Siapa yang tak kenal legenda Malin Kundang. Cerita rakyat dari tanah Minangkabau ini diceritakan secara turun temurun hingga kadang orang mengira peristiwa tersebut nyata terjadi.
Padahal cerita tersebut kabarnya dibuat oleh masyarakat Minang yang sejak dulu dikenal senang merantau agar agar perantau tidak lupa dengan tanah kelahiran mereka sebagaimana seorang anak yang lupa kepada ibunya hingga menjadikannya anak durhaka.
Legenda Malin Kundang menggambarkan seorang anak bernama Malin Kundang yang hidup berdua dengan ibunya di perkampungan nelayan yang miskin. Mereka berdua saling menyayangi. Hingga suatu hari ketika Malin telah cukup dewasa ingin berlayar mencari pengalaman.
Awalnya sang ibu tidak mengizinkannya. Namun karena kuatnya tekad Malin akhirnya dengan berat hati ibunyapun mengizinkannya. Di kemudian hari ternyata Malin melupakan ibunya yang makin hari makin renta. Padahal hampir setiap hari ibunya selalu menunggu kepulangan anak semata mayangnya tersebut.
Hingga suatu hari setelah bertahun-tahun lewat, ibunya mendapat kabar bahwa putranya telah menjadi orang yang sukses, kaya raya dan telah mempersunting seorang perempuan kaya raya nan cantik jelita. Pasangan tersebut sedang berlabuh menuju kota dimana sang ibu tinggal.
Dengan suka cita iapun segera menyambutnya. Namun apa lacur ternyata Malin tidak mau mengakui ibunya. Ia malu terhadap istrinya melihat penampilan ibunya yang sangat jelas memperlihatkan kemiskinannya. Ia bahkan tega menghardik dan menuduh ibu kandung sendiri sebagai perempuan gila.
Sungguh sakit hati ibu Malin Kundang. Hingga akhirat ia berdoa bila laki-laki muda tersebut benar-benar putranya Allah swt bersedia mengganjarnya. Maka tak lama setelah itu kapal yang ditumpangi pasangan muda tersebut dihempas ombak besar. Keesokan harinya orang melihat sebuah batu mirip orang sedang berjongkok memohon ampun. Itulah akhir kisah Malin Kundang, anak yang durhaka.
Untuk diingat masyarakat Minangkabau adalah masyarakat Islam yang taat pada agamanya. Kisah yang mereka buat bukan sekedar mengingatkan perantau supaya tidak lupa dengan tanah kelahiran mereka. Namun lebih dalam lagi yaitu mengingatkan bahwa durhaka terhadap orang-tua adalah dosa besar. Betapa banyak ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar berbuat baik kepada ke dua orang-tua.
Yang bahkan mengucapkan perkataan “Ah” sebagai kata penolakan saja dilarang-Nya. Apalagi mengucapkan kata yang dapat menyakitkan hati keduanya. Ibu yang telah melahirkan dan menyusui, bersama ayah yang tak kalah sayangnya menghabiskan seluruh waktu dan tenaga untuk bekerja menafkahi keluarga.
“Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Terjemah QS. Al-Isra (17):23).
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Terjemah QS. Lukman (31):14).
Begitu pula hadist. Diantaranya hadist berikut. Imam Bukhari dan Imam Muslim serta sejumlah perawi hadits lainnya mengabarkan hadits dari Abu Bakar RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Maukah aku ceritakan kepada kalian dosa besar yang paling besar, yaitu tiga perkara? Kami menjawab, Ya, Rasulullah. Rasulullah berkata: Menyekutukan Allah, dan mendurhakai dua orang tua. Rasulullah sedang bersandar lalu duduk, maka berkata Rasulullah: Tidak mengatakan kebohongan dan kesaksian palsu”.
Durhaka terhadap kedua orangtua hanya 1 tingkat dibawah dosa syirik dan kekafiran. Karena pada dasarnya sama yaitu sombong dan tidak tahu ber-terimakasih. Orang yang tidak bisa ber-terimakasih terutama kepada kedua orangtuanya dapat dipastikan tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah Azza wa Jala.
Padahal kasih sayang Allah swt jauh lebih besar dibanding kasih sayang orangtua. Kalau bukan karena kasih sayangNya mana mungkin orang bisa hidup di dunia ini. Siapa yang menyediakan udara segar, air bersih dan sinar matahari yang sangat diperlukan manusia, gratis tanpa harus membayar sepeserpun ? Pernahkah kita memikirkan ayat 71 dan 72 surat Al-Qashash berikut ?
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?”
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”
Belum lagi aneka binatang yang dagingnya dapat dimakan dan mengenyangkan perut, beragam macam buah-buahan dan sayur-sayuran yang mampu memanjakan lidah kita.
Yang juga perlu diingat, jangan pernah merasa mampu membalas jasa kebaikan kedua orang-tua karena hingga mati sekalipun tidak mungkin kita mampu membalasnya. Apalagi tehadap segala nikmat yang telah diberikan Allah swt. Segala perbuatan baik termasuk shalat sehari semalam dan puasa seumur hidup, zakat infak sedekah sebesar apapun tidak mungkin kita bisa menebusnya.
Surga adalah milik-Nya yang dapat kita masuki hanya karena rahmat-Nya bukan sekedar amal ibadah kita. Sebanyak apapun kebaikan tapi kufur terhadapNya, tidak mengakuiNya sebagai satu-satuya Zat yang disembah maka hanguslah segalanya. Kesyirikan dan kekafiran adalah dosa terbesar dalam kacamata Islam yang tidak akan diampuniNya.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (Terjemah QS. An-Nisa(4):48).
Namun sebagian ulama mengatakan dosa syirik masih mungkin diampuni bila sempat bertaubat sebelum kematian menjemput. Taubat yang dimaksud adalah taubat nasuha sebagaimana ayat 8 surat At-Tahrim berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”
Sementara untuk menebus dosa dan kesalahan terhadap kedua orangtua yang telah meninggal adalah dengan menziarahi makam keduanya serta mendoakannya.
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya sekali setiap Jumat, maka niscaya Allah SWT menghapus dosanya. Dan ia pun dinilai sebagai anak yang berbakti kepada orang tuanya.” (HR. Al-Hakim).
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh seseorang yang durhaka ketika kedua orang tuanya wafat, lalu ia mendoakan keduanya selepas keduanya berpulang, maka niscaya Allah SWT akan mencatatnya sebagai anak yang berbakti.”
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 27 Juni 2022.
Vien AM.
Leave a Reply