“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,”( Terjemah QS. Al-Baqarah (2):155).
Ayat di atas menerangkan bahwa ketakutan, kelaparan dan kemiskinan adalah cobaan atau ujian dari-Nya. Termasuk di dalamnya virus Covid-19, pandemi yang sudah memasuki tahun ke 2 ini.
Seperti juga layaknya suatu ujian yang pasti pernah dialami semua orang, ntah itu ujian memasuki jenjang pendidikan, seperti test masuk sekolah , ujian kenaikan tingkat, ataupun ujian kepegawaian atau ujian-ujian lain, tak jarang seseorang mengalami kegagalan.
Namun yang paling menyakitkan adalah ketika kegagalan bukan disebabkan kita salah, melainkan akibat gagal memahami maksud pertanyaan. Gagal faham atau galfok alias gagal fokus, istilah anak muda zaman Now. Misalnya ketika kita diminta menerangkan sesuatu lalu dengan penuh keyakinan kita menjawabnya dengan tulisan panjang lebar yang ternyata tidak sesuai pertanyaan. Yang lebih celakanya lagi kita baru menyadari kesalahan tersebut begitu kita menyerahkan lembar jawaban. Sungguh menyesakkan bukan ???
Begitupun ujian Covid-19. Supaya tidak gagal faham, sebagai orang beriman kita harus memahami apa yang diinginkan Sang Pencipta dengan ujian tersebut.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.(Terjemah QS. Al-Baqarah(2):214).
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (Terjemah QS.Al-Anfal(8):28).
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. Terjemah QS.Al-Anbiya (21):35
Dari ayat-ayat di atas dapat kita ketahui bahwa :
1. Ujian dibuat sebaga seleksi masuk surga.
2. Orang-orang terdahulu juga mengalami ujian dan cobaan.
3. Ujian dan cobaan bisa berupa malapetaka dan kesengsaraan.
3. Bisa juga harta kekayaan dan anak-anak kita.
4. Pertolongan Allah amat dekat.
5. Semua manusia pasti akan mati dan kembali pada Sang Pencipta.
Dengan demikian, artinya semua yang kelihataannya baik dan menyenangkan dalam pandangan kita seperti kekayaan, kesehatan bahkan anak-anak kita, maupun yang tampaknya buruk seperti kemiskinan, kesengsaraan, mala petaka dan berbagai penyakit seperti Covid-19, adalah ujian dan cobaan. Persis seperti ujian berpuasa di bulan Ramadhan, yang tujuannya adalah takwa. Karena hanya orang-orang takwa yang bisa memasuki surga-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”( Terjemah QS. Al-Baqarah (2):183).
Manusia diciptakan sebagai mahluk terbaik dan terpandai di muka bumi ini agar dapat menjadi khalifah/pemimpin, minimal pemimpin bagi keluarga dan dirinya sendiri agar tidak mudah dipengaruhi bisikan syaitan terkutuk. Puncaknya adalah pemimpin yang mampu menciptakan masyarakat yang adil, tenang dan makmur, dibawah ketundukan kepada Sang Khalik, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Covid-19, pandemi yang sedang melanda dunia saat ini sungguh terasa berat. Hampir setiap hari setiap saat kita mendengar kabar kerabat dan handai taulan yang wafat dalam perjuangan melawan virus yang makin mengganas tersebut. Tak tanggung-tanggung dalam 1 keluarga bisa beberapa anggotanya meninggal dalam waktu berdekatan.
Hingga pemerintahpun mengeluarkan peraturan yang membatasi pergerakan kita. Diantaranya tidak ke luar rumah kecuali mendesak, tidak berkumpul banyak orang, termasuk shalat Jumat. Sungguh menyedihkan. Pertanyaannya murkakah Allah hingga tidak sudi melihat hamba-2nya memasuki rumah-Nya?!? Benarkah ini yang diinginkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala???
Tidak dapat kita pungkiri negeri kita tercinta ini sarat dengan keboborokan. Mulai dari pejabat korup, perzinahan dan mabuk2an yang terus meraja-lela, perempuan-perempuan berlomba memamerkan auratnya, ayat2 suci diabaikan, Al-Quran yang hanya menjadi pajangan, dll.
Salah siapakah ini?? Bukankah Islam mengajarkan untuk saling menasehati, saling mengingatkan. Tak pelak, ini adalah kesalahan bersama yang akibatnyapun harus ditanggung bersama pula.
Dari Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaannya); jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya (menasihatinya); dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman.’”
Sungguh disayangkan tapi apa mau dikata. Padahal negara kita termasuk relative aman damai dibanding dengan negara-negara Timur Tengah seperti Palestina dan Suriah yang hampir setiap hari terjadi ledakan bom. Mengapa kita tidak mensyukurinya, syukur dengan cara yang benar. Yaitu memperbaiki ibadah dan hubungan dengan-Nya.
Mengapa Allah Azza Wa Jala turunkan pandemi ini baru kita mau bertobat?? Kematian adalah hak prerogative Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tidak dapat ditawar-tawar, yang tidak dapat dihindari kemanapun kita bersembunyi. Yang penting dalam keadaan bagaimana kita wafat.Sementara bagi keluarga yang ditinggalkan, tidak boleh merasa kecewa apalagi marah. Ini adalah ketetapan-Nya. Sebaliknya ketika seseorang sembuh dari Covid, atau bahkan sehat terhindar dari virus tersebut, tidak sepatutnya merasa “jumawa”. Seharusnya ia lebih bersyukur lagi karena Allah telah memberinya kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki amal ibadah, bukannya malah melanjutkan kebiasaan-kebiasaan buruknya.
Begitupun dengan yang sudah melakukan vaksinasi. Jangan takabur bahwa Covid tidak akan menyentuhnya. Jangan pernah lupa, tanpa izin-Nya, vaksin, obat-obatan, prokes dll tidak akan menyelamatkannya dari bencana. Manusia hanya bisa ikhtiar yang memang merupakan bagian dari ibadah. Termasuk berdoa seperti yang dicontohkan Rasulullah saw, yang isinya mencerminkan bahwa keselamatan dalam ber-agama adalah no 1, baru setelah itu kesehatan dll. Doa tersebut juga berisi permohonan agar dimudahkan ketika sakratul maut.
Akhir kata, jangan sampai kita gagal paham terhadap ujian Allah Subhanahu Wa Ta’ala seperti halnya dalam ujian-ujian keduniawian kita. Karena akibatnya benar-benar fatal. Kalo saja kita bisa melihat catatan malaikat tentang hasil ujian Covid yang pasti berbeda jauh dengan catatan WHO yang hanya mencatat korban wafat, korban terinfeksi, persentase yang sudah di vaksin dll ….
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 17 Juli 2021.
Vien AM.
Leave a Reply