Uzbekistan adalah sebuah negara yang terletak di tengah Asia Tengah. Negara ini berbatasan dengan Kazakhstan di sebelah barat dan utara, Kirgizstan dan Tajikistan di timur dan Afganistan dan Turkmenistan di selatan.
Uzbekistan meski sebagian besar berupa gurun namun negara ini mempunyai banyak gunung dan sungai. Gunung tertinggi setinggi 4503 meter sedangkan 2 sungainya yaitu Syr Darya ( 2790 km) dan Amu Darya (2600 km) adalah yang terbesar dan terpanjang di Asia Tengah. Kedua sungai ini mengalir jauh hingga negara-negara tetangganya.
Sungai yang sejak dulu merupakan jalur transport pokok inilah yang menjadikan negara ini menjadi bagian penting jalur sutra yang menghubungkan perdagangan dari wilayah barat (mediterania dan sekitarnya) dengan wilayah timur, daratan Cina khususnya.
Tak heran Samarkand, kota kuno yang terdapat di negara tersebut sejak berabad-abad lamanya selalu ramai dikunjungi orang. Inilah yang menjadi daya tarik utama Uzbekistan. Samarkand ( dan juga Bukhara) dengan bangunan-bangunan indah megah baik itu berupa masjid, madrasah/sekolah maupun mausoleum/makam yang umurnya telah ratusan tahun.
Bahasa resmi di Uzbekistan adalah bahasa Uzbek sebuah bahasa Turkik yang masih satu rumpun dengan bahasa Turki. Dan juga bahasa Rusia karena negara ini selama beberapa tahun pernah berada di bawah kekuasaan Uni Soviet setelah akhirnya merdeka pada tahun 1991. Mayoritas penduduk Uzbekistan adalah Muslim (96% Sunni).
Kata Uzbek yang berarti pemimpin sejati. terbentuk dari 2 kata yaitu “uz/oz yang berarti sejati/asli, dan kata “bek” yang berarti pemimpin. Uzbekistan dan sekitarnya di masa lalu dikenal dengan nama Transoxiana. Wilayah ini telah dihuni sejak milenium kedua SM. Di wilayah inilah Alexander Agung pernah mencoba menguasainya namun mendapat perlawanan sengit rakyatnya.
Selama berabad-abad wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan kekaisaran Persia seperti kekaisaran Parthia dan Sassanian. Hingga pada abad 7 Persia ditaklukkan oleh pasukan Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra melalui 2 panglima jendralnya yang gagah berani yaitu Khalid bin Walid ra dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Selanjutnya dinasti Umayah lalu dinasti Abbasiyah yang menguasai wilayah ini.
Namun demikian penaklukan tersebut tidak memaksa penduduk yang mayoritas beragama Majusi ( sebagian lain adalah pemeluk Budha, Kristen dan Yahudi) untuk memeluk Islam. Mereka hanya diwajibkan untuk membayar pajak, yang pada praktiknya juga cenderung lebih longgar dikenakan. Dan pada akhirnya hampir semua rakyat memeluk Islam secara bertahap dan suka rela.
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. ( Terjemah QS. At-Taubah (9):29).
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Terjemah QS.Al-Baqarah (2):256).
Sejak itu seluruh bekas kerajaan Persia menjadi wilayah Islam yang dikuasai secara bergantian oleh beberapa dinasti kerajaan Islam seperti dinasti Samaniyah, kekaisaran Khwarezmia, Seljuk dll. Di sinilah, di Bukhara khususnya, lahir tokoh-tokoh dan ulama kenamaan Muslim lahir. Diantaranya adalah Imam Al-Bukhari dan Imam at-Tirmidzi yang merupakan ahli hadist, Ibnu Sina (bapak kedokteran modern), Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi (bapak Aljabar/ahli Matematika), Abd al-Manshur al-Maturidi ( ilmu Kalam), Imam Bahauddin An-Naqsyabandi (pendiri tariqah Naqsyabandiyah) dll. Konon, nama Bukhara berasal dari metafora bahasa Mongol, yakni Bukhar yang berarti ‘lautan ilmu.’
Imam Bukhari lahir di Bukhara yang terletak di pusat Uzbekistan pada tahun 810. Nama asli ahli hadist kenamaan ini adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Ia adalah rujukan hampir semua ahli hadist hingga mendapat julukan Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Imam Bukhari wafat pada tahun 870 di Samarkand dan dimakamkan di kota tersebut.
Sayang ketika kami datang berziarah, kompleks makam Al-Bukhari tersebut sedang dipugar secara besar-besaran. Nantinya di tempat tersebut akan dibangun masjid yang mampu menampung 25.000 jamaah dengan perincian 7.000 jamaah di ruang shalat utama, 3.000 jamaah di ruang shalat perempuan dan 15.000 jamaah di halaman. Pemakaman ini merupakan salah satu monumen bersejarah paling dihormati dan diakui di dunia Islam.


Kabarnya makam ahli hadist tersebut pertama kali ditemukan dan dipugar pada tahun 1998 atas permintaan mantan presiden pertama RI Soekarno yang ketika itu diundang presiden Rusia untuk datang mengunjungi Moskow. Namun tidak sedikit pihak yang meragukan kebenaran hal tersebut.
Selain berziarah makam Imam Bukhari kita juga bisa mempelajari biografi Sang Imam di museum Al-Bukhari yang terletak di kompleks pemakaman tersebut. Gambaran perjalanan Imam Bukhari dalam mencari ilmu, ilmu hadist khususnya, dari Bukhara hingga ke Mekah dan Madinah terlukis secara mengesankan di dinding museum.




Di Bukhara kita juga bisa berziarah ke makam Bahauddin Naqshabandi, ulama kelahiran Bukhara yang sangat dihormati di Uzbekistan, sumur nabi Ayyub as yang airnya dikabarkan telah menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya, bekas istana Bukhara dengan masjid istananya yaitu masjid Bolo Haouz yang juga dikenal dengan nama masjid 40 pilar kayu berkat kayu yang banyak digunakan untuk menopang masjid tersebut, madrasah Ulugh Bek yang dibangun pada tahun 1417 oleh sultan sekaligus ilmuwan kenamaan Uzbekistan, Ulugh Beg, yang juga membangun madrasah Ulugh Bek di Registan Square Samarkand, dll.






Di ibu kota kuno ini nafas kehidupan penduduk masih terasa kental. Berjalan dari arah bekas istana Bukhara kita akan sampai di semacam gerbang megah yang dinamakan kompleks Poi Kaylan. Di dalam kompleks ini berdiri 3 bangunan utama yaitu masjid Kalyan dan 2 bangunan bersejaran lain yakni Menara Kalyan dan Madrasah Mir-i Arab. Masjid Kaylan yang ditopang ratusan pilar dengan sejumlah kubah biru berhiaskan kaligrafi ayat-ayat suci Alquran ini dibangun pada tahun 713 M. Sementara menara Kalyan yang berada di bagian tengah mempunyai tinggi 46 meter, pada permukaan dindingnya dihiasi dengan ornamen geometris yang indah. Di tengah-tengahnya, tampak guratan kaligrafi ayat-ayat Alquran, dengan warna yang selaras.




Dari Poi Kalyan menuju pasar ( bazaar dalam bahasa Uzbek) kami menyusuri jalan dimana berjejer toko-toko dengan berbagai suvenirnya, sejumlah masjid dan madrasah cantik. Setiba di pasar yang mempunyai banyak kubah dengan gang-gangnya yang seperti labirin tersebut berbagai pernak pernik cantik sebagian hand made seperti tas, sarung bantal sulam, piring-piring cantik hingga karpet yang harganya jutaan dapat ditemui.
Malamnya kami menyantap makanan khas Uzbekistan sambil menikmati peragaan busana yang diperagakan gadis-gadis Uzbekistan yang khas berwajah campuran Asia/Cina dan Eropa. Hidangan khas Uzbekistan adalah roti gandum yang disebut patyr dengan lauk daging berbumbu kuat( kebanyakan daging domba), terong, wortel, timun dan bawang bombay iris yang dicampur dengan minyak zaitun.



Samarkand dan Bukhara mengalami masa kejayaannya sebagai pusat peradaban Islam dan perdagangan di Asia Tengah hingga datangnya pasukan Mongol pada tahun 1220 M. Dibawah kaisar Jenghis Khan yang terkenal bengis dan kejam pasukan ini berhasil meluaskan kekuasaan dan penalukkannya hingga ke Asia Tengah ( termasuk wilayah Uzbekistan), sebagian Eropa dan Rusia. Pasukan ini membumi-hanguskan kota-kota besar Islam seperti Baghdad (ibu kota kekhalifahan Abbasiyah), Samarkand dan Bukhara. Samarkand dan Bukhara kini termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Meski demikian karena perluasan Mongol tidak memiliki motivasi penyebaran agama apapun, walau suka membunuh para pemimpinnya menerapkan kebijakan yang cenderung toleran terhadap kemajemukan agama-agama dan kebudayaan lokal. Oleh sebab itu Islam tetap tumbuh subur bahkan banyak pemimpin Mongol yang tertarik kepada ajaran ini dan diam-diam memeluknya.
(Bersambung).
Di buku tersebut dapat juga kita temui gambar stempel yang biasa digunakan pangeran Diponegoro dalam berkorespondasi dengan pihak lain. Menariknya lagi, buku tersebut ditulis dalam aksara Arab gundul (tanpa tanda baca) dan aksara Jawa. Sayang naskah asli Babad Diponegoro, menurut sejarawan Peter Carey, sudah hilang. Yang ada hanyalah salinan yang saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional di Rotterdam, Belanda.











