Feeds:
Posts
Comments

Archive for September, 2012

Teror ala Barat (1).

Sebuah film pelecehan terhadap Rasulullah kembali di ungguh Youtube dan membuat umat Islam seluruh dunia bagai kebakaran jenggot. Protes dan demo besar-besaranpun segera digelar.  Dapat dibayangkan betapa kecewa, gusar dan sakit hatinya umat Islam. Jangankan pelecehan apalagi fitnah, penggambaran wajah Rasulullah, meski tanpa niat jelekpun sebenarnya tidak dibenarkan dalam Islam.

Ini bukan kali pertama Barat dan musuh-musuh Islam mengeluarkan film dan gambar-gambar pelecehan yang amat menyakitkan hati umat. Berlindung dibalik kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat ( freedom of speech), Barat membiarkan anggota masyarakatnya menghina, memfitnah dan melecehkan junjungan umat Islam, Rasulullah Muhammad saw dan ajarannya.

Jyllands-Posten, surat kabar terbesar di Denmark adalah surat kabar pertama yang tercatat menerbitkan karikatur Rasulullah saw. Pada akhir September 2005, surat kabar ini menerbitkan 12 gambar hasil lomba karikatur Rasulullah. 3 bulan kemudian yaitu Desember 2005 OKI ( Organisasi Konferensi Islam) mulai menyatakan keberatannya. Sejak itulah kontroversi ini kemudian menghangat di seantero dunia.

Sejak semula, Islam telah melarang penggambaran benda hidup seperti manusia dan binatang. Ini diawali dengan pembersihan gambar dan patung-patung yang berada di dalam Ka’bah, segera begitu Rasulullah berhasil menaklukan kota Mekah dari dominasi kaum musrikin Quraisy. Meski dalam perjalannya, ntah bagaimana dan sejak kapan, pelarangan ini tidak lagi begitu diindahkan. Kecuali bangunan masjid.

Itu sebabnya dekorasi rumah ibadah umat Islam dimanapun, selain kaligrafi ayat-ayat suci hanya diisi oleh gambar dan bentuk bunga dan dedaunan. Penggambaran mahluk bernyawa apalagi sosok dan wajah Rasulullah sama sekali tidak dibenarkan bahkan dilarang.

Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.’” [HR. Bukhari].

Rasulullah mewanti-wanti umatnya agar tidak mengkultuskan diri beliau seperti umat Nasrani mengkultuskan nabi mereka, nabi Isa as atau Yesus Kristus. Diantaranya yaitu dengan tidak menggambar wajah beliau.

Namun demi alasan demokrasi dan kebebasan berpendapat dan berekspresi, Barat yang merasa diri dan mengaku  berperadaban paling tinggi di dunia, tidak mau memahami hal ini. Pelecehan dan fitnah terhadap Rasulullah saw dan kitab suci umat Islam melalui karikatur, foto dan film  terus berlanjut hingga detik ini.

Protes umat Islam dari seluruh pelosok dunia, mulai dari yang kasar dan penuh kekerasan hingga jalur diplomatik yang santun, tak ada satupun yang digubris. Inilah demokrasi kebablasan, kalau kita, umat Islam, orang timur sebagai pihak yang terkalahkan alias pecundang boleh menyuarakan pendapat.

Karena nyatanya, Holocaust, peristiwa pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman puluhan tahun lalu, dilarang diprotes. Padahal beberapa sumber menyatakan bahwa peristiwa tersebut sengaja dibesar-besarkan agar dunia jatuh simpati kepada Yahudi. Yang dengan demikian mereka punya alasan untuk menyerang dan merebut tanah Palestina yang semua orang juga tahu betapa rasisnya prilaku mereka terhadap penduduk asli non Yahudi. Inilah konspirasi busuk Zionis dengan Amerika Serikat sebagai Negara pelindung mereka.

Gerard Fredick Toben, pendiri universitas Adelaide, seorang Jerman kelahiran Australia adalah salah satu buktinya. Ia dijatuhi hukuman 7 bulan masuk penjara gara-gara berani mengemukakan pendapat bahwa Holocaust terlalu di besar-besarkan. Ia beragumentasi bahwa korban Holocaust bukan semuanya orang Yahudi.

Sementara Robert Forison, seorang ilmuwan Perancis staf pengajar di Lyon Universite, diberhentikan dari tempatnya mengajar.  Penyebabnya adalah karena ia mempertanyakan kebenaran Holocaust serta keberadaan ruang gas ( gaz chamber) lewat bukunya «  Ruangan gas : fiktif atau nyata ? ».  Ini terjadi pada tahun 1978.

Pertanyaannya, mengapa Barat bisa melarang seluruh dunia memprotes dan melindungi Holocaust hingga sedemikian rupa. Sementara protes dan permintaan umat Islam agar nabinya dilindungi diabaikan. Malah seenaknya saja dijadikan bahan olok-olok keji tanpa boleh sedikitpun memprotes !

Jelas, kebebasan berpendapat yang didengungkan Barat itu tidak berlaku umum. Ada standard ganda di sini. Karena itu tadi, tidak jelas batas-batasnya. Siapa yang berhak dilindungi siapa yang tidak.

Beberapa waktu lalu di Paris, Perancis, begitu sebuah surat kabar memuat gambar pelecehan Rasulullah, Mosque de Paris, masjid agung Paris, sebagai masjid terbesar, langsung dijaga ketat. Puluhan mobil polisi disiagakan demi mengantisipasi jamaah umat Islam berkumpul dan memprotes hal tersebut.

Artinya mereka sepenuhnya sadar bahwa pemuatan gambar seperti itu bakal memicu emosi umat Islam dan beresiko tinggi melahirkan amarah dan kerusuhan. Bahkan baru beberapa minggu yang lalu salah seorang duta besar mereka terpaksa menanggung kemarahan sebagian umat yang benar-benar tidak mampu menahan kekesalan dan kekecewaan. Ini hanya  gara-gara sebuah film keluaran Amerika yang berisi lagi-lagi, fitnah keji terhadap Rasulullah saw. Sesuatu yang tidak masuk akal.

«  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ».(QS.Al-Ahzab(33) :21).

Beberapa hari lalu ada lagi berita menyesakkan.  Adalah Mona Eltahawy, seorang wartawati Amerika asal Mesir. Ia ditangkap polisi gara-gara kedapatan sedang menyemprotkan cat ke poster raksasa di sebuah stasiun subway di New York. Poster yang menurut kabar tersebar di 10 stasiun dan bertuliskan :   In any war between the civilized man and the savage, support the civilized man. Support Israel defeat Jihad” ini ingin ditutupnya dengan cat semprot agar tidak menimbulkan ketidak nyamanan, terutama bagi umat Islam, tentunya.

Poster yang dialamatkan ke arah umat Islam dengan ‘Jihad’nya ini jelas-jelas berisi hasutan dan sangat berbau rasisme. Tapi orang yang berusaha mencegahnya malah ditangkap polisi dan dipenjarakan. Sementara pembuat film sampah Amerika yang membuat jutaan umat Islam marah dan tersinggung dibiarkan melenggang dan dilindungi negara.

Tampak bahwa ini memang disengaja. Disengaja supaya terjadi keributan dan kerusuhan, supaya ada kesempatan memberi cap « teroris » bagi umat Islam. Agar orang Barat makin takut dan membenci Islam. Menjadi bukti nyata bahwa Islamophobia memang diciptakan secara sengaja. Apalagi melihat kenyataan bahwa Islam makin dilirik orang Barat yang berilmu, yang masih bersih hatinya alias tidak menyimpan dengki.

Mereka tampaknya lupa bahwa peristiwa 11 september 2002 lalu, yang sengaja diciptakan dengan tujuan sama itu, sebenarnya  telah gagal. Lupa akan adanya berbagai bukti bahwa peristiwa kejam tersebut adalah hasil konspirasi jahat tingkat tinggi mereka. Ironisnya,  kejadian memilukan tersebut justru membuat penasaran banyak orang untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam apa itu Islam. Alhasil, sebagianpun kembali ke fitrah ; bersyahadat dan memeluk Islam. Subhanallah ..

«  Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya ».(QS.Ali Imran(3) :54).

Semakin jelas, siapa sebenarnya yang teroris itu, siapakah penyebar aksi teror.  Jadi, masih patutkah kita menganggap dan menjadikan Barat kiblat dan panutan peradaban? Peradaban pemuja kebebasan mengkritik, menghasut, menghina dan memprovokasi kerusuhan dan kejahatan atas nama kebebasan berekspresi tanpa mengindahkan norma-norma. Sementara di hadapan kita jelas nabi yang mereka hina mengajarkan dan mencontohkan yang sebaliknya ??

Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: «Hindarilah oleh kamu sekalian berburuk sangka karena buruk sangka adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kamu sekalian saling memata-matai yang lain, janganlah saling mencari-cari aib yang lain, janganlah kamu saling bersaing (kemegahan dunia), janganlah kamu saling mendengki dan janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling bermusuhan tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara «  ( HR. Shahih Muslim).

Wallahu’alam  bish shawwab.

Paris, 28 September 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Jika Anda mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak dan Muhammad Ibnu Abdullah.

Isi perjanjian itu antara lain adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat itu berdasarkan hukum Islam. Lebih lanjut, akan ditemukan kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.

Cara berpakaian ini dapat ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama Ramadan Ibnu Wati.

Berbicara tentang suku Cherokee, tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821. Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.

Yang membuatnya sangat luar biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.

Nama-nama suku Indian dan kepala sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan Zuni. Bahkan, beberapa kepala suku Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox, Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.

Secara umum, suku-suku Indian di Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya. Seperti penuturan seorang Kepala Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah (*)

Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?

Sejarahnya panjang,

Semangat orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet (tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta mereka saat itu.

Beberapa nama tetap begitu kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.

Para ahli geografi dan intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.

Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.

Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).

Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada bulan Mei 999.

Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.

Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 – 1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.

Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.

Sequoyah, also known as George Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.

Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.

Dan tahukah anda? 2 orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York 1950]

Dicopy dari :   http://cahyaimancahayakebenaranislam.wordpress.com/

Jakarta, 24 September 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Peran pemimpin dalam Islam

Pesawat Air Turkish yang kami tumpangi mengudara on schedule, tinggal landas dari bandara Charles de Gaule Paris menuju Istanbul, Turki. Tujuan akhir kami adalah Jakarta, untuk berkumpul dengan keluarga besar di hari Lebaran. Sengaja kami memilih penerbangan milik Turki dengan transit sekitar 20 jam agar dapat mengunjungi BlueMosque sekaligus merasakan buka puasa di bekas ibu kota kekhalifahan Ottoman itu. Ketika itu memang bulan Ramadhan.

Sebenarnya kami pernah mengunjungi Istanbul beberapa tahun lalu. Tapi kurang begitu puas karena kami datang pada waktu yang kurang tepat, yaitu bulan Desember. Baru ketika itu kami menyadari bahwa Istanbul ternyata sama dengan kota-kota Eropa lainnya, dingin plus salju turun di bulan tersebut, meski tidak terlalu tebal. Mungkin karena hujan hampir setiap hari turun. Namun tetap saja cukup mengganggu dan mengurangi keleluasaan kami menikmati keindahan kota legendaris tersebut. Itu sebabnya pada penerbangan mudik kali ini kami memilih Air Turkish dengan tujuan utama bisa memuaskan keinginan mengunjungi lagi masjid biru yang terkenal itu.

Singkat cerita, beberapa waktu setelah pesawat mengudara, kereta dorong berisi makananpun datang, menawarkan hidangan makan siang. Pria berusia 35 tahunan yang duduk di sisi jalan deretan kursi kami segera menentukan pilihan makanan yang ditawarkan pramugari berambut pirang dengan wajah khas Turkinya.

Sementara kami berdua dengan halus mengatakan bahwa kami tidak makan karena sedang berpuasa.  Mendengar itu, sontak pria berkulit hitam itupun segera menoleh dan menunjukkan rasa jengahnya.

“ Je suis Musulman. Je ne jeune pas car je dois prendre le vol jusqu’a … », ia menyebut nama sebuah  kota yang rasanya kami tidak pernah mendengarnya. Intinya, ia adalah seorang Muslim. Namun ia tidak berpuasa karena ia masih harus melakukan perjalanan panjang ke sebuah  kota.

Itulah awal percakapan dan perkenalan kami dengan seorang Muslim, imigran Perancis asal Pantai Gading. Pantai Gading atau Cote d’Yvoire adalah sebuah negara di pantai Barat benua Afrika,  bertetangga dengan Ghana di sisi utara dan barat, laut Guinea di sisi selatan. Negara bekas jajahan Perancis ini awalnya hanyalah sebuah perkampungan terisolasi yang dihuni sekitar 60 suku bangsa.

Portugis dan Perancis yang menemukannya pada  abad 15.  Ketika itu kedua bangsa besar ini sedang berseteru mencari gading dan budak untuk dibawa ke Negara mereka. Namun akhirnya Perancislah yang berhasil menaklukkan perkampungan tersebut dan memberinya nama  Cote d’Yvoire yang artinya pantai gading. Negara ini baru memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1960, atas pemberian Negara penjajahnya itu. Jadi tak aneh bila kemudian presiden yang diangkatpun adalah orang pilihan pemerintahan Perancis, seorang pemeluk Kristen. Ia berkuasa selama 30 tahun hingga tahun 1990.

Jujur, sebelum bertemu dengan pria tetangga di pesawat di bulan Ramadhan itu, saya tidak begitu mengenal sejarah Pantai Gading. Yang saya tahu hanya kerusuhan yang sering melanda negri tersebut. Saya baru tahu bahwa kerusuhan yang terjadi adalah kerusuhan antar umat agama dari pria tadi.

Ia menceritakan bahwa mayoritas penduduk negrinya adalah Muslim. Tapi tak pernah sekalipun seorang Muslim menduduki posisi tertinggi pemerintahan. Politik adalah tabu bagi Muslim Pantai Gading. Mereka lebih senang menjadi pedagang.

Namun ia sendiri adalah seorang mantan polisi. Kerusuhan yang terjadi antara tahun 1990 an hingga 2000 menyebabkan dirinya terpaksa meninggalkan tanah air yang dicintainya. Perancis sebagai Negara yang pernah berabad-abad menjajah negrinya merupakan pilihan sebagian besar rakyat yang mengungsi. Untuk diketahui, hingga kini pantai Gading masih menjadikan bahasa Perancis sebagai bahasa persatuan mereka.

Maka sejak itu pula pria yang belakangan menikah dengan perempuan sebangsanya itu berstatus sebagai imigran gelap. Ia tidak menceritakan mengapa harus gelap. Yang pasti, status inilah yang menyebabkan dirinya sulit untuk keluar masuk Perancis.

Itu sebabnya mengapa ia menumpang Air Turki dan transit di Istanbul. Dari kota ini baru ia meneruskan perjalanan ke tujuan yang  sebenarnya.  Sementara istrinya, meski sama-sama imigran tapi bukan imigran gelap, bersama anaknya bisa terbang langsung ke tujuan. Masalah keimanan anaknya yang masih kecil ini, juga menjadi topik pembicaraan kami.

“ Saya benar-benar pesimis dengan keimanan putra kami bila kami terpaksa benar-benar tidak bisa kembali ke tanah air”, keluhnya.

Saya jadi teringat jargon “ Islam Yes Partai Islam No” yang dipopulerkan almarhum Nurcholis Madjid  beberapa belas tahun lalu. Jargon ini benar-benar berhasil membuat kalangan muda Muslim ‘alergi’ dari partai berbau Islam.  Seolah-olah partai Islam itu ketinggalan zaman, tidak rasional bahkan kampungan ! Apakah pendiri lembaga Paramadina sekaligus bapak Pluralis dan Sekuleris yang memang sempat lama menetap di Amerika dan mengambil ilmu filsafat itu tidak menyadari dampak pemikirannya yang kontroversial itu?

Pantai Gading adalah hanya salah satu buktinya. Jutaan rakyat negri ini harus menderita akibat tak pernah sekalipun mempunyai pemimpin yang seiman. Tercatat selama 52 tahun negri ini memperoleh kemerdekaan hanya satu saja calon  dari kalangan Muslim yang maju dalam pemilihan. Itupun gagal pula. Dan kegagalan ini disebabkan ia Muslim !

Adalah Alassane Ouattara, seorang tokoh Muslim mantan perdana mentri Pantai Gading. Ia tertantang untuk mengikuti pemilihan presiden karena presiden yang menjabat waktu itu sectarian. Dengan sengaja pemilik kekuasaan tertinggi Negara ini memunculkan rasa kesukuan salah satu suku rakyatnya dan menciptakan opini bahwa suku lain, dalam hal ini suku-suku Pantai Gading sebelah utara yang mayoritas Muslim, adalah bukan bangsa Pantai Gading. Persis kasus etnis Rohingya di Myanmar yang tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah pusat yang mayoritas beragama Hindu.

Akibatnya dapat diduga, pencalonan Ouatarra tersendat. Pemberontakanpun tak terhindarkan. Timbullah berbagai kerusuhan, menuntut keadilan. Sejarah mencatat bahwa Islam datang ke negri ini pada abad 13, dibawah kejayaan kerajaan Mali. Sementara Kristen masuk pada abad 17. Dengan kata lain,  sebenarnya ajaran Islam telah masuk ke negri ini, 4 abad lebih dulu dibanding ajaran Kristen.

Patut menjadi catatan, Islam  adalah ajaran yang sangat spesifik. Ia memiliki sejumlah aturan sendiri yang wajib dipatuhi pemeluknya. Itu sebabnya umat Islam memerlukan pemimpin yang benar-benar mengerti, memahami dan menguasai kebutuhan mereka. Dan tentu saja kalau bukan dari kalangan umat Islam sendiri siapa lagi yang lebih patut menjadi pemimpin tersebut. Apalagi Allah swt dengan tegas telah memerintahkan hal tersebut.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Al-Maidah(5):51).

Artinya, bila kita tetap nekad memilih pemimpin yang bukan dari kalangan kita sendiri ( baca Islam), Allah swt tidak lagi mau melindungi kita. Dan dampak perbuatan ini tidak saja ‘hanya’ kita terima di akhirat nanti, tapi juga di dunia ini. Seperti yang terjadi terhadap saudara-saudari kita di Pantai Gading diatas.

Karena, seperti yang telah disebutkan diatas, umat Islam itu membutuhkan komunitas, fasilitas  dan kebijaksanaan yang sangat khas. Misalnya, kebutuhan akan masjid, melaksanakan shalat pada jam kerja, shalat berjamaah di masjid pada hari Jum’at, menjalankan puasa pada bulan Ramadhan, penentuan hari raya iedul fitri dan iedul adha, mengenakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari, pemotongan hewan halal, menjauhi riba, minuman keras, perjudian dan pelacuran, hukum waris, hukum perkawinan  dan masih banyak lagi.

Umat Islam semustinya harus tahu apa yang menjadi kebutuhan utamanya, mana yang  prioritas dan mana yang sekunder. Kebutuhan akhirat adalah yang paling utama. Meski untuk itu kemudahan duniawi berarti juga kebutuhan yang tidak boleh diabaikan. Karena dunia adalah tempat beramal demi bekal kehidupan akhirat kelak. Untuk itu, kemudahan hidup harus diusahakan.

Sebaliknya, seorang pemimpin harus sadar bahwa dirinya adalah pengemban terberat amanah rakyat. Amanah yang dititipkan umat agar ia mengurusi kebutuhan spiritual dan material rakyat yang dipimpinnya. Memberikan kemudahan agar umat dapat beribadah, memuji Tuhannya dengan sebaik mungkin.  Menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat yang dipimpinnya, apapun agama, suku dan rasnya. Dan semuanya ini dilakukannya demi mencari ridho Sang Khalik, Allah Azza wa Jallat, penciptanya.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 19 September 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Ateisme dan Fenomenanya.

Perputaran bumi serta pergantian malam dan siang adalah fenomena alam yang sangat patut untuk dicermati. Pengalaman spiritual yang dilakukan nabi Ibrahim as dalam rangka mencari Tuhannya adalah sebuah pelajaran yang sangat indah.

“ Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”.

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”.

Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”.(QS. Al-An’am(6):76-78).

Perumpamaan malam hari adalah bagaikan melihat gajah secara utuh/keseluruhan. Sementara siang hari adalah laksana orang buta yang meraba hewan berbelalai ini secara partial/bagian demi bagian. Hingga beranggapan bahwa gajah itu panjang bila yang diraba kebetulan hanya belalainya. Atau gajah itu lebar dan tipis bila yang diraba hanya telinganya.

Perumpamaan lain, adalah meja belajar dengan lampu belajarnya yang dibiarkan menyala hingga menyinari sebagian kecil meja, menerangi bagian tertentu di atas meja yang menjadi focus bacaan. Meja ini berada di sebuah ruangan yang gelap dimana lampu belajar adalah satu-satunya penerangan.

Bagian kecil yang terang di atas meja dan menjadi focus bacaan adalah perumpamaan kehidupan siang hari. Pada saat itu,  segala yang ada di hadapan kita “kelihatannya”  jelas terlihat detil.  Sementara benda lain di atas meja yang tidak tersorot lampu tidak terlihat. Fenomena ini sama dengan orang buta yang meraba bagian gajah tertentu.

Jadi, pandangan di siang hari yang kelihatannya jelas itu sebenarnya justru sebaliknya. Sesungguhnya pandangan di  siang hari amat sangat terbatas. Apa buktinya ? Buktinya, benda-benda langit seperti bintang dan bulan yang menjadi perhiasan atap bumi tidak dapat kita saksikan. Ini disebabkan silaunya sinar matahari. Yang menyebabkan pandangan kita hanya mampu focus pada apa yang diteranginya. Yang hingga bentuk bumi dimana kita berpijakpun tak bisa kita lihat secara jelas.

Bentuk bumi secara jelas baru bisa kita lihat setelah matahari terbenam. Yaitu melalui bayangan yang terpantul di langit ketika malam tiba. Demikian pula benda-benda langit yang jumlahnya milyaran itu.   Itulah salah satu hikmah diciptakan-Nya malam dan siang. Betapa terasa,  alangkah kecilnya kita ini. Allahuakbar !

“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS. Ali Imran(3);190-191).

Ironisnya, sebagian besar orang barat dewasa ini, yang notabene mengaku dan merasa maju ternyata tidak mampu mengambil hikmah fenomena alam terbesar ini. Dengan dalih sains dan ilmu pengetahuan mereka mengatakan bahwa semua itu hanyalah bagian dari sistim alam semesta. Bahkan dengan lancangnya berani menyatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Kalaupun ada hanya dalam pikiran, tidak wujud. Itulah kaum ateis tulen alias kafir sebenar-benar kafir.

Padahal asalnya orang Barat adalah penganut Kristen. Aneh tapi nyata. Tapi begitulah kenyataannya karena justru ajaran gerejalah yang sering dituding  menjadi penyebab orang Barat menjadi ateis.  Ajaran ini dianggap menghambat perkembangan sains dan ilmu pengetahuan.

Adalah Inkuisisi yaitu pengadilan terhadap orang-orang  berbagai golongan masyarakat yang dipandang membahayakan kepercayaan dan kekuasaan gereja. Galileo Galilei adalah satu diantaranya.  Pada tahun 1633 Galileo yang melanjutkan teori heliosentrisnya  Copernicus diadili dengan tuduhan tindakan kejahatan tingkat tinggi. Teori ini dianggap melecehkan pendapat gereja bahwa bumi adalah pusat perputaran bukan matahari.  Bahkan beberapa tahun sebelum itu, Giordano Bruno dibakar hidup-hidup dengan tuduhan yang sama.

Sejak itu gerakan melawan gerejapun tumbuh meski secara sembunyi-sembunyi.  Diawali dari prilaku pastur-pasturnya yang dianggap korup dan tidak bersih hingga Al-Kitab sebagai kitab suci merekapun mulai dipertanyakan.  Dimulai dari sejarah penulisannya, isinya yang seringkali vulgar dan kasar, konsep tentang ketuhanan yang ‘njelimet’ hingga akhirnya keberadaan Tuhan itu sendiri.

Ini masih ditambah lagi dengan anggapan bahwa agama hanyalah belenggu kebebasan.  Apalagi di zaman dimana demokrasi dan kebebasan mengemukakan pendapat menjadi slogan hampir seluruh masyarakat di dunia ini. Ateis kelihatannya menjadi pilihan yang digemari orang-orang yang memimpikan hidup sebebas mungkin tanpa banyak batasan, aturan dan hukum.

Agaknya para filosof yang paling pantas dituntut mengapa banyak orang Barat tertarik menjadi ateis.  Orang-orang ‘pintar’ yang hobby bermain dengan kata-kata dan membuat difinisi rumit ini dengan lihai mampu membuat orang bertanya-tanya, sesungguhnya apakah difinisi Tuhan itu. Blaise Pascal, seorang filosof Perancis kelahiran 1623 mengatakan “ Tuhan Abraham, Tuhan Ishak, Tuhan Yakub bukan Tuhan para filosof dan ilmuwan”.

Hemm, lalu siapa Tuhan mereka kalau mereka memang percaya akan eksistensi Tuhan. Mungkin pernyataan seorang selebritis sebagai berikut bisa menjawab pertanyaan di atas. ” My religion is song, sex, sand and champagne”. Atau  iklan di pinggir jalan di kota Manchester Inggris ” It’s like Religion” sebagaimana dikemukakan uztad Dr. Hamid Zarkasyi dalam bukunya ” Misykat” bisa menjadi jawaban jitu. Iklan tersebut adalah iklan sebuah klub sepak bola kebanggaan Inggris.

Celakanya, di Indonesia, negri berpenduduk mayoritas Islam, juga mulai ikut tertulari virus ateis yang sangat berbahaya ini.  Meskipun  jumlahnya memang baru sangat sedikit, tidak terang-terangan dan berada di komunitas tertentu.  Namun penyebabnya kemungkinan besar adalah arus globalisasi tadi. Karena kalau ditilik dari latar belakang dan sejarah agamanya jelas berbeda dengan teman-teman ateis mereka di Barat.

Walaupun belakangan ini usaha untuk mengotori kemurnian Al-Quran juga sudah terlihat. Yaitu dengan mulai  diterapkannya ilmu Hermeneutika terhadap Al-Quran. Ilmu ini berusaha  memandang dan mengkritisi kalam Allah dengan menganggapnya sebagai bukan ayat-ayat suci ! Hal yang sungguh menggelikan sekaligus memuakkan. Bagaimana mungkin mereka ini berani melecehkan kitabnya sendiri. Parahnya lagi, pernyataan-pernyataan berbau ateis ini keluar dari kampus Islam !

Tampak bahwa sistim pola pikir Barat yang sangat mengedepankan akal dengan teori empirisnya, telah merasuk jauh ke dalam pemikiran anak-anak muda kita. Teori ini mengatakan bahwa segala sesuatu itu harus bisa dibuktikan dan teramati oleh panca indera. Akibatnya ilmu dan pengetahuan apapun bila tidak ada data empiris tidak dapat diterima alias tertolak. Termasuk ilmu agama dan ketuhanan tadi !

Rasulullah bersabda:”Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia akan bertambah jauh dari Allah.”

Sementara Al-Ghazali mengingatkan, seseorang hendaknya menuntut ilmu tidak hanya sekedar kebutuhan melainkan harus hingga tuntas, hingga sampai kepada hakekat atau inti ilmu tersebut. Karena hanya dengan inti ilmu inilah seseorang akan mencapai suatu tingkat penyingkapan akan rahasia dan kebesaran Sang Maha Pencipta, Allah azza wa jalla. Itulah keutamaan ilmu karena puncak ilmu adalah pengenalan Allah SWT.

Ia juga berkata, “Barangsiapa yang kehilangan ilmu, maka hatinya akan sakit dan mati. Ia tidak menyadarinya karena kesibukan dunia mematikan perasaannya. Jika kesibukan itu menampakkan kematian maka ia merasakan sakit yang pedih dan penyesalan yang tiada akhir.”

Ucapannya itu dimaksudkan dalam menafsirkan hadis  : “Manusia itu dalam keadaan tidur dan bila ia telah mati terjagalah ia”, dan ayat berikut :

Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”.(QS.Qaaf(50):22).

Islam tidak pernah mengajarkan pemisahan antara kehidupan dunia dengan akhirat, ilmu dan pengetahuan keagaamaan dengan ilmu umum. Keduanya saling berkaitan erat dan tidak mungkin dipisahkan. Karena kehidupan dunia dan ilmunya pada hakekatnya adalah bekal menuju kehidupan akhirat yang relative abadi.

Orang yang mengaku memeluk Islam tidak cukup ‘hanya’  menjalankan ritualnya, seperti shalat, zakat, puasa, membaca Al-Quran dan pergi haji. Akhlak yang baik sebagai bentuk nyata penerapan ayat-ayat Al-Quran seperti menjaga silaturahmi, tidak sombong, sabar, jujur, suka bekerja keras dan lain-lain juga sangat diperlukan. Pribadi Rasulullah Muhammad saw adalah panutannya.

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Al-Ahzab(33):21).

Mungkin mereka yang ‘ kebarat-baratan’ ini lupa bahwa masyarakat Barat dewasa ini banyak yang merasa kehilangan ‘sesuatu’. Prilaku bebas dan demokrasi yang kebablasan sedang menuju kehancurannya. Anak-anak yang tidak lagi hormat kepada kedua orangtuanya, orang-orang muda yang enggan mendengar pendapat pendahulunya, persaingan yang tidak mengenal aturan  dan lain-lain telah membuat mereka gundah dan risau.

Kesuksesan material ternyata tidak menjadi jaminan kebahagiaan hidup.  Harta yang melimpah ruah juga tidak menjamin kepuasan dan rasa tenang.  Pun ilmu dan kemajuan teknologi, ternyata juga tidak berhasil mencegah berkembangnya  penyakit yang makin hari justru makin beragam dan mematikan.

Anehnya, pasca peristiwa 11 september 2001 yang ‘diharapkan’ mencemarkan dan mencoreng Islam malah membuat banyak orang Barat tertarik mempelajari Islam.  Dan kebanyakan adalah para ilmuwan yang kemudian berbalik dan kembali ke fitrah, bersyahadat memuji Tuhannya, Allah swt.

Dengan ilmunya yang dalam orang-orang ini dapat memahami kebenaran ayat-ayat Al-Quran. Diantaranya ayat-ayat tentang siang dan malam di awal tulisan ini. Mereka mendapati bahwa ilmu yang susah payah dipelajarinya itu ternyata telah diprediksi 14 abad silam melalui ayat-ayat-Nya dan sunnah rasul-Nya.

Dengan ketinggian ilmu dan akalnya mereka menjadi tahu betapa kecilnya mereka. Dengan ketinggian ilmu dan akalnya mereka menjadi tahu bahwa ada kekuatan raksasa di luar sana. Dengan ketinggian ilmu dan akalnya mereka menjadi tahu dengan ilmu dan akal saja manusia tidak akan sampai pada tuhannya. Untuk itu imanlah yang mereka butuhkan.

Menjadi bukti nyata bahwa Tuhan itu ada, tidak mati seperti apa yang dikatakan Friedrich Nietszche, filosof terkenal Jerman kelahiran 1844 dan juga teman-temannya sesama filosof ateis sezamannya.

( Baca :

http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=151%3Aatheis&catid=2%3Ahamid-fahmy-zarkasyi&Itemid=17 ).

“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai nama-nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ».(QS.Al-Hasyr(59)22-24).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 16 September 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Dunia sains modern di awal abad ke-20 M dibuat takjub oleh penemuan seorang ilmuwan Jerman bernama Albert Einstein. Fisikawan berkebangsaan Jerman itu pada tahun 1905 memublikasikan teori relativitas khusus (special relativity theory). Satu dasawarsa kemudian, Einstein yang didaulat Majalah Time sebagai tokoh abad XX itu mencetuskan teori relativitas umum (general relativity theory).

Teori relativitas itu dirumuskannya sebagai E=mc2. Rumus teori relativitas yang begitu populer itu menyatakan kecepatan cahaya adalah konstan. Teori relativitas khusus yang dilontarkan Einstein berkaitan dengan materi dan cahaya yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi.

Sedangkan, teori relativitas umum menyatakan, setiap benda bermassa menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya melengkung (efek geodetic wrap). Melalui kedua teori relativitas itu Einstein menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetis tidak sesuai dengan teori gerakan Newton. Gelombang elektromagnetis dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat.

Inti pemikiran kedua teori tersebut menyatakan dua pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama. Meski begitu,isi hukum fisik akan terlihat sama oleh keduanya. Dengan ditemukannya teori relativitas, manusia bisa menjelaskan sifat-sifat materi dan struktur alam semesta.

“Pertamakali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas sekitar tahun lalu 1905. Saya tidak dapat mengatakan secara eksak dari mana ide semacam ini muncul, namun saya yakin ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak,”ungkap Einstein saat menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial University pada 4 Desember 1922.

Benarkah Einstein pencetus teori relativitas pertama? Di Barat sendiri ada yang meragukan bahwa teori relativitas pertama kali ditemukan Einstein. Sebab, Ada yang berpendapat bahwa Teori relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya bertajuk Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada tahun 1632.

Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu matematika dan fisika. Sejatinya, 1.100 tahun sebelum Einstein mencetuskan teori relativitas, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah meletakkan dasar-dasar teori relativitas. Adalah saintis dan filosof legendaris bernama Al-Kindi yang mencetuskan teori itu.

Sesungguhnya tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kufah tahun 801 M itu pasti sangat menguasai kitab suci Alquran. Sebab, tak diragukan lagi jika ayat-ayat Alquran mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.

Aya-ayat Alquran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutpi dengan cara-cara yang sangat jahat.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq Al-Kindi itu telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam ditelan zaman.

Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia, adalah esensi dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, benda semuanya relatif dan tak absolut,” cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes dan Newton menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi.

“Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda, dengan gerakan; gerakan, dengan benda,”papar Al-Kindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata, ” …jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.” Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut.

Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum. “Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolute,” papar Einstein dalam La Relativite. Menurut Einstein, kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.

Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke obyek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein.

Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang yang melihat sebuah obyek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit , dia melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.

“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada obyek yang lain,” tutur Al-Kindi. Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah Al-Kindi wafat.

Menurut Einstein, tak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tak terikat pada pengamat. Sebuah hukum, papar dia, harus dibuktikan melalui pengukuran. Al-Kindi menyatakan, seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya adalah relatif dan terbatas.

Meski setiap individu manusia tak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, ruang juga terbatas. Einstein lagi-lagi mengamini pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M. “Eksistensi dunia ini terbatas, meskipun eksistensi tak terbatas,” papar Einstein.

Dengan teori itu, Al-Kindi tak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, juga dia membuktikan eksistensi Tuhan, karena itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu itu pada dasarnya sama. Hanya saja, penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti.

Bahkan, teori relativitasnya telah digunakan untuk pengembangan energi, bom atom dan senjata nuklir pemusnah massal. Sedangkan, Al-Kindi mengungkapkan teorinya itu untuk membuktikan eksistensi Tuhan dan Keesaannya. Sayangnya, pemikiran cemerlang sang saintis Muslim tentang teori relativitas itu itu tak banyak diketahui.

Relativitas dalam Alquran
Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Alquran yang diturunkan kepada umat manusia merupakan kuncinya. Allah SWT telah menjanjikan bahwa Alquran merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakqwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Sang Khalik memerintahkan agar manusia berpikir.

Inilah beberapa ayat Alquran yang membuktikan teori relativitas itu:
“…. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS: Al-Hajj:47).

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Qs: As-Sajdah:5).

“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.”(QS:70:3-4).

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS: An-Naml:88).

“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS: 23:122-114)

Karena kebenaran Alquran itu, konon diakhir hayatnya Einsten secara diam-diam juga telah memeluk agama Islam. Dalam sebuah tulisan, Einstein mengakui kebenaran Alquran.“Alquran bukanlah buku seperti aljabar atau geometri. Namun, Alquran adalah kumpulan aturan yang menuntun umat manusia ke jalan yang benar. Jalan yang tak dapat ditolak para filosof besar,” ungkap Einstein. Wallahualam…[/size]

Sumber Oleh: Heri Ruslan

Diambil dari : http://mualaf-alhamdulillah.blogspot.com/2012/07/ternyata-penemu-teori-relativitas.html

 

 

 

Read Full Post »

Ramadhan yang jatuh pada musim panas tahun 2012 lalu tampaknya bakal menjadi puasa terakhir kami selama di rantau. Puasa dimana imsak jatuh pada sekitar pukul 4.30, magrib sekitar pukul 21.50 dan isya sekitar pukul 23.45 bila jatuh pada musim panas. Ini adalah tahun ke 4 kami tinggal di Paris, Perancis.

Jujur, bayangan puasa menahan lapar dan haus nyaris 18 jam ini ( di tanah air sekitar 13 jam) telah menghantui  tidak saja saya dan suami tetapi juga sebagian besar kenalan kami.  Ini masih ditambah lagi dengan cuaca panas lebih dari 30 drajat yang biasanya bertandang di bulan Juli – Agustus. Dengan alasan ini pula banyak teman kami yang memilih menjalankan kewajiban rukun Islam ke 3 ini ( banyak pula yang berpendapat puasa adalah rukun ke 4) dengan mudik ke tanah air. Disamping musim panas yang biasanya berlangsung selama 2 bulan itu, anak-anak memang selalu libur panjang.

Namun dengan berbekal pengetahuan bahwa Allah swt tidak akan membebani hamba-Nya lebih dari kemampuannya , maka tenanglah hati ini. Dan memang demikian nyatanya, ketika akhirnya bulan yang dinanti-nantikan  itu tiba, tanpa terlalu banyak kesulitan kami dapat melaluinya. Allahuakbar ..

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. … … “. (QS. Al-Baqarah(2):286).

Dengan izin-Nya,  suhu udara awal Ramadhan yang jatuh di pertengahan Juli itu hanya berkisar di 20 drajat Celcius. Kesejukan yang sungguh bukan hal yang ‘normal’ mengingat l’ete bahasa Perancis untuk musim panas, biasanya bisa mencapai 30 drajat lebih. Alhamdulillah …

Dan seperti juga Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, setiap malam Minggu KBRI Paris konsisten menyelenggarakan buka puasa bersama di aula gedung kedutaan yang terletak di Paris 16 itu. Bedanya, kali ini tidak ada penyelenggaraan shalat taraweh dengan alasan malam terlalu larut. Yang akibatnya terlalu merepotkan pihak kedutaan. Disamping juga khawatir kurang peminat. Maklum, kedutaan kan bukan masjid  bukan pula khusus milik kaum Muslimin dan pegawainyapun bukan semuanya Muslim.

Kenapa g sekarang aja tarawehnya?”, celetuk seorang ibu setengah kecewa mengetahui bahwa kedutaan hanya menyelenggarakan buka puasa bersama dan Magrib berjamaah.

Ya g bisa dong bu, taraweh itu kan setelah masuk waktu Isya”, jawab saya, lumayan heran juga mendengar pertanyaan polos tersebut. Si ibu tampak tidak puas dengan jawaban tersebut.

 Namun kemudian saya segera menyadari ketidak mengertiannya. Karena  beberapa waktu lalu, pada acara tanya jawab tausiyah menjelang Magrib, ia juga mengajukan pertanyaan yang naif.

“ Uztad, bagaimana caranya supaya suami saya yang non Muslim bisa mengerti  Islam dan mau menemani saya berpuasa?”, lontarnya  lugu dalam bahasa Perancis yang lumayan kacau ditambah logat Sundanya yang kental, membuat hadirin tersenyum geli. Disaksikan seorang bule di ujung sana yang juga tersenyum simpul. Belakangan saya baru tahu bahwa  ternyata bule itu adalah suami perempuan tersebut.

Kebetulan tausiyah memang diberikan oleh seorang imam andalan kedutaan berbangsa Tunisia yang hanya bisa berbahasa Inggris dan Perancis. Plus bahasa Arab tentunya.

… … Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS.Al-Baqarah(2):221).

Ini masih berlanjut ketika saya mendapati bagaimana perempuan setengah baya itu melakukan  shalat Magrib. Ketika itu ia shalat di samping kanan saya. Jadi saya tahu persis bahwa ia memulai shalatnya pada rakaat ke 2. Namun saat imam mengucapkan salam pada akhir shalat ia ikut mengucapkan salam tanpa menambah kekurangan rakaatnya.

Dari pembicaraan yang kami lakukan begitu shalat usai saya jadi tahu bahwa perempuan tersebut memang sangat sedikit memahami Islam. Bahkan bacaan Al-Fatihahnyapun tidak lancar. “Lupa”,  katanya. Padahal menurutnya ibunya telah berkali-kali menunaikan ibadah haji dan wafat di tanah suci.  Sungguh ironis …

Lho, jadi apa dong yang ibu ucapkan ketika shalat?”, tanya saya heran karena bacaan Al-Fatihah itu kan wajib hukumnya.

“ Ya apa saja .. Ya Tuhan sayangi saya, sayangi suami saya yang meski bukan Islam tapi baik hatinya, ampuni saya …  begitu saja”, jawabnya enteng .

Tampak bahwa perempuan separuh baya yang sejak usia 12 tahun telah hijrah ke Paris bersama kedua orang tuanya itu tidak mendapat bekal pengetahuan agama yang cukup. Jelas, Paris memang bukan kota tujuan hijrah yang tepat. Apalagi pasangan hidup yang dipilhnyapun bukan Muslim, bule pula yang seringkali atheis.  Alangkah tragisnya ..

 Tiba-tiba saya jadi teringat kepada saudara-saudari kita seiman imigran dari berbagai Negara Muslim yang cukup banyak jumlahnya di negri bekas pimpinan Zarkozy ini. Keturunan  Aljazair, Tunisia dan Maroko yang merupakan bekas negara jajahan Perancis adalah imigran yang terbanyak menduduki Perancis. Sebagian besar generasi muda yang saat ini hidup di negri ini kemungkinan merupakan generasi ke 3.

Artinya kakek nenek mereka adalah generasi pertama yang berimigrasi ke negri ini. Merekalah yang menjadikan keturunan bangsa Arab penduduk Afrika utara ini mendominasi imigran Perancis. Baik melalui perkawinan sesama bangsa dan sesama imigran maupun perkawinan campur dengan penduduk asli Perancis sendiri.

Ini masih ditambah lagi dengan membludaknya imigran dari Negara-negara Islam korban perang di masa lalu seperti Turki dan imigran dari Negara-negara  Islam yang baru belakangan ini bergejolak seperti Iran, Irak, Mesir, Siria dan Afganistan.

Dengan kata lain, nasib ala ibu “Neneng” asli Sunda yang mengalami krisis identitas itu juga banyak dialami “neneng-neneng” bangsa lain saudara saudari kita seiman di Eropa ini. Tidak hanya di Perancis, saya yakin.

Salah satu buktinya adalah pengalaman saya di Mosquee de Paris, masjid terbesar Paris beberapa waktu lalu. Di suatu hari Jumat di bulan Ramadhan saya pergi ke masjid yang terletak di pusat kota ini untuk ikut shalat Jumat.  Tidak seperti umumnya masjid-masjid  di Jakarta, di masjid ini Muslimah punya jatah cukup besar menempati sebagian kapling masjid untuk shalat berjamaah bersama ribuan Muslim Paris dan sekitarnya.

Terus terang saya sangat menikmati saat–saat berkumpul tersebut meski saya tidak memahami bahasa Arab. Kecuali sedikit mereka-reka bila imam mengutip ayat yang kebetulan saya hafal. Maklum khotbah diberikan dalam bahasa Arab.

Pada saat saya sedang mendengarkan dan berusaha memahami khutbah imam itulah datang serombongan kecil jamaah perempuan. Setelah  beberapa saat celingukan mencari tempat  akhirnya mereka duduk berdesakan tepat di samping saya. Dari penampilannya saya menerka mereka adalah asal Afganistan. Jumlah mereka 5 orang, 1 dewasa dan 4 remaja usia 14-15 tahun.

Beberapa kali saya mendengar  perempuan yang dewasa menterjemahkan apa yang dikatakan imam ke dalam bahasa Perancis. Dari sini saya kemudian menduga bahwa mereka pasti imigran. Usai shalat, perempuan tersebut menerangkan bagaimana cara shalat yang benar. Saya juga berhasil memperhatikan bagaimana  antusiasnya  para remaja tersebut menanggapi  penjelasan dan uraian “ uztazah” mereka tentang Islam. Termasuk ungkapan salah seorang diantara mereka  yang sangat ingin membaca buku-buku mengenai hidup Rasulullah Muhammad saw ketika uztazah mengatakan bahwa di dalam masjid ada perpustakaan.  Terharu hati ini menyaksikan pemandangan indah ini.

Di masjid agung yang dibangun pada tahun 1926 atas inistiatif raja Maroko sebagai penghargaan atas gugurnya 70 ribu tentara Muslim Perancis asal Aljazair inilah beberapa kali saya dan suami bertegur sapa dengan Muslim Perancis. Diantaranya dengan seorang guru besar universitas Istanbul yang dengan bangga menceritakan bahwa baru beberapa bulan yang lalu ia kedatangan saudara seiman dari Indonesia.

Orang tersebut adalah petinggi Muhammadiyah yang tidak asing lagi bagi kita yaitu Din Samsudin. Dengan penuh antusias ia bahkan menyodorkan hpnya kepada suami saya agar suami saya mau berbicara dengan seorang temannya sesama guru besar di universitas terkenal di Turki yang kebetulan menelpon dan bisa berbahasa Indonesia !

Di masjid dimana sejumlah pengungsi Yahudi pernah berlindung dan selamat dari kejaran Nazi ini pula beberapa kali saya ditegur dan dikira Muslim Malaysia. Antara sedih dan bangga; bangga dan bahagia karena sebagai minoritas di perantauan mendapat perhatian dari saudara/inya. Sedih karena mengapa harus Malaysia bukan Indonesia .. Bukankah Indonesia Negara mayoritas terbesar di dunia .. Tambah sedih lagi mendengar desas desus bahwa Muslim Indonesia sulit bergabung dan bercampur dengan Muslim lain dibanding Muslim Malaysia. .. L

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”. (QS.Al-Hujurat(49):13).

Saya pikir mungkin desas desus tersebut ada benarnya juga. Karena selama 4 tahun di Paris jarang sekali saya berjumpa Muslim Indonesia di masjid ini. Sementara dengan Muslim Malaysia dan Filipina saya sudah beberapa kali berjumpa.

Padahal jumlah Muslim Indonesia yang tinggal di Paris tidaklah sedikit. Ini terlihat dari banyaknya  warga kita setiap kali KBRI menyelenggarakan buka puasa bersama dan shalat taraweh. Sebaliknya sungguh disayangkan melihat kenyataan betapa sedikitnya jumlah uztadz Indonesia atau uztadz yang bisa berbahasa Indonesia di Paris ini. Karena meski sebagian besar masyarakat ini telah lama tinggal di Perancis banyak juga yang tidak begitu menguasai bahasa yang dikenal sulit ini.

Jelas, mereka sangat merindukan santapan rohani, bukan hanya santapan fisik khas tanah air seperti rendang, gudeg dll.  Pada sesi tanya jawab yang biasanya diadakan di akhir tausiyah seperti yang dilakukan bu “ Neneng”  diatas sebenarrnya banyak yang ingin bertanya. Masalah bahasa tampaknya yang menjadi kendalanya. Disamping rasa percaya diri dan keberanian bertanya yang rendah,  seperti yang sering terjadi di lingkungan kita.

Adalah tugas mendesak bagi pihak kedutaan untuk menyiapkan uztad dan uztadzah demi terpenuhinya kebutuhan spiritual masyarakat Muslim di negri dimana kita adalah minoritas.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 4 September 2012.

Vien AM.

Read Full Post »