“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu ( bani Israil) dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tetapi tidak menta`ati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)“. ( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):93).
Ayat di atas mengisahkan bagaimana bani Israil yang dengan angkuhnya menolak mentaati perintah Tuhan yang telah menciptakan bahkan menganugerahi mereka ilmu/akal. Tampak jelas bahwa ilmu dan akal yang pintar justru telah menyesatkan mereka. Mereka lupa bahwa Sang Khalik mampu berbuat apapun termasuk membalikkan hati yang awalnya bersih menjadi kotor.
Mereka lebih memilih menjawab “Kami mendengarkan tetapi tidak menta`ati” daripada “ Kami mendengar dan kami patuh” sebagai balasan perintah “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!”.
Maka Allahpun balikkan hati mereka dengan memandang sesuatu yang buruk/jelek menjadi baik/indah dan yang buruk/jelek menjadi baik/indah. Akibatnya mereka tidak mampu melihat kebenaran sejati. Allah butakan mata hati mereka dari kebenaran. Diantaranya yaitu menjadikan patung anak sapi sebagai Tuhan. Na’udzubillah min dzalik. Bagaimana mungkin orang berakal bisa berpikiran sedemikian bodohnya. Patung yang merupakan buatan manusia dijadikan sesembahan. Hanya orang gila atau orang idiot yang berpendapat patung yang mengedipkan mata saja tak sanggup, bisa menolong dan memberikan manfaat bagi manusia.
Padahal baru beberapa waktu yang lalu bani Israil tidak hanya melihat dengan mata kepala, tapi bahkan merasakan sendiri kekuatan dan kekuasaan Allah Azza wa Jala, melalui tongkat nabi mereka Musa as yang menyelamatkan mereka dari kejaran pasukan firaun yang kejam. Bagaimana mungkin laut dalam yang ada di hadapan mereka bisa tiba-tiba terbelah memberikan jalan bagi mereka untuk terus berlari. Hebatnya lagi begitu pasukan firaun ikut melaluinya lautpun kembali menutup menenggelamkan mereka seketika itu juga. Allahu Akbar …
Hati adalah milik Allah. Ialah yang membolak-balikkan hati manusia sekehendak-Nya. Itu sebabnya kita harus selalu memohon agar Allah senantiasa melembutkan hati kita. Dalam ayat 10 surat Al-Qashash berikut, Allah swt menceritakan bagaimana hati ibu nabi Musa as menjadi kosong/sedih memikirkan apa yang akan terjadi terhadap bayinya bila keluarga Firaun mengetahui siapa sebenarnya bayi tersebut. Namun kemudian Allah teguhkan hati sang ibu.
“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)”. ( Terjemah QS. Al-Qashash(28):10).
Allah swt membekali manusia dengan 3 unsur utama yaitu ruh, akal dan hati. Selain jasmani tentunya, karena manusia bukan mahluk ghaib. Tapi tanpa ruh manusia akan mati, tanpa akal manusia akan hidup dalam kesulitan, dan tanpa hati manusia tidak akan memahami makna hidup yang sesungguhnya.
Ibarat hp, ruh manusia adalah aliran listrik yang bakal mati begitu lupa di charge ketika 0%. Sedangkan jasmaninya adalah casing/bungkus yang sering kali menyesatkan karena tampilan yang cantik padahal belum tentu baik mutunya. Sementara akal adalah ibarat program/aplikasinya. Dan makin canggih aplikasi yang dimiliki hp makin tinggi harga hp. Begitu pula manusia. Meski pada kenyataannya tidak semua orang menilai harga seseorang berdasarkan akalnya. Melainkan juga hatinya.
Di hatilah terletak kebaikan, kejujuran dan kebenaran yang hakiki. Sayangnya hanya hati yang bersih yang dapat menuntun kepada hal tersebut. Tidak hati yang kotor, meski bisa jadi ia memiliki akal yang cemerlang. Itulah beda manusia dengan hp. Dengan kata lain manusia yang tidak mempunyai hati sama dengan hp atau robot.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (Terjemah QS. Al-Araf(7):179).
Sebagaimana jasad yang perlu dirawat dan akal yang harus selalu diasah, demikian pula hati. Hati yang baik dan bersih adalah hati yang biasa berdzikir (mengingat Allah swt), banyak bersyukur atas segala yang diberikan-Nya, baik yang sesuai keinginan maupun tidak. Hati yang bersih adalah yang mudah menangis melihat kebesaran Allah dimanapun ia berada, baik ketika melihat keindahan ciptaan-Nya maupun melihat orang yang dalam kesulitan.
Itu sebabnya dalam mendirikan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dll hati harus dilibatkan. Allah tidak akan menerima ibadah yang hanya ritual, yang tidak dengan niat mencari ridho-Nya. Dan niat itu adanya di hati. Hati yang demikian insya Allah akan dijaga-Nya dari keburukan. Itulah nikmat terbesar dalam hidup. Allah Azza wa Jala menjanjikan orang yang sepert itu i kedudukan yang tinggi bersama para rasul.
“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni`mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”. (Terjemah QS. Maryam(19):58).
Telah menceritakan kepada kami Hannad; telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Anas dia berkata; adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbiasa membaca do’a “YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII ‘ALAA DIINIKA (wahai Dzat yang membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu).” Kemudian aku pun bertanya, “Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang Anda bawa. Lalu apakah Anda masih khawatir kepada kami?” beliau menjawab: “Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah yang Dia bolak-balikkan menurut yang dikehendaki-Nya.”
Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkan dari An Nawwas bin Sam’an, Ummu Salamah, Abdullah bin Amr dan A’isyah. Dan ini adalah hadits Hasan, demikianlah kebanyakan telah meriwayatkannya dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Anas, dan sebagian yang lainnya telah meriwayatkannya dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun hadits Abu Sufyan dari Anas lebih shahih. (HR. At Tirmidzi No.2066)
Ironisnya, hari ini kita bisa menyaksikan betapa banyaknya orang yang mengaku Muslim, berakal dan berilmu pula, namun suka melecehkan ayat-ayat Allah swt. Ayat-ayat Al-Quranul Karim mereka tafsirkan sesuka akal mereka. Sebut saja Siti Musdah Mulia guru besar UIN Jakarta yang bersikukuh bahwa Islam membolehkan prilaku menyimpang homoseksual/lesbianisme. Belum lagi dedengkot-dedengkot JIL ( Jaringan Islam Liberal) seperti Ade Amando pakar komunikasi yang mengajar di sejumlah perguruan tinggi yang meng-amin-kan pernyataan Musdah dan sering melontarkan pernyataan nyleneh yang menyakitkan umat Islam, bahwa semua agama adalah benar dll.
Juga Jalaludin Rahmat pentolan Syiah yang ajarannya jauh dari Islam. Belum lagi Said Siraj Aqil Doktor lulusan Universitas Ummul Quro Mekkah dengan isu Islam Nusantaranya dan terakhir sejalan dengan makin panasnya Pilpres 2019 setuju mengganti istilah kafir ( non Muslim seperti Yahudi, Nasrani dll) dengan warga negara yang mempunyai hak sama dengan warga negara apapun agamanya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. ( Terjemah QS. Al-Maidah (5):51).
Adakah orang-orang “berilmu” di atas lupa apa sebenarnya kriteria orang berilmu/berakal menurut Sang Khalik?? Bukankah Allah swt mengabadikan kisah-kisah orang terdahulu termasuk bani Israil agar kita umat Islam tidak mengulangi kesalahan mereka?? Bahwa ayat-ayat Allah tidak untuk dipermainkan, diambil sebagian dibuang sebagian, diplintir, atau hanya sekedar sebagai wacana pemikiran, atau diimani tapi tidak diamalkan??
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. ( Terjemah QS. Ali Imran (3):190-191).
Tidakkah mereka takut Allah Yang Maha Esa akan menambah penyakit hati mereka dengan berbagai penyakit hati yang lain, susul menyusul, hingga benar-benar menjadi buta dan tidak bisa lagi kembali ke jalan yang benar hingga ajal menjemput?? Atau bisa jadi sempat bertaubat tapi terlanjur memiliki banyak pengikut yang sesat, sulit pula dikembalikan ? Na’udzubillah min dzalik …
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”. ( Terjemah Q. Al-Baqarah (2):10).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 29 Maret 2019.
Vien AM.
Leave a Reply