“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.(QS.Al Baqarah(2): 183)).
Bulan Ramadhan sebentar lagi akan tiba. Sebagian besar umat Islam tentunya telah menyadari kewajiban melaksanakan salah satu rukun Islam ini. Namun sudahkah puasa yang kita laksanakan tersebut sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya?
Tidak seperti ibadah-ibadah lain seperti shalat, zakat dll, puasa adalah satu-satunya ibadah yang tidak mungkin diketahui orang lain. Puasa adalah hubungan langsung dengan Tuhannya, karena hanya Dia dan orang yang bersangkutanlah yang mengetahui apakah ia berpuasa atau tidak.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”. (QS. Qaaf(50):16))
Tiga macam tingkatan puasa .
Para ulama sepakat bahwa puasa terbagi atas 3 tingkatan, yaitu:
1.Puasa yang dibangun diatas pengertian menahan makan dan minum saja. Puasa semacam ini tidak akan mengakibatkan perubahan atau peningkatan spiritual, sebagaimana pernyataan sebuah hadits :
” Banyak orang yang melakukan shaum (puasa) akan tetapi tidak ada hasil untuknya kecuali haus dan lapar saja”.
2.Puasa yang dibangun dengan pengertian dan pemahaman yang benar yaitu mengendalikan segala perbuatan yang bersifat keduniawian seperti menahan nafsu makan, minum,syahwat, amarah dan juga dari perbuatan dan perkataan kotor.
3.Puasa yang tidak hanya mengendalikan segala perbuatan keduniawian saja namun juga menahan hati dari mengingat selain Allah.
Pengertian takwa.
Berdasarkan ayat Al-Baqarah 183 diatas, jelas dapat diketahui bahwa puasa yang dimaksud adalah puasa yang dapat mengakibatkan manusia menjadi takwa. Lalu seperti apakah manusia yang takwa itu?
Manusia takwa adalah manusia yang menyerahkan dan menggantungkan dirinya kepada kehendak Allah swt. Manusia takwa adalah manusia yang tak takut akan apapun kecuali kepada Allah swt, Tuhan yang telah menciptakannya. Oleh karenanya manusia seperti ini menjadi tegar dan berpendirian teguh. Karena takut yang dimaksud disini adalah takut ditinggalkan oleh-Nya, takut tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang-Nya.
Itu sebabnya pula manusia takwa ingin selalu membersihkan diri dari segala yang tidak disukai-Nya. Untuk itu ia rela menjauhi segala larangan dan mengerjakan segala perintah-Nya. Manusia yang takwa bersyukur atas nikmat yang diberikan dan bersabar atas musibah yang menimpanya. Dan itu dilaksanakan setelah berijtihad yaitu berupaya keras dan maksimal agar dapat mencapai apa yang diinginkannya sesuai dengan ketentuan-Nya.
“…….akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS.Al Baqarah(2):177)).
Sedangkan imbalan yang akan diberikan kepada orang-orang yang bertakwa ,
“ Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya……” (QS. Ath Thalaaq(65):2,3)).
“…………Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS.Ath Thalaaq(65):4)).
Ciri-ciri orang takwa terlihat jelas dari prilakunya, mereka tidak berpenyakit hati (sombong, dengki, iri, riya dll), ber-akhlakul-khorimah atau mempunyai akhlak yang baik dan hidupnya senantiasa tenang dan tentram.
Sebagai kesimpulan agar puasa mencapai takwa, beberapa persyaratan selain menahan nafsu makan, minum dan syahwat maka harus dipenuhi hal-hal a.l:
-Puasa karena iman.
-Meninggalkan ucapan dan perbuatan kotor, termasuk diantaranya adalah meninggalkan ‘ghibah’( membicarakan kejelekan orang lain) dan menghindari pertengkaran.
-Melakukan ibadah-ibadah sunnah seperti dzikir, membaca Al-Quran, melaksanakan shalat-shalat sunnah ( shalat rawatib, tarawih/tahajud, dhuha dll).
– Memberi makan dan minum bagi orang yang berpuasa ketika waktu berbuka.
– dll.
Sebagai tambahan, ada hadits mengatakan tidak diterima puasa orang yang tiga hari menjelang puasa (Ramadhan) tidak bertegur sapa dengan pasangannya (suami-istri) ataupun tetangga terdekatnya.
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali Imran(3):102).
Wallahua’lam bish shawab.
Jakarta,22/9/2006
Vien AM.
Leave a Reply