Kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Kata ini berasal dari kata kerja : دعا ( da’a), يدعو (yad’u).
« Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti ». (QS.Al-Baqarah(2) :171).
« Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti ». (QS.Ali Imran(3) :193).
Dakwah adalah ajakan agar manusia mau beriman kepada Sang Khalik, Allah swt, mengakui bahwa Ia-lah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, taat kepada-Nya, melaksanaka segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan itu semua dilaksanakan dengan mencontoh apa yang telah dilakukan Rasulullah Muhammad saw.
Pada masa hidup Rasuluh saw, dakwah terbagi atas 2 jenis, yaitu dakwah secara rahasia/tersembunyi ( Sirriyatud Dakwah) dan dakwah secara terang-terangan ( Jahriyatud Dakwah). Dakwah secara rahasia terpaksa dilakukan karena penganut Islam pada waktu masih sedikit sekali dan pula dimusuhi. Dakwah ini hanya berlangsung 3 tahun, setelah itu turun perintah agar Rasulullah berdakwah secara terang-terangan.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (QS.Al-Hijir [15]: 94).
Dakwah atau ajakan kepada Tauhid sebenarnya terjadi tidak hanya di zaman hidup nabi saw, namun pada semua nabi Allah, yaitu sejak nabi Adam as hingga nabi Isa as. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya para nabi dan rasul itu diutus untuk menyembah hanya kepada Allah swt, Azza wa Jalla, Tuhan Yang Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Hanya saja syariatnya yaitu hukum atau aturannya berbeda-beda, sesuai dengan kitab yang diturunkan kepada nabi-Nya. Dalam hal ini, Islam, tentu saja merujuk kepada Al-Quran dan hadist.
Uniknya, dakwah bukanlah monopoli para nabi. Perintah ini juga berlaku untuk semua manusia. Namun tentu saja sesuai kemampuan dan kapabilitas masing-masing.
Jadi sungguh tidak benar jika ada yang berpendapat bahwa orang Islam itu yang penting baik prilakunya dan menjalankan ibadah pribadinya, seperti shalat, puasa, zakat dan pergi haji. Akan tetapi tidak sedikitpun terbersit di dalam hatinya untuk berdakwah.
Coba bayangkan bila Rasulullah dan para sahabat dulu tidak berdakwah. Mungkinkah Islam bisa berkembang seperti sekarang ini ? Mungkinkah penduduk Mekah yang waktu itu mayoritas kafir memeluk Islam, membolehkan sanak keluarganya shalat, bahkan mengizinkan Ka’bah yang sejak dulu memang pusat ibadah haji ala pagan itu dikembalikan ke fungsinya yang sebenarnya yaitu haji yang bersih dari segala ritual kesyirikan ??
Islam adalah way of life, cara pandang hidup, bukan sekedar ajaran budi pekerti dan sejumlah aturan pribadi yang memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan bermasyarakat. Islam adalah sebuah pandangan apa itu hidup dan kehidupan, yang memiliki ikatan erat antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam sekitarnya.
Oleh karena itu hukum Islam sangat dibutuhkan agar umat Islam bisa beribadah dengan baik, agar ada hukum yang bisa dijadikan pakem sekaligus payung untuk berlindung. Kehidupan masyarakat negara Madinah yang dibentuk Rasulullah begitu Islam memiliki kekuatan dan sumber daya manusia adalah contoh masyarakat Islam yang paling baik. Itu pula sebabnya kita harus saling mengajak, dalam kebaikan, dan saling mengingatkan untuk menjauhi kejahatan.
« Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung ». (QS.Ali Imran(3) :104).
Uniknya lagi, segala aktifitas kehidupan, bila disandarkan kepada Sang Khalik, nilainya adalah ibadah. Karenanya berdakwah bukan hanya memberikan tausiyah sebagaimana yang biasa diberikan para pendakwah seperti uztad/uztadzah. Namun juga pemberian contoh keteladanan, seperti kedisiplinan, menjaga silaturahim, menghormati orang-tua atau yang lebih tua, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dll. Itu semua bisa bernilai dakwah.
“Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Bahkan bagi para Muslimah yang tinggal di negri minoritas Muslim, dengan berhijab saja bisa menjadi dakwah dan mempunyai nilai tersendiri. Apalagi bila bisa mengerjakan shalat atau membaca Al-Quranul Karim di tempat umum, tentu akan lebih baik lagi.
Jadi dakwah itu tergantung situasi dan lingkungan yang didakwahi ( mad’u). Selain dengan contoh dan keteladanan, dakwah bisa juga dilakukan melalui tulisan di blog, ataupun ‘status’ di jejaring sosial, seperti FB misalnya.
Itu sebabnya untuk berdakwah tidak harus menunggu hingga sepintar atau sesholeh para dai dan ulama kenamaan.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 26 Februari 2014.
Vien AM.
Leave a Reply