“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. ( Terjemah QS. Al-‘Alaq(96):1-5).
Ayat di atas adalah ayat yang pertama turun kepada Rasulullah Muhammad saw. Disampaikan oleh malaikat Jibril as ketika Rasulullah sedang berkhalwat di gua Hira yang telah menjadi kegiatan rutin karena prihatin terhadap prilaku penduduk Mekah yang makin hari terperosok dalam kemaksiatan. Sejak itu ayat-ayatpun terus turun selama nyaris 23 tahun hingga menjelang wafatnya Rasulullah.
Awalnya Rasulullah berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Ayat-ayat disampaikan hanya kepada orang-orang terdekat seperti Khadijah sang istri tercinta satu-satunya, keponakan yang masih muda belia Ali bin Abu Thalib serta sahabat-sahabat dekat seperti Abu Bakar dll.
Namun setelah 3 tahun berlalu turun ayat yang memerintahkan agar rasul berdakwah secara terbuka dan terang-terangan. Maka Rasulpun mengumpulkan penduduk Mekah di suatu tempat terbuka, mengumumkan kerasulan beliau sekaligus memperkenalkan ajaran Islam.
Sayang ajakan tersebut ditolak mentah-mentah, terutama oleh para pembesar Mekah. Perlu diketahui keadaan Mekah ketika itu adalah merupakan pusat peribadatan dengan Ka’bah sebagai pusatnya. Ka’bah memang sudah ada jauh sebelum Islam datang. Ibadah haji termasuk thawaf dan sa’i adalah ritual ibadah peninggalan nabi Ibrahim as dan putranya nabi Ismail as yang sudah berumur ribuan tahun.
Namun dengan berlalunya waktu ibadah tersebut telah diselewengkan sedemikian rupa hingga menjadi penyembahan berhala. Sebagai pusat peribadatan, Mekah banyak didatangi peziarah dari segala penjuru tanah Arab. Selain beribadah mereka juga datang untuk berlomba memamerkan kemahiran mereka bersyair, sekaligus juga untuk berniaga.
Puncaknya adalah musim haji. Pada saat itu, pasar-pasar Arab dibuka lebar-lebar. Yang paling terkenal adalah Pasar Ukaz. Di Ukaz inilah terdapat mimbar khusus tempat para penyair Arab adu kepiawaian. Disamping itu, Ukaz juga memiliki tempat penjualan budak dari berbagai ras dan bangsa, mulai yang berkulit hitam, kuning, coklat hingga berkulit putih.
Para pembesar Mekah sudah pasti adalah yang paling merasakan keuntungannya. Itu sebabnya mereka adalah yang paling takut kehilangan pengaruh dan kekuasaan bila datang agama baru ke daerah kekuasaan mereka.
Namun Rasulullah tidak menyerah, ayat-ayat Al-Quranul Karim tetap beliau perdengarkan kepada penduduk Mekah. Dan tak sedikit diantara para penyair handal yang mau tak mau harus mengakui kehebatan dan keindahan ayat-ayat tersebut. Bahkan Walid bin Mughirah, seorang pembesar Mekah yang juga ahli syair, mendengar ayat yang dibacakan Rasulullah merasa tersentuh.
“Demi Allah, tak seorangpun diantara kalian yang melebihi pengetahuanku tentang syair, puisi dan sajak, bahkan dari kalangan jinpun. Demi Allah apa yang diucapkan Muhammad tak sedikitpun menyerupai semua itu. Sungguh perkataannya indah dan menyejukkan. Kata-katanya sangat tinggi dan tak mungkin tertandingi”, aku Walid kagum.
Hal ini menyebabkan pembesar Mekah lain bertambah kesal dan marah. Fitnahpun disebarkan, Muhammad adalah penyihir, orang gila, maka harus dijauhi. Muhammad adalah pemecah bangsa, pengkhianat agama nenek moyang.
Tidak cukup puas hanya dengan menyebar fitnah mereka juga mengolok-olok bahkan melempari Rasulullah dengan kotoran binatang.
Suatu hari Umar bin Khattab seorang pembesar Mekah yang dikenal garang bermaksud menemui Rasulullah untuk membunuhnya.
“Aku akan menemui Muhammad! Dia yang menukar agama nenek moyang kita. Dia yang memecah belah masyarakat Quraisy. Dia memiliki banyak angan-angan bodoh. Dia yang mencaci tuhan-tuhan kita. Untuk semua kesalahannya itu, aku akan menebas lehernya!“, serunya geram.
Namun dalam perjalanannya menuju Darul Arqam dimana Rasulullah sering berkumpul dengan para sahabat ia mendapat kabar bahwa adik perempuan yang sangat ia cintai yaitu Fatimah dan suaminya Sa’id bin Zaid telah masuk Islam. Segera Umarpun merubah haluan menuju rumah pasangan tersebut untuk memastikan kebenarannya. Singkat cerita saking marahnya Umar memukul adiknya hingga terjatuh dan darahpun mengucur dari wajahnya. Melihat itu Umar menyesal, lalu meminta adiknya untuk memperlihatkan lembaran-lembaran Al-Quran yang sempat disembunyikan di bawah kursinya. Lembaran-lembaran tersebut adalah lembaran surat Thaahaa berikut :
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”. (Terjemah QS. Thaahaa(20):1-6).
Umar tertegun, hatinya tersentuh, tubuhnya bergetar hebat, tangannya terkulai dan matanya menerawang jauh. Tiba-tiba ia teringat suatu malam secara tidak sengaja mendengar Rasulullah membaca ayat berikut:
“Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.” (Terjemah QS. Al-Haqqah(69):41).
Ketika itu ia berpikir “Jika bukan perkataan penyair pasti perkataan Muhammad sendiri”. Didorong rasa keingin-tahuan yang tinggi, keesokan malamnya diam-diam ia menyelinap ke dekat rumah Rasulullah. Atas kehendak Allah swt ternyata yang dibaca Rasulullah adalah kelanjutan ayat yang didengarnya kemarin.
“Ia (Al Qur’an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam.”
Segera Umarpun meninggalkan adiknya yang memandangnya penuh harap, dan pergi menuju Darul Arqam. Tapi kali ini bukan untuk membunuh Rasulullah melainkan untuk menyatakan ke-Islam-annya. Allahu Akbar …
Sebuah pertanyaan besar mengapa Umar yang dikenal temperamen, keras kepala dan tidak sudi mendengarkan pendapat orang lain begitu mudah luluh mendengar ayat-ayat Allah dibacakan?
Sama halnya dengan bangsa jin sebagaimana ayat berikut :
Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya: sekumpulan jin telah mendengarkan (Al Qur’an), lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an yang menakjubkan,” (Terjemah QS. Al-Jinn(72):1).
Al-Quran juga mampu membuat orang tergetar hebat menangis meski ia tidak memahami bahasa apalagi maknanya. Kita juga bisa melihat betapa orang di seluruh penjuru dunia, lelaki perempuan besar kecil hafal Al-Quran, bahkan bacaan panjang pendeknyapun sesuai dengan yang tertulis.
Yaa … Al-Quran adalah mukjizat terbesar Rasulullah. Jika nabi Musa as dengan tongkat ajaibnya yang bisa berubah menjadi ular mampu membuat para penyihir bertekuk lutut. Nabi Isa as dengan kemampuan menyembuhkan orang lepra bahkan Allah swt pernah suatu kali mengizinkan beliau menghidupkan seorang yang mati. Nabi Ibrahim as yang berhasil keluar dari hukuman api dari rajanya. Nabi Saleh dengan unta betina yang muncul dari batu. Maka selain mukjizat-mukjizat kecil yang tidak jauh beda dari mukjizat nabi yang lain, Allah swt membekali Rasulullah dengan Al-Quranul Karim sebagai mukjizat terbesarnya.
Al-Quran adalah kitab suci yang bukan hanya indah rangkaian kata dan susunan kalimatnya. Tapi terlebih lagi makna dan kandungan yang ada di dalamnya. Kitab ini bukan hanya berisi perintah dan larangan, cerita para nabi dan umat-umat terdahulu, tapi juga berita-berita langit yang sungguh sangat visioner, menembus batas akal dan pikiran manusia yang sulit dipahami manusia pada waktu itu. Ayat-ayat yang seperti itu baru belakangan ini terbukti ternyata sangat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan sains yang makin hari makin terkuak itu. Ini makin membuktikan bahwa Al-Quran bukan buatan manusia. Ia adalah kumpulan Firman Allah Azza wa Jala Yang Maha Tinggi di atas sana. Allahu Akbar.
Tak heran jika hingga saat ini, 15 abad sejak awal diturunkannya, mukjizat Al-Quran masih bisa terus dirasakan. Betapa banyaknya orang yang mau memeluk Islam setelah membaca dan mempelajari Al-Quran. Para ilmuwan dari berbagai negara maju tak terhitung banyaknya yang terkagum-kagum membaca ayat-ayat Al-Quran yang ternyata sesuai dengan ilmu yang selama bertahun-tahun mereka geluti.
Jadi, sungguh beruntung kita yang sejak lahir sudah mengenal Al-Quran. Sebaliknya alangkah sialnya bila kita tidak mampu merasakan kedasyatannya. Untuk itu marilah kita maksimalkan pengenalan kita terhadap kitab suci ini, tidak dengan hanya membacanya siang dan malam, tapi juga dengan mentaddaburi serta mengamalkannya, agar kita dapat memperoleh ridho dan ampunan-Nya.
Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah saw bersabda, “Tiada penolong yang lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Quran. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib, Syarah Ihya)
Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah,
“Aku adalah Alquran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan. Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 22 Juni 2020.
Vien AM.