Tanpa terasa, nyaris 3 bulan sudah kami meninggalkan Paris, Perancis. Begitu banyak kenangan, suka dan duka kami lalui. Berbagai macam pengalaman kami rasakan dan saksikan. Dari sana, banyak hikmah yang dapat kami petik. Alhamdulillah …
Jakarta dan Paris tentu saja tidak sama. Hal mencolok yang paling terasa, transportasi ! Tanpa perlu dibahas panjang lebar semua orang juga tahu betapa parahnya sistim transportasi di ibu kota Jakarta ini. Jangankan bicara kendaraan umum, untuk berjalan kakipun sungguh tidak nyaman.
Selain tidak tersedia trotoar polusipun bisa bikin sesak nafas. Pejalan kaki benar-benar tidak punya hak di kota ini. Pilihan hanya 2, naik kendaraan umum yang sama sekali tidak nyaman dan tidak terjadwal atau naik kendaraan pribadi. Kalau mau diperluas, ada taxi atau sepeda motor/ ojek. Dengan kondisi, semua maceeeet .
Namun demikian tidak perlu kita terlalu berkecil hati. Karena persamaannya juga ada, yaitu sama-sama ibu kota negara .. 🙂 . Supaya lebih lega, bolehlah saya tambahkan, sama-sama banyak rampok ! 😦 ..
Saya tidak bergurau, saya benar-benar mengalaminya sendiri. Bayangkan, hanya beberapa bulan sebelum usai tugas suami, ban mobil kami, raib digondol maling. Tidak tanggung-tanggung pula, ke-empat-empatnya! Ironisnya lagi, kejadian tersebut terjadi di garasi pribadi apartemen kami sendiri, yang beberapa hari terakhir itu memang sedang rusak, sehingga terbuka lebar, sepanjang siang dan malam.
Suami mengetahui musibah ini sekitar pukul 4 pagi, ketika hendak pergi ke mesjid untuk shalat subuh berjamaah. Pikiran pertama yang terlintas di benak suami ketika itu “ Untung rampoknya udah kabur”. Tak dapat dibayangkan apa yang terjadi jika suami datang dan memergoki rampok sedang beraksi … Astaghfirullah hal ladzim … Rupanya Allah swt masih melindunginya, Alhamdulillah …
Sebenarnya bukan sekali ini saja kami mengalami musibah di kota pusat mode dunia ini. Pada tahun 2001 kaca mobil pernah dipecah orang. Gara-garanya hanya sebuah tas anak kami yang masih SD ‘nampang’di jok depan mobil. Ketika itu saya baru saja menjemput anak kami tersebut. Kami berdua tidak langsung meninggalkan parkiran yang terletak di depan sekolah melainkan berjalan-jalan dulu di taman luas yang berada di samping sekolah. Saya ingat betul namanya, Parc Monceau.
Sekembali dari jalan-jalan itulah saya melihat bahwa kaca mobil kami telah dipecah orang dari luar. Dan yang diambil ya hanya tas anak kami itu. Kebetulan tas tersebut memang rada élit’, sedikit mirip tas kantoran. Pasti si maling tadi tidak menyangka bahwa tas tersebut hanya tas yang berisi buku-buku anak SD. Saya akui, saya memang lalai tidak menyembunyikan tas tersebut. Namun siapa yang menyangka bahwa orang Paris ‘doyan’dan gampang tergiur barang seperti itu.
Yang kedua, terjadi pada tahun 2003, yaitu 2 bulan sebelum berakhirnya masa penugasan suami, persis seperti yang terjadi pada tahun 2012 lalu. Suatu hari seperti biasa saya pergi kursus bahasa Perancis. Karena siangnya kami ada acara bersama AVF, suatu kelompok sosial untuk mengenal kehidupan kota di Perancis dimana kami tinggal, maka saya pulang dulu, untuk salin dsb.
Namun setiba di apartemen dimana kami tinggal, pintu tidak bisa dibuka. Bahkan anak kuncinya tidak berhasil saya masukkan. Tiba2 saja hati saya berdebar kencang. Pasti ada yang tidak beres. Saya segera turun dan menelpon suami di kantor, membayangkan ada orang asing di dalam sana, hiii ..
Suami berpesan untuk mengawasi saja apartemen dari luar, sambil menanti kedatangannya. Tak lama kemudian ia datang dan berusaha membuka paksa apartemen, tanpa hasil. Akhirnya kamipun melaporkan kejanggalan tersebut ke SAMU, semacam 911 nya Perancis. Tak sampai setengah jam kemudian, bantuanpun tiba. Pintu dibongkar dan kamipun segera masuk.
Astaghfirullah hal ladzim, ternyata apartemen kami telah dirampok, di siang hari bolong .. Uniknya, rampok tersebut hanya mengambil perhiasan, itupun hanya yang asli, yang imitasi dibiarkan saja tergeletak dikasur. Bahkan kamera yang harganya lumayan mahalpun tidak disentuhnya. Rampok tersebut membongkar laci2 lemari kamar kami, dapur dan vase2 yang ada di ruang tamupun dijugkir balikkan.
Menurut beberapa teman, memang ada sebagian orang yang suka menyembunyikan perhiasan di tempar beras di dapur dan di dalam vase kembang. Hemm, rupanya, benar2 rampok perhiasan professional ini. Yang menjadi pertanyaan dari mana ia tahu kami memilki sejumlah perhiasan ? Saya jarang sekali mengenakkan perhiasan yang memang jumlahnya tidak seberapa itu dan perhiasan tersebut bukanlah perhiasan permata berlian yang mencolok pula. Yang saya miliki hanyalah perhiasan emas berlian sederhana pemberian orang tua saya ketika kami menikah dulu.
Menurut keterangan polisi, daerah tempat kami tinggal yaitu, Neuilly sur Seine, memang daerah yang telah lama menjadi incaran rampok perhiasan. Harap maklum, daerah ini adalah daerah elitenya Paris. Ketika kami tinggal di tempat ini, Sarkozy, mantan Presiden Perancis yang sejak kecil memang tinggal di daerah ini, adalah wali kotanya. Ketika itu ia belum terpilih sebagai presiden. Yaaah nasiiib, namanya juga cuma apartemen kontrakan kantor, mana tahu kami semua itu.
Namun Paris tetaplah Paris. Daya tarik kota ini memang benar-benar mengagumkan. Banyak sekali obyek turis yang pantas untuk dikunjungi. Kota ini memilki banyak sekali museum, yang minimal, bagi mereka yang tidak menyukai museum, bangunannyapun sudah cukup untuk dijadikan obyek berfoto-ria. Arsitektur bangunan kota ini, memang sangat patut diacungi jempol. Bahkan jembatan-jembatannyapun tak kurang indahnya dari bangunannya sendiri.
Alangkah beruntungnya kami ini, diberi Sang Khalik kesempatan untuk menikmati kota ini, 2 kali pula, yaitu dari tahun 2000-2003 dan 2009 hingga akhir 2012. Lebih enaknya lagi, buat kami kaum Muslimah, berjalan-jalan menimati keindahan kota, hanya karena kita berjilbab saja, bisa menjadi dakwah tersendiri. Bagaimana tidak ?
Mengenakan jilbab di tanah air tentu bukan hal aneh. Tetapi di negri dimana Islam hanya minoritas bahkan sering diidentikkan dengan terorisme atau Arabisme, tentu saja berbeda. Apalagi dibanding bule-bulenya yang biasa berpakaian buka-bukaan dimana-mana. Biarlah mereka menilai sendiri bagaimana prilaku kita, Muslimah Asia, Indonesia, tepatnya …
“ Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang” .(QS.Al-Ahzab(33):59).
Jangan biarkan mereka terus berprasangka buruk terhadap kita, dengan hanya melihat misalnya, sebagian pemuda berwajah Arab yang suka berbuat kerusuhan atau Muslimah yang meminta-minta meski terpaksa. Karena seharusnya mereka juga menyadari bagaimana akibat perang, dengan Afganistan atau Irak misalnya, bukankah Barat yang menyerang dan mengeroyok Negara tersebut, hingga menyebabkan penduduknya terpaksa mengungsi dan menjadi imigran gelap yang kerap dikejar-kejar petugas?
Paris, seperti juga kota-kota metropolitan lain di dunia ini, memang amat rawan. Metro, alat transportasi masal terbesar kota yang telah berumur seratus tahun lebih itu tak terkecuali. Hampir setiap hari maling beroperasi di tempat ini. Biasanya turis asing yang jumlahnya amat sangat banyak itu yang menjadi sasaran utamanya.
Bagi yang sudah terbiasa menumpang Metro, maling-maling ini sebenarnya mudah dikenali. Jangan dulu membayangkan bahwa maling tersebut adalah preman bertubuh kekar dengan wajah seram. Sebaliknya, kebanyakan dari mereka adalah imigran gelap dari Eropa Timur, ABG putri pulak ! Biasanya mereka berkelompok, sekitar 4-5 orang, namun masuk metro secara berpencar.
Pernah suatu hari saya memergoki seseorang, tangannya sedang merogoh tas teman saya, yang kebetulan memang tidak tertutup rapat. Reflek, saya langsung meloncat dari bangku dimana saya duduk dan segera menangkap tangan gadis tersebut. Namun dasar maling, ia pura-pura tidak tahu dan berlaga tidak mengerti apa yang saya katakan. Heuh …
Selain metro, tempat yang sering dijadikan objek incaran maling adalah tempat-tempat yang ramai dikunjungi turis. Contohnya adalah bulevard Champs Elysees dengan Arc de Triomphnya yang terkenal itu. Di sepanjang boulevard yang memiliki trotoar sangat lebar ini berjejer puluhan rumah mode milik desainer kenamaan tingkat dunia, Louis Vitton, Hermes, Prada, Yves St Laurent dll semua ada di sini. Surga buat para pemburu belanja kelas dunia.
Namun yang paling menyedihkan, sekaligus memalukan, adalah makin banyaknya peminta-minta perempuan berjilbab di sepanjang bulevard tersebut. Tak jarang, mereka ini mengemis dengan posisi sujud di sela-sela berjubelnya turis yang lalu-lalang, tak peduli bahkan ketika saljupun sedang turun.
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah. Tangan di atas adalah tangan pemberi sementara tangan di bawah adalah tangan peminta-minta”.(HR. Muslim).
Meski sedih juga hati ini, karena mereka pasti kenal betul hadist diatas, kalau tidak karena terpaksa saya yakin pasti merekapun enggan melakukan hal memalukan tersebut. Harap maklum, mereka adalah para pengungsi, korban berbagai perang dan kerusuhan yang melanda Negara mereka; Afganistan, Yugoslavia, Negara-negara bekas jajahan Rusia, Syria dan Negara-negara timur tengah lainnya adalah contohnya.
Selain Champs Elysees, lokasi sekitar menara Eiffel yang merupakan ikon Paris juga tak luput dari incaran para maling.
Juga museum terbesar di Perancis bahkan mungkin di Eropa, Musee du Louvre, yang baru beberapa bulan lalu membuka departemen barunya, yaitu Art Islam. Di tengah antrian masuk yang panjang itu, para pengunjung harus tetap awas, karena malingpun suka menyelinap diantara pengunjung.
Demikian pula di Chateau de Versailles, istana kebanggaan rakyat Perancis , dimana Napoleon Bonaparte dan Louis XIV, dua raja Perancis yang terkenal itu, pernah tinggal. Di tempat ini, tas saya pernah nyaris digerayangi copet kalau saja suami dan anak saya tidak segera memergoki tingkah laku mereka.
Belum lagi dengan tingkah para gembel dan pemabuk yang sering terasa mengganggu kenyamanan turis dalam menikmati keindahan dan kecantikan kota ini. Ironismya, gembel-gembel yang baunya benar-benar tidak sedap itu doyan membeli miunuman keras dan bisa memelihara anjing. Mereka bau, maaf, bukan saja karena jarang mandi tapi juga suka mabuk dan muntah sembarangan, di dalam metro sekalipun. … 😦 . Kalau saja mereka mau memahami dan mengimani ayat berikut …
« Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya”…. , »(QS.Al-Baqarah(2) :219).
Kabarnya, mereka memelihara anjing memang disengaja, dengan suatu tujuan. Anjing yang merupakan binatang kesayangan sebagian besar orang Perancis itu digunakan sebagai tameng. Artinya, petugas tidak bisa leluasa menangkapi gembel dengan alasan siapa nanti yang memelihara anjing mereka ??
( Bersambung)
Leave a Reply