Feeds:
Posts
Comments

Archive for October, 2011

Randonnée dimulai dari Lac de Bious-Artiques yang terletak di kaki gunung Pic du Midi d’Ossau. Danau ini merupakan bendungan air dari sejumlah air sungai yang mengalir dari gunung Pic du d’Ossau.  Airnya yang berwarna biru dan terlihat sangat bersih dan jernih ini juga merupakan sumber air yang bakal diolah agar menjadi air siap minum atau orang Perancis menyebutnya eau potable.

Subhanallah .. Maha benar Allah atas segala firman-Nya. Perhatikanlah ayat berikut :

« Maka terangkanlah kepada-Ku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? » (QS.Al-Waqiyah(56):68-70).

Meski sejumlah kendaraan pribadi terlihat diparkiran namun kami tidak melihat banyak tamu di tempat tersebut. Mungkin mereka sudah berada di atas sana. Di depan gerbang terpampang beberapa pengumuman. Diantaranya larangan membuang sampah dan memetik tanaman. Tidak jauh dari tempat tersebut terlihat tiga tong sampah besar dan WC umum.

Sandy mengingatkan bahwa setelah itu tidak ada lagi toilet. Maka saya memutuskan untuk buang air terlebih dahulu. Sepintas saya membaca tulisan di depan pintu wc “ wc non chimique » tanpa berusaha memahami maksudnya. Namun setelahnya, saya bingung mencari alat penyiramnya.

Ah, menyesal kenapa tadi g tanya Sandy dulu, pikir saya. Yang saya temukan hanyalah keterangan bahwa untuk menyiram wc cukup hanya dengan menginjak kuat-kuat pedal yang ada di bawah wc, sebanyak 7 kali. Saya kembali bengong, karena tetap tidak ada air yang keluar. Ternyata inilah yang dimaksud wc non chimique. Kotoran tidak disiram dengan air melainkan dengan udara. Tujuannya agar tidak mengotori lingkungan, terutama saluran air dalam tanah ! Wah, benar-benar mereka pintar sekali menjaga alam ciptaan Allah ini. Mestinya kita nih, umat Islam yang berpikiran begitu ..  😦

Singkat cerita, sambil berbincang santai, kamipun mendaki jalanan setapak pegunungan. Sekali-sekali kami berpapasan dengan sesama pendaki atau penjaga hutan yang berkeliling menaiki kendaraan khusus.  Sandy mengingatkan untuk selalu menyapa ramah “ Bonjour” kepada mereka. Itu etika disini, lanjut nya bangga.

Udara cukup bersahabat, tidak terlalu dingin untuk ukuran musim gugur di bulan Oktober ini. Sementara sinar matahari yang cerah menerangi alam pegunungan yang tampak bersih dari segala kotoran itu. Tak secuilpun sampah tampak di antara rontokan daun-daun kering yang berguguran. Warna-warni dedaunan di pepohonan:  hijau, kuning, merah, orange sungguh menakjubkan mata dan hati. Belum lagi  gemericik suara air sungai, burung-burung yang bernyanyi serta suara lonceng kalung sapi di kejauhan .. Masya Allah .. alangkah merdunya …

“ Mana nih, puncak gunungnya udah kelihatan, belum ”, tanya saya kepada Sandy..” Si “, jawabnya sambil menunjuk puncak gunung Pic du Midi yang mempunyai ketinggian 2885 m itu. “ Il nous survey, toujours”, tambahnya sambil tertawa.

Memang benar jawabannya, puncak gunung batu tersebut terlihat dari manapun kami berada, seolah terus mengawasi orang-orang yang berada di bawahnya.

Tak lama kemudian kami memasuki kawasan hutan, menjauh dari aliran sungai. Ini lokasi tersulit karena jalanan terus mendaki. Dengan bantuan akar-akar pohon yang membentuk tangga alami kami terus melanjutkan perjalanan. Saya mulai kehabisan nafas. Sebentar-sebentar kami terpaksa berhenti, duduk di bebatuan besar atau akar pohon sambil minum .. dan tentu saja, mengambil gambar ! 

“ haha .. kamu curang yaa ”, komentar Sandy tertawa terbahak-bahak. “ Kamu berlagak kagum melihat keindahan hutan padahal sebenarnya kamu kecapean”. Ia bahkan menghitung setiap jepretan yang saya lakukan. Saya hanya tertawa menanggapi ejekannya itu. Saya memang teler tapi sungguh mati saya benar-benar mengagumi keindahan hutan tersebut.

Dan berhubung tak kuat menahan lapar jika harus menunggu sampai di tempat terbuka baru makan, akhirya kamipun membuka bekal makanan kami di tengah hutan tersebut. Kami makan di atas batu besar di bawah rindangnya hutan. Hemm, nikmat juga .. Beberapa pengunjung tersenyum melihat kami makan di tempat yang tidak lazim tersebut. Biasanya mereka makan sambil berjemur di bawah matahari.

Setelah agak kenyang kami kembali meneruskan perjalanan. Ternyata tak sampai setengah jam kemudian kami telah keluar dari hutan dimana matahari tampak cerah menerangi alam sekitar. Terlihat beberapa orang sedang menyantap bekal makan siang mereka. Oh, pantas mereka tersenyum melihat kami makan di dalam hutan tadi.

“ Courage Vivin .. danau udah deket tuh .. di balik bukit itu”, terdengar Sandy menyemangati. Di kejauhan tampak jalanan meliuk menyusuri ladang berbukit yang  terhampar luas di hadapan kami. Beberapa orang terlihat sedang menaiki bukit kecil tersebut. Pada musim panas biasanya para penggembala menggembalakan ternak mereka di tempat ini. Saat ini tak terlihat satupun sapi atau domba. Ternak-ternak tersebut telah dipindahkan ke ladang di dataran rendah yang lebih hangat. Dalam hati saya berkata “ Hebat juga, sapi dan domba bisa naik turun gunung seperti ini”.

Namun saya lebih kagum lagi dengan sejumlah orang setengah umur yang mendaki gunung. Bahkan kami berpapasan dengan seorang kakek yang mendaki dengan dibantu tongkat yang menyangga salah satu kakinya. Ia berjalan bersama istrinya yang juga sudah setengah umur. Sandy kembali meledek saya “ Ayo jangan  kalah sama mereka”.

Di saksikan untaian pegunungan cantik yang mengepung kami, dengan susah payah saya berusaha menjejeri Sandy. Hingga akhirnya tibalah kami di dataran landai. Sebuah danau nan cantik jelita menanti di ujung sana. Airnya yang biru jernih memantulkan bayangan deretan pegunungan yang mengelilinginya. Masya Allah … Sungguh indah ciptaan-Mu ..

“ Lihat itu “, tunjuk Sandy sambil menunjuk puncak gunung Pic du Midi d’Ossau yang ada di belakang kami. “ Comme je dit, il nous survey, non?”. Katanya dengan mata berbinar, menandakan kekagumannya pada gunung tersebut.

«  Kalau saya akan bilang «  Allahu Akbar », jawab saya tak kalah kagumnya. «  Dialah yang menciptakan semua ini ».  «  Yaaa, betul sih. Tapi tetep aja gunung itu yang paling terlihat berkuasa kan”, katanya lagi setelah sempat terdiam sejenak.

“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”.(QS.As-Sajadah(32):4).

Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main”.(QS.Al-Anbiyya(21):16).

“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.”(QS.Al-Ahqof(46):3).

Saya tertawa. “ Kamu bilang, gunung itu mengawasi kita. Betul. Tapi itu kan selama kita ada di sekitar sini. Kalau Allah, dia mengawasi kita dimanapun kita berada. Bahkan Dia tahu apa yang ada dalam hati kita”, terus saya. Sandy hanya manggut-manggut saja. 

“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan”.(QS.Al-An’am(6):3).

Setelah puas berfoto-foto dan menikmati indahnya pemandangan kamipun kembali turun.  Saya memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan. Karena sebenarnya di balik bukit berikutnya masih ada dua danau lagi. Tapi saya menyerah. Selain lelah hari juga sudah menjelang sore. Saya pikir Sandy harus menjemput putrinya. Meski berkali-kali ia mengatakan telah meminta orang tuanya agar menjemput putrinya itu.

Di saat saya sedang berpikir, mempertimbangkan apakah saya shalat di tempat ini atau di rumah saja, tiba-tiba Sandy bertanya “ Kamu mau shalat dulu?”. Saya tidak kaget, karena ia memang tahu kalau saya sebagai Muslim mempunyai kewajiban mendirikan shalat. Bahkan jika kami ( saya, suami dan putri kami) berkunjung ke rumahnya ia selalu menawarkan kamarnya untuk kami shalati.

Akhirnya saya memutuskan untuk shalat dulu. Kami mencari tempat yang agak teduh dan ada air bersih. Di tepi sebuah sungai kecil kami berhenti. Dengan air yang lumayan dingin tersebut saya mengambil wudhu.

“ Kamu tahu kemana kiblatnya?” tanya Sandy lagi.

“ Kemana sajalah, namanya juga di perjalanan. Allah maklum koq”, jawab saya diplomatis.

Kemudian ia menunjuk ke arah puncak gunung yang terlihat ada diatas kami.

Enak saja”, jawab saya sambil tersenyum. Segera ia mengeluarkan hpnya dan mencari kompas di dalamnya. “ Lihat ini saja. Nah, cari tuh kemana kiblatnya”. Saya jadi tersipu. Iya ya .. kenapa tidak terpikir sejak tadi ..  😦

“ haha .. apa kata saya”, begitu komentarnya begitu kompas ternyata menunjukkan bahwa kiblat ke arah puncak gunung. “ Kebetulan, tahuuu ..” , omel saya lagi.

Sayapun kemudian menggelar sajadah kecil yang sengaja dibawa dari rumah lalu shalat, Zuhur dan Ashar yang digabung. Sementara Sandy meneruskan makan siangnya tidak jauh dari tempat saya shalat.

Selesai shalat, saya menghampirinya dan ikut meneruskan makan yang tadi belum habis. “ Tadi kamu shalat yang ke berapa?, tanyanya. “ Kedua dan ketiga. Boleh digabung karena kita sedang dalam perjalanan”, jawab saya.

Tak lama kemudian ia bertanya lagi “ Kenapa orang Islam g boleh makan babi? Karena kotor ya?”. Saya berpikir sebentar sebelum menjawab. Saya teringat kata-kata suami saya yang mengatakan bahwa beberapa temannya sering menanyakan hal yang sama. Namun belakangan mereka mengatakan bahwa babi sekarang sudah bersih dan bebas cacing pita. “ Jadi boleh dimakan dong …” 

Setelah memutar otak sejenak, akhirnya saya menjawab, Bismillah, ” Bagi orang beriman, tidak selamanya larangan Allah itu ada alasannya. Namun belakangan ini, para saintis menemukan fakta bahwa tabi’at babi itu buruk. Dalam keadaan terpaksa ia tega memakan anaknya sendiri. Ia juga biseksual. Pasti kamu setuju bahwa itu perbuatan amoral kan? Selain itu ternyata DNA babi mirip manusia. Akibatnya, kalau kita mengkonsumsi dagingnya, ini akan menjadi sumber berbagai penyakit. Ini yang paling berbahaya”.

Sandy hanya manggut-mangut lalu menyambung“ Tapi menurut saya, babi memang binatang yang paling kotor dan jorok.  Yang saya tahu, sapi dan kuda tidak pernah mau makan di tempat ia membuang kotorannya. Sementara babi .. ia tidak peduli”, katanya sambil menyeringai, tanda jijik.

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging bab — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.Al-An’am(6):145).

Saya hanya mengangkat bahu. Sering saya berharap agar sahabat Perancis saya ini mendapat hidayah dari Allah swt. Suatu kali saya pernah menghadiahinya Al-Quran. Namun ya hanya sebatas itu. Saya tidak pernah tahu apakah kitab mukjizat tersebut dibacanya  atau tidak. Putrinya yang juga sahabat putri kami, dulu juga termasuk yang sering membela putri kami bila ada orang melecehkan Islam. Yaah, semoga saja hidayah itu datang  … Tapi bila mereka tidak mencarinya ?? Wallahu’alam ..

Perjalanan mengesankan ini akhirnya selesai. Tepat pukul 18.30 Sandy mengantarkan saya kembali ke hotel dimana saya menginap. Beberapa hari kemudian kami ( saya dan suami) kembali ke Paris.

Laporan perjalanan ini tampaknya akan menjadi penutup sementara blog ini, insya Allah. Insya Allah Lusa saya dan suami akan berangkat memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci.

Merupakan suatu keberkahan bagi kami sehingga diberi-Nya kami berdua kesempatan kedua untuk menemui-Nya di padang Arafah tanpa harus menzalimi saudara-saudara di tanah air yang belum berkesempatan melakukan kewajiban ini. Berangkat haji melalui Eropa, khususnya Paris, memang tidak perlu mengantri karena kwotanya berlebih. Jadi silahkan, siapa yang benar-benar berniat melaksanakan haji demi kecintaan dan ketaatan pada-Nya, berangkat dari Eropa tampaknya patut dipertimbangkan.

Akhir kata, mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan khilaf kami. Semoga dengan demikian Sang Khalik juga ridho menerima taubat dan permohonan maaf kami, amiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 26 Oktober 2011.

Vien AM.

Lihat : http://www.randonnee-passion.com/ossau.htm

Read Full Post »

Randonnée atau hiking bagi kebanyakan masyarakat Perancis adalah olah raga yang digemari hampir semua lapisan umur, terutama pada musim panas. Jadi jangan heran, bila sekali waktu mendapat kesempatan hiking di negri ini, kita bakal sering jumpa dengan orang yang tidak lagi muda. Walaupun mungkin bukan track-track yang sulit.

Saya pikir, orang Perancis ( atau mungkin kebanyakan orang Barat ya ?) suka hiking mungkin karena fasilitasnya tersedia. Selain juga mungkin karena kesadaran mereka agar menjaga kesehatan sudah tinggi. Dan hiking termasuk olah raga yang murah meriah, terutama buat yang tinggal tidak jauh dari pegunungan. Selain itu kebanyakan orang Barat adalah orang yang sangat menghargai dan mengagumi keindahan alam.

Itu yang saya alami selama 1 tahun lebih tinggal di negri ini. 2 kali sudah saya mencoba ikut hiking. Padahal sebelumnya, selama di tanah air, hampir tidak pernah saya melakukannya.

Sungguh saya merasa sangat beruntung karena di usia yang sudah tidak lagi muda ini masih mendapat kesempatan menikmati keindahan ciptaan-Nya melalui kegiatan yang menyehatkan tubuh ini. Alhamdulillah. Sementara hampir setiap week-end kami bisa berjalan-jalan ke pegunungan. Kebetulan kami memang tinggal di Pau, kota kecil di kaki pegunungan Pyrenee, pegunungan ke 2 terkenal di Eropa.

Pegunungan sepanjang 430 km ini adalah  pembatas antara Perancis di bagian selatan dengan Spanyol di utara. Rangkaian pegunungan yang di musim dingin menjadi tujuan olah raga ski ini dibagi atas 3 bagian, yaitu Pyrenee Atlantik, Pyrenee Sentral dan Pyrenee Oriental. Pegunungan cantik ini membujur dari lautan Atlantik di sebelah barat hingga laut Mediterania di timur. Tercatat sebanyak 48 puncak gunungnya memiliki ketinggian lebih dari 3000 meter. Sementara lebih dari 30 lainnya berketinggian sekitar 2000 meter.

Ketika kami masih tinggal di Pau inilah, kami pernah berencana randonnee ke Pic du Midi d’Ossau ( 2885 m), salah satu puncak gunung di jajaran pegunungan Pyrenee Atlantik. Namun rencana tersebut tidak kesampaian hingga kami pindah ke Paris. Maka begitu saya mendapat kabar bahwa suami mendapat tugas ke Pau selama 5 hari, segera saya mengontak teman saya yang dulu pernah mengajak kami randonnee.

Teman tersebut adalah orang asli Perancis, namanya Sandy. Kami berkenalan dengannya karena putrinya adalah sahabat putri kami satu-satunya ketika ia bersekolah di Pau. Tentu saja Sandy sangat senang mendengar ajakan saya itu. Sayang, seorang teman yang dulu pernah berniat pergi bersama kami sudah pulang ke Indonesia. Sementara teman yang satu lagi tidak dapat meninggalkan kegiatan rutinnya. Singkat cerita, pergilah kami berdua ke Pic du Midi d’Ossau pada pukul 9.30 waktu setempat.

Perjalanan dengan kendaraan pribadi yang dikemudikan sendiri oleh Sandy ini bergerak menuju arah kota Laruns. Awalnya kami agak kecewa karena hari tampak mendung, awan terlihat menutupi sinar matahari. Bahkan tak berapa lama kemudian hujanpun mulai turun.

“ Gimana nih, kita terusin g ya ..”, tanya saya. “ Coba aja dulu .. belum tentu di atas sana hujan koq karena bisa jadi awan malah ada di bawah kita ..”, jawab Sandy yang sudah sering sekali hiking itu.

Ternyata perkiraannya benar. Tak sampai setengah jam kemudian, setelah kami memasuki daerah pegunungan, matahari mulai menampakkan dirinya. Alhamdulillah.  Meski saking asiknya kami ngobrol ‘ngalor ngidul’ kami sempat salah jalan. Akibatnya kami terpaksa kehilangan sekitar setengah jam perjalanan karena terpaksa mengambil jalan agak berputar.

Dari percakapan ‘ngalor ngidul’ tadi ada satu yang rasanya patut untuk dicatat dan di share di sini. Obrolan tersebut mengenai sistim pendidikan di Perancis. Sahabat saya ini mempunyai 2 putri. Yang sulung seumur dengan anak gadis saya, yaitu 17 tahun. Sedangkan yang kecil berumur 13 tahun. Namanya Cloue.

Gadis kecil ini sejak usia dini memang sangat mencintai kuda. Saking cintanya orang-tuanya menyewakan seekor kuda betina untuknya. Suatu hal yang biasa karena harga kuda mahal sekali. Setiap minggu Cloue datang ke tempat pelatihan kuda dimana ia menyewa dan menitipkan kudanya itu. Tahun lalu mereka berhasil memaksa kami ( saya dan suami) untuk datang melihat acara pelantikan Cloue sebagai penuntun kuda.

Awalnya terus terang, kami agak ragu untuk datang. Karena teman saya itu menyebutnya acara le Baptême atau bahasa Indonesianya baptis, yang kami pikir tentu saja acara yang berbau keagamaan. Namun setelah diberi tahu apa yang dimaksud baptême maka demi menjaga silaturahmi, kamipun menyanggupinya untuk hadir.

Menurut Sandy, le Baptême dalam bahasa Perancis adalah istilah yang dipakai untuk pengukuhan pertama atas sebuah peristiwa besar dalam hidup. Sementara istilah baptis pada umumnya agama Nasrani adalah peristiwa pembersihan dosa anak yang baru lahir. Karena menurut keyakinan agama ini setiap anak yang baru lahir telah menanggung dosa.

Jadi terbalik dengan keyakinan ajaran Islam yang menyatakan bahwa semua anak yang baru lahir adalah bersih alias tidak menanggung dosa apapun.  Ia sebersih kain putih tanpa sedikitpun noda di atasnya.

“Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (suci dan bersih) maka kedua ibu-bapanyalah yang menjadikannya berperangai dengan perangai Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Beruntung Sandy dan keluarganya mau menerima dan menghargai pendapat kami. Dengan halus kami katakan bahwa kami tidak mau dan tidak ingin mencampur adukkan antara persahabatan dengan keimanan. Bila itu acara keagamaan dengan sangat menyesal kami tidak dapat hadir. Alhamdulillah ia dapat mengerti.

Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.(QS.Al-Kafirun(109):1-6).

Baptême sehubungan dengan kuda yang dimaksud Sandy ternyata adalah pengukuhan Cloue dalam rangka keberhasilannya menuntun kuda. Ah, aya-aya wae .. J .. Meski ternyata tidak hanya itu. Karena akhirnya mereka berhasil memaksa kami berdua untuk menunggang kuda dengan dituntun sang putri tercinta. Padahal sungguh mati, saya ini penakutnya bukan main .. Olala … 😦 …

Nah, berhubungan dengan hobby putrinya ini, Sandy bercerita bahwa sejak awal tahun ajaran yang baru lalu, Cloue keluar dari sekolah normal demi mengejar cita-citanya sebagai pelatih kuda professional ! “ Wow “, itulah reaksi pertama saya. “ Mungkin ya .. ?”, tanya saya keheranan.

Pikiran saya tiba-tiba melayang ke obrolan anak perempuan saya tahun lalu. Ketika itu ia bercerita bahwa beberapa teman Perancisnya tidak berminat untuk melanjutkan pendidikan resmi hingga ke perguruan tinggi. Salah satu ada yang mengatakan bahwa ia bercita-cita menjadi seorang ahli dalam memelihara ikan di aquarium !

Saya juga teringat kepada seorang yang pernah menjadi pemandu arung jeram kami sekeluarga di sebuah kota kecil di Spanyol yang bercita-cita menjadikan profesi pemandu arung jeram sebagai profesi profesional. Begitu juga cerita seorang pensiunan yang menjadikan pelatih ski sebagai profesi barunya.

Bagi saya ini benar-benar menarik. Mengapa tidak? Pengalaman kita di tanah air, hampir semua orang tua memaksa anaknya agar masuk perguruan tinggi dan kuliah. Tujuannya, rata-rata, agar dapat bekeja dengan imbalan gaji tinggi. Namun pada kenyataannya, benarkah hal ini terjadi ?

Yang saya tahu, di negri kita banyak sarjana yang menganggur. Ironisnya lagi, banyak yang akhirnya ‘hanya’ menjadi guru atau ‘uztad’ yang sering kali disejajarkan dengan guru mengaji, karena terpaksa. … 😦 .. Padahal profesi guru apalagi uztad adalah profesi terhormat ! Nah, dapat dibayangkan, kalau para pendidik menjalankan pekerjaan mengajar karena terpaksa, bagaimana mutu dan mental mereka, baik sang pengajar maupun murid itu sendiri ?

Menariknya lagi. Dari obrolan ‘ngalor ngidul’tadi, saya jadi tahu bahwa gaji atau pendapatan profesi para pelatih itu, baik pelatih kuda maupun ski dll itu tidaklah ‘wah’. Karena, masih menurut Sandy, bukan itu yang mereka kejar. Bagi mereka, uang bukanlah segalanya.

Saya benar-benar terpana dan hanya bisa manggut-manggut saja mendengar penjelasannya. Pada akhirnya saya menarik kesimpulan bahwa bekerja itu tidak melulu hanya untuk mencari uang yang banyak saja. Faktor kepuasan dan rasa berbagi ( menyayangi dan memelihara kuda atau ikan, menjadi dokter bedah yang bukan tergiur karena pendapatannya yang ‘wow’ melainkan karena rasa kemanusiaan, misalnya) juga faktor yang tak kalah pentingnya.

Subhanallah .. saya pikir ini sangatlah islami. Kalau saja bangsa Indonesia sebagai umat Muslim terbesar di dunia mempunyai cara berpikir seperti ini, tentu Islam yang mempunyai ciri ‘Rahmatan lil ‘Alamin’ itu pasti akan terasa sekali dampaknya bagi alam semesta ini. Alangkah indahnya bukan ? Tidak ada yang namanya perbedaan tingkat dalam kedudukan, kekayaan, kehormatan, pendidilkan dll kecuali semuanya itu adalah ujian dari Allah swt.

« Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ».(QS.Al-An’am(6) :165).

Tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya. Kendaraan terus melaju, menembus keindahan alam yang sungguh menakjubkan. Bila dari jalan tol saja deretan pegunungan Pyrene sudah mampu membuat kita terkagum-kagum, apalagi  bila kita melalui jalan non tol seperti yang kami lalui saat ini. Sungguh betapa cantiknya ciptaan-Mu Ya Allah … Masya Allah …

Dari kejauhan jalanan terlihat mulai mengecil, mendaki serta meliuk. Pepohonan di musim semi dengan warnanya yang mulai menguning membuat makin indahnya pemandangan. Sekitar pukul 12.30 siang kamipun tiba di tepi danau bernama Lac de Bious-Artiques yang terletak di kaki gunung Pic du Midi d’Ossau. Ini adalah tempat pemberhentian resmi terakhir para tamu yang ingin mendaki gunung tersebut.

“ Ini sih g masuk itungan danau yang dicari turis. Kalau mau dihitung juga judulnya danau nomer nol ”, jawab Sandy tertawa atas kekaguman saya terhadap danau yang diapit pegunungan tersebut. Belakangan saya baru ngeh bahwa maksud Sandy diluar hitungan itu karena orang tidak perlu mendaki untuk mencapai dan menikmati danau cantik tersebut.

“ Heuh .. tiwas g saya potret banyak-banyak ”, sesal saya kemudian. Meski saya pikir mungkin itu cara Sandy saja agar kami segera mendaki gunung dan melihat danau yang menjadi tujuan utama kami, bukan malah terkagum-kagum dan lama berhenti lama di tempat tersebut 🙂

( Bersambung).

Read Full Post »

Malam itu kami santap malam di restoran hotel. Dari tempat duduk kami di resto pemandangan gunung yang fantastis tidak terlihat meski sebenarnya gunung Bromo dan gunung Batok berdiri kokoh persis di depan kami. Yang terlihat hanya kegelapan malam yang gulita. Udara di luar sangat dingin, mungkin sekitar 10 derajat Celcius.

Saat itulah kami baru terpikir bahwa udara di pagi hari, esok menjelang subuh pasti akan lebih dingin lagi. Setelah bertukar pikiran, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa jaket saja ke hotel. Paling tidak untuk saya dan suami. Menyewa? Ya, menyewa .. Tadinya kami juga ragu, masak jaket saja menyewa. Lalu bagaimana dong?

Mau membeli tidak mungkin. Karena selain di sekitar hotel tidak ada yang jual, juga mubazir. Di rumah, jaket kan sudah banyak. Demikian pula topi wool dan sarung tangan. Beruntung, akhirnya kami di beri tahu bahwa pihak hotel telah meng-antisipasi kemungkinan tersebut. Maka jadilah kami berempat berama-ramai menyewa jaket, yang Alhamdulillah cukup bersih.

Selanjutnya kami segera masuk kamar dan berusaha untuk istirahat, tidur. Rencananya, pukul 3.00 esok pagi, kami akan di bangunkan pihak hotel untuk melihat tujuan utama para tamu Park National Tengger Bromo Semeru ini, yaitu sun rise atau le lever du soleil alias matahari terbit.

Pukul 3.30 kami keluar kamar. Berr … angin dingin langsung menyergap wajah dan tubuh kami. “ Untung, kita nyewa jaket bu ya”, begitu komentar anak gadis kami. Serentak kami mengangguk, meng-iya-kanya. Tapi ternyata kami agak terlambat. Deretan jeep yang ketika kami bangun tadi masih diparkir di pelataran hotel, ternyata saat kami keluar kamar tinggal dua saja. Yang lain telah berangkat. Kamipun segera memasuki jeep.

Jeep 4×4 berwarna orange yang dikemudikan penduduk asli Tengger inipun langsung tancap gas, menembus kegelapan malam. Kami melewati sejumlah turis, kebanyakan turis asing, yang memilih berjalan kaki. Beberapa kali pak sopir terlihat mengoper kopling agar laju jeep tidak terhambat jalanan berpasir yang cukup menanjak itu.

Setengah jam kemudian mobil berhenti. Belasan jeep sewaan dengan berbagai warna telah lebih dahulu diparkir di tempat tersebut. Selanjutnya bersama puluhan turis lainnya kami berjalan mendaki gunung. Uniknya, sejumlah kuda dengan dituntun empunya, ikut berdesakan bersama kami. Rupanya ini adalah salah satu pendapatan masyarakat setempat, yaitu menyewakan kuda.

Tidak nyaman sebenarnya. Mereka terus menerus mengikuti dan membujuk para tamu agar mau menaiki kudanya. Sementara kami harus jalan berhati-hati di tengah kegelapan karena kotoran kuda yang berserakan di jalanan ! Sungguh patut disayangkan ..

Sebaliknya, begitu saya mendongakkan  kepala ke langit .. Subhanallah .. bulan beserta berjuta-juta bintang dengan cahayanya yang cemerlang menghiasi langit yang terbuka lebar.  Bintang-bintang tersebut terlihat begitu dekat seakan dapat digapai dengan mudahnya.

Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya”. (QS.Al-Furqon(25):61)

Setelah berpikir sejenak, “ Alangkah ruginya bila hanya harus memandang pasir bercampur kotoran sementara di atas sana jutaan bintang nan cantik jelita berkedip memamerkan keindahannya yang sungguh mempesona”, akhirnya saya memutuskan untuk menaiki kuda saja. Maka dengan demikian sayapun bebas memandang ciptaan-Nya itu, meski dengan kedua tangan tegang memegang tali kendali kuda dan hati was-was karena sungguh mati saya adalah seorang pengecut yang takut naik kuda. Allahuakbar .. J

Tidak berapa lama kemudian, kami tiba di tujuan. Sebuah tangga menanti di ujung jalan. Sayapun turun dari kuda. Bersama yang lain kami menaiki anak tangga untuk menuju pelataran gunung Pananjakan. Langit mulai terlihat memerah menandakan bahwa fajar telah muncul.

“ Waktu shalat subuh mulai terbit fajar sampai terbitnya matahari. Jika matahari telah terbit maka hentikanlah shalat karena ia terbit di antara kedua tanduk setan.” ( HR Muslim).

Maka begitu kami sampai di pelataran, kami segera mencari tempat yang agak bersih dan datar. Setelah menggelar sajadah kamipun mendirikan shalat shubuh berjamaah. Sebelum berangkat suami memang telah mengingatkan agar mengambil wudhu terlebih dahulu. Usai shalat, seorang anak muda menghampiri kami untuk meminjam sajadah. Alhamdulillah ..

Sementara seorang anak muda lain bertanya-tanya karena ia tidak mempunyai wudhu. Apa boleh buat, karena kami tidak melihat adanya air, suamipun menganjurkan untuk tayamum saja. Semburat merah makin terang tanda matahari akan segera terbit. Artinya waktu subuh sudah nyaris habis.

Kami segera mencari posisi terbaik untuk menyambut terbitnya lampu alami terbesar ciptaan-Nya itu. Pemandangan sungguh menakjubkan. Rasanya kita seperti berada di awang-awang karena ke dua gunung tersebut ( Bromo dan Batok ) terlihat di bawah kita, secara utuh, bahkan dengan gunung Semeru sebagai latar belakangnya.

Namun tenyata ini bukan tempat yang terbaik. Sebelum Bromo mengeluarkan asap tebalnya pada November lalu, jeep dapat di parkir hingga puncak gunung Pananjakan, atau biasa dinamakan Pananjakan 1. Pada saat kami mengunjungi kompleks pegunungan ini, jeep hanya boleh mendaki hingga di Pananjakan 2.

Setelah puas memandangi matahari yang muncul sedikit demi sedikit dan memberikan pesona dan semburat merahnya yang begitu indah kepada pemandangan di sekitarnya kamipun kembali turun.  Sungguh .. betapa indahnya ciptaan-Mu, Ya Allah ..

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS.Ali Imran (3):190-191).

Selanjutnya kami menuju tempat dimana jeep tadi diparkir. Dari sini jeep melaju turun dan  selanjutnya mengarungi lautan pasir seluas 5.250 hektar. Sebuah pemandangan yang  spektakuler terhampar di depan mata.

Bila tadi kita melihat pemandangan Bromo dan sekitarnya dengan lautan pasirnya dari atas gunung Pananjakan maka sekarang kita berada di lautan pasir itu sendiri. Sepanjang mata memandang hanya gunung-gunung pasir yang terlihat mengepung kami. Kami turun dari jeep kemudian melanjutkannya dengan berjalan kaki menuju kawah Bromo.

Sama dengan ketika berada di Pananjakan, di lautan ini, sejumlah kuda dengan empunya juga terus membuntuti kami. Namun kali ini hanya anak perempuan kami yang berminat menunggang kuda karena memang ia menyukainya. Dengan bebas iapun berkuda melilingi lautan pasir hingga sampai ke tangga yang menuju kawah..

Tangga ini memiliki 150 anak tangga. Sebenarnya tangga ini tidak begitu terjal. Namun sekali lagi karena dampak letusan terakhir, tangga jadi penuh oleh pasir. Akibatnya agak sulit dinaiki. Alhamdulillah kami berhasil menaikinya. Maka tibalah kami di mulut kawah yang masih tetap mengeluarkan asap itu, meski tidak banyak.

Kami tidak berani berlama-lama menikmati kawah. Karena selain harus bergantian dengan tamu lain, mulut kawah tidak diberi pagar atau jaring pengaman. Padahal tempatnya sempit, jadi agak berbahaya.

Tak lama kemudian, setelah mandi dan sarapan di hotel, kami meninggalkan lokasi dan langsung menuju kota Malang. Tujuan kami adalah Jawa Timur Parc. Tempat hiburan yang relative baru ini cukup mengesankan, terutama kebun binatangnya. Selain koleksinya lumayan lengkap, cara penataannya juga bagus.

Sayang di akhir kunjungan, ada ‘oleh-oleh’ yang cukup mengganggu. Awalnya anak lelaki kami yang memperhatikan bahwa salah satu koleksi binatang buas, semacam anak macan, yang terlihat terus gelisah, dari siang hingga siang kembali. Kebetulan kami memang menginap di hotel di dalam zoo tersebut.

Demikian pula ketika malam tiba. Berkali-kali kami mendengar lenguhan suara gajah yang kedengarannya seperti kesakitan. Puncaknya, adalah panther yang dipajang di ruang kaca ruang makan hotel.

Rasanya sungguh ironis, raja hutan yang dikenal gagah, garang dan ditakuti seluruh penghuni hutan, koq hanya menjadi hiasan tamu resto. Kedua panther tersebut hanya bisa mondar mandir di dalam ruang kaca sempit tanpa mampu berbuat sesuatu.

“ Kalau emang mau bikin zoo kayak begini, kayaknya binatangnya jangan lama-lama dikurung kali yaa .. waktunya dibatasi, gantian sama yang lain, dilepas dihutan  .. mungkin g yaa ?”, begitu komentar anak kami.

Tiba-tiba saya jadi teringat kepada salah satu ayat tentang kerusakan bumi. Apakah ini namanya bukan memasung sifat dan keperkasaan salah satu mahluk Allah? Yang juga berarti merusak ciptaan-Nya, meski mungkin tanpa disadari ?

“Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”(QS.Al-Baqarah(2):11).

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 20 Oktober 2011.

Vien AM.

Read Full Post »

Menjelang pukul 19.00 WIB kami memasuki kota Malang. Setelah sepintas mengelilingi kota, bernostalgia melewati sekolah dan rumah masa kecil dimana selama 2 tahun saya pernah tinggal, kamipun bersantap makan malam di sebuah restoran yang cukup dikenal di kota dingin tersebut. Selanjutnya kamipun beristirahat di sebuah hotel.

Esoknya, kembali kami berkeliling kota. Sekitar pukul 11 siang kami meninggalkan Malang untuk menuju Bromo, tujuan utama liburan kami. Perjalanan memakan waktu hampir 5 jam, termasuk makan siang. Kami tiba di lokasi Bromo, yang dinamakan Park Nasional Tengger-Bromo-Semeru pada pukul 4 sore.

Subhanallah .. hanya itu yang dapat kami katakan. Pemandangan kawasan gunung yang kami saksikan di depan mata kali ini tidak seperti umumnya pemandangan pegunungan yang biasanya hijau, teduh dan damai.  Gunung Bromo dan gunung Batok yang merupakan bagian dari pegunungan Tengger dengan gunung Semeru yang menjadi latar belakang pegunungan ini dikellingi lautan pasir seluas 5.250 hektar. Pasir hitam abu-abu kering terlihat beterbangan hingga mengotori jalanan bahkan halaman hotel tempat kami menginap. Yang saking tebalnya maka pengunjungpun terpaksa harus menutup hidung dan mulut dengan masker yang banyak dijual penduduk setempat.

Dengan demikian kesan pertama yang tertangkap, menurut saya pribadi, adalah keindahan misterius. Ditambah lagi dengan  gunung Bromo yang terlihat terus mengeluarkan asap tebal dari kawahnya serta bentuk gunung Batok yang terlihat kering bergerigi, kesannya adalah angker. Bayangan yang dipantulkan sore hari menjelang magrib tersebut terlihat begitu berbahaya dan mengancam. Sungguh terasa, betapa lemah dan tidak berartinya kita ini. Deretan perkasa gunung hitam kelam tak berpenghuni tersebut seolah berseru menantang “ Bersiaplah ! Bumi akan berguncang begitu Ia mencabutku ! “

“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, …”(QS.An-Nahl(16):15).

Bromo, gunung api berketinggian 2.392 meter ini adalah gunung yang masih aktif dan cukup berbahaya. Gunung ini telah meletus beberapa kali, yang terakhir terjadi pada bulan November tahun 2010 yang baru lalu. Selama 3 bulan, hingga Januari 2011 kemarin, gunung ini memuntahkan isi perutnya.

Nama Bromo sendiri, berdasarkan beberapa sumber, diambil dari nama dewa tertinggi Hindu, yaitu Brahma, tuhannya pemeluk Hindu. Wilayah pegunungan ini, hingga detik ini, memang adalah rumah bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu.  Sementara nama Tengger sendiri memiliki legenda yang cukup menarik.

Hikayat, adalah Roro Anteng, seorang putri raja Majapahit yang cantik jelita. Kecantikannya amat termasyur hingga banyak ksatria gagah berani datang untuk melamarnya. Termasuk seorang raksasa. Karena tidak berani menolak, akhirnya sang putri mengajukan persyaratan. Yaitu agar sang raksasa membangun lautan di sekitar pegunungan Bromo, dalam satu malam!.

Namun menjelang matahari terbit, sang putri terkejut, mendapati bahwa lautan yang dimintanya itu nyaris terlaksana. Maka demi menggagalkan lamaran raksasa  yang menyeramkan itu, Roro Antengpun segera memerintahkan rakyatnya agar cepat bangun dan menumbuk padi. Mendengar padi ditumbuk maka ayampun berkokok, mengira matahari telah terbit.

Dengan demikan maka gagallah lamaran sang raksasa. Ia terpaksa  pergi dengan meninggalkan gunung Batok yang digunakannya sebagai gayung untuk mengambil air dari kawah gunung Bromo. Kawah gunung Bromo sendiri terlihat begitu lebar akibat airnya yang terus dikeruk. Sementara lautan pasir yang luas terlihat mengelilingi kawasan pegunungan tersebut.

Selanjutnya Rara Antengpun menikah dengan ksatria yang dicintainya. Yaitu Joko Seger, salah satu putra Brahma. Di kemudian hari keturunan pasangan berbahagia ini dinamakan Tengger, singkatan dari Roro AnTENG dan Joko SeGER.

Yang tak kalah menarik, masyarakat Tengger, hingga detik ini, masih suka menyelenggarakan upacara ritual tahunan. Ritual bernama Kasodo yang dikabarkan menjadi salah satu daya tarik turis tersebut diadakan pada setiap bulan purnama pada tanggal 14 dan 15 bulan ke sepuluh ( kasodo) kalender Jawa. Pada upacara itu mereka memohon antara lain panen yang berlimpah dan kesembuhan berbagai penyakit.

Upacara ini dimulai pada tengah malam dari pura yang terletak di tengah lautan pasir. Dari sini arak-arakan yang membawa berbagai sesajen tersebut berjalan menuju kawah Bromo. Selanjutnya sesajen yang berupa berbagai hasil sawah, ladang dan ternak seperti padi, sapi dll itu di lemparkan ke dalam kawah sebagai persembahan kepada Tuhan mereka.

Yang lebih menegangkan lagi, adalah adanya sebagian masyarakat Tengger yang harus menangkap apa yang dilemparkan ke dalam kawah tadi. Dengan menyusuri bibir kawah, mereka menuruninya dan berusaha meraih sesajen tadi. Padahal tidak jarang ada saja korban yang terjatuh ke dalam kawah yang masih mengepulkan asap panas itu.

Tampaknya, ritual melempar sesajen ala agama Hindu inilah yang hingga kini menjadi contoh dan ditiru oleh sebagian pemeluk Islam di beberapa gunung di pulau Jawa, contohnya gunung Merapi di Jawa Tengah. Sungguh ironis, bukan ?

Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’ (QS. Al-An’aam: 162-163).

Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menyembelih (berkurban) untuk selainNya.” (HR. Muslim).

Kurban yang diizinkan dalam Islam hanyalah menyembelih hewan kurban dalam rangka ketaatan kepada Allah swt, Sang Khalik.  Persis seperti apa yang pernah dicontohkan nabi Ibrahim as ketika akan menyembelih satu-satunya putra kesayangan beliau, nabi Ismail as. Selanjutnya, hasil sembelihan tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkannya. Pada hari raya kurban, kita boleh memakannya sebagian. Jadi kurban tidak boleh disia-siakan dengan di buang ( ke dalam kawah dsb ) atau dipersembahkan kepada sesembahan apapun.

Lagi pula, bila kita kembali kepada sejarah, masyarakat Tengger mulanya adalah penduduk kerajaan Majapahit Hindu yang kalah perang melawan Islam pada masa awal pembentukan kerajaan Islam, Demak. Mereka tidak mau menerima ajaran Islam dan memilih mengasingkan diri ke kawasan pegunungan ini. Sebagian lain memilih pulau Bali sebagai tempat tinggal.

Katakanlah: “Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman”, dan (aku telah diperintah): “Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik”.(QS.Yunus(10):104-105).

Itulah tujuan utama dakwah Islam, yaitu memperkenalkan Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang Esa, yang tidak bersekutu, tidak beranak maupun diperanakan, yang menghidupkan dan mematikan manusia. Itulah Allah swt. Jadi alangkah ironisnya, bila ternyata ada manusia yang kemudian menolak ajakan ini. Namun tidak ada paksaan dalam beragama. Bukan Dia yang rugi, sebaliknya manusia itu sendiri yang mendzalimi dirinya.

Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa`at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim”.  Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Yunus(10):106-107).

Tiba-tiba saya teringat kepada apa yang dikatakan para wali tentang ritual Jawa yang di’isi’ dengan semangat ke’Islam’an. ( pada bagian 1 artikel ini ). Percakapan itu terjadi 5 abad silam namun nyatanya hingga kini ritual tersebut masih saja terjadi. Sungguh, pasti para wali tersebut bakal amat sangat kecewa mengetahui hal ini .. L

“ Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”.(QS.Al-Isra’(17):44)

Demikian pula gunung-gunung, mereka semua bertasbih kepada-Nya.

Wallahu’alam bish shawwab.

( Bersambung).

Read Full Post »