yaitu sutra bersulam emas dan berhiaskan permata.

Selanjutnya ia dibawa ke rumah Umar, namun tidak bertemu. Rupanya sang khalifah sedang tertidur di teras masjid dengan berselimutkan sarung lusuh. Di tangannya tergenggam sebuah kantong kecil berisi jagung. Terkejut Hormuzan dibuatnya.

Mana pengawalnya? Mana ajudannya??” tanya Hormuzan keheranan.

Ia tidak punya ajudan, tidak juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja”, jawab Anas ibn Malik yang mengantarnya.

“Kalau begitu ia adalah seorang nabi yang suci”, seru Hormuzan tertegun.

Singkat cerita, terjadilah percakapan antara Umar dan Hormuzan.

Hai Hormuzan, tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu muslihat yang kalian lakukan terhadap Allah?” tanya Umar membuka pembicaraan.

Dulu Allah berpihak kepada kami maka kamipun dapat menaklukkan kalian. Namun kini rupanya Allah berpihak pada kalian maka kalianpun menaklukkan kami,” jawab Hormuzan.

Aku menawarkanmu memeluk Islam, sekadar saran agar engkau bisa selamat di dunia maupun di akhirat”, lanjut Umar.

Aku tidak mau. Aku akan tetap berpegang pada agama dan keyakinanku. Aku tidak mau masuk Islam karena tekanan”, balas Hormuzan.

Baik, aku tidak akan memaksamu“, jawab Umar.

” Sekarang apa yang engkau inginkan?” lanjut Umar lagi.

Sambil menatap tajam, Hormuzan menjawab, “Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan keinginanku”

Jangan khawatir,  katakan saja!“, balas Umar.

Hormuzan lalu mengatakan bahwa ia haus dan ingin minum. Umarpun memberinya semangkuk air.

Namun Hormuzan tidak segera meminumnya. “Aku kuatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum air ini”

Jangan  khawatir, minumlah!”, tegas Umar.

Hormuzanpun menegukkan minuman tersebut. Setelah itu sambil menatap Umar, ia berkata” Sungguh engkau telah nyata memberikan jaminan keselamatan padaku. Sekarang aku mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, bahwa Muhammad adalah rasul Allah, dan bahwa ajaran yang dibawanya adalah benar datang dari Allah.”

Akhirnya engkau memeluk Islam. Tapi, mengapa tidak sejak tadi engkau ucapkan syahadat itu?”, tanya Umar.

Aku tidak mau orang menyangka kalau aku memeluk Islam karena takut dibunuh”, tegas Hormuzan.

Umarpun berkata, “Memang benar! Orang-orang Persia memang punya cara berpikir yang hebat. Layak kalau mereka mempunyai kerajaan besar.” Lalu Umar memerintahkan asisten-asistennya untuk menghormati dan berbuat baik kepada Hormuzan.

Namun apa lacur beberapa tahun kemudian ketika Umar wafat karena dibunuh oleh seorang budak bekas Majusi Persia bernama Fairuz yang bergelar Abu Lu’luah, bekas panglima Persia itu ternyata ikut terlibat perbuatan keji tersebut. Na’udzubillah min dzalik.

Di kemudian hari kebencian orang-orang Persia yang merasa Islam telah merenggut kebesaran kerajaan mereka adalah pangkal lahirnya Syiah. Mereka sejatinya memeluk Islam karena terpaksa demi mewujudkan dendam kesumat mereka.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 19 Oktober 2020.

Vien AM.  

Read Full Post »

Khalifah Umar bin Khattab ra sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar percakapan seorang anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.

Kata ibu : “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”.

Anaknya menjawab:  “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”

Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.

Balas si anak: “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan-nya Amirul Mukminin tahu”.

Umar yang mendengar percakapan tersebut kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu. Ketika pulang ke rumah, Umar segera menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu. Kata Umar, “Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat, yang kelak bakal  memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.

Asim yang taat, tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini kemudian melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz. Abdul-Aziz bin Marwan adalah  gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik.

Umar bin Abdul Azis dilahirkan sekitar tahun 682 M. Beberapa tradisi menyatakan ia dilahirkan di Madinah, sedangkan lainnya mengklaim ia lahir di  Mesir. Umar dibesarkan di Madinah, dibawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak.Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh khalifah Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya, Fatimah. Tak lama kemudian setelah ayah mertuanya wafat, ia diangkat menjadi gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I, sepupunya. Ini terjadi pada tahun 706 M.

Umar di era khalifah Al-Walid I.

Tidak seperti sebagian besar penguasa Umayyah pada saat itu, Umar membentuk sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah.

Sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf. Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj yang kemudian berhasil menekan sang khalifah  untuk memberhentikan Umar. Tetapi justru sejak itu, reputasi Umar di mata rakyat semakin tinggi.

Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang kontroversial untuk memperluas area disekitar masjid Nabawi sehingga rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata.

Berkata Said Al Musayyib, “Sungguh aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana”.

Umar di era Sulaiman bin Abdul Malik ( 715 – 717).

Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan Al-Walid I yang kemudian dilanjutkan oleh saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik. Kekuasaan Bani Umayyah di masa ini sangat kukuh dan stabil. Sejak lama Sulaiman selalu mengagumi Umar. Suatu hari, ia mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah.

Sulaiman bertanya kepada Umar, “Apakah yang kau lihat,  wahai Umar bin Abdul-Aziz?” dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.

Namun jawab Umar, “Aku melihat dunia itu sedang makan satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyai oleh Allah mengenainya“.

Khalifah Sulaiman berkata lagi, “Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?“.

Balas Umar lagi, “Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia“.

Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, pasti ia akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz tersebut, namun tidakdengan Sulaiman. Ia menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.

Naiknya Umar sebagai Amirul Mukminin.

Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati, “Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?“. Jawab Khalifah Sulaiman, “Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz“.

Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi sengaja dirahasiakan dari kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya, Sulaiman memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’at dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.

Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, “Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini“.

Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata,Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’at yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki“.

Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah maka Umarpun menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan.  Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716.  Ia di bai’at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah shalat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini.

Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah. Ketika pulang ke rumah, Umar berpikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik.  Iapun berniat untuk tidur.

Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik, masuk melihat ayahnya dan berkata, Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?“.

Umar menjawab, “Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini“.

Jadi apa yang akan kau perbuat wahai ayah?“, tanya anaknya ingin tahu.

Umar membalas, “Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat”.

Apa pula kata anaknya mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru :

“Ayah, siapa yang menjamin ayah masih hidup hingga waktu zuhur nanti, sedangkan sekarang adalah tanggung-jawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak  orang yang dizalimi”.

Umar bin Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niatnya untuk tidur. Ia memanggil anaknya untuk mendekat, mengecup kedua belah matanya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolongku di atas agamaku”

Hari kedua dilantik menjadi khalifah, Umar menyampaikan khutbah umum.

Diujung khutbahnya, ia berkata:

“Wahai manusia, tidak ada nabi setelah Muhammad saw dan tidak ada  kitab setelah Al-Quran, aku bukan penentu hukum, bahkan  aku hanya pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah bahkan  aku hanya seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik diantara kalian namun justru aku orang yang paling berat tanggungannya diantara kalian,aku mengucapkan ucapan ini sementara aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa disisi Allah”.

Ia kemudian duduk dan berkata  “Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku”.

Setelah itu Umar pulang dan menangis hingga ditegur isterinya:

“Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” 

Beliau menjawab: “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang miskin, janda-janda yang banyak  anaknya namun  rezekinya sedikit, aku teringat akan para tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang tidak dapat menjawab hujah- hujah mereka sebagai khalifah karena aku tahu, yang menjadi pembela  mereka adalah Rasulullah saw’’. Mendengar itu istrinyapun turut meneteskan air mata.

Karenanya amirul mukminin ini segera mengembalikan seluruh harta yang didapat ketika ia menjabat gubernur Madinah ke Baitul Mal ( Kas Negara). Demikian juga istrinya. Ia menyerahkan seluruh perhiasan termasuk berlian yang diterima dari ayahnya sebagai hadiah ketika ayahnya menjabat sebagai khalifah. Umar menjadikan keluarganya yang semula terbiasa hidup bermewah-mewahan menjadi keluarga yang sangat sederhana dan bersahaja. Itu sebabnya banyak ahli sejarah menjuluki amirul mukminin ini dengan Khulafaur Rasyidin ke-5.

Pemerintahan Umar bin Abdul-Aziz.

Pemerintahan Umar berhasil memulihkan keadaan negara dan mengkondisikan negaranya seperti saat  keempat  khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya tak kalah dengan kebijakan para sahabat terbaik Rasulullah saw tersebut. Daerah kekuasaannya membentang luas, yaitu seluruh jazirah Arabia, Syam ( Palestina, Yordania, Syria ), Persia ( Iran, Irak dan sekitarnya ), Afrika Utara, seluruh semenanjung Iberia ( Spanyol dan Portugal) bahkan hingga ke Sisilia ( kepulauan di Laut Tengah, sekarang milik Italia).

Pemerintahannya sangat menakjubkan. Pada waktu itu tidak ada lagi kemiskinan hingga dikatakan tak seorangpun rakyatnya yang layak menerima zakat hingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diiklankan bahkan kepada siapa saja yang tidak mampu menikah untuk segera menikah.

Masa pemerintahan Umar diwarnai dengan banyak perubahan dan perbaikan. Ia berhasil menghidupkan sejumlah tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru, memperluas Masjid Nabawi serta membangun banyak masjid baru. Sayangnya, Umar bin Abdul Aziz yang mulai memeritah pada usia 36 tahun ini hanya berkuasa selama 2 tahun 5 bulan 5 hari karena sakitnya.

Hari-hari terakhir Umar bin Abdul-Aziz

Umar bin AbdulAziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya yang di-iming- imingi sejumlah besar uang oleh musuh politiknya. Umat Islam datang berziarah. Melihat kedhaifan hidup khalifah, salah seorang menteri menegur isterinya. “Gantilah baju khalifah itu“. Istrinya menjawab, “Hanya itu pakaian yang dimiliki khalifah”.

Selanjutnya sang mentri bertanya kepada Amirul Mukminin : “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?

Umar Abdul Aziz menjawab: “Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa”

Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?”

Jika anak-anakku orang soleh, Allahlah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah

Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: “Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga (karena tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.” (ia tidak berkata : aku telah memilih kamu susah).

Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.

Wallahu’alam bishawab.

Pau – France, 17 November 2009.

Vien AM.

Dikutip dan diedit dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Abdul-Aziz

Read Full Post »