Ramadhan 2021 atau 1442H, kembali kita jalani dalam situasi Pandemi Covid 19. Shalat Tarawih berjamaah di masjid yang merupakan bagian dari Ramadhan sekaligus syiar Islam memang sudah bisa dilaksanakan selama mengikuti protokol kesehatan. Artinya masih lebih baik dibanding tahun lalu.
Beberapa masjid besar seperti masjid Istiqlal, masjid Agung Al-Azhar juga masjid perkantoran Jendral Sudirman sudah membuka pintunya. Namun tidak untuk kegiatan buka puasa dan sahur bersama karena pada kegiatan ini mau tidak mau jamaah harus membuka masker. Demikian pula halnya iktikaf yang memerlukan waktu berkumpul bersama jamaah lain cukup lama. Bagaimana dengan shalat Iedul Fitri, akankah pemerintah harus kembali menerapkan kebijakan mengerjakannya di rumah masing-masing seperti tahun lalu?
Rasanya memang tidak afdol Ramadhan tanpa taraweh, iktikaf dan shalat Ied di masjid. Namun apa mau dikata bila kondisi tidak memungkinkan. Toh kita tetap bisa melakukan berbagai ibadah Ramadhan lainnya seperti meng-khatamkan bacaan Quran, memperbanyak dzikir dan istighfar, memberi makanan berbuka kaum dhuafa dll.
“Bacalah (khatamkanlah) Al Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.” Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al Qur’an dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari No. 5054).
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”
Apalagi di 10 hari terakhir Ramadhan dimana didalamnya terdapat malam Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan 1000 bulan sebagaimana terekam dalam surat Al-Qadr berikut :
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”.
Yang mengherankan adalah masalah pulang kampung (pulkam) yang sudah menjadi tradisi sebagian besar masyarakat Indonesia. Demi menjaga potensi penularan Covid-19, seperti tahun lalu, pemerintah mengeluarkan aturan pulang kampung hanya bisa jauh-jauh hari sebelum dan sesudah hari Hari Raya Iedul Fitri.
Dengan sigap masyarakatpun memanfaatkannya dengan baik, yaitu pulkam pada hari-hari yang diperbolehkan. Tak heran bila kemudian terjadilah penumpukan calon penumpang di sejumlah terminal bus antar kota. Hal yang seharusnya tidak boleh terjadi. Tidakkah mereka mau mengambil pelajaran dari tragedi Covid di India yang diberi nama “Tsunami India” saking banyaknya korban, kabarnya hingga ribuan kematian per hari.
Terlepas adanya isu bahwa pandemi yang terjadi hari ini adalah sebuah konspirasi tingkat tinggi negara-negara adi daya demi mengeruk keuntungan besar lewat vaksin dll, nyatanya tidak sedikit korban Covid berjatuhan dalam waktu sangat singkat. Ini yang kemudian mengakibatkan rumah sakit tidak sanggup memenuhi kebutuhan oksigen karena virus covid yang berdaya tular sangat tinggi ini memang menyerang saluran paru dan pernafasan.
Lebih parah lagi, dilansir dari kanal Youtube CRUX, Senin (19/4/2021), bahwa mutasi virus di India tak terdeteksi oleh tes PCR yang selama ini dijadikan acuan adanya virus Covid-19 oleh seluruh negara di dunia.
“Berbagai rumah sakit di India melaporkan, bahwa pasien bergejala dites tetap negatif meskipun sudah dua atau tiga kali tes. Virus yang tidak terdeteksi membuat membantu virus makin banyak menyebar. Kasus Covid-19 dari hasil tes negatif dan RT-PCR gagal banyak dilaporkan di seluruh India,” tulis laporan tersebut.
Jika sudah demikian apa yang dapat kita lakukan??
Tragedy di India terjadi akibat kerumunan massa sehubungan perayaan keagamaan Hindu di sungai Gangga, yang dilakukan tanpa penggunaan masker pula. Sebelumnya pemerintah India memang telah mengendurkan prokes karena merasa telah dapat menaklukkan pandemi yang telah memasuki tahun ke 2 ini. Yang pasti setiap umat beragama pasti meyakini meninggal ketika sedang menjalankan ketaatan pada Tuhan-nya pasti memiliki nilai yang sangat tinggi.
Tengok apa yang dilakukan gerombolan Yahudi yang secara brutal, tanpa masker pula seakan tidak ada apa yang namanya virus Covid, menyerang jamaah yang sedang shalat di Masjidil Aqsho. Perbuatan tersebut jelas perbuatan biadab, tapi ntah menurut keyakinan mereka. Yang pasti kedua pemeluk agama tersebut demi menjalankan agamanya tidak takut mati.
Lalu mengapa kita saking takutnya dengan Covid-19 harus menjauh dari masjid meski masjid bersangkutan menetapkan prokes secara ketat?? Sementara untuk sekedar pulang kampung atau belanja lebaran berani berdesak-desakan, tanpa masker pula?? Bukankah setiap manusia pasti mati??? Mari kita tiru apa yang dilakukan saudara-saudari kita di Palestina yang dengan gagah berani melawan tindakan biadab Yahudi, demi menjaga masjidil Aqsho.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.(Terjemah QS. Ali Imran (3:185).
Dalam hadits riwayat Bukhari, dari Abdurrahman bin Auf, Rasulullah SAW bersabda,
“Jika kalian mendengar penyakit Thaun mewabah di suatu daerah, Maka jangan masuk ke daerah itu. Apabila kalian berada di daerah tersebut, jangan hengkang (lari) dari Thaun.”
Hadist di atas mengajarkan bagaimana kita harus bersikap ketika wabah menyerang suatu daerah. Artinya “lock down” alias isolasi atau karantina yang dilakukan negara-negara di dunia sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah mengajarkan umat Islam agar tidak lari dari suatu penyakit agar penyakit tersebut tidak menyebar dan menularkannya ke mana-mana.
Akhir kata, mari kita ikhtiar menjaga diri dari penyakit, diantaranya dengan mematuhi prokes, tapi tanpa harus takut berlebihan terhadap kematian, apalagi sampai harus menjauh dari-Nya. Paling tidak shalat Subuh berjamaah di masjid dan shalat Jumat sudah saatnya untuk diaktfkan kembali.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan umat Islam untuk bersabar ketika sakit, karena sakit bila dihadapi dengan sabar Allah akan membersihkan dosa-dosa kita.
“Laa Ba’sa Thohurun Insya Allah”.
Yang berarti “Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membersihkanmu dari dosa-dosa, Insyaallah”. (HR Bukhari).
Wallahu’alam bi shawwab.
Jakarta, 8 Mei 2021.
Vien AM.
Leave a Reply