Feeds:
Posts
Comments

Archive for January, 2020

Pada pertengahan Desember yang baru lalu, kami ( saya dan suami) menerima undangan mantu seorang kerabat di Salatiga, Jawa Tengah. Kesempatan ini kami manfaatkan untuk sekaligus berwisata ke Solo dan sekitarnya yang memang belum pernah sama sekali kami kunjungi. Kebetulan anak lelaki kami kedua yang baru menikah beberapa bulan lalu, bersama istrinya, bisa cuti dan ingin menemani kami, bahkan menggebu ingin meng-“intertain” kami selama 4 hari liburan tersebut.

“Mumpung belum ada tanggungan. Ayah ibu yang bikin itinerynya, terserah pinginnya kemana ayah ibu … Boleh ayah ibu yaa .. “, mohon keduanya, tulus … Masya Allah … Terharu hati ini … Semoga Allah swt mencatatnya sebagai amal kebaikan yang tak terhingga nilainya, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. … “. (Terjemah QS. Al-Isra’(17):23).

IMG_20191213_073600Maka jadilah kami ber-empat memulai wisata singkat kami.  Kami memulai perjalanan dari bandara Adi Soemarmo Solo dengan mobil sewaan. Di pintu keluar bandara sepasang kereta kencana keraton menyambut kami. Sementara orang yang mengantarkan mobil sewaan meng-infokan adanya museum menarik bernama De Tjolomadu yang baru dibuka tahun lalu.

Menurutnya sayang kalau dilewatkan, apalagi lokasinya tidak jauh dari bandara dan pasti dilewati. Tapi ternyata tidak semudah itu karena mbah Google menyarankan melewati jalan-jalan potong kecil hingga akhirnya malah nyasar ntah kemana. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke rencana semula yaitu, mengunjungi batik. Museum bila memungkinkan, di hari terakhir sebelum ke bandara.

Berkunjung ke Solo tanpa menyambangi batik rasanya memang kurang afdol. Ada beberapa pilihan menarik diantaranya pasar Klewer, Kampung Batik Kauman dan kampung Batik Laweyan yang merupakan tempat tinggal para pengrajin Batik Solo.

Kota berjulukan “Spirit of Java” ini memang menyimpan banyak kekayaan budaya, batik adalah salah satu contohnya. Batik telah ada sejak dulu dan masih eksis hingga kini. Motif kawung dan parang adalah dua di antara berbagai motif khas batik Solo yang mempunyai penggemar tersendiri.

IMG_20191213_084323Khusus di Kampung Batik Kauman dan kampung Batik Laweyan pengunjung selain dapat berbelanja batik dengan harga yang relative murah juga dapat melihat proses pembuatan batik. Untuk itu kami memutuskan mengunjungi salah satu darinya yaitu Kampung Batik Laweyan. Sayang ketika kami tiba di lokasi sekitar pukul 10 pagi sebagian besar toko belum buka.

“ Dari pada balik lagi mending lihat batik di tempat lain kali yaa .. Lusa tapi, balik dari Salatiga”, usul saya.

Besok dan lusa pagi sesuai rencana memang khusus disiapkan untuk menghadiri acara mantu kerabat sekaligus silaturahim keluarga besar di Salatiga.

IMG_20191213_150307IMG_20191213_150312Akhirnya kamipun berburu kuliner yang daftarnya sudah kami kantongi dari jauh-jauh hari. Solo kabarnya memang surga bagi pencinta kuliner. Mulai dari es dawet di dalam traditional Pasar Gede, serabi Notosuman, Soto Tengkleng hingga Timlo Solo, Selat Solo dan Nasi Liwet yang merupakan masakan khas kota tersebut.

Uniknya masakan yang direkomendasi umumnya bukan yang di restoran besar tapi di warung kaki lima, dengan harga yang relative murah namun rasanya tak kalah dengan yang di jual di restoran.

Namun dari sejumlah warung kaki lima dan resto yang kami kunjungi, bagi saya pribadi, rumah makan Adem Ayem yang terletak di jalan Slamet Riyadi, Laweyan adalah yang paling top. Karena selain label Halal MUI yang terpampang jelas dan besar, pilihan juga banyak dan enak, tempatnyapun bersih dan nyaman. Apalagi bila mengingat tidak sedikit restoran di kota ini yang menjual masakan babi yang jelas-jelas  haram bagi umat Islam.

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):168).

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.  … … “. ( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):173).

Esoknya sesuai rencana kami ke Salatiga. Ada cerita cukup menarik begitu kami tiba di kota dingin ini. Beberapa meter sebelum mencapai hotel yang sengaja kami pilih berdekatan dengan lokasi acara pernikahan, ternyata jalan di tutup karena ada pawai menjelang Natal, hingga kami harus berputar-putar mencari jalan lain. Syukur Alhamdulillah akhirnya mobil berhasil menyelinap tepat di depan arak-arakan dan masuk ke lokasi acara.  Harap maklum Salatiga memang dikenal sebagai kota yang banyak pemeluk Nasraninya ( 21 %). Universitas Kristen Satya Wacana salah satu universitas Kristen swasta ternama di Indonesia, berada di kota ini.

“Itu bukti kota kami adalah kota yang toleran”, jelas kerabat kami menjawab penjelasan alasan keterlambatan kedatangan kami.

Tentu tidak menjadi masalah selama tidak ada paksaan untuk merayakan acara keagamaan yang bukan agamanya. Toleransi dalam agama adalah saling menghormati agama tanpa harus melibatkan diri ke dalamnya, apalagi yang sampai merusak akidah.

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

Singkat cerita usai acara keluarga dan silaturahim, sorenya kami  melanjutkan perjalanan. Tujuan kami adalah Tawangmangu tempat wisata pegunungan di kabupaten Karanganyar yang berjarak 21 km dari Solo, atau sekitar 80 km dari Salatiga. Objek wisata di lereng barat gunung Lawu ini sudah dikenal sejak masa kolonial Belanda.

Sayang kami memasuki kawasan wisata ketika matahari telah jauh terbenam. Padahal kami harus menghadapi jalanan pegunungan kecil sempit berliku tajam nan terjal. Sementara resort hotel yang telah kami booking jauh-jauh hari tidak memberikan respons ketika kami hubungi berkali-kali. Akhirnya meski dengan susah payah, kami berhasil tiba di “resort hotel” tersebut. Namun dengan berbagai alasan kami memutuskan untuk batal dan mencari hotel lain. Alhamdulillah kami mendapatkannya meski tidak begitu sesuai harapan.

Esok harinya kami segera menuju objek wisata yang banyak dimiliki daerah tersebut. Salah satunya adalah Grojogan Sewu yang merupakan bagian dari Hutan Wisata Grojogan Sewu. Penamaan Grojogan Sewu yang berarti air terjun seribu (dalam bahasa Jawa grogojan artinya air terjun sedangkan sewu adalah seribu) merujuk pada tingginya air terjun, yaitu seribu pecak, atau sekitar 81 meter. Pecak adalah satuan jarak yang biasa digunakan ketika itu. Satu pecak sama dengan satu telapak kaki orang dewasa.

Awalnya kami sempat ragu mengunjungi grogojan tsb karena infonya jalan menuju kesana tidak mudah, harus melewati ratusan anak tangga. Apalagi ketika di Salatiga kemarin hnp alias syaraf kejepit saya sempat kambuh. Tapi setiba di Karanganyar kami mendapat info untuk menuju ke lokasi ada 2 pintu masuk. Pintu utama, yang masuk dari arah bagian atas air terjun memang harus melalui anak tangga yang jumlahnya ratusan. Sementara pintu yang satu yaitu yang dari arah bagian bawah air terjun relative mudah karena landai.

20191216_101146IMG_20191216_102034Akhirnya kami putuskan masuk lewat pintu tersebut. Jalanan terlihat lengang, kelihatannya bukan jalan umum. Bus dan mobil besar tidak bisa lewat jalan tersebut. Dan memang keputusan yang sangat tepat. Selain landai jalur tersebut mengikuti jalur sungai, sesuatu yang sangat saya sukai. Yang lebih mengejutkan lagi, tidak seperti umumnya sungai di Indonesia yang kurang bersih dan banyak sampah, sungai maupun jalan setapak menuju air terjun ini benar-benar bersih, dan jernih. Batu-batu besar dan kecil menghiasi sungai tersebut … Masya Allah …

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.( Terjemah QS. Al-Baqarah(2):74).

20191216_10364520191216_111722IMG_20191216_111020Puas menikmati keindahan pemandangan dan suara gemericik air kamipun melanjutkan perjalanan ke telaga Sarangan, yang jaraknya sekitar 40 km dari Grogojan Sewu.  Telaga cantik ini terletak di kabupaten Magetan Jawa Timur, di lereng Gunung Lawu, di sisi belakang Grogojan Sewu pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, tidak jauh dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Meski ini adalah rute pegunungan tak disangka ternyata jalanannya beraspal lebar dan mulus. Sayang mobil yang kami sewa ternyata kurang oke. Perkiraan suami mungkin perjalanan mendaki malam kemarin yaitu ketika kami mencari hotel adalah penyebab tipisnya cakram rem. Maka untuk mencegah kemungkinan lebih buruk terpaksa kami berhenti beberapa kali agar rem tidak terlalu panas.

(Bersambung).

Read Full Post »

Selama ini Italia dikenal sebagai kelezatan pizza dan pastanya. Bagi orang Italia, pasta sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tidak lengkap rasanya jika tidak ada sajian pasta dalam sehari saja. Nah, di Negeri Menara Pissa ini mencari daging cincang yang menjadi ‘teman’ pasta tidak sulit, terutama yang dalam proses penyembelihannya mengucapkan asma Allah. Terdapat toko daging halal di Kota Cesena, salah satu kota kecil di Italia. Sebab di negeri inilah Islam terus berkembang dari waktu ke waktu.

Sejak abad ke-9, keberadaan muslim di Italia terus bertambah melalui Sisilia sebagai pintu masuk Islam dari Afrika Utara. Kini, hampir dua juta jiwa muslim hidup di Italia.
Meski demikian, sampai dengan hari ini Italia sendiri masih belum sepenuhnya mengakui keberadaan agama Rahmatan Lil Alamin in. Padahal Islam banyak tertoreh dalam lembaran sejarah negara tersebut.

Berbeda dengan Inggris dan Jerman yang memiliki ratusan masjid dengan kubah dan menara yang khas, di Italia hanya ada dua masjid besar. Keduanya terletak di Kota Roma. Namun banyak pendatang yang terus berdatangan untuk mengais rezeki di Ibu Kota Italia itu. Kebanyakan dari mereka yang datang berasal dari negeri Islam. Sejak itu, Italia sudah menjadi negara yang lebih terbuka terhadap gelombang multikultur setelah krisis ekonomi yang melanda sejak awal tahun 2010 lalu.

komunitas muslim muda Italia atau Giovanni Musulmani De Italia (GMI)/Tim Jazirah Islam Trans7

Kaum muslim yang datang ke Italia dari waktu ke waktu akhirnya membentuk komunitas muslim muda Italia atau Giovanni Musulmani De Italia (GMI). GMI merupakan organisasi besar yang menaungi seluruh muslim muda di Italia dan berpusat di Kota Milan. Organisasi ini sudah berdiri sejak 15 tahun dan anggotanya terus bertambah. Komunitasnya juga menyebar di setiap penjuru Italia.

Di kota kecil bernama Cesena, tepatnya di Garage Aquilone, terdapat kelas melukis yang diselenggarakan oleh komunitas muslimah di sana. Kegiatan tersebut tidak dikhususkan untuk muslimah, tetapi juga siapa saja yang tertarik untuk belajar seni lukis kulit dengan henna, dipersilakan datang.

Seni ini telah mengakar selama lima ribu tahun lamanya yang berasal dari India dan Timur Tengah. Seni ini digunakan sebagai salah satu media untuk memperkuat ukhuwah dan menyebarkan citra Islam yang positif di Casena.

Alasan kami membuat kelas henna ini adalah pertama, sebagai media dakwah untuk menyebarkan pesan Nabi Muhammad SAW. Biasanya di kegiatan ini kita juga menyediakan buku-buku Islam dan Alquran terjemahan berbahasa Italia dari Roberto Picardo secara gratis. Kami mau menyebarkan pesan yang sesungguhnya dari Islam bukan pesan yang disampaikan oleh berbagai media bahwa Islam adalah teroris karena Islam adalah damai,” ujar gadis muslim bernama Kaltum Kamal Idrissi saat berbincang.

Belajar seni lukis kulit dengan henna/ Tim Jazirah Islam Trans7

Kaltum menceritakan, kegiatan melukis ini berawal dari keinginannya untuk membagikan buku Islam dan menjawab pertanyaan seputar Islam. Lalu salah satu dari anggota komunitasnya mahir membuat henna sehingga mereka sepakat membuka kelas henna.

Proyek yang diinisiasi Kaltum dan kawan-kawan mendapat apresiasi positif. Tidak sedikit perempuan yang datang untuk belajar. Sejak itulah, Kaltum membagikan buku-buku Islam di kelas ini. Semua yang datang juga memberi sumbangan untuk membeli alat-alat henna, buku dan henna.

Untuk itulah bagi siapa saja yang mau mengikuti kegiatan di kelas, peserta akan dikenakan biaya 3 Euro guna mendapatkan peralatan henna dan makanan ringan. Bahan pewarna cat yang digunakan berasal dari bubuk henna atau daun tanaman Lawsonia Inermisi.

Tim Jazirah Islam/ Trans7

Selain menawarkan seni, GMI juga rutin mengadakan diskusi untuk mengenal Islam lebih dekat. Diskusi ini sudah diadakan selama dua kali. Berbagai pertanyaan dari peserta kerap muncul, mulai dari hijab hingga masalah poligami.

Kami ingin memberikan tempat untuk masyarakat yang ingin tahu tentang Islam juga untuk orang yang lahir sebagai muslim namun tidak mengetahui cara menjalankan agama Islam dengan benar. Kita harus bangga sebagai muslim,” kata dia.

Kaltum dan kawan-kawan juga kini tengah mengembangkan investasi marketingnya melalui sosial media, satu diantaranya melalui Facebook. Dalam laman itu, mereka menjabarkan Islam.

Seni lukis henna terus berkembang di Cesena dari waktu ke waktu. Kota tersebut merupakan kota kecil dengan total penduduk 90 ribu jiwa. Banyak muslim yang bermukim di kota ini, namun sayang tidak banyak masjid yang bisa dijumpai. Tak ayal, sebagian warga menyulap garasinya menjadi musala untuk sekadar bisa salat berjamaah.

Kaltum dan salah seorang rekannya yang juga mualaf bernama Fatiha menilai Islam masih menjadi minoritas di kota yang terdiri dari deretan gedung tua ini. Namun hal itu tidak menjadikan mereka terasingkan.

Bicara mengenai minoritas, kami tidak menemui banyak kesulitan. Kami memiliki banyak teman dan rekan yang mencintai kami,” terangnya.

Aksi terorisme yang sempat terjadi di Paris dan Brussel beberapa waktu lalu sempat melukai hati umat muslim yang berada di Eropa. Sebab lagi-lagi mereka harus menerima anggapan Islam sarat dengan kekerasan.

Mendengar komentar negatif menjadi hal yang biasa. Sebagai muslim di Barat, kini kami merasa seperti mengulang tragedi 9 September di Amerika. Ada beberapa kasus seperti kami tidak bisa mengenakan hijab saat bekerja, namun kami selalu mengupayakan berbagai cara agar kami tidak lagi menjadi korban karena penting bagi mereka tahu siapa kami dan bagaimana nilai kami di masyarakat,” imbuh Kaltum.

Tim Jazirah Islam/ Trans7

Setiap malam, Kaltum dan Fatiha menyempatkan diri mengulik telepon pintarnya untuk membuat kampanye salat subuh. Mereka kemudian menggunggah foto seruan untuk salat subuh di akun Facebook milik GMI Cesena. Keduanya kerap menggunakan berbagai aplikasi edit foto untuk membuat gambar poster salat subuh. Kemudian mereka membubuhkan aneka petikan kalimat yang berisi ajakan salat subuh.

Kami mulai membuat kampanye ini untuk mengajak orang-orang subuh karena jika kita melakukan salat subuh maka akan mudah melakukan salat yang lainnya. Namun jika kita kelewatan salat subuh maka akan sangat menyesal karena dengan salat subuh kita akan dapat banyak keuntungan,” kata Kaltum.

Tujuan kita hanya satu membuat semakin banyak orang yang salat subuh,” imbuhnya.

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 10 Januari 2020.

Vien AM.

Dicopas dari : https://news.detik.com/berita/d-3228980/melihat-kegiatan-anak-muda-italia-kenalkan-islam-di-negeri-pizza

Read Full Post »