Beberapa hari belakangan ini berita mengenai Negara-negara Barat yang membuka pintunya bagi pengungsi Suriah menjadi head line sejumlah media nasional maupun internasional. Sebaliknya, media-media tersebut mempertanyakan dan mengecam dimana peran Negara-negara Timur Tengah, Arab Saudi, khususnya, yang dianggap tidak menerima satupun pengungsi.
Padahal sejak pecahnya konflik Suriah 4 tahun lalu, yaitu tahun 2011, Arab Saudi telah menerima 2.5 juta pengungsi Suriah. Tidak ada gembar gembor di media massa karena pemerintah setempat memang tidak merasa perlu publikasi. Para pengungsi bahkan diperlakukan bak si empunya tanah. Tidak hanya tempat tinggal yang disediakan namun juga pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan dll. Itu sebabnya tidak terlihat adanya camp atau tenda pengungsi di Arab Saudi karena memang pemerintah ingin mengembalikan martabat para pengungsi Suriah sekaligus keamanan bagi mereka. Persis yang dicontohkan kaum Anshor sebagai penduduk asli Madinah ketika menerima kaum Muhajirin yang terpaksa berhijrah meninggalkan kota kelahiran mereka Mekah demi dapat menjalankan kepercayaan baru mereka, yaitu Islam. Masya Allah …
Ironisnya, tidak hanya media Barat yang mempertanyakan hal tersebut, namun juga media-media dalam negri, terutama media sekuler yang telah lama jelas memperlihatkan kebencian terhadap Islam dan segala yang “ berbau” Arab. Malah dengan teganya menyebar berita bahwa kabar Arab Saudi menerima para pengungsi hingga 2.5 juta orang adalah hoax.
Lebih parah lagi, mereka juga ikut mengipasi berita dari media Barat yang mempertanyakan adanya ribuan tenda Mina yang mubazir karena hanya digunakan sekali dalam setahun, yaitu ketika musim haji. Padahal ini justru menambah kepicikan mereka. Tak dapat dibayangkan bila kompleks tenda Mina digunakan oleh pengungsi, maka ketika musim haji tiba akan dikemanakan para tamu Allah yang susah payah datang dari penjuru dunia demi mecari ridho-Nya itu ??? Area Mina adalah area terbatas yang tidak mungkin dipindahkan, tanpa mabit ( menetap) di Mina, haji tidaklah sempurna.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“. (Terjemah QS. Al Hujurat(49):6).
Terkesan amat sangat kuat bahwasanya media-media sekuler tersebut ingin sekali, secara membabi buta, menonjolkan kehebatan Barat. Meski harus diakui, bila kesediaan Barat, Jerman khususnya, menerima para pengungsi semata berdasarkan kemanusiaan tanpa maksud buruk apapun, termasuk Kristenisasi yang sering mendapat sorotan namun belum terbukti, patut diacungi jempol.
Hal yang tak kalah pentingnya, mungkin ada baiknya bila kita mau melihat akar permasalahan sebenarnya. Pengungsian Suriah secara besar-besaran terjadi bukannya tanpa sebab. Awal konflik Suriah yang terjadi pada tahun 2011 adalah bagian dari rentetan peristiwa Arab Spring. Secara sederhana Arab Spring adalah munculnya gelombang perlawanan rakyat atas nama demokrasi terhadap penguasa diktator yang telah puluhan tahun berkuasa. Meski pada kenyataannya, jatuhnya rezim diktator seperti di Mesir, Tunisia, Libia dan Irak hingga detik ini tidak melahirkan demokrasi seperti yang diinginkan rakyat. Padahal korban yang jatuh tidaklah sedikit, sementara ketidakstabilan politik dan kerusuhan terus saja terjadi. Diktator baru bahkan muncul kembali, namun kali ini yang pro Barat, tidak seperti sebelumnya, yang dikenal “ ngeyel”. Muammar Khadaffi, mantan pemimpin Libia, adalah contohnya.
Demonstrasi besar-besaran dan gelombang perlawanan rakyat di Negara-negara Timur Tengah ini terjadi memang karena ada yang “mengipasi”. Dan siapa lagi sang pengipas kalau bukan Negara adi daya Amerika Serikat, sahabat kental Israel, dan para sekutunya, yang ingin menjadikan Negara-negara Islam mengalami ketidak stabilan hingga mudah di aneksasi. Minyak bumi dan sumber alam lainnya yang banyak terdapat di perut bumi Negara-negara tersebut adalah salah satu penyebabnya. Israel jelas mempunyai kepentingan yang paling banyak, termasuk jalur pipa air bersih yang sejak bertahun-tahun menjulur dari Turki melewati Negara-negara tertangga, Suriah diantaranya, yang pastinya perlu pengamanan ketat.
Suriah dibawah presiden Basyar Ashad, yang Syiah, berkuasa sejak tahun 2000, mengalami hal yang sama. Terinspirasi Arab Spring, pada tahun 2011, rakyat Suriah yang mayoritas Sunni menuntut Ashad agar turun dari kursi kepresidenan. Namun demonstrasi damai tersebut dihadapi Ashad secara brutal dan sangat mengerikan.
Setiap hari kurban berjatuhan, tercatat 200 hingga 300 ribu orang tewas sejak Maret 2011. Sepertiga di antaranya adalah warga sipil, lebih dari 10 ribu diantaranya adalah kanak-kanak, dan hampir 7 ribu kaum perempuan. Bahkan memasuki tahun kelima saja, sekitar 5 ribu orang telah tewas dalam waktu 5 minggu. Ashad dengan rezimnya yang didukung Iran yang sama-sama beraliran Syiah itu tak tanggung-tanggung menghadapi rakyatnya sendiri. Pada bulan Agustus 2013 dengan teganya ia menggunakan senjata kimia untuk meredam pembrontakan yang makin meluas. Jutaan penduduk mengalami luka-luka, hilang atau dipenjarakan, 13 ribu orang dilaporkan meninggal dunia setelah mengalami penyiksaan berat di tahanan Negara dan puluhan juta penduduk kehilangan tempat tinggal.
Namun demikian konflik di Suriah terjadi tidak hanya karena adanya pembrontakan rakyat. ISiS, organisasi raksasa militan bentukan Amerika (http://mirajnews.com/id/internasional/amerika/hillary-clinton-isis-produk-untuk-pecah-timteng/ ) yang mengatas namakan Islam memperparah keadaan. Ini masih ditambah lagi dengan adanya kelompok-kelompok kecil berbagai kepentingan lainnya. Bahkan saat ini Rusiapun telah menerjunkan 1 juta pasukan terbaiknya demi melindungi Ashad yang sudah kewalahan menghadapi krisis negri yang sedang menuju kehancuran itu. Tak heran bila kini separuh rakyatpun memilih mengungsi meninggalkan tanah air mereka. Badan pengungsi PBB ( UNHCR) mencatat 4 juta rakyat Suriah telah menjadi pengungsi. 1.8 juta diantaranya telah ditampung di Turki, 1 juta di Libanon, 625 ribu di Yordania, 250 ribu di Irak dan 135 ribu di Mesir. Ini belum termasuk yang ditampung di Arab Saudi karena UNHCR memang tidak mencatatnya, ntah sengaja atau memang tidak tahu.
Saat ini ribuan pengungsi Suriah berduyun-duyun menuju Jerman dengan berbagai cara. Jarak sepanjang 3725 km itu harus ditempuh 39 jam berkendaraan, atau 3500 km dalam 706 jam bila melalui rute pejalan kaki. Turki, Bulgaria, Serbia, Hungaria, Austria dan Ceska adalah negara-negara yang harus dilalui. Artinya bila satu Negara saja menutup perbatasannya maka tak satupun pengungsi bisa sampai ke tujuan. Padahal Hungaria dan Austria telah resmi mengumumkan menutup perbatasan mereka. Hungaria bahkan mengancam hukuman penjara bila para pengungsi kedapatan nekad menerobos perbatasan. Pagar kawat berduri dan tentara disiagakan di semua titik perbatasan. Akibatnya ribuan pengungsi saat ini tertahan di stasiun kereta api Hungaria tidak bisa meneruskan perjalanan mereka. Lalu apa gunanya Jerman mengumbar pengumuman bersedia menerima pengungsi??
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/671272-ini-alasan-pengungsi-suriah-memilih-kabur-ke-jerman
Itupun belum tentu fasilitas yang disediakan memenuhi standard keperluan hidup pengungsi yang mayoritas Muslim itu. Makanan halal dan rumah ibadah contohnya. Maka tak salah bila Arab Saudi kemudian menawarkan pembangunan 200 masjid di kota-kota dimana pengungsi akan ditempatkan. Menjadi pertanyaan besar, apa mungkin Jerman seperti juga negara-negara Barat lainnya, yang selama ini dikenal sebagai Negara yang mengalami Islamphobia akut itu mau menerima tawaran tersebut ??
Kalaupun mau, apakah fasilitas yang diberikan Barat yang kaya dan maju tersebut bisa mengalahkan apa yang disediakan Turki, misalnya. Satu hal yang tidak pernah di publikasikan media sekuler. Perancis jelas tidak, bisa dililhat perbandingannya dibawah ini.
http://mirajnews.com/id/artikel/feature/kota-tenda-turki-bahagiakan-pengungsi-suriah/
Pertanyaannya mengapa pengungsi Suriah begitu bersemangat memilih Jerman sebagai Negara tujuan. Tentu banyak alasannya, dengan berbagai resikonya. Namun apapun alasannya sebagai umat Islam kita harus yakin bahwa skenario Sang Khalik pasti terjadi. Bahwa di akhir zaman Islam akan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Begitupun yang telah diprediksi para pemerhati bahwa pada tahun 2050 Muslim akan menjadi mayoritas di Eropa meski orang Barat sangat membencinya.
” Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal”. ( Terjemah QS. An-Nahl(16):41-42).
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”. (Terjemah QS. Ali Imran(3):54).
Fenomena menarik lainnya, penduduk Damaskus, ibukota Suriah, yang merupakan ibu kota kekhalifahan Islam di masa lalu, ternyata sejak lama telah dikenang sebagai penduduk yang ramah dan disukai. Ibnu Battuta, penjelajah Muslim ternama Maroko yang pernah menginjakkan kakinya di Damaskus tidak mampu menyembunyikan kekagumannya menyaksikan kehidupan sosial masyarakatnya yang begitu dermawan dan pemurah.
“Semangat sosial masyarakat Damaskus begitu tinggi,” kisah Ibnu Battuta dalam catatan perjalanannya.
Masyarakat kota ini terbiasa berlomba-lomba dalam kebaikan, diantaranya dalam mewakafkan tanahnya untuk sekolah, rumah sakit serta masjid. Sederet lembaga amal berdiri untuk meringankan beban orang-orang yang tak berpunya dan membutuhkan bantuan. Dengan bantuan lembaga-lembaga tersebut orang yang tidak mampu berhaji jadi bisa melaksanakan impian setiap Muslim itu.
Damaskus, kota dimana masjid putih berdiri, sebagai tempat dimana nabi Isa as akan turun di akhir zaman nanti, tercatat beberapa kali menjadi tujuan para pengungsi. Diantaranya para pengungsi asal Andalusia yang terusir dari Spanyol, yaitu ketika Kristen menguasai tanah itu pada abad ke 12 M. Juga warga Iran dan Irak ketika bangsa Mongol menghancurkan tanah kelahiran mereka di abad berikutnya. Kemudian pada abad 16 sekali lagi menampung pengungsi dari Spanyol, baik Muslim maupun Yahudi. Damaskus memang terbuka bagi seluruh pemeluk agama. Tiga abad berselang, kota ini kembali menjadi tanah harapan bagi warga Kaukasus, Kurdi dan Turki dari ancaman tentara Rusia.
Sungguh tak heran bila hari ini rakyat Suriah sedang menikmati buah perbuatan baik mereka, yaitu dengan ditrimanya mereka sebagai pengungsi di berbagai Negara belahan dunia. Semoga Allah swt segera membalas kebaikan mereka dengan segera dibebaskannya Suriah dari cengkeraman tangan-tangan kotor dan keji Syiah, ISIS maupun Israel dan sekutunya, aamiin YRA.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” . (Terjemah QS. Al-Hujurat (49):13).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 21 September 2015.
Vien AM.
Leave a Reply