Pada suatu kajian seorang jamaah bertanya “ Mengapa saya sulit khusyuk dalam shalat uztad ya?”. Sang uztad lalu menanyakan kepada jamaah yang bertanya tersebut, apakah ia mempunyai sahabat. Ketika dijawab “punya”, sang uztad kembali mengajukan beberapa pertanyaan. Diantaranya, apakah ia mau membantu sahabatnya ketika sang sahabat dalam kesulitan. Katakan, meminjamkan uang dalam jumlah cukup besar, dengan penuh kerelaan.
Sebaliknya bila yang meminta pertolongan yang sama bukan sahabat yang ia kenal baik, apakah ia mau menolongnya dengan ikhlas? Intinya, jawaban sang uztad, shalat hanya bisa khusyuk bila kita benar-benar mengenal Allah swt, Sang Pencipta; sifat serta nama-nama-Nya (Asma’ul Husna). Itulah Makrifatullah.
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib (Al-Ghoib) dan yang nyata ( Asy-Syahadah), Dia-lah Yang Maha Pemurah (Ar-Rahman) lagi Maha Penyayang (Ar-Rahim). Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja (Al-Malik), Yang Maha Suci (Al-Quddus), Yang Maha Sejahtera (As-Salaam), Yang Mengaruniakan keamanan (Al-Mukmin), Yang Maha Memelihara (Al-Muhaimin), Yang Maha Perkasa (Al-Aziz), Yang Maha Kuasa (Al- Jabbar), Yang Memiliki segala keagungan (Al-Mutakabbir), Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan (Al-Kholiq), Yang Mengadakan (Al-Bari), Yang Membentuk Rupa (Al-Mushowwir), Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik (Asma’ul Husna). Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Al-Hakim)”. ( Terjemah QS. Al-Hasyr (59):22-24).
Sebagai contoh, ketika kita memakai barang pemberian seorang teman, otomatis tentu kita akan teringat teman yang memberi barang tersebut bukan? Itulah salah sebab mengapa Allah swt sangat menyukai orang yang pandai ber-terimakasih. Orang yang pandai berterima-kasih adalah mereka yang tidak mudah melupakan jasa dan kebaikan orang lain, serta mudah melupakan keburukan orang lain, dan senantiasa berusaha membalas kebaikan yang ditrimanya dengan yang lebih baik. Orang yang seperti itu Allah akan mudahkan urusannya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang membantu menghilangkan satu kesedihan (kesusahan) dari sebagian banyak kesusahan orang mukmin ketika didunia, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan (kesedihan) dari sekian banyak kesusahan dirinya pada hari kiamat kelak.
Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan (membantu) kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah akan membantu memudahkan urusannya didunia dan di akhirat.
Dan barangsiapa yang menutup aib orang muslim , niscaya Allah akan menutup aibnya dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan selalu menolong seorang hamba selama dia gemar menolong saudaranya”. (HR. Muslim)
“Iya kalo pemberian orang/teman gampang, kelihatan soalnya … nah kalo Allah ??”, celetuk seorang jamaah.
Allah swt Sang Pencipta memang tidak bisa kita lihat secara kasat mata. Tetapi seperti juga teman yang jauh di mata, yang dengan melihat pemberiannya saja mampu membuat kita teringat padanya, demikian pula Allah.
Ini tampaknya yang harus kita latih, menyadari bahwa segala sesuatu adalah milik Allah Azza wa Jala, yang pada saatnya nanti harus dipertanggung-jawabkan dan dikembalikan, yaitu ketika kita dipanggil untuk menemui-Nya. Seringkali kita lupa bahwa penglihatan, pendengaran dan seluruh yang ada di tubuh kita adalah pinjaman dari Allah swt. Demikian pula air dan sinar matahari yang merupakan kebutuhan pokok manusia. Yang tanpa itu semua mustahil tanaman bisa berbuah, ternak yang biasa kita konsumsi dll bisa hidup.
Simak apa yang dikatakan ayat 71 dan 72 surat Al-Qashah berikut :
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?”
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
Hati pada awalnya adalah bersih. Namun bila tidak dijaga dengan baik ia akan menjadi kotor dan lama kelamaan akan menjadi penyakit yang sulit untuk dsembuhkan. Iri dan dengki adalah contoh penyakit hati yang sering menyerang manusia. Dan adab pandai berterima-kasih terhadap kebaikan sesama manusia, sekecil apapun, adalah salah satu penangkal mujarab penyakit hati. Dengan bekal hati yang bersih dan sehat kita akan lebih mudah mengenal Sang Khaik. Dan dengan mengenal Allah ( makrifatullah) shalatpun akan lebih khusyuk.
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.( Terjemah QS. Al-Baqarah (2): 45-46).
Suatu hari Nabi s.a.w masuk masjid kemudian masuk pula seseorang ke dalam masjid lalu ia shalat dan mengucapkan salam kepada beliau. Nabi saw menjawab salamnya dan bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belum shalat.” Serta merta orang itu pun shalat lalu mengucapkan salam kepada Nabi saw dan beliau bersabda, “Kembalilah dan shalatlah lagi, sebab kamu belum shalat,” tiga kali. Orang itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa lebih baik dari itu, maka ajarilah aku.” Beliau bersabda, “Apabila kamu hendak shalat beratkbirlah lalu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an (Al-Fatihah). Lalu ruku’lah sampai kamu benar-benar tenang dalam ruku’, kemudian angkatlah sampai tegak berdiri, lalu sujudlah sampai tenang dalam sujud, kemudian bangunlah sampai kamu tenang dalam duduk, kemudian sujudlah sampai kamu tenang dalam sujud. Lakukan hal itu dalam semua shalatmu.”
Maka tak salah bila Al-Qurthubi mengatakan bahwa khusyuk adalah keadaan di dalam jiwa yang nampak pada anggota badan dalam bentuk ketenangan dan kerendahan. Sementara Qatadah mengatakan bahwa khusyuk adalah rasa takut dan menahan pandangan dalam shalat.
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. ( Terjemah QS. Al-Muzzammil (73):6).
Jumhur ulama memang sepakat bahwa khusyuk dalam shalat tidak termasuk syarat, rukun atau pun wajib. Khusyuk dalam shalat adalah sunnah, tidak terkait dengan sah dan tidaknya sholat. Namun demikian harus disadari shalat yang dilakukan sekedar untuk menggugurkan kewajiban tidak akan melahirkan Islam yang Rahmatan Lillamiin, Islam yang dapat mendatangkan kebaikan sekaligus mencegah kemungkaran, seperti korupsi dll. Untuk itulah shalat sepantasnya dilakukan secara khusyuk. Meski tidak mudah pastinya melakukan shalat khusyuk seperti shalatnya rasulullah maupun para sahabat.
Diriwayatkan, dalam suatu peperangan, Ali bin Abi Thalib ra, terkena panah pada salah satu anggota tubuhnya. Ketika para sahabat akan mencabut panah tersebut, Ali berkata: ”Keluarkanlah panah ketika aku sedang berada ditengah sholatku”. Alhasil, panahpun berhasil dicabut tanpa sang Amirul Mukminin merasa kesakitan … Allahu Akbar …
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 30 Agustus 2018.
Vien AM.
Leave a Reply