Salah satu keuntungan menjadi seorang Muslim adalah ketika mendapat musibah ia sabar bahkan berusaha memetik hikmahnya. Tentu bukan hal yang mudah. Tapi bagaimanapun sulitnya seorang Muslim yang baik akan berusaha sekuat tenaga agar dapat menerimanya. Ini dikarenakan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini hanya dapat terjadi karena izin-Nya.’
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. …“. ( Terjemah QS. At-Taghabun(64):11).
“Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Segala sesuatu yang terjadi padanya semua merupakan kebaikan. Ini terjadi hanya pada orang mukmin. Jika mendapat sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur, maka itu kebaikan baginya. Jika mendapat keburukan dia bersabar, maka itu juga kebaikan baginya“ (H.R Muslim).
Dengan bekal inilah seorang Muslim yang mengalami musibah betapa beratnya tidak akan putus asa. Bencana dan musibah sebaliknya justru akan memperkuat imannya karena bencana bisa jadi memang ujian atas hamba-Nya untuk menaiki tingkat keimanan yang lebih tinggi. Itu sebabnya para nabi dan rasul mengalami cobaan yang maha berat.
Uniknya Allah swt juga berfirman bencana tidak akan terjadi kecuali karena kesalahan manusia sendiri. Artinya Allah swt sebagai Zat yang Maha Adil tidak semena-mena menjatuhkan musibah atau bencana. Bencana terjadi karena manusia tidak menjaga apa yang telah diberikan-Nya, baik itu kesehatan, harta yang berlimpah, kekayaan alam bahkan iman dan islam. Bila kita dapat menjaga dan mensyukuri pemberian Allah tersebut, dengan izin-Nya, nikmat tersebut akan tetap menjadi miliknya.
“Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. … “. (Terjemah QS.An-Nisa(4):79).
Sebaliknya bila kita tidak menjaga nilmat Allah tersebut, dengan izin-Nya jua musibah akan merenggutnya. Itulah sunatullah yang tidak hanya ditujukan bagi orang beriman saja namun bagi semua orang. Atau orang awam biasa menyebutnya sebagai fenomena alam. Fenomena alam sendiri dapat didefinisikan dengan tanda-tanda atau gejala suatu peristiwa alam yang dilandasi suatu teori/pikiran ilmiah, yang masuk akal manusia. Terjadinya gempa, gunung meletus, tsunami dll adalah contohnya.
Namun sebagai orang beriman kita harus meyakini bahwa itulah cara Allah memperkenalkan ilmu-Nya kepada manusia sebagai mahluk ciptaan-Nya yang paling pandai dan berakal. Tujuannya agar manusia mampu menaklukkan alam dimana ia berdiam, hingga dengan demikian ia bisa menghadapi dan menyesuaikan hidupnya terhadap dasyat dan garangnya alam.
Meski demikian agar manusia tidak lupa diri maka sekali-sekali Allah swt menunjukkan kekuasaan-Nya yaitu dengan bertindak menyimpang dari aturan baku yang telah diketahui manusia. Untuk mengingatkan bahwa Allah Azza wa Jalla sebagai penguasa tertinggi bisa melakukan apapun sesuka-Nya tanpa harus mengikuti aturan atau tanda-tanda yang dibuatnya itu. Karena bila manusia dibiarkan terus mengikuti illmu-Nya bisa jadi membuat manusia menjadi congkak, sombong dan takabur, hingga merasa tidak lagi memerlukan-Nya.
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (ni`mat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)”. ( Terjemah QS.Al-‘Araf(7):168).
Akan tetapi sebagai Zat Yang Maha Pengasih, Ia juga tidak mau berbuat semena-mena membiarkan manusia takut dan hanya dapat berpasrah-diri menerima segala ketentuan-Nya. Karena sungguh tidak menariknya kehidupan ini bila kita hanya bisa pasrah dan tidak bisa berbuat apapun.
Untuk itulah Allah menciptakan manusia dengan sifat menyukai tantangan. Allah menantang manusia dengan berbagai ujian dan cobaan. Uniknya, ujian dan cobaan yang diberikan-Nya itu tidak selalu dalam bentuk kesulitan namun bisa juga dengan kesenangan dan kenikmatan hidup. Siapa yang dapat melewati ujian dan cobaan surga adalah balasannya. Dan neraka bagi yang tidak berhasil melaluinya.
Sementara itu Allah swt juga menciptakan apa yang dinamakan azab. Azab ini diberikan sebagai teguran kepada orang atau kaum yang mendustakan-Nya. Contohnya yaitu apa yang terjadi terhadap kaum nabi Nuh, kaum nabi Luth dan juga kaum nabi Saleh. Penyebabnya bermacam-macam, diantaranya karena kesyirikan, perzinahan, perbuatan homoseksual dll. Al-Quran banyak sekali menceritakan hal tersebut agar kita dapat memetik pelajaran dan tidak mengulanginya.
Rasul itu berdo`a: “Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku.” Allah berfirman:
“Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.” Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu”.
( Terjemah QS. Al-Mukminun(23): 39-41).
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”. (Terjemah QS.Hud (11):37)..
“Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini, sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim”. (Terjemah QS. Al-Ankabut(29):31).
“Kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, (yaitu) orang-orang yang mendustakan Syu`aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syu`aib mereka itulah orang-orang yang merugi”. ( Terjemah QS. Al-‘Araf(7):91-92).
Ironisnya, tidak sedikit orang dan kaum yang hingga detik ini masih saja melakukan kemaksiatan seperti yang dikisahkan Al-Quran diatas. Diantaranya apa yang terjadi pada musibah banjir bandang di Garut yang menelan 26 korban jiwa, 23 hilang, merusak sekitar 594 bangunan terdiri dari sekolah, asrama TNI, rumah sakit, pemukiman, PDAM dan menghanyutkan 57 bangunan lainnya.
http://www.mongabay.co.id/2016/09/23/memprihatinkan-ternyata-ini-penyebab-banjir-bandang-garut/
Meski pemerintah daerah memang mengumumkan bahwa penyebab musibah adalah lingkungan yang rusak parah. Pembangunan besar-besaran yang tidak memperhatikan lingkungan, bantaran sungai yang dipadati rumah penduduk dsbnya. Akan tetapi demi kebaikan kita sendiri marilah kita introspeksi, dengan memperhatikan cerita seorang relawan yang bertugas di salah satu desa yang terkena bencana.
Ia menceritakan betapa parahnya keadaan desa tersebut. Korban bergelimpangan disana-sini, laki-laki perempuan tua muda. Yang paling memilukan menurutnya adalah 2 mayat bayi yang menyembul dari balik timbunan tanah. Di desa tersebut ia sempat bertemu dengan seorang lelaki tua penduduk desa yang selamat dari bencana. Dengan mata berkaca-kaca dan suara parau, kakek berusia sekitar 60 tahun-an tersebut menceritakan betapa perzinahan dan pengguguran kandungan di desanya yang jauh dari perkotaan itu sudah menjadi hal biasa. Dengan mudahnya para ibu mengubur bayi yang dilahirkan tanpa ayah. Itu sebabnya ia yakin bahwa apa yang menimpa desanya adalah azab dari Allah swt.
“ Coba kau lihat dari jembatan, dari jembatan ke sungai jaraknya sangat jauh. Tidak masuk akal kalau air sungai bisa tumpah ke kampung kami”, jelasnya.
http://mozaik.inilah.com/read/detail/2326997/kisah-nyata-azab-zina-di-balik-bencana-garut
Ya, serusak apapun lingkungan alam dan sederas apapun hujan tanpa izin-Nya musibah tidak akan terjadi. Hanya Allah yang bisa menghentikan hujan, menyuruh tanah menyerap airnya dan menjauhkan manusia dari bencana besar. Seperti ayat 44 surat Hud berikut:
“Dan difirmankan:
“Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” Dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim.”
Saya jadi teringat pada sebuah kisah yang pernah terjadi di desa sekitar Dieng, Legatang nama desa tersebut. Desa tersebut dikenal sebagai desa yang paling subur di banding desa-desa tetangganya. Tak heran bila penduduknyapun hidup dalam kemakmuran.
Suatu malam 16 April 1955, seperti malam-malam sebelumnya, tampak warga baik laki perempuan dewasa maupun kanak-kanak mengerumuni panggung satu-satunya yang ada di desa tersebut. Suara tabuh musik tradisional diselingi hiruk pikuk tawa terbahak serta terkikik terdengar memecah keheningan malam. Asap rokok, asap dupa dan celoteh warga bercampur menjadi satu. Sementara bau arak tercium hingga jarak cukup jauh. Rupanya mereka sedang asik menyaksikan tari daerah yang dibawakan perempuan desa tersebut secara genit dan terkesan mengundang birahi penonton.
Di akhir acara pada tengah malam bahkan pagi hari dapat ditebak dengan mudah. Dalam keadaan mabuk mereka melampiaskan nafsu, tak peduli dengan sesama jenis bahkan dengan orang-tua dan anak mereka sendiri. Na’udzubillah min dzalik.
Namun apa yang terjadi malam itu ternyata tidak sama dengan malam-malam sebelumnya. Hujan yang awalnya hanya rintik-rintik makin lama makin lebat. Tapi seolah tersihir mereka tidak mempedulikan hal tersebut. Keramaian terus saja berlangsung. Hingga akhirnya ketika hujan berhenti tiba-tiba terdengar bunyi nyaring seperti meteor menghujam bumi. Seiring dengan itu berhenti pulalah suara hingar bingar dan kegaduhan di desa tersebut.
Suhuri, salah seorang warga desa tetangga Legatang yang kini berusia sangat lanjut mengatakan, musibah terjadi malam hari pukul 23.00 saat musim hujan. Namun warga tidak ada yang berani ke luar rumah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
”Saya dan beberapa teman malam itu tidur di masjid. Saya baru dengar kabar gunung Pengamun-amun longsor jam tiga pagi,” katanya.
Anehnya, desa Legatang yang sebenarnya terletak jauh dari gunung yang sejak beberapa waktu memang telah menunjukkan tanda-tanda akan longsor, justru yang terkena dampaknya. Desa tersebut dipisahkan sungai dan jurang yang hingga kini masih ada. Lebih aneh lagi, gunung Pengamun-amun yang tadinya memiliki pucuk, pagi hari setelah kejadian telah kehilangan pucuk tersebut. Sebaliknya Legatang yang tadinya berada di lembah menjadi rata bahkan cenderung menyerupai gundukan paska terjadinya tragedi nahas tersebut. Seolah pucuk gunung tersebut terbang meloncati sungai dan jurang lalu mendarat tepat menutupi Legatang yang sedang berpesta pora.
Dilaporkan seluruh warga yang jumlahnya 332 kecuali satu orang, yaitu salah satu istri kepala desa, ditambah 19 orang tamu dari luar desa menjadi korban. Mereka tertimbun di dalam tanah tanpa berhasil di evakuasi, hingga saat ini, karena sangat sulit ditemukan. Istri Rana, sang ketua desa, lolos dari musibah karena sedang tidak berada di lokasi ketika musibah terjadi. Di desa tersebut kini berdiri sebuah prasasti yang menunjukkan peristiwa tragis tersebut.
http://duniatimteng.com/tragedi-legetang-legenda-kaum-sodom-gomorah-di-nusantara/
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang dilangit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (Terjemah QS.Al Mulk (67): 16).
Ada pertanyaan yang cukup menarik. Di Barat yang rata-rata penduduknya atheis, perzinahan dan homoseksual sudah menjadi hal umum, namun mengapa Allah swt tidak mengazab mereka? Betulkah demikian??
Ada 2 kemungkinan. Pertama, Allah sudah tidak peduli lagi, karena kekafiran yang sudah keterlaluan. Allah mencukupkan balasannya kelak di negri akhirat. Meski bila mau berpikir lebih jauh, dampak perzinahan dan homoseksual di dunia tidak sedikit. Diantaranya praktek pengguguran kandungan yang berresiko kematian, masa depan anak yang suram karena lahir di luar harapan orang-tua, punahnya generasi manusia dll. Belum lagi berbagai penyakit seksual berbahaya seperti AIDS dll.
Kedua, Allah swt telah memberi peringatan dengan berbagai bencana yang tidak sedikit. Seperti badai Matthew yang baru kemarin menerjang Haiti dan menelan korban 283 jiwa serta menghancurkan 80% bangunan di sebuah kota utamanya. Saat ini AS bahkan sedang dalam status siaga menghadapi badai yang sedang bergerak menuju ke negara dimana Donald Trump, calon presiden yang sangat memusuhi Islam itu, berada. Kita tahu betapa bencinya ia terhadap kaum Muslimin.
Sayangnya mereka tidak pernah merasa bahwa bisa jadi itu adalah bentuk murka Allah atas kelakuan menyimpang mereka. Karena yaitu tadi, mereka menganggapnya sebagai fenomena alam biasa. Kalaupun ada cerita atau laporan dari penduduk yang dianggap tidak masuk akal, mereka tidak mau mempercayainya. Kalau sudah demikian untuk apa lagi Sang Khalik memperingatkan mereka ??
Bagaimana dengan Jakarta atau kota-kota besar di negri yang katanya mayoritas Muslim namun kemaksiatan meraja-lela. Bahkan sang gubernur petahana baru-baru ini dengan lancangnya berani mengolok-olok ayat Al-Quran. Sudahkah Allah swt menurunkan azab-Nya??
“Allah tidak akan menyiksa mereka selama kamu ada di tengah mereka. Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun.” (Terjemah (QS.Al-Anfal):33).
Ayat di atas berkenaan dengan orang-orang Qurasy yang menantang Rasulullah agar menurunkan azab karena kemaksiatan mereka. Namun Allah swt tidak mengabulkannya karena Rasulullah ada di antara mereka. Alasan lain karena masih ada di antara mereka yang memohon ampun. Dengan kata lain Allah swt tidak akan meng-azab suatu kaum selama ada yang ber-istighfar, ber-istighfar dengan istighfar yang sebenar-benarnya, istighfar yang dibuktikan dengan tidak mengulang kesalahan yang sama. Hingga Sang Khalik berkenan mengampuni segala dosa hamba dan memberikan ampunan-Nya.
Untuk itu mari kita perbanyak istighfar dengan harapan semoga lingkungan buruk yang mengepung kita dari segala penjuru itu mampu mendatangkan belas kasih-Nya, hingga Ia ridho membatalkan azab yang sebenarnya sangat pantas diberikan-Nya itu … Na’udzubillah min dzalik.
“Semua musibah yang menimpa kalian, itu disebabkan kemaksiatan yang kalian lakukan. Dan Dia telah mengampuni banyak dosa.” (Terjemah QS.As-Syura(42): 30).
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. ( Terjemah QS.Al-Baqarah(2): 155-157).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 8 Oktober 2016.
Vien AM.