Shofa dan Marwah adalah nama 2 buah bukit di dekat kota Makkah. Jarak antara keduanya sekitar 400 meter. Ke dua bukit tersebut merupakan bagian dari bukit Abi Qubaish. Di bukit inilah dulu jauh sebelum datangnya islam berdiri ratusan berhala yang disembah orang2 Quraisy jahiliyah sebagai bagian dari tradisi.
“Sesungguhnya Shofa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan Sa`i antara keduanya. … … “.(Terjemah QS. Al-Baqarah 158).
Ayat di atas adalah ayat yang berisi perintah Sai ( jalan dan lari-lari kecil) antara Shofa dan Marwah sebagai bagian dari ibadah haji dan umrah. Yang menarik kalimat yang digunakan ayat tersebut bukan kata perintah lazimnya sebuah perintah, melainkan “ tidak ada dosa”.
” tidak ada dosa baginya mengerjakan Sa`i antara keduanya”.
Apakah itu berarti bahwa Sai itu tidak wajib??
Terdapat perbedaan pendapat antar mahzab. Imam Syafii yang mahzabnya merupakan pegangan umat Islam di Indonesia, berpendapat Sai adalah rukun dan hukumnya fardhu, yaitu tidak sah bila tidak dilakukan. Sedangkan menurut Imam Malik wajib namun bila terpaksa bisa dibayar dengan dam/denda. Sementara Imam Hanafi berpendapat tidak wajib. Tapi diantara semua pendapat yang terkuat adalah rukun, berdasarkan beberapa pernyataan Rasulullah, diantaranya :
“Sesungguhnya Allah mewajibkan Sai atas kamu”. (HR. Baihaqi).
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir diceritakan bahwa Sai telah dikerjakan orang-orang Qurasy jauh sebelum Islam datang. Mereka terbiasa Sai dari bukit Shofa dan bukit Marwah, dan setiap kali tiba di kedua bukit tersebut mengusap patung berhala yang terdapat di atasnya. Bukan hanya Sai bahkan Tawafpun telah mereka kerjakan sejak lama. Sai dan Tawaf yang merupakan bagian dari ibadah Haji memang sudah ada sejak dahulu kala, yaitu sejak zaman nabi Ibrahim as. Karena Haji memang adalah syariah nabi Ibrahim as yang di kemudian hari makin lama makin diselewengkan hingga datangnya nabi Muhammad saw.
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. ( Terjemah QS. Ali Imran(3):97).
Itu sebabnya ketika turun ayat tentang Sai dalam ayat 158 surat Baqarah di atas para sahabat bertanya-tanya mengapa Allah swt memerintahkan melakukan sesuatu yang merupakan kebiasaan jahilyah Quraisy. Mereka ragu dan agak enggan melakukan perintah tersebut. Itu pula sebabnya di akhir ayat Allah berfirman,
“Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”.
Maka para sahabatpun melakukan Sai dengan hati tenang, karena mereka menyadari yang mereka lakukan adalah dalam rangka ketaatan kepada perintah Tuhannya, bukan karena mengikuti tradisi nenek moyang.
Berikut beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari ayat di atas,
1. Sai yang merupakan bagian dari Haji dan Umrah adalah ritual yang umurnya sudah ribuan tahun. Ritual ini adalah syariat nabi Ibrahim as yang diluruskan kembali ke arah yang benar setelah sekian tahun lamanya bercampur dengan kesyirikan. Yaitu melalui Al-Quran yang dibawa rasulullah Muhammad saw.
2. Adat, tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat selama tidak bertentangan dengan syariat boleh tetap dijalankan. Sedangkan yang tidak sesuai syariat apalagi yang mengandung kesyirikan tidak boleh dilanjutkan, bahkan haram.
3.Ketika kita ragu terhadap sesuatu yang belum jelas hukumnya, sebaiknya berhenti dahulu, cari ilmunya hingga jelas haram/halalnya.
4.Seorang hamba tidak punya pilihan kecuali taat dan patuh kepada Allah swt, sami’na wa atho’na ( kami dengar dan kami taat). Nabi Ibrahim as dan istrinya Siti Hajar adalah contoh yang terbaik. Meski keduanya tidak mengetahui hikmah apa dibalik perintah Allah swt meninggalkan Siti Hajar dan Ismail as yang masih bayi di tanah gersang tak berpenghuni nun jauh di sana, mereka tetap patuh menjalankan perintah tersebut.
5.Pertolongan Allah pasti datang bila kita bersungguh-sungguh berusaha mencari jalan keluarnya. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Yaitu dengan keluarnya air zam-zam dari padang pasir yang mustahil bisa terjadi bila dipikir secara logika. Ini terjadi setelah Siti Hajar berlari bolak-balik antara Shofa dan Marwa di tengah kesedihan dan keputus-asaan mencari air minum yang sangat dibutuhkan diri dan bayinya.
Namun hari ini kita melihat bagaimana pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan menghentikan kedatangan jamaah Umrah dari luar negrinya meski hanya untuk sementara. Yaitu selama merebaknya pandemi Corona/Covid-19 yang telah menelan puluhan ribu korban di seluruh penjuru dunia.
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Islam memang mengajarkan “lockdown” yaitu melarang orang keluar masuk suatu wilayah ketika sedang terjadi pandemi. Namun tetap saja pelarangan tersebut benar-benar sesuatu yang amat menyesakkan hati. Apalagi bila ibadah Haji yang tinggal beberapa bulan inipun sampai terpaksa dibatalkan. Na’udzubillah billah min dzalik …
Pertanyaan besar, mengapa Allah swt “terkesan ridho” virus ganas tersebut meluluh-lantakan syiar yang telah berumur ribuan tahun tersebut? Bukankah apapun yang terjadi di alam semesta ini semua atas izin-Nya?? Murkakah Allah terhadap penduduk bumi milik-Nya ini??
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. ( Terjemah QS. An-An’am(6):59).
Bila kita perhatikan sekali lagi ke lima hikmah ayat tentang Sai di atas, sudahkan umat mentaatinya??? Kesyirikan yang merupakan dosa terbesar yang harus kita hindari, masihkah ada terselip dalam ritual ibadah kita?? Bagaimana dengan berbagai upara adat sarat kesyirikan yang masih saja dilakukan umat Islam hingga detik ini, dengan berbagai alasannya??
Berapa banyaknya jamaah umrah dan haji yang pulang dari menjalankan rukun Islam ke 5 tersebut tapi masih juga santai melakukan berbagai kemaksiatan seperti korupsi, memamerkan aurat, mengkonsumsi alkohol, dll??? Bahkan prilaku homoseksual yang jelas-jelas diharamkan masih saja terjadi di negri yang katanya mayoritas Islam ini. Termasuk juga pelecehan terhadap ulama dan ajaran Islam yang makin menjadi-jadi. Menunjukkan ikatan persaudaraan yang makin lama makin rapuh.
Yaa Allah ampuni kami, maafkan kami, jangan Kau azab kami sebagaimana telah Kau azab kaum Aad, kaum Tsamud, Firaun dan pasukannya serta kaum-kaum lain yang membangkang dan mendurhakai-Mu.
Yaa Allah, semoga dengan ditutupnya rumah-rumahMu, dihentikannya kajian-kajian, kegiatan ngajar mengajar serta dibatasinya kegiatan perkantoran dan kegiatan sehari-hari lainnya, mampu membuat kami untuk segera introspeksi, memurnikan penyembahan, memperbaiki kesalahan, dan segera bertobat memohon ampunan-Mu.
Yaa Allah lindungi dan bebaskan kami dari ganasnya pandemi Corona serta penyakit-penyakit mematikan lainnya, dan berilah kami kesempatan untuk memasuki Ramadhan yang sudah di depan mata ini dengan hati yang bersih, bebas dari segala kesyirikan dan kemaksiatan.
Yaa Allah bukalah kembali pintu rumah-Mu di Masjidil Haram sehingga kami dapat kembali menjalankan ibadah umrah dan haji dalam keadaan sehat wal afiat dan hati yang tenang.
Yaa Allah Zat Yang Maha Mengabulkan Doa, kabulkankanlah doa dan permohonan kami sebagaimana Kau kabulkan doa nabi Yunus as yang selama beberapa waktu terkurung dalam kegelapan perut ikan, aamiin yaa robbal’aalamiin …
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 28 Maret 2020.
Vien AM.