Perjalanan kami kali ini tampaknya bakal menjadi penutup laporan ‘ Menilik Jejak Islam di Spanyol’. April tanggal 22 tahun 2010, adalah liburan terakhir kami selama berada di Pau. Zaragosa yang terletak tidak lebih dari 300 km selatan Pau menjadi tujuan kami. Rute kami adalah Zaragoza, Toledo, Salamanca dan Burgos. Keempatnya berada di wilayah Spanyol. Di dua kota terakhir saya tidak yakin apakah jejak Islam masih dapat ditemui ..semoga saja ada kejutan yang menggembirakan, amiin ..
Sekitar pukul 12 siang, dengan kendaran pribadi kami bertiga berangkat meninggalkan Pau. Perjalanan cukup lancar. Kami melewati deretan pegunungan Pirenea yang selalu membuat saya berdecak kagum walaupun telah berkali-kali melewati pegunungan yang menjadi pembatas antara Perancis dan Spanyol ini. April adalah musim semi. Udara terasa cukup hangat, yaitu sekitar 20 derajat celcius. Stasiun-stasiun ski yang banyak ditemui di sepanjang perjalanan telah ditutup sejak 2 minggu lalu. Namun sisa-sisa salju di puncak pegunungan masih terlihat di sana-sini, menambah kecantikan Pirenea.
Tak sampai satu jam kemudian kami telah berada di wilayah Spanyol. Tidak ada tanda perbatasan yang mencolok selain papan selamat datang di Spanyol dengan menggunakan bahasa Spanyol. Sejumlah kecil polisi patroli dan pegawai imigrasi terlihat menghentikan dan memeriksa satu, dua kendaraan yang mungkin mencurigakan. Kami terus melaju dengan kecepatan maksimum 130 km/jam. Ini adalah kecepatan maksimum standard Eropa di jalan toll.
Memasuki jam ke dua, jalan mulai berkelak-kelok. Anehnya tidak seperti biasanya suami mulai mengantuk. Karena tidak tega akhirnya saya menawarkan menggantikannya menyetir. Saya sendiri terus terang sebenarnya kurang merasa percaya diri bila harus menyetir di jalan pegunungan. Beruntung, seperti biasa suami hanya butuh beberapa menit untuk menghilangkan kantuknya.
Kamipun berpindah posisi. Sambil menyetir saya tidak bisa melepaskan mata saya dari keindahan pemandangan pegunungan di kiri kanan saya. Namun baru beberapa menit berlalu, menjelang memasuki sebuah terowongan,,terlihat petugas patroli lalu lintas bermotor berjaga-jaga di jalanan. Laju kendaraan mulai melambat dan akhirnya berhenti sama sekali. Sepuluh menit berlalu tanpa ada tanda apapun. Antrian panjang mobilpun tak dapat dihindari. Suami terbangun.
Beberapa menit kemudian suami turun dari mobil dan menanyakan apa yang terjadi kepada petugas yang mondar mandir di sekitar kami. Masalahnya sang petugas tidak bisa berbahasa Inggris sementara suami tidak bisa berbahasa Spanyol. Waalaahh .. repotnya .. L
Suamipun mencoba mendekati pengendara mobil di belakang kami. Idemm .. Namun dengan bahasa isyarat akhirnya kami tahu bahwa ternyata kami harus menanti sekitar 1 jam-an karena sedang ada proses peledakan bom untuk kebutuhan pembangunan terowongan baru !! Olala .. padahal kami belum makan siang, perut telah mulai keroncongan. Akhirnya kamipun memutuskan untuk berbalik dan mencari resto seadanya.
Singkat cerita, setelah menemukan sebuah resto di pinggir jalan dan sempat pusing, bertanya kiri-kanan bertanya apa kata daging babi dalam bahasa Spanyol karena pelayan resto tidak berbahasa Inggris maupun Perancis, akhirnya kami meneruskan perjalanan lagi. Tidak ada kemacetan, berarti peledakan sudah selesai dan terowongan sudah bisa dilalui kembali. Alhamdulillah ..
Di tengah perjalanan yang berliku, tiba-tiba pandangan saya membentur pada sebuah bangunan terbengkalai yang dipahat di atas bukit batu yang curam. Wah, bangunan abad pertengahan nih, pikir saya. Peninggalan Islamkah? Wallahu’alam.
Menjelang sore kami memasuki Saragossa. Kami langsung menuju ke pusat kota. Sebuah pelataran luas dengan kubah-kubah besar cantik berlapis keramik warna-warni dan menaranya terasa mendominasi pemandangan kota. Harus diakui, memang indah sekali. Namun ini gereja besar alias basilik. Bukan ini yang saya cari. Saya sedang berusaha mencari jejak Islam di negri yang selama 8 abad pernah dikuasai Islam ini.
Saya perhatikan bentuk gereja secara detil. Patung yang berserakan menghiasi bangunan jelas bukan peninggalan Islam karena Islam jelas-jelas melarangnya. Bagaimana dengan menaranya? Apakah hanya kuncup dan belnya saja yang merupakan penambahan di kemudian hari? Entahlah .. dari pada menebak-nebak kemudia salah, saya pikir lebih baik mencari sesuatu yang jelas sajalah.
Maka pandangan sayapun beralih ke tempat lain. Sebuah gereja ( lagi-lagi gereja .. ) di seberang pelataran menarik perhatian. Di papan tertulis bahwa ini adalah bangunan Mudejar, sebutan bagi Muslim Spanyol pada masa pemerintahan Kristen di Spanyol. Di beberapa bagian kecil dinding ternyata masih terlihat sisa-sisa gaya arsitektur Islam, yaitu mozaik bercorak dedauan dan bunga geometris warna-warni. Ini adalah khas gaya Mudejar.Katedral El Salvador yang juga dikenal dengan nama La Seo ini ternyata tadinya adalah masjid. Setelah Saragossa ditaklukkan pada tahun 1118 oleh pasukan Kristen dibawah raja Alphonso I, ia memerintahkan agar masjid diubah menjadi gereja hingga seperti sekarang ini.
Di sepanjang perjalanan kami juga melihat sebuah museum yang tadinya adalah bangunan milik Muslim dan beberapa peninggalan Islam lainnya.
Esoknya kami menuju Aljafería Palace. ( Oya, kami sempat mengalami sedikitmasalah. Ban mobil kempes. Beruntung seorang pengendara yang baik hati,dengan bahasa isyarat, menunjukkan kepada kami bengkel tambal ban terdekat. Di bawah guyuran air hujan yang lumayan deras, suamipun memasang ban serep. Setelah itu kami berputar menuju bengkel yang dimaksud. Alhamdulillah beres ).
Aljafeira Palace adalah bekas istana kediaman dinasti bani Hud, salah satu taifa, kerajaan kecil Islam, yang berkuasa di Saragossa. Istana ini dibangun pada pertengahan abad 11. Tampaknya tak terlalu lama dinasti ini dapat menikmati istananya yang megah ini karena sejak tahun 1131 , istana menjadi tempat tinggal resmi raja Kristen Spanyol dan keluarganya … 😦 .
Sayang sekali kami tidak dapat masuk karena hari itu sedang berlangsung acara kenegaraan. Sebagian bangunan tersebut saat ini memang berfungsi sebagai gedung pemerintahan.
Berikut youtube tentang istana ini.
http://www.youtube.com/watch?v=K2E5lXCHP8A&feature=related
Setengah kecewa terpaksa kami meninggalkan lokasi. Tujuan kami selanjutnya adalah Toledo, bekas ibu kota lama. Namun sebelumnya kami bermaksud untuk mampir ke masjid dahulu. Beberapa hari sebelum keberangkatan saya memang sengaja surfing di dunia maya untuk mencari alamat masjid dikota- kota yang bakal kami lalui. Saya menemukan dua alamat masjid di Saragossa ini.
Dengan bantuan GPS ( Global Positioning System ) plus bekal alamat inilah kami berusaha menemukan masjid yang dimaksud. Di sudut sebuah jalan mobil terpaksa berhenti karena kendaraan tidak dapat masuk. Ditemani anak gadis saya, saya turun sementara suami menunggu di dalam mobil. Berdua kami berjalan perlahan mencari nomor sesuai yang tertera di alamat yang saya pegang. Tidak ada tanda-tanda bahwa ada masjid di sekitar lokasi. Terus terang saya memang tidak berharap muluk walaupun berdasarkan foto yang saya dapati di internet, masjid tersebut cukup bagus.
Namun toh akhirnya saya harus tetap kecewa. Karena bahkan nomor bangunannyapun tidak berhasil kami temukan. Mau bertanya tidak ada orang. Kalaupun ada dengan bahasa apa … Tapi saya yakin bila saja ada indikasi adanya seorang muslim disana, misalnya dengan adanya perempuan berjilbab, dengan bahasa tarzan pasti bisa.
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang ” (QS. Al-Ahzab (33): 59).
Namun apa mau dikata … akhirnya kami menyerah dan terus meninggalkan Saragossa menuju Toledo.
( Bersambung ).
Leave a Reply