“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara,sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya”. (HR Muslim).
Sebaik-baik umat adalah yang mengajak berbuat kebaikan, mencegah kemungkaran serta meyakini bahwa dunia adalah cobaan dan ujian untuk menuju akhirat. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain, yang ketika hidupnya banyak bersedekah jariyah, memberikan/membagikan ilmu yang bermanfaat serta mendidik anaknya agar menjadi anak yang sholeh.
Hadis mengatakan : “Hartamu adalah yang kamu makan dan telah habis atau yang telah kamu pakai dan telah rusak atau yang kamu sodaqohkan dan telah lalu. Adapun setelah itu adalah milik orang lain ( ditinggalkan untuk orang lain).”
Maknanya, harta / uang yang kita butuhkan itu adalah yang cukup membuat kita tidak kelaparan dan kedinginan hingga tubuh ini cukup kuat dan sehat agar dapat bersyukur kepada-Nya, yaitu dengan cara menjadikan diri ini bermanfaat bagi orang lain. Oleh karenanya adalah wajib hukumnya bagi seorang Muslim untuk selalu menuntut ilmu. Atau minimum menginfakkan harta kepada ilmuwan agar mereka dapat berkonsentrasi mengembangkan dan membagi ilmunya bagi kebaikan tanpa ia harus khawatir kelaparan dan hidup kekurangan.
Masalahnya sebagian besar orang saat ini telah terkena pemyakit cinta dunia yang berlebihan ( Wahn). Segala hingar-bingar, kesenangan dan kemewahan dunia telah membuat orang lupa akan tujuan hidup ini. Lelaki dan perempuan saling bersaing dan berlomba mendapatkan sebanyak mungkin kekayaan yang sifatnya hanya sementara. Mereka lupa akan kodratnya sebagai hamba yang pada saatnya nanti harus kembali dan mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya selama hidup di dunia yang fana ini.
Saat ini Indonesia sedang menghadapi tarik ulur tentang peraturan yang menyangkut tentang pornografi dan pornoaksi yaitu UUD Pornografi dan Pornoaksi. Tampaknya pemerintah sudah mulai melihat dan menyadari akan bahaya kedua kegiatan yang dapat merusak moral bangsa ini.
Pada dasarnya undang-undang ini melarang di-exploitasinya berbagai perbuatan yang berbau seks, cabul dan/atau erotika di depan umum. Tujuannya demi terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang serasi dan harmonis dalam keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan/ kelompok, diperlukan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang dilandasi moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur.
Sayangnya, untuk sementara ini, niat pemerintah yang mulia tersebut justru banyak ditentang oleh masyarakatnya sendiri, dan ironisnya justru sebagian besar oleh kaum hawa, yang notabene adalah kaum ibu dan calon ibu.
Namun bila ditilik kembali ke belakang, mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam. Dan Islam jelas telah memiliki kitab pegangannya sendiri. Jadi sesungguhnya tanpa undang-undang diataspun secara otomatis seharusnya mereka tahu bahwa Islam memang melarang hal-hal diatas.
Dunia Islam dan masyarakatnya adalah sesuatu yang amat khas dan unik. Islam adalah sebuah pandangan hidup. Namun ia tidak dapat dikategorikan sebagai ideologi seperti Marxisme, Komunisme, Kapitalisme ataupun yang lain karena berbagai ideologi diatas sifatnya hanya sebatas duniawi. Pandangan hidup Islam tidak berdasarkan kepentingan seseorang maupun sekelompok atau segolongan orang tertentu. Ia juga bukanlah pandangan hidup yang diciptakan Rasulullah Muhammad SAW maupun bangsa Arab atau suku Quraisy khususnya, sebagaimana yang selama ini sering ditudingkan kaum Orientalis.
Sejarah mencatat bahwa pada awal perkembangannya ajaran ini mendapat perlawanan yang amat keras dari suku Quraisy. Ketika itu Rasulullah dan para pengikutnya mendapat ancaman yang tidak sedikit dari kaumnya. Sejumlah pengikut ajaran baru ini menerima berbagai siksaan hingga ada pula yang disiksa hingga mati. Bahkan Rasulullahpun tidak luput dari rencana pembunuhan yang direncanakan secara baik dan terencana matang oleh sekelompok orang yang merupakan gabungan dari seluruh unsur bani Arab yang memusuhinya.
Uniknya lagi, ajaran ini tidak akan berubah hingga kapanpun dan dijamin pasti akan terus sesuai dan cocok bagi orang yang hidup bahkan pada akhir zaman sekalipun. Maka bila belakangan ini ada isu yang menyatakan bahwa ajaran Islam disesuaikan dengan kemauan kaum lelaki atau dengan kata yang lazim dinamakan budaya Patriakal adalah tidak benar. Islam tidak mengenal kata diskriminasi dalam ajarannya, apalagi mengkotak-kotakkan antara kaum lelaki dan perempuan.
“ Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.(QS.Al-Ahzab(33):35).
Laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam adalah sama di hadapan Allah SWT. Mereka diciptakan untuk saling melengkapi, saling menyayangi, saling tolong-menolong dan saling mengingatkan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Keduanya mempunyai tugas utama yang sama, yaitu menciptakan kedamaian, keamanan, ketenangan, kesejahteraan dan keadilan berdasarkan rasa tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, dengan menaati hukum-Nya.
Satu-satunya persaingan yang ada hanyalah persaingan positif untuk memperebutkan tiket ke surga dan itupun Allah SWT sama sekali tidak membatasi jumlahnya.
Laki-laki dan perempuan adalah mitra yang saling melengkapi dan membutuhkan. Perumpamaan mereka bagaikan anggota tubuh, seperti jantung, otak, hati, paru-paru, ginjal, kaki dan tangan yang bekerja sama dalam rangka membentuk satu tubuh yang sehat dan kuat. Ini adalah perumpamaan dalam skala terkecil, yaitu keluarga. Sedang dalam skala yang lebih luas, keduanya memiliki tugas masing-masing yang berbeda satu sama lain dalam membentuk masyarakat yang adil, tenang, aman dan damai dengan berpegang pada hukum-Nya.
Jadi isu yang belakangan ini sering bergaung di masyarakat seperti isu Persamaan hak perempuan, Liberalisasi atau apapun yang senada dengannya sesungguhnya tidak perlu terjadi dalam dunia Islam. Karena Islam telah dengan jelas menerangkan bahwa laki-laki dan perempuan memang tidak sama! Seharusnya kita tidak boleh terpancing dan ikut-ikutan dengan hal-hal yang telah jelas hukumnya.
Saat ini terlihat dengan jelas, tampak ada pihak yang diuntungkan dengan terjadinya perpecahan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Tampak bahwa Persatuan Islam sedang dicoba untuk diguncangkan dan dihancurkan!
Allah SWT sebagai Sang Pencipta, Sang Pemilik segala yang ada di alam semesta, segala yang ada di bumi dan langit telah menciptakan sebuah sistim. Sistim ini tidak saja hanya berlaku bagi alam semesta, yaitu berputarnya bumi terhadap dirinya sendiri (evolusi), berputarnya bumi mengelilingi matahari ( rotasi), berputarnya tata surya, galaksi terhadap pusatnya.
Juga siklus yang menjadikan terjadinya hujan, siklus matahari dan bulan, pergantian siang dan malam, siklus hidup seluruh tumbuhan dan binatang serta siklus kehidupan manusia. Ini semua sesungguhnya adalah sebuah demonstrasi kekuasaan, kecerdasan dan ketinggian-Nya. Tidak ada sesuatu atau seorangpun yang bakal mampu bertindak keluar dari sistim tersebut kecuali ia akan hancur dan binasa.
Begitu pula sistim pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan. Allah dengan jelas telah berfirman bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Ia bertanggung jawab penuh terhadap perempuan dan keluarganya dalam hal mencari nafkah. Sedang perempuan bertanggung-jawab menjaga kelancaran urusan dalam rumah-tangganya. Ia harus mentaati suaminya selama suami tetap berpegang teguh pada aturan dan sistim Yang Menciptakannya.
Seterusnya seorang anak wajib mentaati kedua orang tuanya terutama ibunya selama mereka tetap berpegang teguh pada aturan dan sistim Yang Menciptakannya. Dengan kata lain, kepatuhan dan ketaatan yang dibangun adalah dalam rangka mematuhi dan mentaati Sang Pemilik Kekuasaan tertinggi, yaitu Allah Azza wa Jalla.
Namun apa yang umum terjadi di seluruh pelosok dan penjuru dunia saat ini tidaklah demikian. Sebagian besar lelaki kalaupun ia bekerja untuk menafkahi keluarga, ia melakukannya bukan karena ketundukkan kepada-Nya. Ia tidak memahami bahwa kewajibannya selain mencari nafkah juga mendidik istri dan anaknya. Akibatnya istripun tidak memahami kehendak Sang Pemilik.
Dipicu pemahaman yang salah, pemahaman dan pendapat sesama hamba yang tidak memiliki ilmu yang memadai, yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya, maka perempuan berbondong-bondong pergi meninggalkan ’pos utamanya’ untuk bekerja mencari nafkah. Akibatnya istri tidak lagi merasa tergantung terutama secara finansial terhadap suami. Dengan demikian sikap hormat terhadap suamipun akhirnya berangsur-angsur hilang hingga mengakibatkan berkurangnya wibawa suami sebagai kepala keluarga.
Maka timbullah masalah-masalah baru, diantaranya perselisihan dan percekcokkan antar suami–istri yang seharusnya tidak perlu, anak yang kurang terurus, kurang perhatian serta kasih sayang terutama ibunya, berkurangnya komunikasi antara suami-istri dll. Akhirnya perceraianpun tidak dapat dihindari. Ironisnya yang menjadi korban terutama adalah tentu saja anak-anak.
Sebaliknya ketika seorang perempuan/ibu telah menunaikan kewajiban dan masih merasa memiliki kemampuan, ilmu ataupun tenaga yang dapat disalurkan kepada masyarakat atau lingkungannya tentu hal tersebut sangat terpuji. Yang dibutuhkan bagi perempuan seperti ini hanya izin dan kerelaan suami. Ini adalah perintah Allah dan dalam rangka melaksanakan perintah-Nya pula. Oleh karenanya bila demi tujuan mulia sang suami tidak memberikan izin, seorang istri tetap dapat dan berhak melakukan hal yang diperintahkan-Nya untuk dikerjakan. Contoh yang ekstrim adalah pergi menunaikan haji tanpa suami maupun izinnya.
Diluar itu banyak pekerjaan mulia di sisi Allah yang dapat dilakukan seorang Muslimah. Dunia Muslimah adalah dunia yang sangat spesifik. Muslimah dimana dan kapanpun berada senantiasa membutuhkan pelayanan dari sesama Muslimah lain. Oleh karenanya alangkah mulianya bila tenaga medis (dokter, perawat, radiologis dll ), tenaga pengajar ( guru, dosen, pendidik, pelatih, konsultan dll) serta segala macam hal yang membutuhkan penanganan, tatapan serta sentuhan langsung adalah dari seorang muslimah juga.
Patut pula diperhatikan masalah transportasi dan keamanan. Bahkan sejumlah negara yang penduduknya notabene bukan mayoritas Muslimpun, seperti Jepang, Rusia dan Korea Selatan sejak beberapa waktu lalu telah menerapkan angkutan transportasi khusus perempuan. Dengan demikian selain syariah terjaga, perempuan tidak perlu lagi berdesak-desakan, terdesak hingga memungkinkankan mudahnya terjadi pelecehan terutama pelecehan seksual, keamananpun mustinya lebih terjamin pula.
Wallahua’lam bishawab.
Jakarta, Februari 2008.
Vien AM.
menurut saya tidak selalu salah apabila ada perempuan ( istri ) yang bekerja, tentunya dengan melihat niat dan motivasinya, dan satu yang harus diingat adalah bahwa jihad seorang perempuan ( istri ) adalah mengurus rumah tangganya. wallohu alam
tepat seperti yang dimaksudkan tulisan ini .. Alhamdulillah ..
Terima kasih atas tanggapannya ..