“ Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja., … … ”. ( Terjemah QS. Al-Mumtahanah(60):4).
Keteguhan nabi Ibrahim dalam mempertahankan aqidah inilah yang membuat Allah swt menjadikannya sebagai keteladanan. Untuk itu pula nabi Ibrahim as disebut sebagai bapak tauhid. Juga sebagai bapak para nabi, karena semua nabi yang diutus setelah nabi Ibrahim as adalah keturunan dari kedua putra beliau, yaitu nabi Ismail as dan nabi Ishaq as. Dan ini semua tidak terlepas dari doa dan permohonan Ibrahim as yang kemudian dijabah Tuhannya, Allah Azza wa Jalla.
“ Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku”. ( Terjemah QS. Ibrahim(14):40).
“ Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya ( khalilullah)”. ( Terjemah QS. An-Nisa (4):125).
Maka tak salah bila Allah swt kemudian menjuluki bapak para nabi ini dengan gelar kekasih Allah ( khalilullah). Sedangkan yang dimaksud orang yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus di ayat di atas adalah nabi Muhammad saw.
Kepasrahan dan ketaatan Ibrahim kepada Tuhannya sungguh tak dapat diragukan lagi. Puncaknya adalah ketika Allah swt memerintahkannya agar menyembelih putra beliau satu-satunya ketika itu, yaitu nabi Ismail as. Padahal telah lama Ibrahim merindukan hadirnya seorang anak. Dan baru ketika usia lanjut, yaitu 99 tahun, beliau mendapatkannya. Untuk itu Sang Khalik maka mengabadikan peristiwa fenomenal tersebut dalam surat Asf-Shaffat (37) ayat 102 berikut :
Maka tatkala anak itu ( Ismail) sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah jawaban sang putra tercinta yang menurut riwayat baru berusia sekitar 7 tahun ( ada yang berpendapat 13 tahun). Bagaimana mungkin anak seusia itu sudah mempunyai tingkat ketakwaan yang begitu tinggi?? Darimana ia mendapatkan keberanian dan kesabaran rela disembelih sang ayah yang bahkan pernah “membuangnya” ke gurun sahara yang tak berpenghuni ketika bayi dulu ??
Ia ( Ismail ) menjawab:
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ada baiknya kita tengok sedikit ke belakang siapa sebenarnya Ibrahim, ayah yang begitu beruntung mendapat anugerah anak yang sangat patuh, berbakti kepada orang-tua sekaligus takut pada Tuhannya.
Nabi Ibrahim as di Kaldan.
Ibrahim sejak kecil telah terbiasa menjajakan berhala buatan ayahnya, Aazar. Ketika itu penduduk Kaldan, kota dimana beliau tinggal memang dikenal sebagai penyembah berhala, termasuk bulan, bintang, matahari dll. Namun demikian Ibrahim tidak pernah percaya bahwa segala macam sesembahan tersebut mampu memberikan manfaat. Kegelisahan Ibrahim tersebut tercatat dengan apiknya pada ayat 75-79 surat Al-An’am, yang berakhir dengan penyerahan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla, Sang Pencipta sekaligus Pemilik alam semesta dan seluruh isinya.
Berangkat dari keyakinan tersebut maka Ibrahimpun mulai berani memprotes keyakinan ayahnya, dengan cara yang santun, tidak kasar, bahkan cenderung mengajak untuk berpikir. Dan ketika akhirnya ayahnya tetap menolak ajakannya bahkan mengancamnya, Ibrahim tetap mendoakannya. Ini mencerminkan betapa tingginya akhlak beliau. Berikut percakapan yang terekam dalam surat Maryam ayat 46-48:
Berkata bapaknya:
“Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”.
Berkata Ibrahim:
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri daripadamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo`a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo`a kepada Tuhanku”.
Ibrahim juga pernah dihukum bakar oleh raja Namrud karena berani memotong kepala berhala sesembahan raja dan penduduk Kaldan. Hal ini sengaja beliau lakukan untuk membuktikan bahwa berhala yang mereka sembah itu sama sekai tidak bermanfaat, yang bahkan untuk melindungi dirinya sendiri saja tidak mampu. Kisah menantang dan lucu ini diabadikan dalam surat Al-Anbiya ayat 52-66, diantaranya sebagai berikut :
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.
Mereka berkata:
“Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim”.
Mereka berkata:
“Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”.
Mereka berkata:
“(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan”.
Mereka bertanya:
“Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?”
Ibrahim menjawab:
“Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”.
Nabi Ibrahim as berhijrah.
Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. ( Terjemah QS. Al-Anbiyya (21):69.
Dengan rahmat Allah swt Ibrahim as dibebaskan dari panasnya kobaran api raja Namrud. Setelah itu Ibrahimpun pergi meninggalkan negri Kaldan dan tinggal selama beberapa tahun di Mesir sebelum akhirnya menetap di Palestina hingga akhir hayat beliau. Hijrah ini persis seperti yang dilakukan Rasulullah Muhammad saw yang pergi meninggalkan Makkah ke Madinah karena penduduk Mekkah semakin memusuhi nabi dan tidak mau menerima ajakan nabi untuk bertauhid, menyembah hanya kepada Allah swt, Sang Pencipta Yang Satu, Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Dalam pengembaraan panjang tersebut Ibrahim as tetap menjalankan dakwah menuju Tuhannya. Hingga ketika Ibrahim mencapai usia senja Allah swt tidak juga menganugerahi seorangpun keturunan, Sarah, istri Ibrahim, meminta suaminya agar mau menikahi Hajar, budak pemberian raja ketika mereka tinggal di Mesir. Dan Allahpun mengabulkan keinginan pasangan tersebut. Tidak hanya dengan lahirnya Ismail dari rahim Hajar, namun juga menyusul Ishaq yang lahir dari rahim Sarah yang telah berusia tua.
“ Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do`a. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. ( Terjemah QS. Ibrahim (14):39-41).
Namun demikian untuk membuktikan ketakwaan keduanya, bapak maupun anak, Allah swt mengujinya lagi dengan cobaan yang maha berat, yaitu penyembelihan ! Meski akhirnya Allah berkenan mengganti sang anak yang telah pasrah sementara sang ayah dengan tegar siap melaksanakan perintah, dengan hewan sembelihan besar. Allahuakbar …
“ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. ( Terjemah QS. Asf-Shaffat(37):103-108).
Ibrahim as dan Ismail as membangun Ka’bah di Makkah.
Nabi Ibrahim as meski tetap tinggal di Palestina bersama Sarah dan putranya ishaq as namun secara berkala beliau datang mengunjungi Hajar dan Ismail di Mekah. Mekah, berkat sumber air zam-zam yang terus mengucur deras sejak peristiwa Hajar yang berlarian bolak-balik 7x demi mendapatkan air untuk putranya tercinta, tidak lagi sepi seperti ketika Ismail dan ibunya ditinggalkan Ibrahim beberapa tahun lalu.
“Ya Tuhan kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim : 37)
Ya doa nabi Ibrahim as diatas itulah tampaknya yang menjadi penyebab kota Mekah yang tadinya tandus dan tak berpenghuni berkembang menjadi kota yang subur, yang buah-buahannya menjadi sumber rezeki bagi penduduknya. Di kota inilah Ismail tumbuh menjadi anak yang sholeh, yang senantiasa mendirikan shalat.
Ibrahim dan Ismail ini pulalah yang diberi kepercayaan Allah Azza wa Jalla agar meninggikan Ka’bah yang berdasarkan mayoritas pendapat ulama pertama kali dibangun oleh nabi Adam as. Inilah rumah ibadah tertua yang pernah ada di muka bumi.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. ( Terjemah QS.Al-Baqarah(2):127-128).
Dan untuk mengembalikan kesucian dan kemurnian ajaran Ibrahim as yang sepeninggal beliau telah diselewengkan selama ribuan tahun, Allahpun menurunkan rasulullah Muhammad saw dengan kitab suci Al-Quran sebagai pegangannya. Itu sebabnya hari ini bisa kita saksikan jutaan umat Islam setiap tahun berbondong-bondong pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dengan berbagai rangkaiannya, seperti tawaf, sai, lempar jumrah, potong hewan kurban dll. Jadi ritual haji yang dilakukan umat Islam setiap bulan Dzulhijjah itu sebenarnya sudah ada sejak zaman nabi Ibrahim as. Begitupun perintah-perintah lain seperti shalat, zakat dll.
“ … … (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu ( Muhammad) menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”. ( Terjemah QS. Al-Hajj (22);78).
“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman”. (QS.Ali imran(3): 68).
Jabir bin Abdillah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda “ Para nabi diperlihatkan kepadaku. Aku melihat Musa as, ternyata ia seperti seorang laki laki dari Syanuah. Aku melihat Isa ibnu Maryam as, ternyata orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah Urwah ibnu Mas’ud. Kemudian aku juga melihat Ibrahim as, ternyata orang yang kulihat paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini ( maksudnya, Rasulullah saw sendiri). (HR Tirmidzi, Muslim dan Ahmad).
Itulah skenario Allah swt mengapa Ibrahim meninggalkan Ismail di lembah tandus Mekah ketika bayi dulu. Keyakinan bahwa Tuhannya tidak akan “mendzaliminya” membuatnya mantab meninggalkan istri dan putranya tercinta di lembah sepi tak berpenghuni tersebut. Dari alur Ismail inilah, satu-satunya keturunan Ibrahim menjadi nabi yaitu Muhammad saw, yang ditakdirkan sebagai nabi penutup guna meluruskan ajaran Ibrahim. Padahal dari jalur Ishaq banyak keturunan beliau yang menjadi nabi, diantaranya yaitu Musa as, Daud as dan Isa as. Sungguh betapa beruntungnya orang yang dberi hidayah agar mengenal Islam, memeluknya lalu mentaati serta mencontoh nabinya.
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam”. (Terjemah QS. Al Baqarah (2): 132)
Demikian pula perintah berkurban setahun sekali pada hari raya Haji dengan menyembelih kambing, sapi atau unta sungguh tidak ada artinya dibanding perintah Ibrahim as agar menyembelih putranya tercinta.
Ironisnya, Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam, dan tercatat sebagai negara yang tiap tahun terbanyak mengirimkan jamaah haji, ternyata sebagian dari mereka tidak menunjukkan ke-Islam-annya dengan baik. Ini terbukti dari banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh orang yang mengaku Islam bahkan sudah berhaji, prostitusi yang makin hari makin merajalela, berbagai kejahatan seperti pemerkosaan, narkoba, perjudian dll yang makin tak terbendung.
Menjadi pertanyaan besar, sudahkah para orang-tua mendidik anak-anaknya dengan baik, dengan men-tarbiyah diri sebagaimana yang dilakukan Ibrahim terhadap putranya ? Mengajarkan dengan santun pentingnya ber-tauhid, menggantungkan diri secara total kepada Allah Yang Esa ? Yakin bahwa rezeki itu telah diatur Sang Khalik hingga tidak perlu mengemis kepada sesama manusia ? Bahwa hidup hanyalah sementara dan akhirat adalah tujuan yang dengan demikian orientasi berpikirnya tidak melulu duniawi?
Pendek kata sudahkan kita menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan hidup, secara kaffah, tidak setengah-setengah dan memilah-milah sesuai keinginan dan nafsu? Tak dapat dipungkiri lingkungan memang sangat mempengaruhi cara berpikir seseorang. Apalagi di zaman dimana demokrasi ala Barat yang sudah kebablasan ini. Adalah tugas orang-tua untuk mencarikan lingkungan yang baik bagi anak-anaknya, yaitu lingkungan yang bersih dari kekufuran bukan sekedar bersih secara fisik.
Semoga Allah swt memberi kita kekuatan dan kemampuan untuk mengikuti rasulullah saw dalam mencontoh Ibrahim as sebagai panutan, aamiin Allahumma aamiin …
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 19 September 2016.
Vien AM.
Leave a Reply