Feeds:
Posts
Comments

Archive for June, 2014

Tanpa terasa Ramadhan sudah di depan mata. Sudahkah kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan bulan penuh berkah tersebut ? Ataukah kita hanya akan menyambutnya dengan biasa-biasa saja, bukankah Ramadhan datang setiap tahun sebagaimana yang sudah-sudah ???

Jika ‘ya’jawabnya, cobalah bayangkan. Bagaimana perasaan kita, ketika misalnya kita mengundang handai taulan kita ke acara syukuran ulang tahun kita, namun yang diundang biasa-biasa saja, alias tidak antusias menanggapi undangan kita. Padahal istri/ibu kita tercinta telah bersusah payah menyiapkan aneka hidangan yang lezat, khusus untuk para tamu.

Mungkin ada baiknya bila kita merenung sejenak latar belakang turunnya ayat perintah puasa di bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan ke 9 dalam hitungan tahun Hijriyah, bulan yang jatuh pada musim yang sedang panas-panasnya. Ramadhan sendiri mempunyai arti yang membakar, sangat terik.

Masyarakat Arab  sejak sebelum datangnya Islam telah meyakini adanya 4 bulan haram. Bulan dimana perang diharamkan. Dan secara traditional mereka mentaatinya. Bulan tersebut adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar) sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhir) dan Sya’ban”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Namun suatu hari di bulan Rajab pada tahun ke 2 Hijriyah, terjadi bentrokan antara kaum Muslimin yang baru saja hijrah ke Madinah dengan pasukan dagang  pimpinan Abu Sufyan yang ketika itu masih Musrik. Bentrokan ini menyebabkan terbunuhnya seorang Musrikin.  Sontak, orang-orang Quraisy segera memanfaatkan isu ini sebagai pelanggaran kejahatan oleh kaum Muslimin.

Tentu saja kaum Muslimin terperangah, tidak tahu harus berbuat bagaimana. Beruntung tak lama kemudian turun ayat yang membela kaum Muslimin. Mereka tidak bersalah, karena sebenarnya justru merekalah yang terzalimi.  Hanya karena ingin menyembah Tuhannya, mereka malah diusir dari kota kelahiran mereka, Mekah.  Tak tanggung-tanggung, Allah swt bahkan memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi orang-orang kafir yang sudah sangat keterlaluan itu. Padahal selama ini Sang Khalik senantiasa menyuruh kaum Muslimin untuk bersabar dan menahan diri.

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah(2):217).

Akhirnya pada hari Jumat,  17 Ramadhan tahun tersebut pecahlah perang terbuka pertama antara kaum Muslimin melawan pasukan kafir Quraysin. Itulah perang Badar. Perang yang sungguh jauh dari seimbang.  Pasukan Muslimin yang jumlahnya hanya 315 orang, tidak berpengalaman perang dan tidak memiliki peralatan perang.  Melawan pasukan yang jumlahnya 1000 orang, sudah terbiasa berperang serta memiliki peralatan perang lengkap. Dalam keadaan demikian inilah tiba-tiba turun ayat perintah berpuasa !

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”, (QS. Al-Baqarah(2):183).

Kita tidak dapat membayangkan bagaimana sebuah pasukan yang sedang berpuasa bisa terus berperang mengangkat pedang. Bahkan memenangkan pertempuran yang sama sekali tidak seimbang. Namun itulah janji Allah, tuhan yang tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Sabar, adalah persyaratan yang dituntut-Nya.

« Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti ». (QS.An-Anfal(8):65).

Ayat diatas menerangkan bahwa satu orang Muslim yang sabar dapat menghadapi 10 orang kafir dan mengalahkannya. Namun demikian sebagai manusia biasa, hal ini tetap saja menimbulkan kegentaran di hati sebagian kaum Muslimin yang baru saja memeluk Islam dan belum terlalu kuat keimanannya. Karena rasa kasih sayang-Nya, selanjutnya  Allahpun menurunkan ayat untuk menenangkan mereka, yaitu cukup satu lawan dua. Asalkan tetap sabar.

“ Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS.An-Anfal(8):66).

Disamping itu adalah doa. Diceritakan Rasulullah terus berdoa selama terjadi pertempuran hebat. “Ya Allah, penuhilah bagiku apa yang Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu, “.

Ketika pertempuran makin memuncak, Rasulullah mengangkat tangannya tinggi-tinggi, terus memohon kepada Tuhannya agar Yang Maha Kuasa memberi bantuan kepada kaum Muslimin.  Air mata Rasulullah  turun hingga membasahi jenggot beliau. Pintanya, “Ya Allah, jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah,  kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk disembah untuk selamanya setelah hari ini”.

Begitu khusuknya Rasulullah berdoa dan memohon hingga tanpa disadari selendang beliau terjatuh dari pundak beliau. Abu Bakar yang menyaksikan hal ini sungguh tergetar hatinya. Dipungutnya  selendang tersebut, diletakkan  kembali ke pundak sahabat yang begitu dicintainya itu, seraya berucap, ”Cukuplah bagi engkau wahai Rasulullah untuk terus-menerus memohon kepada Rabb engkau. Beristirahatlah barang sejenak wahai kekasih Allah”.

Maka tak lama kemudian turunlah jawaban Allah Azza wa Jala sebagai berikut.

« (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS.An-Anfal(8):9-10).

Subhanallah Allahuakbar La illaha illa Allah.

Tengoklah apa yang dilakukan Rasulullah, seorang hamba yang sudah pasti mendapatkan surga berdoa. Simak pula bagaimana para sahabat di masa lalu menjalankan perintah dan mentaati-Nya meski perintah tersebut demikian beratnya.

Bandingkan dengan keadaan kita saat ini, yang hanya menunggu Ramadhan datang tanpa persiapan khusus. Yang berpuasa hanya bersabar menahan lapar dan dahaga. Padahal tujuan berpuasa adalah agar menjadi manusia yang takwa. Dan surga adalah balasannya, ditambah tentu saja cinta dan kasih sayang Allah yang tak terkira besarnya. Dan yang demikian otomatis akan mengundang kasih sayang sesama manusia.

Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw bersabda:

Jikalau Allah Ta’ala itu mencintai seseorang hamba, maka Dia memanggil Jibril dan memberitahu bahwa Allah mencintai si Fulan, maka ” Cintailah si Fulan itu “. Jibril lalu mencintainya, kemudian ia mengundang seluruh penghuni langit dan memberitahu bahwa Allah mencintai si Fulan, maka cintailah si Fulan itu. Para penghuni langit pun lalu mencintainya. Setelah itu diletakkanlah kecintaan padanya di kalangan penghuni bumi”. ( HR. Muttafaq ‘alaih)

Ramadhan kaIi ini kita disibukkan dengan hebohnya pertarungan pemilihan presiden.  Memilih pemimpin dalam Islam adalah suatu keharusan, sebagaimana umat Islam harus memiliki imam untuk memimpin shalat.

Disinilah tampaknya keimanan sekaligus kesabaran kita diuji. Apakah kita akan memilih pemimpin yang hanya mengedepankan kemajuan dan kemakmuran bangsa tanpa mengindahkan kehendak-Nya, atau memilih yang benar-benar peduli terhadap aturan-aturan dan rambu-rambu Islam. Yang mau melindungi hak Muslim, membela dan mempertahankan kemurnian ajaran Islam dari segala kesesatannya seperti Syiah, Ahmadiyah, paham JIL dll, sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para sahabat, yang rela berperang melawan kebathilan demi tegaknya kalimat Allah.

Hati2 dengan slogan Demokrasi, toleransi, HAM dll yang kerap dijadikan alasan sebagian orang untuk menyerang satu pihak dan membela  pihak yang lain. Ketiga isu tersebut adalah isu kebablasan yang sepintas kelihatannya bagus dan benar namun sebenarnya justru menabrak dan melanggar aturan Sang Khalik.

Bagaimana mungkin kita harus memberikan jalan dan tempat kepada berbagai bentuk kemaksiatan, kesesatan dan  kejahatan, seiring dengan kebaikan dan kebenaran. Sungguh mustahil menyatukan kedua hal yang bertolak belakang, satu adalah hisbullah ( pasukan Allah ) lainnya adalah hisbusyaitan (pasukan syaitan).

Bagaimana mungkin atas nama demokrasi, toleransi dan hak asasi manusia, sebuah kompleks pelacuran terbesar se-asia di republik ini, situs-situs porno dibela mati-matian. Kolom agama di KTP dihapuskan.

Hidup adalah pilihan. Kita harus memilih jalan yang sesuai dengan nurani kita. Sesal kemudian tidak ada gunanya. Kesabaran sekali lagi, harus digunakan sebaik mungkin, sejak awal, bukan hanya setelah nasi menjadi bubur.

Sejarah mencatat betapa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Turunnya ayat pertama Al-Quran dan penaklukan-penaklukan besar oleh pasukan Islam, seperti Fattu Makkah, penaklukan kota-kota besar di Spanyol, Rhodesia, pengusiran pasukan Salib di Yerusalem oleh sultan Salahuddin Al-Ayyubi dll, terjadi di bulan Ramadhan. Menjadi bukti bahwa puasa di bulan tersebut bukan alasan yang dapat dipakai umat Islam untuk malas berpikir dan bekerja, apapun alasannya.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 27 Juni 2014.

Vien AM.

Read Full Post »

Isu SARA ( Suku, Agama dan Ras )adalah isu yang paling ditakuti bangsa ini. Ia bagaikan momok menakutkan yang pantang untuk dibicarakan.  Mereka yang tetap nekat membahasnya akan dikategorikan ke dalam tindak kejahatan subversi yang dapat ditangkap dan perlu diamankan. Menurut catatan, banyak kerusuhan diakibatkan hal ini.  Meski ada laporan bahwa kerusuhan dan konflik yang dimaksud tak pernah diusut secara tuntas,  apa substansinya,  hingga terkesan  bahwa konflik di masyarakat karena SARA sarat dengan kepentingan politik.

Istilah SARA pertama kali dipopulerkan oleh Laksamana Sudomo, Panglima Kopkamtib di masa Orde Baru, yang telah berakhir pada tahun 1998 lalu. Pada masa itulah benturan antara mayoritas dan minoritas bangsa ini, baik agama maupun suku dan ras, kerap terjadi. Padahal sejatinya, justru perbedaan sikap pemerintah yang mencolok terhadap kedua kelompok  inilah yang menjadi penyebab konflik. Bukan SARA yang tampaknya sengaja dikambing-hitamkan.

Yang menjadi pertanyaan, adakah hari ini, isu SARA yang maha heboh itu masih pantas untuk dipertahankan, sakral untuk dibahas dan dibicarakan. Terutama untuk unsur agamanya. Karena bagaimanapun agama tidak sama fungsi dan kedudukannya dengan suku ataupun ras.

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat49):13).

Suku dan ras adalah ketetapan, takdir yang tidak bisa dan tidak mungkin kita memilihnya. Ini benar-benar hak prerogative Sang Khalik, Allah swt sebagai pemilik. Ia yang memilihkan kita, siapa orangtua kita, dari suku dan ras mana kita dilahirkan. Sementara agama, bila ia mau, dengan akal dan hati nuraninya,  bisa memilih apa yang dianggapnya paling benar, baik dan sesuai dengan dirinya. Meski sepintar dan sepandai apapun, ilmu agama tidak sepenuhnya dapat dicerna oleh akal sehat manusia.

Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Baihaqi dan Ath-Thabarani).

Pada tahap-tahap  tertentu, manusia  bisa saja menggunakan akalnya untuk mengikuti ‘cara kerja’ Tuhannya.  Bagi orang pandai, dengan catatan hatinya bersih dari segala prasangka buruk, makin pandai dan tinggi ilmu pengetahuan dan sainsnya, ia akan makin menyadari betapa kecilnya manusia itu. Betapa makin digali, teori dan ilmunya itu ternyata akan ‘mentok’, terhalang oleh sesuatu yang tidak dilihatnya, sesuatu yang ghaib. Itu sebabnya, bahkan Einsteinpun menambahkan factor X didepan teori relativitasnya yang fenomenal itu.

Disadari atau tidak, agama adalah kebutuhan setiap manusia normal. Jadi sebenarnya adalah wajar bila manusia mencarinya. Namun dengan adanya isu SARA di negri ini, orang jadi sulit memenuhi kebutuhan tersebut.  Bagaimana orang dapat mencari kebenaran sebuah agama bila membicarakannya saja tabu bahkan dianggap melakukan subversi. Padahal sejatinya agama adalah pengetahuan dasar,  yang bisa dan boleh dibicarakan dimanapun kita berada. Tidak bisa dikekang, dikerangkeng hanya di dalam masjid.

Mayoritas rakyat negri kita adalah Muslim. Islam mengajarkan agama adalah nafas kehidupan. Itu sebabnya apapun kegiatan kita adalah karena-Nya dan untuk Nya, yang nilainya sama dengan ibadah. Islam bukan hanya kegiatan ritual seperti shalat dan puasa, tapi segala aspek kehidupan. Termasuk dalam hal memilih pemimpin.  Meskipun Negara kita bukan Negara syariat Islam tapi bukan juga Negara sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Ini adalah hak seluruh Muslim.

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (QS. An-Nisa(4):144).

Para pendiri Republik Indonesia tercinta sangat menyadari pentingnya agama dalam kehidupan. Tanpa ridho Tuhannya, mustahil Negara kita bisa maju dan berkembang.  Itu sebabnya sila pertama Pancasila adalah tentang ketuhanan, yaitu Ketuhanan yang Esa. Artinya, setiap warga wajib memiliki agama. Di dalam piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal pembukaan UUD 45, sila pertama tersebut aslinya bahkan menyebut Islam sebagai agama resmi rakyatnya.

Yang patut diingat, Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan kepada umat agama lain. Konsep negara Madinah, negara pertama islam dalam sejarah dunia, menjadi buktinya. Setiap umat wajib mematuhi hukum agamanya. Pengusiran terhadap umat Yahudi baru terjadi setelah terbukti mereka mengkhianati perjanjian yang ditanda-tangani Rasulullah saw sebagai kepala Negara, dengan perwakilan Yahudi. Itupun bertahap, tidak semua suku Yahudi, namun suku yang bersangkutan saja. Meski semua suku agama yang dibawa oleh nabi Yakub as dan keturunannya seperti nabi Yusuf as, nabi Musa as, nabi Daud as, nabi Sulaiman as dan nabi Isa as atau Yesus orang Kristen menyebutnya, pada akhirnya terpaksa harus hengkang dari Madinah dan Makah. Ini dikarenakan mereka sendiri yang berkomplot memusuhi Islam dan nabi Muhammad saw sebagai nabinya.

Bangsa Indonesia sebagai Negara mayoritas Muslim mustinya mencontoh hal ini. Muslim sebagai mayoritas harus dapat melindungi kaum minoritas. Sebaliknya kaum minoritas harus menghormati kaum mayoritas. Keadilan mustinya proposional sesuai jumlah pemeluk agama, hingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Patut diingat bahwa kaum minoritas mempunyai hak sebagai tetangga yang harus  dihormati dan diperhatikan.

Dakwah atau ajakan masuk Islam, yang merupakan kewajiban Muslim harus dilakukan dengan santun, tidak memaksa. Karena sejatinya kebaikannya untuk yang diajak bukan yang mengajak. Jadi dakwah harus dilandasi rasa kasih sayang agar saudara/saudari atau kenalan kita selamat dari azab dan kemurkaan Allah swt.

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.(QS. Al-An’am(6):108).

Mungkin ada baiknya urusan tiap agama itu dibawah pengawasan direktorat agama masing-masing. Ini agar supaya kemurnian tiap agama dapat dijaga sebaik mungkin, agar kesesatannya dapat diantisipasi. Karena tidak dapat dipungkiri dalam setiap zaman, kesesatan dalam agama selalu saja muncul, apapun motivasinya.

Amerika Serikat, negara besar mayoritas Kristen yang mengklaim diri sebagai Negara demokrasi, jelas-jelas melarang aliran sesat Kluxklux clan dan Children of god.  Namun di Indonesia, pelarangan Syiah, Ahmadiyah, JIL dll dianggap melanggar demokrasi dan toleransi beragama. Padahal MUI sebagai lembaga pengawasan agama yang resmi diakui negara sudah mengeluarkan instruksi bahwa aliran-aliran tersebut sesat. Sama dengan mayoritas  negara2 islam seperti  Malaysia dll.

“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, al-Hakim dan  ad-Darimi).

Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud  dan at-Tirmidzi).

Perpecahan dalam tubuh Islam makin hari makin makin menjadi-jadi sebagaimana telah diprediksi Rasulullah. Sebagai contoh sederhana, penetapan Hari Raya Iedul Fitri saja belakangan ini kerap tidak bersamaan. Padahal teori yang digunakan dari dulu sama yaitu hilal dan hishab, tidak pernah berubah.   NU dan Muhammadiyah yang merupakan dua lembaga besar Islam yang memiliki pengaruh besar di mata rakyat Indonesia, dari dulu juga sudah ada. Lalu apa yang salah di negri ini??

Hukum di Indonesia sudah cukup banyak, rasanya tidak perlu ditambah lagi. Tinggal pelaksanaannya. Kita bisa melihat betapa pelanggaran hukum sering sekali terjadi tanpa ada hukumannya. Dari pelanggaran berat yang dilakukan pejabat sampai pelanggaran ringan yang dilakukan rakyat jelata secara masal pula. Contoh sederhananya yaitu para pengendara sepeda motor yang tanpa rasa bersalah sedikitpun menjalankan kendaraannya melawan arah dan melanggar lampu lalu lintas. Kuncinya jelas, tidak ada ketegasan dari penegak hukum!

Tampaknya inilah saat yang tepat untuk memilih pemimpin yang tegas, selain tentu saja yang bisa melindungi hak dan kewajiban kita sebagai Muslim. Yang dapat memimpin dan mengarahkan arah demokrasi yang benar,  bukan demokrasi kebablasan tanpa batas, yang dapat membuat para PSK merasa berhak menjalankan kegiatan prostitusi dll.  Naudzubillah min dzalik.

Ikuti apa kata mayoritas ulama yang jelas ke-shaleh-annya, ulama yang bukan hanya menjadikan Islam sebagai wacana dan perdebatan publik. Kalau perlu ulama yang bukan simpatisan partai bila kurang percaya kepada partai Islam. Biarkan mereka yang mempertanggung-jawabkan ajakan/pilihan mereka.

… …  Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. … … “.  (QS. Fathir(35):28).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 10 Juni 2014.

Vien AM.

Read Full Post »

Menimbang kekuatan jin

Sepeti manusia dan malaikat, jin juga adalah mahluk ciptaan Allah swt. Bedanya bangsa ini terbuat dari api. Sementara manusia dari tanah dan malaikat dari cahaya. Bapak jin adalah Iblis, yang dilaknat Sang Khalik karena tidak mau mentaati perintah-Nya, yaitu sujud kepada Adam yang merupakan bapak bangsa manusia. Peristiwa besar tersebut diabadikan-Nya dalam ayat 71 hingga 78 surat Shaad berikut.

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya”.

Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis; dia menyombongkan diri dan adalah dia termasuk orang-orang yang kafir.

Allah berfirman: “Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?”

Iblis berkata: “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah“.

Allah berfirman:“Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan“.

Itu sebabnya permusuhan dan kebencian Iblis dan pasukannya akan terlangsung hingga akhir zaman nanti. Dengan segala daya upaya dan akal bulus liciknya, syeitan dari jenis jin ini akan terus mengganggu manusia, agar bersama-sama masuk ke neraka jahanam. Namun untuk mengantisipasi hal ini Allah swt mengutus para nabi agar memperingatkan manusia untuk tidak terjerumus oleh tipu daya Iblis.

Tetapi muslihat dan tipu daya Iblis beserta pasukannya ternyata sangatlah dasyat. Bahkan Adampun tidak tahan, meski akhirnya ia bertaubat dan Allah swt berkenan mengampuninya. Ini masih ditambah lagi dengan banyaknya manusia yang senang bermaksiat. Bahkan menjadikan bangsa ghaib ini sebagai pelindung, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perdukunan, ramal meramal dan pengobatan yang tidak jelas ilmunya adalah salah satu buktinya. Padahal Allah swt melaknat perbuatan tersebut. Ini adalah kesyirikan.

Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa mendatangi dukun peramal dan bertanya kepadanya tentang sesuatu (lalu mempercayainya) maka shalatnya selama empat puluh malam tidak akan diterima”.(HR. Muslim).

Menjadikan bangsa jin sebagai tempat berlindung dan meminta pertolongan ternyata tidak hanya menjangkiti sebagian umat Islam. Namun juga orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka sangat menyukai mitos dan segala sesuatu yang bersifat takhayul. Cerita-cerita seperti Vampir, Dracula, Alice in wonderland dll adalah cerminan bagaimana Barat pernah gandrung dengan hal-hal tersebut. Sampai-sampai pada masa abad pertengahan, gereja pernah mengeluarkan maklumat bahwa kaum perempuan adalah jelmaan iblis, Ini yang menjadi penyebab mengapa para pendeta dan pastur dilarang menikah. Tampaknya ini pula yang menyebabkan Barat dewasa ini sangat anti kepada ajaran gereja, hingga menjadi atheis.

Pada zaman nabi Sulaiman as berkuasa, kepercayaan yang berlebihan terhadap bangsa jin diberangus. Alalh swt memang memberi kelebihan nabi Allah tersebut untuk menguasai bangsa jin. Ketika itu bangsa jin benar-benar takluk dibawa Sulaiman as. Nabi sekaligus raja Yahudi ini biasa memperkerjakan jin sebagai suruhan beliau.

Alkisah, pernah suatu ketika Rasullullah Muhammad saw memergoki jin sedang berdiri didepan pintu masjid. Rupanya jin tersebut sedang mengincar seorang Muslim yang sedang shalat namun shalatnya tidak khusuk. Sebagai pelajaran nabipun kemudian bermaksud untuk mengikat jin tersebut di salah satu pilar masjid yang ada. Namun nabi tiba-tiba teringat janji Allah untuk menjadikan nabi Sulaiman sebagai penakluk jin terhebat. Maka nabipun membatalkan niat tersebut

Bangsa jin terus terbelenggu dibawah kekuasaan nabi Sulaiman hingga wafatnya sang nabi. Mereka baru menyadari bahwa mereka telah bebas dari ‘kutukan’’, bebas dari kekuasaan manusia, lama setelah raja Yahudi tersebut mangkat di atas singgasanya tanpa diketahui kapan tepatnya beliau mangkat.

Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan”.(QS.Saba’(34):14).

Setelah itu bangsa jinpun kembali menguasai umat Yahudi. Berbagai kesyirikan seperti perdukunan, mantra-mantra, jampi-jampi, ramalan dll kembali meraja lela. Ini terus berlangsung hingga abad pertengahan, dari zaman nabi Isa as hingga diutusnya nabi Muhammad saw.

Namun tidak semua jin itu jahat. Seperti manusia, mereka ada juga yang beriman, bahkan ada juga yang jahil, suka iseng  dan gemar mengganggu manusia. Berikut adalah petikan kisah sekumpulan jin yang memeluk Islam setelah mendengar ayat-ayat suci Al-Quran dibacakan.

“ Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur’an), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan”, (QS. Al-Jin(72):1).

Dari Ibnu ‘Abbas bahwa suatu saat kala tiba di Tuhamah ketika Rasulullah saw dan para sahabat mendirikan sholat Fajar (Shubuh). Hal ini menyebabkan berita-berita di langit yang biasa dicuri dengar jin terhalang. Allah bahkan mengirim petir untuk jin.Keadaan ini membuat para jin bertanya-tanya. Kaum jinpun berkata : “Terhalangnya kita atas berita di langit tadi pasti ada penyebabnya ».  Merekapun menyebar ke barat dan ke timur. Sebagian jin tiba di Tuhamah, saat Rasulullah dan para sahabat masih mendirikan shalat. Para jin itu menyimak seraya berkata: “Demi Allah, inilah yang menghalangi kita dengan berita dari langit”. Para jinpun pulang ke kaumnya dan memberitahu hal tadi. Atas kejadian itu turunlah ayat ini. (HR.Bukhari, dan at-Tirmidzi).

Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang ( setelah Rasulullah diutus menjadi rasul), barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya)”. (QS. Al-Jin(72):8-9).

Ayat 8 dan 9 surat Al-Jin diatas menerangkan secara jelas bahwa bangsa jin sebelum datangnya Rasulullah Muhammad saw terbiasa mencuri berita-berita langit, yaitu percakapan para malaikat di atas sana. Ini tampaknya yang membuat ramalan para jin sering benar. Tentu atas izin Allah swt. Tapi sejak diutusnya rasulullah saw, mereka tidak lagi seleluasa dahulu. Panah api akan mengejar mereka begitu para malaikat melihat jin mendekat dan berusaha mencuri dengar rahasia langit..

Jadi sungguh ironis jika hingga detik ini ada sebagian Muslim yang masih juga mempercayai para jin melalui ilmu hitamnya atau black magic. Dewasa ini kita sering mendengar betapa uztadpun bisa terperangkap ilmu sesat ini. Iming-iming harta, perempuan, kekuasaan, kesaktian atau apapun yang sifatnya keduniawian tampaknya telah membuat mereka silau. Lupa bahwa pasukan jin dibawah pimpinan Iblis adalah musuh terbesar kita, untuk selamanya. Khliaf bahwa Allah swt telah menurunkan begitu banyak pertolongan bagi umat Islam, tidak saja kitab suci Al-Quran dan As-Sunnah. Tetapi juga penjagaan yang super ketat di langit sana agar para jin yang suka mencuri dengar rahasia langit tidak memanfaatkan hasil curiannya itu untuk mengelabui manusia, hingga menimbulkan kesyirikan, yang merupakan dosa terbesar di sisi-Nya.

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(QS.An-Nisa(4):48).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 1 Juni 2014.

Vien AM.

Read Full Post »