“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”,(QS.Al-Baqarah(2):183).
Menjelang Ramadhan ayat diatas makin sering muncul. Berpuasalah agar kita, umat Islam menjadi orang-orang yang takwa. Ayat diatas secara jelas menegaskan bahwa berpuasa (di bulan Ramadhan) itu bukanlah sekedar menahan makan, minum dan berhubungan suami istri di siang hari. Puasa yang diperintahkan-Nya adalah puasa hingga kita bisa mencapai takwa. Pertanyaannya, adakah semua umat Islam di dunia ini mengetahui persis bagaimanakah orang yang takwa itu?
“ Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”.(QS.Al-Baqarah(2):2-4).
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang takwa adalah orang yang meyakini rukun Iman dan rukun Islam sebagai berikut :
1.Beriman/yakin kepada yang ghaib ( Allah swt, para malaikat dan bangsa jin)
2.Mendirikan shalat ( bukan sekedar melaksanakan shalat, artinya shalat dengan penuh kesadaran akan maknanya).
3. Berinfak sodaqoh.
4. Beriman/yakin kepada kitab-kitab suci ( Al-Quran, Injil, Taurat dan Zabur).
5. Beriman/yakin akan adanya Hari Kiamat.
Keyakinan terhadap kitab-kitab dan hal-hal ghaib diatas bukan hanya yakin sekedar yakin saja. Namun yakin yang melahirkan rasa takut, syukur, tunduk dan takluk kepada Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla hingga dengan suka rela mau melaksanakan hukum dan menjalani ketetapan-Nya, menjalankan segala perintah dan larangan-Nya, apapun bentuknya.
Dari Abu Abdul Rahman Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khatthab, beliau berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ lslam itu terbina atas lima perkara: bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan menunaikan puasa pada bulan Ramadhan”.
Allah swt menciptakan bulan Ramadhan sebagai bulan penggemblengan, bulan pelatihan sekaligus bulan cobaan, sebagai pembuktian seberapa dalam ketaatan kita pada-Nya. Sementara 10 hari terakhir di bulan Ramadhan atau apa yang disebut Lailatul Qadar adalah hari-hari penobatan bagi siapa yang paling bertakwa. Sayangnya, hari istimewa tersebut dirahasiakan-Nya dari kita. Kitalah yang harus mencarinya.
“Carilah dengan segala upayamu malam Lailatul Qadar pada malam-malam yang ganjil daripada 10 akhir dalam Ramadan”-( HR.Ima Bukhari).
“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan( Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. (QS. Al-Qadr(97):1-5).
Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. “Barangsiapa menghidupkan (beribadat sepanjang malam) malam Lailatul-Qadar dan mendirikan shalat dua rakaat, kemudian memohon ampunan Tuhannya, maka diampunkan dia oleh Allah swt dan dimasukkan kedalam rahmatNya, kemudian disapukan dia oleh Jibril a.s. dengan dua sayapnya. Barangsiapa disapu oleh Jibril dengan sayapnya maka didalam syurgalah tempatnya…..”.
Dalam riwayat lain,“Barangsiapa mendirikan shalat empat rakaat dengan membaca surah al-Fatihah, al-Kauthar dan al-Ikhlas tiga kali, dimudahkan menghadapi sakratul maut, dikecualikan daripada azab kubur dan dikurniakan empat tiang daripada nur tiap- tiap satunya terdiri 1000 mahligai“.
“ Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lalu dan siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lalu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Masih banyak lagi hadis tentang Lailatul Qadar ini. Intinya pada malam itu Allah swt memerintahkan para malaikat termasuk malaikat Jibril as untuk memperhatikan, mendengar dan mencatat apa yang dilakukan dan diminta hamba-hamba-Nya. Dan doa dan permohonan pada malam tersebut akan dikabukan-Nya.
Menurut riwayat, adalah Mujahid, seorang sahabat, yang bercerita bahwa ayat tentang Lailatul Qadar turun setelah Rasulullah berkisah tentang seorang shaleh dari bani Israel yang selama 80 tahun rajin berjihad. Riwayat lain dari Ali bin Aurah, pada satu hari Rasulullah telah menyebut 4 orang Bani Israel yang telah beribadah kepada Allah selama 80 tahun. Mereka sedikitpun tidak durhaka kepada Allah lalu para sahabat kagum dengan perbuatan mereka itu. Para sahabat merasa iri karena tidak dapat berbuat seperti mereka.
Jibril kemudian datang memberitahukan Rasulullah saw bahwa Allah swt menurunkan ayat yang lebih baik dari amalan orang-orang Yahudi itu. Itulah surah Al Qadar yang membuat Rasulullah dan para sahabat amat gembira. Allah Azza wa Jalla menjanjikan pahala lebih dari 1000 bulan atau sekitar 84 tahun bagi kaum Muslimin yang beribadah pada malam Lailatul Qadar. Mereka yang dengan ikhlas ikhtikaf ( berzikir minimal sejak Magrib hingga Subuh hari berikutnya di rumah-Nya), tafakur dan bermunajab, berharap malaikat Jibril as mendatangi mereka.
Namun demikian, janji Allah tersebut sesungguhnya hanya berlaku bagi hamba-hamba Allah yang selama satu tahun terakhir berhasil lolos seleksi pemilihan. Puncaknya di 20 hari pertama Ramadhan berhasil melaksanakan puasa dan ibadah-ibadah Ramadhan dengan baik. Merekalah itulah kandidat pemenang Lailatul Qadar yang sesungguhnya, yang tercatat dalam catatan para malaikat sebagai calon yang memenuhi persyaratan untuk di datangi, untuk menerima janji Tuhannya.
Itulah ganjaran pahala yang setara dengan beribadah selama 1000 bulan atau 84 tahun, 4 tahun lebih banyak dari ganjaran orang Yahudi yang berjihad selama 80 tahun. Jadi bukan mereka yang tafakur dan ikhtikaf hanya selama malam-malam suci di mana Al-Quran pertama kali diturunkan.
Apalagi sekedar membaca dan khatam Al-Quran dalam bulan Ramadhan namun tanpa mengkajinya, meski pahalanya tentu saja kita dapatkan, insya Allah. Karena sesungguhnya hikmah keberadaan ayat-ayat tersebut baru terasa bila kita mau merenungkan dan mengkajinya dengan seksama.
Demikian juga shalat malam seperti tarawih dan tahajud, berinfak sedekah serta amal kebajikan yang dikerjakan hanya ketika Ramadhan datang. Ini semua tidak cukup menjadi jaminan bahwa seorang hamba bakal lolos seleksi untuk ikut dalam lomba mencapai Lailatul Qadar.
Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda : “ Apabila masuk bulan Ramadhan, dibukakan pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka Jahannam, serta dibelenggu syaitan-syaitan”. (HR. Bukhari).
Hadis diatas banyak disebut ketika memasuki bulan Ramadhan. Yang menjadi pertanyaan, bila selama bulan suci tersebut syaitan-syaitan dibelenggu, mengapa kejahatan tetap saja terjadi pada bulan tersebut ?
Ini sebuah kenyataan yang sungguh mengerikan. Karena hal ini justru menjadi bukti bahwa tanpa gangguan syaitanpun ternyata manusia bisa tetap berbuat jahat. Artinya, sifat, kebiasaan dan pengaruh syaitan itu bisa menjadikan manusia menjelma menjadi syaitan itu sendiri!
Hal-hal yang tampaknya kecil dan sederhana; tertib dalam shalat misalnya, Ini adalah perintah rutin imam agar merapatkan dan merapikan shaf sebelum shalat jamaah dimulai, yang acap kali diabaikan makmum. Padahal bukankah dari kecil kita sering diberi tahu bahwa shaf yang tidak rapat bakal diselipi syaitan yang akan mengganggu konsentrasi shalat kita?
Bukan sekali dua kali saja, saya melihat, terutama jamaah perempuan, memulai shalat tanpa menggubris peringatan imam. Masing-masing bersikukuh berdiri di tengah-tengah sajadah yang lebarnya bisa mencapai 50 cm. Boleh jadi sajadahnya memang rapat tapi tidak orangnya. Ini masih lebih baik. Karena sering juga terjadi, lagi-lagi biasanya di bagian perempuan, shaf yang “bolong-bolong” di sana sini.
Belum lagi, kebiasaan makmum yang sering mendahului gerakan imam. Belum juga imam selesai mengucap takbir, makmum sudah bergerak mengganti gerakan. Tiba-tiba saya teringat ucapan seorang da’i pada salah satu tausiyah Ramadhan yang mengingatkan bahwa hal-hal tersebut beresiko mengeluarkan seseorang dari jamaah shalat yang ganjarannya 27 x lipat itu. Sungguh ironis bukan ?
Ramadhan dengan Lailatul Qadarnya memang telah lewat. Tapi bila Allah berkehendak, saat-saat indah yang penuh berkah tersebut mungkin masih bisa kita nikmati tahun depan. Jika kita memang benar-benar ingin mendapatkan keberkahan tersebut, mengapa kita tidak mempersiapkannnya sedini mungkin.
Dengan puasa syawal yang 6 hari ini misalnya. Puasa ini sangat istimewa karena Allah swt mengganjarnya dengan puasa satu tahun penuh. Mumpung masih ada waktu.
“Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dgn (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) 2 bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh.” ( HR.Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hibban).
Atau dengan mulai membiasakan diri shalat subuh berjamaah di masjid ( bagi kaum laki-laki) serta tertib dalam mengerjakannya. Atau memulainya dengan berusaha membuang sifat-sifat syaitan dan kebiasaan-kebiasaan buruk, hingga ketika Ramadhan tiba nanti kebiasaan-kebiasan tersebut benar-benar telah hilang.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 29 Agustus 2012.
Vien AM.