Randonnée dimulai dari Lac de Bious-Artiques yang terletak di kaki gunung Pic du Midi d’Ossau. Danau ini merupakan bendungan air dari sejumlah air sungai yang mengalir dari gunung Pic du d’Ossau. Airnya yang berwarna biru dan terlihat sangat bersih dan jernih ini juga merupakan sumber air yang bakal diolah agar menjadi air siap minum atau orang Perancis menyebutnya eau potable.
Subhanallah .. Maha benar Allah atas segala firman-Nya. Perhatikanlah ayat berikut :
« Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? » (QS.Al-Waqiyah(56):68-70).
Meski sejumlah kendaraan pribadi terlihat diparkiran namun kami tidak melihat banyak tamu di tempat tersebut. Mungkin mereka sudah berada di atas sana. Di depan gerbang terpampang beberapa pengumuman. Diantaranya larangan membuang sampah dan memetik tanaman. Tidak jauh dari tempat tersebut terlihat tiga tong sampah besar dan WC umum.
Sandy mengingatkan bahwa setelah itu tidak ada lagi toilet. Maka saya memutuskan untuk buang air terlebih dahulu. Sepintas saya membaca tulisan di depan pintu wc “ wc non chimique » tanpa berusaha memahami maksudnya. Namun setelahnya, saya bingung mencari alat penyiramnya.
Ah, menyesal kenapa tadi g tanya Sandy dulu, pikir saya. Yang saya temukan hanyalah keterangan bahwa untuk menyiram wc cukup hanya dengan menginjak kuat-kuat pedal yang ada di bawah wc, sebanyak 7 kali. Saya kembali bengong, karena tetap tidak ada air yang keluar. Ternyata inilah yang dimaksud wc non chimique. Kotoran tidak disiram dengan air melainkan dengan udara. Tujuannya agar tidak mengotori lingkungan, terutama saluran air dalam tanah ! Wah, benar-benar mereka pintar sekali menjaga alam ciptaan Allah ini. Mestinya kita nih, umat Islam yang berpikiran begitu .. 😦
Singkat cerita, sambil berbincang santai, kamipun mendaki jalanan setapak pegunungan. Sekali-sekali kami berpapasan dengan sesama pendaki atau penjaga hutan yang berkeliling menaiki kendaraan khusus. Sandy mengingatkan untuk selalu menyapa ramah “ Bonjour” kepada mereka. Itu etika disini, lanjut nya bangga.
Udara cukup bersahabat, tidak terlalu dingin untuk ukuran musim gugur di bulan Oktober ini. Sementara sinar matahari yang cerah menerangi alam pegunungan yang tampak bersih dari segala kotoran itu. Tak secuilpun sampah tampak di antara rontokan daun-daun kering yang berguguran. Warna-warni dedaunan di pepohonan: hijau, kuning, merah, orange sungguh menakjubkan mata dan hati. Belum lagi gemericik suara air sungai, burung-burung yang bernyanyi serta suara lonceng kalung sapi di kejauhan .. Masya Allah .. alangkah merdunya …
“ Mana nih, puncak gunungnya udah kelihatan, belum ”, tanya saya kepada Sandy..” Si “, jawabnya sambil menunjuk puncak gunung Pic du Midi yang mempunyai ketinggian 2885 m itu. “ Il nous survey, toujours”, tambahnya sambil tertawa.
Memang benar jawabannya, puncak gunung batu tersebut terlihat dari manapun kami berada, seolah terus mengawasi orang-orang yang berada di bawahnya.
Tak lama kemudian kami memasuki kawasan hutan, menjauh dari aliran sungai. Ini lokasi tersulit karena jalanan terus mendaki. Dengan bantuan akar-akar pohon yang membentuk tangga alami kami terus melanjutkan perjalanan. Saya mulai kehabisan nafas. Sebentar-sebentar kami terpaksa berhenti, duduk di bebatuan besar atau akar pohon sambil minum .. dan tentu saja, mengambil gambar !
“ haha .. kamu curang yaa ”, komentar Sandy tertawa terbahak-bahak. “ Kamu berlagak kagum melihat keindahan hutan padahal sebenarnya kamu kecapean”. Ia bahkan menghitung setiap jepretan yang saya lakukan. Saya hanya tertawa menanggapi ejekannya itu. Saya memang teler tapi sungguh mati saya benar-benar mengagumi keindahan hutan tersebut.
Dan berhubung tak kuat menahan lapar jika harus menunggu sampai di tempat terbuka baru makan, akhirya kamipun membuka bekal makanan kami di tengah hutan tersebut. Kami makan di atas batu besar di bawah rindangnya hutan. Hemm, nikmat juga .. Beberapa pengunjung tersenyum melihat kami makan di tempat yang tidak lazim tersebut. Biasanya mereka makan sambil berjemur di bawah matahari.
Setelah agak kenyang kami kembali meneruskan perjalanan. Ternyata tak sampai setengah jam kemudian kami telah keluar dari hutan dimana matahari tampak cerah menerangi alam sekitar. Terlihat beberapa orang sedang menyantap bekal makan siang mereka. Oh, pantas mereka tersenyum melihat kami makan di dalam hutan tadi.
“ Courage Vivin .. danau udah deket tuh .. di balik bukit itu”, terdengar Sandy menyemangati. Di kejauhan tampak jalanan meliuk menyusuri ladang berbukit yang terhampar luas di hadapan kami. Beberapa orang terlihat sedang menaiki bukit kecil tersebut. Pada musim panas biasanya para penggembala menggembalakan ternak mereka di tempat ini. Saat ini tak terlihat satupun sapi atau domba. Ternak-ternak tersebut telah dipindahkan ke ladang di dataran rendah yang lebih hangat. Dalam hati saya berkata “ Hebat juga, sapi dan domba bisa naik turun gunung seperti ini”.
Namun saya lebih kagum lagi dengan sejumlah orang setengah umur yang mendaki gunung. Bahkan kami berpapasan dengan seorang kakek yang mendaki dengan dibantu tongkat yang menyangga salah satu kakinya. Ia berjalan bersama istrinya yang juga sudah setengah umur. Sandy kembali meledek saya “ Ayo jangan kalah sama mereka”.
Di saksikan untaian pegunungan cantik yang mengepung kami, dengan susah payah saya berusaha menjejeri Sandy. Hingga akhirnya tibalah kami di dataran landai. Sebuah danau nan cantik jelita menanti di ujung sana. Airnya yang biru jernih memantulkan bayangan deretan pegunungan yang mengelilinginya. Masya Allah … Sungguh indah ciptaan-Mu ..
“ Lihat itu “, tunjuk Sandy sambil menunjuk puncak gunung Pic du Midi d’Ossau yang ada di belakang kami. “ Comme je dit, il nous survey, non?”. Katanya dengan mata berbinar, menandakan kekagumannya pada gunung tersebut.
« Kalau saya akan bilang « Allahu Akbar », jawab saya tak kalah kagumnya. « Dialah yang menciptakan semua ini ». « Yaaa, betul sih. Tapi tetep aja gunung itu yang paling terlihat berkuasa kan”, katanya lagi setelah sempat terdiam sejenak.
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”.(QS.As-Sajadah(32):4).
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main”.(QS.Al-Anbiyya(21):16).
“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.”(QS.Al-Ahqof(46):3).
Saya tertawa. “ Kamu bilang, gunung itu mengawasi kita. Betul. Tapi itu kan selama kita ada di sekitar sini. Kalau Allah, dia mengawasi kita dimanapun kita berada. Bahkan Dia tahu apa yang ada dalam hati kita”, terus saya. Sandy hanya manggut-manggut saja.
“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan”.(QS.Al-An’am(6):3).
Setelah puas berfoto-foto dan menikmati indahnya pemandangan kamipun kembali turun. Saya memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan. Karena sebenarnya di balik bukit berikutnya masih ada dua danau lagi. Tapi saya menyerah. Selain lelah hari juga sudah menjelang sore. Saya pikir Sandy harus menjemput putrinya. Meski berkali-kali ia mengatakan telah meminta orang tuanya agar menjemput putrinya itu.
Di saat saya sedang berpikir, mempertimbangkan apakah saya shalat di tempat ini atau di rumah saja, tiba-tiba Sandy bertanya “ Kamu mau shalat dulu?”. Saya tidak kaget, karena ia memang tahu kalau saya sebagai Muslim mempunyai kewajiban mendirikan shalat. Bahkan jika kami ( saya, suami dan putri kami) berkunjung ke rumahnya ia selalu menawarkan kamarnya untuk kami shalati.
Akhirnya saya memutuskan untuk shalat dulu. Kami mencari tempat yang agak teduh dan ada air bersih. Di tepi sebuah sungai kecil kami berhenti. Dengan air yang lumayan dingin tersebut saya mengambil wudhu.
“ Kamu tahu kemana kiblatnya?” tanya Sandy lagi.
“ Kemana sajalah, namanya juga di perjalanan. Allah maklum koq”, jawab saya diplomatis.
Kemudian ia menunjuk ke arah puncak gunung yang terlihat ada diatas kami.
“ Enak saja”, jawab saya sambil tersenyum. Segera ia mengeluarkan hpnya dan mencari kompas di dalamnya. “ Lihat ini saja. Nah, cari tuh kemana kiblatnya”. Saya jadi tersipu. Iya ya .. kenapa tidak terpikir sejak tadi .. 😦
“ haha .. apa kata saya”, begitu komentarnya begitu kompas ternyata menunjukkan bahwa kiblat ke arah puncak gunung. “ Kebetulan, tahuuu ..” , omel saya lagi.
Sayapun kemudian menggelar sajadah kecil yang sengaja dibawa dari rumah lalu shalat, Zuhur dan Ashar yang digabung. Sementara Sandy meneruskan makan siangnya tidak jauh dari tempat saya shalat.
Selesai shalat, saya menghampirinya dan ikut meneruskan makan yang tadi belum habis. “ Tadi kamu shalat yang ke berapa?, tanyanya. “ Kedua dan ketiga. Boleh digabung karena kita sedang dalam perjalanan”, jawab saya.
Tak lama kemudian ia bertanya lagi “ Kenapa orang Islam g boleh makan babi? Karena kotor ya?”. Saya berpikir sebentar sebelum menjawab. Saya teringat kata-kata suami saya yang mengatakan bahwa beberapa temannya sering menanyakan hal yang sama. Namun belakangan mereka mengatakan bahwa babi sekarang sudah bersih dan bebas cacing pita. “ Jadi boleh dimakan dong …”
Setelah memutar otak sejenak, akhirnya saya menjawab, Bismillah, ” Bagi orang beriman, tidak selamanya larangan Allah itu ada alasannya. Namun belakangan ini, para saintis menemukan fakta bahwa tabi’at babi itu buruk. Dalam keadaan terpaksa ia tega memakan anaknya sendiri. Ia juga biseksual. Pasti kamu setuju bahwa itu perbuatan amoral kan? Selain itu ternyata DNA babi mirip manusia. Akibatnya, kalau kita mengkonsumsi dagingnya, ini akan menjadi sumber berbagai penyakit. Ini yang paling berbahaya”.
Sandy hanya manggut-mangut lalu menyambung“ Tapi menurut saya, babi memang binatang yang paling kotor dan jorok. Yang saya tahu, sapi dan kuda tidak pernah mau makan di tempat ia membuang kotorannya. Sementara babi .. ia tidak peduli”, katanya sambil menyeringai, tanda jijik.
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging bab — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Al-An’am(6):145).
Saya hanya mengangkat bahu. Sering saya berharap agar sahabat Perancis saya ini mendapat hidayah dari Allah swt. Suatu kali saya pernah menghadiahinya Al-Quran. Namun ya hanya sebatas itu. Saya tidak pernah tahu apakah kitab mukjizat tersebut dibacanya atau tidak. Putrinya yang juga sahabat putri kami, dulu juga termasuk yang sering membela putri kami bila ada orang melecehkan Islam. Yaah, semoga saja hidayah itu datang … Tapi bila mereka tidak mencarinya ?? Wallahu’alam ..
Perjalanan mengesankan ini akhirnya selesai. Tepat pukul 18.30 Sandy mengantarkan saya kembali ke hotel dimana saya menginap. Beberapa hari kemudian kami ( saya dan suami) kembali ke Paris.
Laporan perjalanan ini tampaknya akan menjadi penutup sementara blog ini, insya Allah. Insya Allah Lusa saya dan suami akan berangkat memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci.
Merupakan suatu keberkahan bagi kami sehingga diberi-Nya kami berdua kesempatan kedua untuk menemui-Nya di padang Arafah tanpa harus menzalimi saudara-saudara di tanah air yang belum berkesempatan melakukan kewajiban ini. Berangkat haji melalui Eropa, khususnya Paris, memang tidak perlu mengantri karena kwotanya berlebih. Jadi silahkan, siapa yang benar-benar berniat melaksanakan haji demi kecintaan dan ketaatan pada-Nya, berangkat dari Eropa tampaknya patut dipertimbangkan.
Akhir kata, mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan khilaf kami. Semoga dengan demikian Sang Khalik juga ridho menerima taubat dan permohonan maaf kami, amiin …
Wallahu’alam bish shawwab.
Paris, 26 Oktober 2011.
Vien AM.