Pemilu 2014 tahap 1 yaitu pemilihan calon legislatif telah berlalu, dengan hasil yang diluar perkiraan. PDIP yang dipimpin putri mantan presiden pertama kita Soekarno, yaitu Megawati memang tetap bisa keluar sebagai pemenang. Namun partai yang di luar kebiasaan mengusung capres di luar keluarga Soekarno, yaitu Jokowi, dengan tujuan agar bisa mencapai target mendekati 30 %, ternyata tidak sampai 20%. Sementara partai Islam yang jumlahnya ada 5 itu, yang belakangan ini dianggap bakal collapse ternyata secara total dapat mengumpulkan lebih dari 30 %. Subhanallah …
Dengan adanya peraturan bahwa sebuah partai baru boleh mencalonkan presiden bila pemilu caleg mencapai 25 %, maka dalam pemilu kali ini tak satupun partai bisa melakukan hal tersebut. Artinya diperlukan koalisi. Demikian pula PDIP sebagai partai pemenang. Tampaknya ini saat yang tepat bagi ke 5 partai Islam untuk berkoalisi. Sebuah mimpi besar bagi umat Islam yang mendambakan munculnya kepemimpinan Islam tentunya. Mungkinkah ini bisa menjadi kenyataan ?? Pertanyaan besar lain yang juga menjadi hambatan, kalaupun ini terjadi maukah rakyat Indonesia memilih capres dari koalisi tersebut?
Tampaknya tidaklah terlalu mudah. Meski mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, ternyata hanya sebagian rakyatnya yang sudi memilih partai berlandaskan Islam. Ini terbukti dengan hasil pemilu yang baru saja berlalu. Partai Islam paling tinggi hanya menduduki urutan ke 5. Mungkin ini tugas dari para pimpinan partai yang selama ini tidak mampu memperlihatkan wajah indah Islam yang sesungguhnya.
Jargon « Islam Yes Partai Islam No” yang dimunculkan cak Nur, panggilan akrab Nurkholis Majid, di tahun 70 an, tampaknya masih sangat memberikan dampaknya. Jargon berbau sekuler ini jelas ingin memisahkan umat Islam dari dunia perpolitikan yang identik dengan kepemimpinan. Padahal Islam sejatinya tidak memisah-misahkan perkara dunia dan akhirat. Dunia adalah ladang menuju nikmatnya akhirat. Artinya umat Islam wajib mempunyai pemimpin yang juga tahu persis apa itu Islam. Bahkan tidak hanya tahu tapi juga mengamalkannya. Jadi bekal ilmu duniawi saja tidaklah cukup.
Sebaliknya, orang non Muslim juga seharusnya tidak perlu khawatir hak-hak mereka tidak terpenuhi bila sang presiden mengamalkan ajarannya dengan baik. Rasulullah ketika memimpin negara Madinah, Negara pertama berbasis Islam, telah membuktikan hal tersebut. Undang-undang Islam yang menjadi dasar undang-undang pertama di dunia yang memuat pasal toleransi itu, menyebutkan bahwa non Muslim sebagai minoritas, berhak dilindungi bahkan untuk menjalankan ajaran agamanya, asal benar-benar sesuai dengan kitabnya. Meski dengan catatan, selama mereka tidak mengganggu umat Islam. Itulah ketegasan ajaran Islam.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan lain-lain, yang bersumberdari al-Barra’ bin ‘Azib. Bahwa di depan Rasulullah saw., berlalulah orang-orang Yahudi membawa seorang terhukum yang dijemur dan dipukuli. Rasulullah saw. memanggil mereka dan bertanya:
“Apakah demikian hukuman terhadap orang berzina yang kalian dapati di dalam kitab kalian?”
Mereka menjawab: “Ya.”
Kemudian Rasulullah memanggil seorang ulama mereka dan bersabda: “Aku bersumpah atas Nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitabmu?”
Ia menjawab: “Tidak. Demi Allah, jika engkau tidak bersumpah lebih dulu, tidak akan kuterangkan. Sesungguhnya hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam. Akan tetapi karena banyak pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami mengabaikannya. Namun apabila seorang hina berzina, kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukuman tersebut dengan menetapkan hukuman yang ringan dilaksanakan, baik bagi orang hina dan pembesar, yaitu menjemur dan memukuliya.”
Bersabdalah Rasulullah saw.: “Ya Allah, sesungguhnya saya yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapus oleh mereka.”
Kemudian Rasulullah menetapkan hukum rajam, kemudian dirajamlah Yahudi pezina itu. Maka turunlah ayat ini (al-Maa-idah: 41).
Saat ini, 3 bulan setelah pemilu legistatif, pesta rakyat dalam rangka memilih presiden dan waklinya akan segera digelar. Syukur Alhamdulillah, dengan izin Allah, akhirnya 4 dari 5 partai islam yang ada bersedia untuk berkoalisi. Meski harus berkoalisi dengan partai sekuler karena tetap tidak dapat memenuhi target minimum.
Partai tersebut adalah partai Gerindra yang dipimpin Prabowo Subiyanto, yang sekaligus juga dicalonkan sebagai presidennya. Maka jadilah mantan danjen Kopassus itu bertarung melawan gubernur DKI non aktif Jokowi yang didukung partai PDIP sebagai partai pendukung utamanya, disamping partai Nasdem pimpinan Surya Paloh, Hanura pimpinan Wiranto dan PKB yang dipimpin Muhaimin Iskandar.
Menjadi pertanyaan menarik, mengapa koalisi partai Islam ini memilh bergabung dengan Gerindra , bukan PDIP dengan Jokowinya. Tentu mereka punya alasan kuat. Yang pasti, mereka tidak mungkin mau mendukung Jokowi , karena bila Jokowi terpilih sebagai R1, otomatis Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan wakil Jokowi akan naik menggantikan posisi Jokowi. Padahal semiua orang juga tahu bahwa Ahok adalah non Muslim.
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Al-Maidah(5):51).
Hal lain, tidak mungkin menyatukan kebijaksanaan PDIP dengan kebijaksanaan partai Islam. Partai berlambang kepala banteng ini kerap menolak gagasan ruu yang diajukan ke DPR bila bernafas Islami. Mereka memilih walk out ketika usulan tentang uu bank syariah, uu pornografi pornoaksi, uu jaminan halal diajukan.
Maklum partai ini memang dipenuhi anggota yang non Muslim. Kalaupun Muslim kebanyakan dari golongan Syiah dan orang-orang JIL ( jaringan Islam Liberal). Mereka adalah orang-orang berilmu, jika ditilik dari profesi mereka, yaitu staf pengajar di universitas-universitas yang notabene Islam, seperti UIN dan Paramadina pimpinan alm Nurcholis Majid, namun sangat liberal. Mereka seenaknya saja menafsirkan ayat-ayat Al-Quran menurut akalnya, tanpa peduli bagaimana dulu Rasulullah dan para sahabat menyikapi sebuah ayat suci. Lupa apa artinya akal dan kepintaran manusia dibanding kepintaran-Nya.
Bahkan dedengkot Syiah, Jalaludin Rahmat berada di nomor urut 1. Kabarnya ia telah diusulkan sebagai mentri agama bila Jokowi menang ! Tengoklah Suriah, dimana perang saudara selama 3 tahun ini terus berperang. Ketika Syiah berkuasa maka rakyat yang Sunni pasti akan tertindas. Jangan lupa, mayoritas rakyat Indonesia adalah Sunni. Maukah kita mengalami ini ??
Belum lagi Musdah Mulia, seorang feminis dosen di UIN Syarif Hidayatullah. Perempuan bergelar professor yang pernah menerima penghargaan Yap Thiam Hien 2008 ini kerap melontarkan gagasan yang kontrovesial. Diantaranya bahwa Islam tidak pernah melarang perkawinan antar sesama jenis alias homoseksual dan lesbianisme !
Apalagi belakangan ini tim sukses Jokowi terang-terangan mengatakan tidak akan mengizinkan lagi lahirnya propinsi dengan syariat Islam seperti DI Aceh, menghapuskan syarat minimum pendirian rumah ibadah ( khususnya gereja ) dll bila ia terpilih sebagai presiden nanti. Belum lagi rumor tentang bakal dihapuskannya kolom agama di KTP. Juga ucapannya mengenai keberpihakannya kepada kaum minoritas yang ’terzalimi’, seperti Syiah dan Ahmadiyah.
(Baca : http://www.islampos.com/fuui-pdip-larang-perda-syariah-umat-haram-pilih-jokowi-jk-114107/).
Ini masih ditambah dengan slogannya tentang prularisme yang spanduknya banyak dipasang dimana-mana. Mengingatkan pada Sepilis singkatan Sekuler, Pluralis dan Liberalis. Sebuah paham yang lahir pada tahun 2005 dan telah diharamkan oleh MUI.
( Baca http://felixsiauw.com/home/bahaya-sekulerisme-pluralisme-dan-liberalisme/).
Sebaliknya, dukungan koalisi partai Islam kepada Prabowo juga bukannya tanpa alasan yang tidak jelas. Meski tidak ada laporan khusus tentang kesolehan dan kealiman Prabowo, namun kepeduliannya kepada dunia Islam sangatlah tinggi. Dalam salah satu manifestonya, tercantum bahwa partai ini menolak penistaan dan penodaan agama.
Patut menjadi catatan, Amerika Serikatpun yang meng-klaim diri sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan toleransi nyatanya menolak aliran Kristen Klux Klux Klan dan Children of God yang kontroversial itu. Jadi harusnya Indonesia tidak perlu ragu menyatakan kesesatan Syiah, Ahmadiyah dll bila memang MUI menyatakan hal tersebut.
Mengenai Palestina, Hidayat Nur Wahid dari PKS mengatakan bahwa Prabowo pernah menyumbangkan uangnya sebesar 500 juta rupiah untuk rakyat Palestina. Ini bukan dalam rangka pencitraan, karena terjadinya sudah tahun lalu. Dan bukan karena laporan Gerindra, tapi ucapan langsung dubes Palestina kepada Nurwahid.
Selain itu Prabowo juga pernah melatih pasukan Yordania dalam perang melawan Israel, dan juga pasukan Afganistan dalam melawan pasukan Amerika.
Pelanggaran HAM yang kerap dialamatkan kepada Prabowo, ternyata juga bernafaskan isu Islam. Banyak sumber yang memberitakan bahwa mantan danjen Kopassus ini ketika itu justru menyelamatkan NKRI dari rongrongan atasannya, jendral Benny Moerdani yang non Muslim, dan sangat membenci Islam itu. Lihat bagaimana ia merekrut sebagian besar bawahannya yang juga non Muslim. Atau sekalipun Muslim yang dianggapnya tidak fanatik.
(Baca:
Itu sebabnya Barat begitu bernafsu mendiskreditkan Prabowo. Tampak bahwa Barat begitu takut dan khawatir bila Prabowo memenangkan pesta demokrasi ini. Demikian juga para mantan atasannya di TNI. Mereka tentu merasa sangat terancam bila Prabowo yang pernah mereka kambing-hitamkan itu berhasil menjadi orang nomor satu di republik ini.
Fitnah terhadap Prabowo telah terjadi selama bertahun-tahun, dan dengat sangat terorganisir. Citra Prabowo sebagai danjen Kopassus yang suka menculik, yang jahat, ganas dan tidak berperikemanusiaan begitu meresap di sebagian besar hati rakyat Indonesia. Perceraian dengan sang istri, yang merupakan putri mantan presiden Suharto, di tahun 1998 dan tidak pernah ter-expose, sering dijadikan alasan betapa mengurus keluarga saja tidak mampu.
Namun dalam debat capres cawapres yang beberapa kali ditayangkan televisi itu sifat brutal tersebut sama sekali tidak muncul. Yang tampak justru kebalikannya, yaitu santun, sabar dan cenderung tidak suka memojokkan lawan. Malah mantan istri dan putranya juga hadir, tanpa terlihat ada masalah di dalamnya.
Kelembutan hati sang mantan danjen Kopassus ini juga tercermin dari dibinanya 8000 anak asuh di Papua, membebaskan seorang TKW yang terancam hukuman mati di Malaysia, menyediakan sekitar 400 ambulans gratis di seluruh Indonesia. Hebatnya, kesemuanya itu tidak pernah diliput berita koran apalagi tv. Jelas ini bukan sekedar ‘jaim’ alias jaga image, kata anak muda zaman sekarang.
Anehnya lagi, isu HAM yang ditudingkan kepada Prabowo tersebut hanya muncul pada saat-saat pilpres seperti hari ini. Di luar itu tidak pernah ditindak-lanjuti secara serius. Bahkan pada pilpres sebelum ini ketika Prabowo berpasangan dengan Megawati, ketua umum PDIP ini terlihat melindunginya. Juga ketika putri mantan presiden pertama ini menjadi presiden, ia tidak pernah berusaha mentuntaskan kasus yang sering diklaim bahwa PDIP adalah pihak yang terzalimi. Aneh bukan??
Dan lagi, kita juga melihat kenyataan bahwa orang yang dulu pernah ’diculik’ sekarang ini berada di dalam tubuh Gerindra. Begitupun para mantan bawahan Prabowo di Kopassuspun tidak pernah menceritakan keganasan dan kesadisan atasannya. Di benak mereka yang ada hanyalah ketegasan dan kedisiplinan. Dua hal pokok yang harus ada di militer. Mereka justru mendukung Prabowo.
Tampak bahwa koalisi partai Islam memang benar-benar telah memikirkan hal ini. Mereka tampaknya tidak salah pilih. Apalagi dukungan juga datang dari para ulama yang tidak hanya senang berwacana. Aa Gym, Arifin Ilham, Yusuf Mansur, Bahtiar Nasir, Daud Rasyid, Adian Husaini dan juga uztad-uztad yang lain adalah contohnya. Sementara bila saat ini kita melihat sejumlah ulama dan tokoh Islam kenamaan berada di pihak lawan, silahkan diperhatikan dari sudut mana mereka memandang Islam.
Abdullah Ibnu Amru meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Umatku akan menyerupai Bani Israil selangkah demi selangkah. Bahkan jika seseorang dari mereka menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, seseorang dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” Kami (para shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “ Yang mengikutiku dan para sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
Dari Tsauban ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:
“Suatu masa nanti, bangsa-bangsa akan memperebutkan kalian seperti orang-orang yang sedang makan yang memperebutkan makanan di atas nampan”.
Kemudian ada sahabat yang bertanya: “Apakah saat itu kita (kaum Muslimin) berjumlah sedikit [sehingga bisa mengalami kondisi seperti itu]?”.
Rasulullah Saw menjawab: “Sebaliknya, jumlah kalian saat itu banyak, namun kalian hanyalah bak buih di atas air bah [yang dengan mudah dihanyutkan ke sana ke mari]. Dan Allah SWT akan mencabut rasa takut dari dalam diri musuh-musuh kalian terhadap kalian, sementara Dia meletakkan penyakit wahn dalam hati kalian.”
Ada sahabat yang bertanya lagi: “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?”
Beliau saw menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.“
Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja, beramal dan berusaha sekuat tenaga. Namun hasil akhirnya adalah takdir, ketentuan Allah Azza wa Jalla yang tak dapat dihindarkan. Ini adalah hak prerogatif Sang Khalik. Akan tetapi usaha inilah yang mendapat nilai, yang akan diperhitungkan di hari pembalasan nanti.
Memilih pemimpin seperti presiden saat ini adalah bagian dari usaha kita dalam rangka menjalankan perintah-Nya. Ini adalah bagian dari ibadah yang tinggi nilainya. Itu sebabnya jangan golput, marilah kita berpikir, jauhkan buruk sangka, dan pilih mana yang terbaik nilainya disisi-Nya. Hasilnya, serahkan pada Allah swt. Karena Dialah sang pemilik ketetapan. Dan itulah potret rakyat kita.
Tidak perlu terlalu khawatir terhadap segala fitnah dan kecurangan yang terjadi. Biarkan mereka yang berbuat itu menerima akibat dan ganjarannya langsung dari Sang Khalik. Semoga Ia berkenan memberi keberkahan kepada negri kita tercinta ini, aamin YRA.
” Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya ».(QS. Ali Imran(3):54).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 7 Juli 2014.
Vien AM.
Leave a Reply